Pandangan Buddha terhadap Nigantha Nataputta

Started by junxiong, 04 April 2011, 05:31:27 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

junxiong

Di dalam sutta pernah disinggung seorang petapa bernama Nigantha Nataputta yang seharusnya merupakan petapa Mahavira dari aliran Jainisme. Jika saya melihat riwayat hidup Mahavira yang awalnya sebagai seorang pangeran kemudian pada umur 30 meninggalkan kehidupan duniawi, hidup menjadi petapa sangat mirip dengan kisah pangeran Siddhata. Tidak hanya itu, jika sang petapa Gautama ketika mencapai pencerahan dan menyebut dirinya sebagai Buddha, maka Mahavira ketika mencapai pencerahan menyebutnya sebagai Jina (Dia yang menang).

Berbeda dengan ajaran Buddha, Jina mengajarkan dengan menyiksa diri secara ekstrim barulah dapat terbebas dari samsara. Salah satu contoh ekstrimnya, ketika Mahavira menjadi petapa dia mencabut rambutnya dengan tangan.

Bahkan Jainisme ini sebetulnya sedikit banyak mempengaruhi Buddhisme. Misalnya, dulunya para bikkhu tetap melakukan pindapata pada masa vassa, sedangkan para pengikut Nigantha tidaklah demikian karena takut membunuh makhluk-makhluk kecil. Buddha yang walaupun tidak menerima ekstrimisme tetapi menghormati tradisi ini akhirnya membuat tradisi supaya bikkhu untuk berdiam di dalam ketika masa hujan.

Yang saya ingin tahu, dalam sutta sebetulnya bagaimana pendapat Sang Buddha mengenai Nigantha Nataputta ini? Apakah dia seorang yang termasuk petapa yang sebetulnya sudah masuk ke salah satu 4 pencapaian atau seorang yang dianggap pura-pura tercerahkan dan seorang penipu?
"The most likely way for the world to be destroyed, most experts argue, is by accident. That's where we come in; we're computer professionals. We cause accidents." - Nathaniel Borenstein

Indra

menurut Buddhism, Nigantha Nataputta jelas adalah seorang yg berpandangan salah, jadi mustahil seorang yg berpandangan salah bisa mencapai kesucian bahkan sotapanna sekali pun.

untuk mengetahui lebih jauh mengenai ajaran Nigantha, silahkan baca, misalnya:

1. MN 35 Culasaccaka Sutta

2. MN 36 Mahasaccaka Sutta

3. MN 14 Culadukkhakkhandha Sutta

4. MN 56 Upali Sutta

5. DN 2 Samannaphala Sutta

adi lim

Quote from: junxiong on 04 April 2011, 05:31:27 PM
Yang saya ingin tahu, dalam sutta sebetulnya bagaimana pendapat Sang Buddha mengenai Nigantha Nataputta ini? Apakah dia seorang yang termasuk petapa yang sebetulnya sudah masuk ke salah satu 4 pencapaian atau seorang yang dianggap pura-pura tercerahkan dan seorang penipu?

bold,
IMO, rasanya bukan penipu
karena memang pengetahuan 'pencerahan' belum ada,
sebelum Bodhisatta menembusnya dan membabarkan pengetahuan Dhamma yang sudah lama dilupakan  :)
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

junxiong

konon ketika ada raja yang mengadakan sayembara untuk mengambil mangkok pindapatta di sebuah tongkat yang menjulang tinggi, harus dengan cara terbang
kalau tidak salah para petapa-petapa lainnya ntah tidak ingin menunjukkan kemampuannya atau memang tidak memiliki kemampuan tidak mengambilnya...
sedangkan mereka bercerita kepada pengikut bahwa mereka telah mencapai pencerahan, mereka memiliki kemampuan, etc...

makanya saya berasumsi dia "menipu" pengikutnya, demikian~
"The most likely way for the world to be destroyed, most experts argue, is by accident. That's where we come in; we're computer professionals. We cause accidents." - Nathaniel Borenstein

fabian c

Kalau tidak salah menurut Samyutta Nikaya, pernah Nigantha Nataputta berdiskusi dengan Y.A. Citta, ia mengatakan bahwa tak ada jhana yang lebih tinggi, hanya ada satu Jhana. lalu Y.A. Citta membantah, beliau katakan bahwa ada Jhana yang lebih tinggi, dan beliau dengan mudah masuk ke Jhana-Jhana yang lebih tinggi bila beliau menginginkan.

Oleh sebab itu saya berkesimpulan Nigantha Nataputta hanya memiliki Jhana pertama.

Mettacittena,
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata