Vihara atau Wihara atau Biara?

Started by Hendra Susanto, 17 September 2010, 12:23:51 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Hendra Susanto

Vihara atau Wihara atau Biara?
(Oleh : N/N)

Dewasa ini kata "vihara" sudah memiliki varian cara penulisan yang baru, yaitu "wihara". Cara penulisan yang manakah yang benar yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang benar? Bagi saya sendiri, kalau kata tersebut berdiri sendiri maka saya akan menulis "wihara". Tetapi terhadap nama wihara yang sudah ada, saya tetap akan menggunakan "vihara" kalau memang sejak awal namanya sudah ditulis demikian. Bukankah nama orang tidak boleh sembarangan diubah-ubah? Misalnya "Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya".

Mengapa saya condong menuliskannya sebagai "wihara"? Karena saya sering menjumpai orang melafalkan "vihara" sebagai "fihara" bukan "wihara". Dan memang kalau menurut kaidah bahasa Indonesia, "vihara" seharusnya dibaca sebagai "fihara" bukan "wihara". Tidak semua umat Buddha tahu bahwa "vihara" seyogianya dibaca "wihara", apalagi yang bukan umat Buddha.

Ada sejumlah umat bersikukuh mempertahankan penulisan "vihara" karena menurut mereka istilah Pali perlu dipertahankan sebagaimana aslinya dan juga secara internasional sudah dikenal luas. Tentu saja tidak jadi masalah kalau tetap mau mempertahankan penulisan "vihara", cuma seyogianya ditulis sebagai "vihāra" karena penulisan dalam bahasa Pali yang benar seharusnya demikian. Dan juga perlu ditulis dalam bentuk miring (italik). Karena menurut kaidah bahasa Indonesia, kata-kata asing yang diselipkan di dalam paragraf bahasa Indonesia harus ditulis miring. Kalau "vihāra" sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia sehingga baik pengucapan maupun penulisannya pun sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, menjadi "wihara", maka tidak perlu ditulis dalam bentuk miring.

Memang menurut kaidah penyerapan bahasa asing seharusnya ditulis sebagai "vihara" (dan dibaca sebagai "fihara"1)  namun karena di kalangan umat Buddha sudah sering diucapkan sebagai "wihara" (cara pelafalan yang betul secara internasional) sehingga sebaiknya ditulis sebagai "wihara" saja. Dan juga sejak dulu cara penyerapan istilah Sansekerta ke dalam Bahasa Indonesia selalu mengikuti kaidah 'pengucapan' bukan 'penulisan'. Misalnya –van[t] menjadi –wan (guṇavant menjadi gunawan), prajña menjadi pradnya, dan lain sebagainya.

Satu lagi, kalau tetap mau mempertahankan istilah "vihāra", maka nama suatu wihara misalnya "Vihara Padumuttara" harus ditulis sebagai "Padumuttara-Vihāra" bukan "Vihāra-Padumuttara". Seyogianya disesuaikan pula dengan kaidah tata bahasa Pali. Demikian pula "Vimala-Chanda-Ārāma", bukan "Ārāma-Vimala-Chanda".

Terhadap istilah "Buddha" atau "bhikkhu", ada baiknya tetap mempertahankan bentuk aslinya karena: (1) dewasa ini kita di Indonesia sudah mulai menerapkan cara baca paritta yang sesuai dengan tanda baca sehingga pelafalan "Bud-dha" atau "bhik-khu" seyogianya bukan hal yang asing atau sulit lagi. Lagi pula dalam bahasa Indonesia tidak ada larangan penggunaan konsonan rangkap, bahkan ada daerah tertentu misalnya Sulawesi Selatan yang bahasa daerahnya banyak mengandung kata-kata konsonan rangkap (misalnya 'gappa', 'bakka', 'battang', dan lain sebagainya); (2) konsonan berbunyi letup juga dapat ditemukan dalam kata-kata bahasa Indonesia misalnya 'khusus', 'khawatir'; (3) sungguh janggal kalau "paritta" ditulis sebagai "parita", "metta" sebagai "meta", bhikkhu-bhikkhu ditulis sebagai biku-biku (artinya menjadi lain, silakan buka Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV).

