News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

perlukah harapan itu ?

Started by jodyandrean, 27 June 2012, 11:34:05 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

dhammadinna

#15
Quote from: jodyandrean on 27 June 2012, 04:43:46 PM
saya masih bingung ..
setiap x saya mendapat sebuah harapan.. saya merasa dunia ini sangatlah nikmat ..
dunia ini terasa sangatt berbahagia..

Itu karena kamu memikirkan tentang perasaan menyenangkan yang mungkin akan kamu alami.

atau kamu sedang berpikir, bahwa ada jalan keluar dari perasaan tidak menyenangkan yang sedang kamu alami.

Quote
tapi ketika saya tidak lg berharap ,, yg saya pikirkan adalah kegelisahan ,, ketakutan akan datangnya kematian ..

mohon pencerahanny

Itu karena tidak terpikirkan olehmu, perasaan menyenangkan apa yang bisa kamu peroleh.

atau kamu tidak bisa memikirkan, kemungkinan tentang jalan keluar dari perasaan tidak menyenangkan yang sedang kamu alami.

_____________________

so, pelan-pelan aja diperhatikan pikiran itu... kadang dia suka mendramatisir.. kadang dia terasa begitu solid/nyata, dan mampu menghanyutkan atau membuat kita terombang-ambing.

Kalau km masih terhanyut, jangan pula berpura-pura bahwa kamu tidak terhanyut. Sadari saja kalo km sedang terhanyut, tapi jangan juga menghanyutkan diri. Tunggu saja, nanti pelan-pelan bisa dipahami bahwa drama-pikiran ternyata tidak sesolid itu.

senbudha

Orang duniawi yang masih berharap ini itu adalah wajar,karena memang masih dikuasai moha loba dosa.Orang yang tidak punya harapan lagi ya sudah siap didoakan.Di jalan spiritual saja, orang masih berharap ini itu.Orang gila saja mengais sampah berharap ketemu makanan untuk isi perut.Yang penting jangan "terlalu"berharap hal baik dalam hal apapun,apalagi tidak pernah ada karma baik yang cukup.Juga jangan berharap yang buruk tidak datang,karena waktunya tiba akan datang sendiri dengan santai.Orang yang berlatih dengan benar akan menerima hal baik dan buruk dengan tenang. SEDANGKAN ORANG YANG TIDAK MENGHARAPKAN APAPUN DALAM HIDUPNYA MAKA DIA TELAH MENCAPAI REALISASI DHAMMA.SUDAH PADAM SEGALA NAFSU KEINGINANNYA.

hemayanti

artikel ini sepertinya sangat cocok.
baca dengan perlahan :)

Pengharapan Sebagai Suatu Rintangan
[spoiler]Pengharapan sangatlah penting, karena ia bisa menjadikan saat ini tidak begitu sulit untuk dipikul.
Jika kita percaya bahwa besok akan lebih baik maka kita bisa memikul kesulitan pada hari ini.
Tetapi hanya itulah yang paling banyak bisa diberikan oleh sebuah pengharapan bagi kita menjadikan kesulitan kita lebih ringan.
Ketika saya merenungkan secara mendalam tentang sifat dari suatu pengharapan, saya melihat sesuatu yang tragis.
Karena kita melekat pada pengharapan kita di masa yang akan datang,
kita tidak memusatkan tenaga dan kemampuan kita pada saat ini.
Kita gunakan pengharapan untuk mempercayai sesuatu yang lebih baik bakal terjadi di kelak kemudian hari bahwa kita akan sampai pada kedamaian, atau Kerajaan Tuhan.
Pengharapan menjadi semacam rintangan.
Jika anda bisa menghindarkan diri dari pengharapan, anda bisa membawa diri anda sepenuhnya pada saat ini, dan menemukan kegembiraan yang sudah ada di sini.
Pencerahan, kedamaian dan kegembiraan tidak akan dihadiahkan oleh orang lain.
Sumurnya ada di dalam diri kita, dan jika kita menggalinya dengan dalam pada saat ini, airnya akan menyembur keluar.
Kita harus kembali pada saat ini agar bisa benar-benar hidup.
Kita berlatih napas yang disadari, kita berlatih untuk kembali pada saat ini, di mana segala sesuatunya sedang terjadi.

Peradaban Barat memberikan begitu banyak penekanan pada gagasan pengharapan, sehingga kita mengorbankan saat ini.
Pengharapan adalah untuk masa yang akan datang.
Ia tidak bisa membantu kita menemukan kegembiraan, kedamaian atau pencerahan pada saat ini.
Banyak agama yang berdasarkan pada gagasan pengharapan ini,  dan ajaran tentang menahan diri dari
pengharapan bisa membuat suatu reaksi yang keras. Tetapi suatu kejutan bisa membawa sesuatu yang penting.
Saya tidak mengatakan bahwa anda tidak boleh mempunyai pengharapan, tetapi pengharapan itu tidak cukup.
Pengharapan bisa menciptakan rintangan bagi anda, dan jika anda berada dalam kekuatan pengharapan, anda tidak akan membawa diri anda
kembali sepenuhnya pada saat ini.
Jika anda menyalurkan kembali tenaga tersebut untuk menjadi sadar sepenuhnya terhadap apa yang terjadi pada saat ini, anda akan mampu membuat suatu terobosan dan menemukan kegembiraan serta kedamaian tepat pada saat ini, di dalam diri anda dan di sekeliling anda.

