Hidup Sukses dan Bahagia - K. Sri Dhammananda

Started by ryu, 08 August 2008, 11:09:01 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ryu

Jadi inget, Buku ini bagus sekali, recomended lah, dulu pernah punya buku ini, tapi ilang euy :( :

Hidup Sukses dan Bahagia

K. Sri Dhammananda – Yayasan Penerbit Karaniya

Situasi yang sulit bisa ditangani dengan dua cara : Kita bisa berbuat sesuatu untuk mengubahnya, atau kita hadapi. Jika kita mampu berbuat sesuatu,, lalu mengapa khawatir dan kecewa? Ubah saja. Jika tak ada yang bisa dilakukan, juga mengapa cemas dan kecewa? Tak ada yang menjadi lebih baik oleh kemarahan dan rasa cemas. (Shantideva)



Hidup adalah perjalanan yang tak berujung, penuh dengan masalah. Sepanjang kita hidup dalam dunia ini, masalah dan kesulitan akan menjadi bagian dan bingkisan pengalaman manusia. Pada keadaan tertentu, kita mungkin diberkahi dengan keberuntungan, kemasyuran, pujian, dan kegembiraan.

Kita juga mungkin berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan seperti kegagalan, nama jelek, menjadi kambing hitam, dan rasa sakit. Hidup berayun laksana pendulum. Satu saat, ia berada di tempat yang enak, disambut dengan hati yang berbunga. Saat lain ia berayun menuju keadaan yang tidak ramah, yang sungguh ingin kita hindarkan.

Bukannya memahami kondisi duniawi sebagaimana adanya, orang kadang-kadang cenderung membesarkan kesulitan mereka. Ini mirip dengan ungkapan "membangun gunung dari sarang tikus tanah". Ketika kehilangan benda atau orang yang dicintai, orang merasa tak akan pernah bisa gembira lagi.

Pada waktu diganggu maupun dikasari orang lain, mereka merasa tak pernah diperlakukan sekasar itu sebelumnya, membawa luka itu dalam pikiran, dengan bodoh melekat pada rasa sakit itu, dan terus menderita bersama pikiran demikian. Tidakkah lebih baik melepaskan pikiran seperti itu sadar, bahwa seperti juga semua yang datang akan pergi, situasi-situasi yang tak menyenangkan demikian juga akan berlalu suatu hari?

Kita juga harus mengerti bahwa selalu ada cara untuk melepaskan diri dari kesulitan dalam hidup ini. Tak ada yang dikutuk untuk menderita seumur hidup, kecuali ia sendiri menghendakinya. Penting untuk dimengerti bahwa semua fenomena yang bersyarat, termasuk penderitaan dan semua masalah, muncul dari sebab-sebab; tak ada yang bisa muncul oleh suatu sebab yang berdiri sendiri. Setelah menyadari ini, kita bisa mengakhiri setiap dan semua kesusahan dengan menemukan akar dari kesulitan-kesulitan kita.

Menghadapi Kesulitan

Kita mesti tidak menjadi kecil hati jika menghadapi masalah, sebaliknya bertindaklan bijaksana untuk mengatasinya. Tiada orang yang masih memikirkan keduniawian yang bisa lepas dari masalah. Jadi, bukan orangnya yang membedakan seorang yang bijak dari yang tidak bijak, melainkan cara ia menghadapi masalah.

Pandit Nehru satu kali pernah berkata, kita harus menghadapi masalah dan menyelesaikannya. Kita mau tak mau harus meghadapinya. Tentunya, dengan berdasarkan pada ajaran spiritual; tapi jangan melarikan diri darinya atas nama spiritualisme.

Ella wilcox tersenyum menghadapi kesulitan hidup :

"Cukup mudah untuk bergembira, tatkala hidup mengalun seperti lagu. Namun manusia yang mulia adalah ia yang bisa tersenyum. Ketika segalanya jadi salah, kerena kesulitan adalah ujian bagi hati yang selalu datang bersama tahun. Senyum yang berharga pujian dunia adalah yang bersinar dari air mata."