Bahasa adalah sesuatu yang hidup dan dinamis. Walaupun ada kaidah-kaidah yang diciptakan untuk mengaturnya namun tetap saja ada sejumlah pengecualian. Kalau penggunaanya tetap mempertahankan bentuk tertentu maka kenyataan itulah yang harus diterima. Contoh konkret adalah kata "Buddha" sendiri. Kalau tidak salah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi II masih menggunakan istilah 'Buda' atau 'Budha', tidak ada kata 'Buddha'. Tetapi karena umat Buddha bersikukuh menggunakan istilah 'Buddha' sehingga akhirnya dalam edisi III dan IV Kamus Besar Bahasa Indonesia kata 'Buda' atau 'Budha' sudah dihilangkan, diganti dengan 'Buddha'.

Ada sejumlah orang bersikukuh menulis "bhikkhu" sebagai 'biku' karena menurut mereka istilah 'wiku' sudah sejak lama dikenal di masyarakat Jawa oleh karena itu gunakan saja istilah yang sudah ada (sudah mengindonesia). Perlu disadari bahwa 'wiku' di kalangan tertentu sudah mengalami distorsi makna (ke arah negatif) karena faktor sejarah sehingga kalau 'biku' tetap dipertahankan maka akan terimbas pula makna negatifnya. Demikian juga sesungguhnya istilah 'wihara' sudah ada bentuk Indonesianya yaitu 'biara'. Namun karena 'biara' sudah memiliki nuansa makna lain sehingga sebaiknya tetap gunakan saja istilah 'wihara' sebagai tempat ibadah umat Buddha. Hal yang sama dapat diterapkan terhadap "saṃsāra" di mana bentuk serapannya dalam bahasa Indonesia adalah 'sengsara'. Namun lagi-lagi sudah berubah dari maknanya yang asli oleh karena itu sebaiknya tetap gunakan saja "saṃsāra" atau terjemahannya.

Itulah sekelumit pendapat saya tentang cara penulisan sejumlah istilah yang diserap dari Bahasa Pali ke dalam Bahasa Indonesia. Saya tidak berpretensi mewakili otoritas tertentu oleh karena itu pendapat saya seyogianya hanya diperlakukan sebagai salah satu rujukan saja.



1 Misalnya kata Inggris "gender", menurut kaidah penyerapan bahasa asing, seharusnya ditulis sebagai "gender" dan dibaca "gender" bukan "jender".

Elin

#1
Elin selalu menulis dengan kata "vihara" dan cara baca nya "wihara"...
Dari kecil uda begitu siy..

kata yg lain banyak juga kan..
misalnya parita "Vandana", dibaca "Wandana"
kata "vipaka", dibaca "wipaka"
kata "vinaya", dibaca "winaya"     

kalo dibaca "fandana", "fipaka", "finaya" aneh gak? ;D

Kelana

Quote from: Hendra Susanto on 17 September 2010, 12:23:51 PM
Vihara atau Wihara atau Biara?
(Oleh : N/N)
Mengapa saya condong menuliskannya sebagai "wihara"? Karena saya sering menjumpai orang melafalkan "vihara" sebagai "fihara" bukan "wihara". Dan memang kalau menurut kaidah bahasa Indonesia, "vihara" seharusnya dibaca sebagai "fihara" bukan "wihara". Tidak semua umat Buddha tahu bahwa "vihara" seyogianya dibaca "wihara", apalagi yang bukan umat Buddha. kaidah penyerapan bahasa asing, seharusnya ditulis sebagai "gender" dan dibaca "gender" bukan "jender".