A.J. Muste, seorang pemimpin gerakan perdamaian di Amerika pada pertengahan abad ke-20 yang mengilhami jutaan orang, berkata,
"Tidak ada jalan menuju perdamaian, perdamaian itulah Sang Jalan".
Ini berarti kita bisa memahami perdamaian tepat pada saat ini dengan penampilan kita, senyum kita, ucapan kita dan perbuatan kita.
Karya perdamaian bukanlah suatu alat.

Setiap langkah yang kita buat haruslah merupakan kedamaian.
Setiap langkah yang kita buat haruslah merupakan kegembiraan.
Jika kita mempunyai tekad, kita dapat melakukannya.
Kita tidak memerlukan masa yang akan datang.
Kita bisa tersenyum dan rileks.
Segala sesuatu yang kita inginkan ada di sini pada saat ini.[/spoiler]
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

juanpedro

Quote from: hemayanti on 29 June 2012, 08:40:40 PM
artikel ini sepertinya sangat cocok.
baca dengan perlahan :)

Pengharapan Sebagai Suatu Rintangan
[spoiler]Pengharapan sangatlah penting, karena ia bisa menjadikan saat ini tidak begitu sulit untuk dipikul.
Jika kita percaya bahwa besok akan lebih baik maka kita bisa memikul kesulitan pada hari ini.
Tetapi hanya itulah yang paling banyak bisa diberikan oleh sebuah pengharapan bagi kita menjadikan kesulitan kita lebih ringan.
Ketika saya merenungkan secara mendalam tentang sifat dari suatu pengharapan, saya melihat sesuatu yang tragis.
Karena kita melekat pada pengharapan kita di masa yang akan datang,
kita tidak memusatkan tenaga dan kemampuan kita pada saat ini.
Kita gunakan pengharapan untuk mempercayai sesuatu yang lebih baik bakal terjadi di kelak kemudian hari bahwa kita akan sampai pada kedamaian, atau Kerajaan Tuhan.
Pengharapan menjadi semacam rintangan.
Jika anda bisa menghindarkan diri dari pengharapan, anda bisa membawa diri anda sepenuhnya pada saat ini, dan menemukan kegembiraan yang sudah ada di sini.
Pencerahan, kedamaian dan kegembiraan tidak akan dihadiahkan oleh orang lain.
Sumurnya ada di dalam diri kita, dan jika kita menggalinya dengan dalam pada saat ini, airnya akan menyembur keluar.
Kita harus kembali pada saat ini agar bisa benar-benar hidup.
Kita berlatih napas yang disadari, kita berlatih untuk kembali pada saat ini, di mana segala sesuatunya sedang terjadi.

Peradaban Barat memberikan begitu banyak penekanan pada gagasan pengharapan, sehingga kita mengorbankan saat ini.
Pengharapan adalah untuk masa yang akan datang.
Ia tidak bisa membantu kita menemukan kegembiraan, kedamaian atau pencerahan pada saat ini.
Banyak agama yang berdasarkan pada gagasan pengharapan ini,  dan ajaran tentang menahan diri dari
pengharapan bisa membuat suatu reaksi yang keras. Tetapi suatu kejutan bisa membawa sesuatu yang penting.
Saya tidak mengatakan bahwa anda tidak boleh mempunyai pengharapan, tetapi pengharapan itu tidak cukup.
Pengharapan bisa menciptakan rintangan bagi anda, dan jika anda berada dalam kekuatan pengharapan, anda tidak akan membawa diri anda
kembali sepenuhnya pada saat ini.
Jika anda menyalurkan kembali tenaga tersebut untuk menjadi sadar sepenuhnya terhadap apa yang terjadi pada saat ini, anda akan mampu membuat suatu terobosan dan menemukan kegembiraan serta kedamaian tepat pada saat ini, di dalam diri anda dan di sekeliling anda.

A.J. Muste, seorang pemimpin gerakan perdamaian di Amerika pada pertengahan abad ke-20 yang mengilhami jutaan orang, berkata,
"Tidak ada jalan menuju perdamaian, perdamaian itulah Sang Jalan".
Ini berarti kita bisa memahami perdamaian tepat pada saat ini dengan penampilan kita, senyum kita, ucapan kita dan perbuatan kita.
Karya perdamaian bukanlah suatu alat.