Dr. Rabindranath Tagore, penyair termasyur dari India, dalam syairnya menjelaskan bagaimana menghadapi masalah tanpa takut dan cemas. "semoga aku tak berdoa dijauhkan dari marabahaya, tapi berdoa agar tak takut menghadapinya. Semoga aku tak berdoa menghilangkan rasa sakit, tapi demi hati yang menaklukkannya. Semoga aku tak rindu diselamatkan dari takut, tapi berharap pada kesabaran untuk memenangkan kebebasan."



Sesuatu yang tak menyenangkan hadir, misalnya, milik kita yang paling berharga hilang atau rusak. Ada dua cara menghadapi kehilangan dan kerusakan. Kita bisa memilih untuk menyesalinya dengan menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Atau bisa kita melupakannya saja dengan berkata, "Benda itu sudah pergi. Sungguh sayang, tapi buat apa membiarkannya membuat kita sengsara?"

Lebih baik menyusuri apa yang menyebabkan benda itu hilang atau rusak, agar kejadian itu tak berulang di masa-masa yang akan datang. Kita juga memikirkan bagaimana mengganti benda itu, atau bagaimana menyelesaikan masalah yang timbul akibat kejadian itu.

Jika kehilangan itu tidak berpengaruh pada orang lain, kita bahkan bisa mulai melakukan yang lain untuk melupakannya, karena adalah sifat semua yang terbentuk untuk mengalami kejadian seperti itu. Jika sesuatu yang tidak menguntungkan terjadi dan berada di luar kekuasaan kita, maka dengan dukungan pengertian terhadap hakekat kehidupan, kita mesti memiliki keberanian untuk menghadapinya.

Dengan kata lain, pakailah kerangka pikiran yang positif jika dihadapkan pada kesulitan, dari pada menenggelamkan diri dalam keadaan negatif. Jika penderitaan datang sebagai akibat dari kerangka pemikiran negatif, semua itu adalah kita sendiri yang mencari dan menyebabkannya.

Menurut Sabda Sang Buddha, "Pikiran mendahului semua keadaan. Pikiran adalah pelopor; semuanya merupakan hasil pikiran."



Sang Buddha juga mengajarkan bahwa penderitaan disebabkan oleh ketidaktahuan. Ia menunjukkan kepada kita cara membuang penderitaan itu, tapi kita sendiri juga yang mesti berusaha mendapatkan kebahagiaan.



Membangun Keberanian dan Pengertian

Semua kekuatan negatif dapat ditelusuri hingga ke akar-akarnya dengan meditasi, atau pengembangan batin yang tepat, seperti di ajarkan oleh Sang Buddha. Sang Buddha telah bersabda bahwa pikiran itu sukar dimengerti, sangat halus dan berkeliaran kemana ia suka. Orang bijaksana akan menjaga pikirannya karena pikiran yang terjaga akan membawa kebahagiaan.

Orang biasanya suka menyalahkan orang lain atas kecemasannya, khususnya jika ia tak menemukan solusi bagi masalah-masalahnya. Dalam keadaan seperti ini, sungguh enak mencari kambing hitam: orang yang bisa disalahkan atas masalah-masalah itu dan sekaligus orang yang bisa dijadikan sasaran kemarahan.

Jika anak kecil terluka, ia menangis. Untuk menghentikan tangisnya dan membuatnya merasa lebih baik, ibunya akan mencoba memukul orang lain untuk menunjukkan bahwa orang itu telah bersalah membuatnya menangis. Anak itu, karena merasa dendamnya telah dibalaskan, berhenti menangis dan mulai tertawa. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa membalas dendam pada seseorang memuaskan pikiran manusia pada umumnya.

Sama sukarnya juga untuk mengakui kekurangan, dan betapa mudahnya menempelkan kesalahan pada orang lain. Bahkan ada yang menyenangi perbuatan seperti itu, meskipun merupakan sikap yang salah. Jika dihadapkan pada masalah yang sama, kita mesti tidak marah pada orang lain. Kita mesti berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan masalah kita dengan baik-baik. Selalu baik untuk diingat bahwa jika ada orang menciptakan gangguan yang membuat kita cemas, sesungguhnya tidak ada yang bisa menyebabkan kecemasan itu, jika kita tahu menjaga diri dengan baik.

Di dalam Dhammapada, Sang Buddha berkata, "Pikiran bisa menyakiti dirimu separah yang bisa diperbuat musuh bebuyutan. Tapi sekali dikendalikan, tak ada yang bisa lebih bermanfaat darinya, tidak juga ayah, ibu, dan saudaramu yang lain."

Peringatan berikut dari seorang penyair terkenal barangkali bisa membantu kita menghadapi segala jenis masalah dengan jiwa besar, tanpa rasa sesal dalam hati.

Pupuk Keyakinan di Dalam dirimu

"Jika engkau menjaga emosi, ketika semua yang lain lepas kendali dan menyalahkan. Jika engkau bisa mempercayai diri sendiri, ketika yang lain meragukannya. Dengan tetap menimbang keraguan mereka juga."

Jika engkau bisa menunggu dan tidak lelah menunggu, atau dibohongi dan tidak berbohong, atau dibenci tanpa membenci, tidak terlihat terlalu baik dan tidak berbicara terlalu bijak.

Jika engkau bisa mimpi dan tidak membuat gurumu bermimpi. Jika engkau bisa berpikir dan tidak memikirkan tujuanmu. Jika engkau bertemu kemenangan dan kemalangan dan memperlakukan keduanya sama.

Jika engkau bisa menumpuk semua kemenangan dan mempertaruhkannya dalam satu lemparan dan kalah dan mulai lagi dari awal tanpa menghembuskan sepatah katapun tentang kekalahan.

Jika engkau tahan mendengar kebenaran yang engkau katakan diputarbalikkan penipu untuk menjebak orang dungu atau melihat benda yang untuknya engkau abdikan seluruh kehidupan rusak dan berhenti memperbaikinya.

Jika engkau memaksa hati dan syaraf serta otot untuk melayani lebih dari yang telah mereka lakukan lalu bertahan jika tak ada lagi apa-apa kecuali tekad yang menyatakan pada mereka, "Bertahanlah!"

Jika engkau bicara dengan khalayak dan menjaga kebaikan atau berjalan dengan raja tanpa kehilangan sentuhan, kebiasaan. Jika tidak musuh maupun kekasih yang bisa melukai dan semua mempercayai, tapi tak ada yang berlebihan

"Jika engkau bisa mengisi menit-menit yang tak termaafkan dengan enam puluh detik lari jauh, milikmulah dunia dengan segala yang didalamnya dan lebih dari segalanya, , engkau akan menjadi seorang laki-laki anakku!"

Ketika kita dihadapkan pada rasa takut, cukup banyak keberanian yang dibutuhkan untuk banyak mengetahui sebabnya. Dan keberanian yang lebih besar lagi untuk menerimanya. Kita menarik keluar apa yang kita takuti dan ketika kita menghadapinya, rasa takut itu lenyap. Membawa rasa takut itu ke tempat terbuka untuk kemudian menghadapinya dengan jujur adalah sangat penting. Jika kita mampu secara obyektif menelusuri akar rasa takut, kita telah menang setengah babak dalam pertempuran untuk mengatasinya.

Ketika dihadapkan pada rasa cemas, kita tidak seharusnya memasang muka cemberut dan memamerkannya kepada seisi dunia. Setiap orang telah cukup memiliki masalahnya sendiri, tanpa perlu lagi menambah masalah dari orang lain. Jika suka, kita bisa mengutarakan masalah kita pada orang lain atauberbicara dengan orangyang benar-benar bisa membantu kita, bukannya menambah beban kepada orang yang tidak mampu.

Punyakah kita kekuatan dan keberanian untuk tetap tersenyum ketika sedang menghadapi kesulitan? Tidak terlalu sukar, jika kita mengurangi egoisme yang membuat orang percaya bahwa hanya ia sendiri yang memerlukan penghiburan. Lagi pula, kita semestinya menghitung kelebihan dari pada kekurangan kita. Ingatlah selalu ungkapan, "Aku mengeluh tidak punya sepatu hingga bertemu dengan orang yang tak punya kaki."

Dengan berpikir demikian, kita akan menyadari banyak orang yang berada dalam keadaan jauh lebih tidak beruntung. Dan dengan pengertian ini, masalah kita bisa dikurangi sedikit.

Memikirkan orang lain dan bukannya menyesali kesulitan kita sendiri termasuk cara untuk bahagia. Orang yang sibuk membuat orang lain berbahagia, akan tak memiliki waktu untuk memikirkan kebutuhannya yang mementingkan diri sendiri.



Seorang ahli anatomi terkenal dari Inggris suatu kali ditanya oleh seorang siswanya, "Apa obat paling mujarab bagi rasa takut?"



Jawaban untuk pertanyaan ini adalah, "Cobalah berbuat sesuatu untuk orang lain."



Murid itu terpana dan meminta pejelasan lebih lanjut. Ia menjawab, "Engkau tak bisa memiliki dua rangkaian pikiran yang bertentangan pada suatu saat yang sama. Satu rangkaian pikiran selalu akan mendepak pergi yang satunya lagi. Jika pikiranmu dikuasai oleh keinginan yang tulus untuk membantu orang lain, engkau tak bisa merasa takut pada saat yang sama."

Pengetahuan ini, bahwa tak mungkin memiliki pikiran yang bermanfaat pada satu saat yang sama telah ditunjukkan dalam ajaran Buddha. Dengan usaha mengembangkan pikiran baik kita tak bisa menyisakan tempat bagi rasa takut berakar. Juga, kita bisa mempertahankan kehangatan perasaan karena telah berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.

Satu langkah penting dalam mengendalikan pikiran adalah dengan mendisiplinkan perbuatan dan kata-kata. Lima indera jasmani- mata, hidung, telinga, lidah, dan tubuh- memungkinkan makhluk hidup mengenal lingkungannya. Mata menghasilkan obyek yang menghasilkan pemikiran. Demikian juga, telinga mendengar bunyi, dan hidung membauhi yang juga menghasilkan pemikiran.

Dari informasi yang diperoleh indera, pikiran membedakan mana yang menyenangkan, mana yang tidak menyenang- kan, dan mana yang netral. Ia juga mendikte apa yang harus dilakukan tubuh berkenaan dengan sinyal-sinyal itu. Kebanyakan orang bereaksi spontan terhadap obyek indera, menumbuhkan kemelekatan pada obyek yang menyenangkan dan kebencian pada obyek yang tidak menyenangkan. Ada sedikit orang yang tidak dikuasai oleh respon-respon bersyarat ini.

Kita bisa mengendalikan pikiran untuk bisa mengendalikan perbuatan dan kata-kata dengan lebih baik. Pikiran dapat di bedakan menjadi yang baik dan yang tidak baik. Pikiran baik adalah pikiran-pikiran yang menghasilkan sikap dan tingkah laku yang baik. Pikiran seperti ini membawa manfaat bagi semua orang. Sebaliknya pikiran tidak baik menyebabkan orang berbuat tidak baik yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Kita mesti belajar mengenal sifat pikiran setiap saat, membedakan pikiran baik dari yang tidak baik. Sekali seseorang itu berhasil mengembangkan kemampuan untuk mengawasi pikiran, ia telah membuat langkah penting dalam mengembangkan pikiran baik. Jika gagasan dalam pikirannya tidak baik, ia menerapkan usaha benar untuk menyingkirkan pikiran tidak baik seperti itu, dan pada saat yang sama mencegah kemunculannya lagi.

Jika pikiranya baik, ia menggunakan usaha benar untuk menambah dan menyuburkannya. Dengan kata lain, melalui pengembangan perhatian pada pikiran, seseorang bisa belajar mengendalikan pikiran, dan bukannya melulu bereaksi terhadap rangsangan yang ditimbulkan oleh indera.

Proses pendisiplinan perbuatan dan penyucian kata dan pikiran membawa kebahagiaan. Setiap orang ingin hidup bahagia, dan kebahagiaan adalah hak setiap orang. Untuk mendapatkan kebahagiaan yang menjadi haknya, orang bisa menjalankan proses pembersihan diri seperti yang ditawarkan Sang Buddha.

    * Menyingkirkan semua pikiran tidak baik yang telah muncul

    * Mencegah munculnya pikiran yang tidak baik yang belum muncul

    * Mengembangkan pikiran baik yang telah muncul dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

    * Menumbuhkan pikiran baik yang belum muncul.



Empat petujuk ini bisa dengan mudah dijalankan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini merupakan satu cara untuk mempertahankan pikiran sehat yang bisa diikuti setiap orang. Meskipun banyak yang bisa memilih untuk mengikutinya, namun mereka lebih memilih untuk mengikuti kehendak nafsu, keserakahan, dan kebencian, yang mesti tidak diikuti jika kita mengendaki kebahagiaan.