Tergantung persepsi orang. Kadang kala seseorang menulis nama orang ketika disebut: "vivi" ditulis sebagai "fifi" atau sebaliknya "fifi" menjadi "vivi". Saya kalau mendengar non Buddhis melafalkan kata "vihara" berkesan ia mengucapkan "vihara" bukan "fihara"

Jika kita menitikberatkan pada masalah pelafalan semata maka pelafalan "vihara" menjadi "wihara" itu hanya soal kebiasaan saja. Jika kita sudah tahu bahwa pelafalannya adalah "wihara" maka jika dibiasakan akan otomatis melafalkan "wihara".


GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Indra

dalam mengucapkan bahasa Pali sebenarnya hururf V tidak persis dibunyikan sebagai W, jadi VIHARA tidak dibaca menjadi WIHARA, ketidak-mampuan lidah kitalah yg membaca V menjadi W,

Adhitthana

Quote from: Indra on 10 October 2010, 06:16:31 PM
dalam mengucapkan bahasa Pali sebenarnya hururf V tidak persis dibunyikan sebagai W, jadi VIHARA tidak dibaca menjadi WIHARA, ketidak-mampuan lidah kitalah yg membaca V menjadi W,
Jadi ... penulisan yg benar
Vihara .... Wihara ?
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

rooney

Quote from: Aditthana on 10 October 2010, 10:44:37 PM
Quote from: Indra on 10 October 2010, 06:16:31 PM
dalam mengucapkan bahasa Pali sebenarnya hururf V tidak persis dibunyikan sebagai W, jadi VIHARA tidak dibaca menjadi WIHARA, ketidak-mampuan lidah kitalah yg membaca V menjadi W,
Jadi ... penulisan yg benar
Vihara .... Wihara ?

So Pasti vihara dong huehuehue...

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Nevada


williamhalim

#8
Quote from: Kelana on 17 September 2010, 09:06:15 PM
Tergantung persepsi orang. Kadang kala seseorang menulis nama orang ketika disebut: "vivi" ditulis sebagai "fifi" atau sebaliknya "fifi" menjadi "vivi". Saya kalau mendengar non Buddhis melafalkan kata "vihara" berkesan ia mengucapkan "vihara" bukan "fihara"

OOT:
F dan V ini, adakah perbedaan arti dalam vokal terapan dalam bahasa Indonesia?
misalnya:
- Freddy atau Vreddy
- Februari atau Vebruari
- fokal atau Vokal
- Fabel atau Vabel
Sama saja kan? Kadang2 sy berpikir apa tidak lebih bagus kita hilangkan saja salah satunya? Mis: Pakai F saja seluruhnya tau V saja... toh nggak ada bedanya...  :))
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Tante Zoen

Koq, mirip dengan kasus ibukota RRC?
Penulisannya: Beijing, tapi cara baca sebenarnya 'pei-cing'.

Heran, deh, orang Indonesia selalu salah baca. Mungkin kata tsb juga harus kita ganti menjadi "Peicing" (atau mungkin pakai nama lama saja: Peking).
OMNIS MALI OMISSIO, BONI SUSCEPTIO, COGITATIONIS SUÆ LUSTRATIO: HOC EST BUDDHARUM PRÆCEPTUM.

kur0bane

yang pake wihara kan dari MBI. nga ikut dari World Pali Society

Sumedho

Kalau tidak salah ini tulisan Bhante Thitaññano. CMIIW
There is no place like 127.0.0.1

xenocross

saya sih setuju dengan tulisan di atas. Untuk dijadikan rujukan kalau masuk KBBI.
dibakukan saja jadi Wihara, biar gak ada umat agama lain ngomong "fihara"
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

kur0bane

Quote from: Sumedho on 26 October 2010, 08:32:29 AM
Kalau tidak salah ini tulisan Bhante Thitaññano. CMIIW
o0o gitu thanks infonya mod:D

kullatiro

#14
ehm pelajaran sd dan smp (pmp) waktu wa masih kecil tuh tulis nya umat Buddha pergi ke wihara. jadi indonesia vihara adalah wihara. sedang kan vihara itu ejaan asing atau bahasa english.