Setiap langkah yang kita buat haruslah merupakan kedamaian.
Setiap langkah yang kita buat haruslah merupakan kegembiraan.
Jika kita mempunyai tekad, kita dapat melakukannya.
Kita tidak memerlukan masa yang akan datang.
Kita bisa tersenyum dan rileks.
Segala sesuatu yang kita inginkan ada di sini pada saat ini.[/spoiler]

thich nhat hanh :P

hemayanti

"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

juanpedro

Quote from: hemayanti on 30 June 2012, 02:52:41 PM
100 untuk om jupe.

semenjak diberi tau cc jangan melekat pada harapan tempo dulu jadinya sering baca artikel yang bagian itu  :))

jodyandrean

wah .. membantu bnyk nich  _/\_

saya baru ngerti  :))

tapi kadang tanpa ada harapan .. hidup terasa hampa ..
1 menit ibarat 3 jam  :o :o

huahahahaha  ^:)^ ^:)^
semua manusia membingungkan tentang kebahagiaan,,
semua manusia mencari kebahagiaan,,
semua manusia tidak pernah menyadari apa yg dilakukannya.
ketika manusia mengetahui dhamma,,
sebenarnya kebahagiaan itu telah ada pada dirinya

Indra

Kenapa gak baca versi yg langsung diajarkan oleh Sang Buddha?

[spoiler]


MN 131  Bhaddekaratta Sutta
Satu Malam Keramat





1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu sebagai berikut: "Para bhikkhu." – "Yang Mulia," mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. "Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari 'Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.'  Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan." – "Baik, Yang Mulia," para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

3.    "Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
   Atau membangun harapan di masa depan;
   Karena masa lalu telah ditinggalkan
   Dan masa depan belum dicapai.
   Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
   Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
   Ketahuilah dan yakinlah,
   Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
   Saat ini usaha harus dilakukan;
   Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
   Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
   Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
   Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
   Tanpa mengendur, siang dan malam –
   Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai,
   Yang telah melewati satu malam keramat. [188]

4. "Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.' Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.

5. "Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.' Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.

6. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.'  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.' Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.

7. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.' Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.' Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.

8. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini?  Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri ... persepsi sebagai diri ... bentukan-bentukan sebagai diri [189] ... kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

9. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri ... persepsi sebagai diri ... bentukan-bentukan sebagai diri ... kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

10.    "Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
   Yang telah melewati satu malam keramat.

11. "Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: 'Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari "Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat."'"

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
[/spoiler]

hemayanti

Quote from: Indra on 01 July 2012, 05:58:06 PM
Kenapa gak baca versi yg langsung diajarkan oleh Sang Buddha?

[spoiler]


MN 131  Bhaddekaratta Sutta
Satu Malam Keramat


1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu sebagai berikut: "Para bhikkhu." – "Yang Mulia," mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. "Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari 'Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.'  Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan." – "Baik, Yang Mulia," para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

3.    "Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
   Atau membangun harapan di masa depan;
   Karena masa lalu telah ditinggalkan
   Dan masa depan belum dicapai.
   Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
   Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
   Ketahuilah dan yakinlah,
   Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
   Saat ini usaha harus dilakukan;
   Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
   Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
   Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
   Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
   Tanpa mengendur, siang dan malam –
   Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai,
   Yang telah melewati satu malam keramat. [188]

4. "Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.' Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.

5. "Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.' Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.

6. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.'  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.' Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.

7. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.' Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.' Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.

8. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini?  Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri ... persepsi sebagai diri ... bentukan-bentukan sebagai diri [189] ... kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

9. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri ... persepsi sebagai diri ... bentukan-bentukan sebagai diri ... kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

10.    "Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
   Yang telah melewati satu malam keramat.

11. "Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: 'Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari "Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat."'"

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
[/spoiler]
baru tau kalo ada yang versi Sang Buddha om. :)
_/\_ Anumodana.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

dhammadinna

#24
Quote from: Indra on 01 July 2012, 05:58:06 PM
Kenapa gak baca versi yg langsung diajarkan oleh Sang Buddha?


Majjhima Nikaya 131  Bhaddekaratta Sutta
Satu Malam Keramat


1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu sebagai berikut: "Para bhikkhu." – "Yang Mulia," mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. "Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari 'Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.'  Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan." – "Baik, Yang Mulia," para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

3.    "Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
   Atau membangun harapan di masa depan;
   Karena masa lalu telah ditinggalkan
   Dan masa depan belum dicapai.
   Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
   Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
   Ketahuilah dan yakinlah,
   Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
   Saat ini usaha harus dilakukan;
   Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
   Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
   Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
   Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
   Tanpa mengendur, siang dan malam –
   Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai,
   Yang telah melewati satu malam keramat. [188]

4. "Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? [selanjutnya di spoiler]

[spoiler]
Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.' Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.

5. "Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.' Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.

6. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.'  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.' Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.

7. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.' Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.' Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.

8. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini?  Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri ... persepsi sebagai diri ... bentukan-bentukan sebagai diri [189] ... kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

9. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri ... persepsi sebagai diri ... bentukan-bentukan sebagai diri ... kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

10.    "Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
   Yang telah melewati satu malam keramat.

11. "Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: 'Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari "Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat."'"

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
[/spoiler]

Yang dibold, seharusnya Mortalitas.

Mortalitas = kematian

Indra

Quote from: dhammadinna on 03 July 2012, 04:01:16 PM
Yang dibold, seharusnya Mortalitas.

Mortalitas = kematian

correct, itu dikutip dari thread MN yg unedited, thanks atas koreksinya