Tidak ada kata terlambat untuk mempraktekkan perhatian dan disiplin, untuk mengembangkan pikiran positif, baik, dan kreatif. Setiap saat adalah saat yang baik untuk memulai, khususnya dari sekarang.



Meletakkan Masalah Pada Tempatnya

Kadang saat menghadapi kesulitan besar, kita merasa tertekan oleh apa yang terlihat begitu parah dan berat. Jika ini terjadi, adalah baik untuk berjalan-jalan di sore hari dan melihat ke langit. Kita melihat bintang-bintang yang tak terhitung di atas. Matahari hanya satu dari bintang-bintang itu. Jika matahari lenyap tiba-tiba, akankah kejadian ini terlihat dari luar angkasa?

Dunia kita hanya sebutir debu di alam semesta. Apa jadinya kalau kita hilang dari dunia, apakah akan ada pengaruhnya? Orang-orang yang mengasihi dan teman-teman kita akan merasa kehilangan untuk sesaat. Namun selain mereka, barangkali tidak ada lagi yang perduli.

Tapi bandingkan dengan diri kita, betapa kecilnya masalah yang kita hadapi? Jika kita bandingkan kekuasan semesta alam dengan debu kecil matahari, dan dengan debu yang lebih kecil lagi yang kita sebut dunia, masalah kita sunguh tak tampak dibandingkan itu semua.

Melihat masalah dengan cara pandang seperti itu, kita akan memahami langkah pertama dari jalan beruas delapan, yakni pandangan benar. Ini bisa juga berarti pengertian benar terhadap nilai-nilai, yakni tidak meletakkan diri kita lebih penting dari keadaan kita yang sebenarnya. Dan jika kita bisa mengembangkan pengertian ini, kita akan tahu apa yang berarti dan apa yang tidak berarti dalam hidup ini, bahwa kesulitan kita yang datang dan pergi sungguh tak ada artinya.

Kesulitan akan segera berlalu. Apa yang membuatmu meneteskan air mata pada hari ini akan segera dilupakan esok. Anda mungkin akan ingat telah menangis, tapi mungkin tidak persis kejadian itu yang membuatmu menangis. Dalam menjalani hidup, kita membuang begitu banyak energi mental ketika berbaring di malam hari. Kita membenci seseorang dan terus memutar pikiran yang sama berulang-ulang.

Setelah waktu berlalu dan masalah lain yang lebih berat datang, kita boleh mulai bertanya-tanya apa yang sesungguhnya membuat kita marah. Jika kita renungkan kekesalan kita terdahulu, kita akan terkejut menemukan betapa kita dengan sengaja terus merasa sedih, padahal sebenarnya bisa menghentikannya dengan cara memikirkan atau melakukan sesuatu yang lain.

Adapun masalah kita, betapapun beratnya, waktu akan menyembuhkannya. Namun di samping menyerahkannya pada waktu, pasti ada yang bisa kita lakukan untuk mencegah diri kita dilukai. Kita bisa mempertahankan kedamaian pikiran dengan tidak membolehkan orang lain atau persoalan menghanyutkan energi kita, karena diri kita sendirilah, bukannya orang lain, yang menciptakan kesedihan itu.

Orang bijaksana yang telah mencicipi beragam pengalaman tetap tidak tergantikan. Renungkan pepatah ini, "Ketika saya delapan belas tahun, saya pikir betapa bodohnya ayahku. Sekarang saya dua puluh delapan tahun, saya kaget betapa banyak yang dipelajari orang tua itu dalam sepuluh tahun."

Bukan ayah yang tahu, andalah yang telah belajar melihat segala sesuatu dengan cara yang dewasa.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

chizz_roll

yep.. buku ini emang bagus, ryu.. gw juga dah baca dan bener2 menginspirasi gw..
buat edisi terbaru sih diterbitkan lagi oleh ehipassiko, judulnya be happy.. isinya sama :)

ketika kehidupan memberimu seribu alasan untuk menangis, tunjukkan kalo kamu mempunyai sejuta alasan untuk tersenyum.. Tersenyumlah selalu.. :)

Mr. Wei

Be Happy uda terbit lama kan?
Yang covernya gambar smile itu.