MICCHA DITTHI
By : Selamat Rodjali
ARTIMiccha = salah, keliru, menyesatkan ke jalan yang salah.
Ditthi = pandangan.
KARAKTERISTIKMelakukan interpretasi terhadap sesuatu secara tidak bijaksana / tidak adil.
FUNGSIMelakukan pra-anggap.
MANIFESTASIInterpretasi atau kepercayaan yang salah / keliru / menyesatkan ke jalan yang salah.
SEBAB TERDEKATKetidakmauan untuk mengunjungi para suciwan, karena mengunjungi para suciwan
mengkondisikan untuk mendengarkan Dhamma yang mencegah bercokolnya
pandangan keliru di dalam batin.
PENGERTIAN UMUMPandangan keliru yang muncul dalam bentuk kekeliruan dalam memahami, yaitu
menginterpretasikan sesuatu dalam cara yang bertentangan dengan kenyataan.
Di dalam konteks hal yang tidak baik / tidak benar (akusala dhamma), istilah
miccha ditthi seringkali hanya disebutkan sebagai ditthi.
PENGELOMPOKAN PANDANGAN DALAM PIKIRAN1. Pikiran yang bersekutu dengan pandangan salah (ditthigatasampayutta)
2. Pikiran yang tidak bersekutu dengan pandangan salah (ditthigatavippayutta)
3. Pikiran yang bersekutu dengan pandangan benar (nanasampayutta)
4. Pikiran yang tidak bersekutu dengan pandangan benar (nanavippayutta)
SEBAB TERPERINCI YANG MENIMBULKAN MICCHA DITTHI1. Mempunyai kebiasaan berpandangan salah (ditthijjhasayata)
2. Suka bergaul dengan orang yang mempunyai pandangan salah (ditthi
vippannapuggalasevanata)
3. Tidak suka belajar Dhamma (saddhammavimukhata)
4. Suka berpikir pada hal-hal yang salah (micchavitakkabahulata)
5. Tidak mempertimbangkan secara adil / bijaksana (ayoniso ummujjanam)
Tiga pandangan salah yang seringkali disinggung di dalam
Sutta Pitaka, adalah:
1.
Natthika ditthi = pandangan nihilisme, yang menolak kehidupan setelah kematian.
2.
Akiriya ditthi = pandangan yang menolak manfaat perbuatan, yang mengklaim
bahwa perbuatan-perbuatan tidak akan berpengaruh.
3.
Ahetuka ditthi = pandangan yang menolak penyebab sesuatu, mengklaim bahwa tidak ada sebab / kondisi yang menyebabkan kekotoran / kesucian mahluk. Mahluk-mahluk kotor ataupun suci karena nasib, kebetulan atau kebutuhan.
Di dalam
Anguttara Nikaya, Tikanipata, dinyatakan ada
3 jenis akiriya ditthi yang berbahaya, yaitu:
1.
Pubbekata-hetu ditthi, yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang dialami
sekarang ini disebabkan hanya oleh perbuatan lampau.
2.
Issaranimmana-hetu-ditthi, yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang
dialami sekarang ini disebabkan oleh ciptaan mahluk adi-kodrati tertentu.
3.
Ahetu-appaccaya-ditthi, yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang dialami sekarang ini tidak disebabkan atau dikondisikan, melainkan ada dengan sendirinya.
Di dalam sutta yang sama, Sang Buddha menyatakan bahwa pandangan di atas tidak benar, dengan cara memberikan argumen sebagai berikut:
Bagi siapa saja yang berpandangan bahwa :
1. dikarenakan perbuatan lampau, atau
2. karena ciptaan mahluk adi kodrati tertentu atau
3. tidak disebabkan oleh perbuatan,
seseorang menjadi
a) pembunuh
b) pencuri,
c) pelaku perzinahan,
d) pendusta,
e) pemfitnah,
f) penguncar kata kasar,
g) penguncar pembicaraan yang tak bermanfaat,
h) serakah,
i) berniat jahat dan
j) berpandangan salah
maka tidak akan ada manfaatnya lagi keinginan untuk berbuat, upaya untuk berbuat, tidak diperlukan lagi melakukan ini atau itu, atau menghindari diri dari berbuat sesuatu.
Oleh karena itu kebutuhan untuk berbuat atau tidak berbuat tidak ditemukan lagi
eksistensinya di dalam kebenaran, hidup tidak berumah tangga menjadi tidak ada
artinya lagi.
Pandangan salah selalu berhubungan dengan pikiran yang terikat (pikiran lobha).
Beberapa contoh nyata yang umum dijumpai, antara lain:
1. kemelekatan terhadap upacara dan ritual yang dianggap membawa ke kesucian
(silabataparamasa). Misalnya pandangan bahwa cukup dengan sembahyang bisa menjadi suci.
2. kemelekatan terhadap konsep aku / kepemilikan / inti kekal
(sakkayaditthi), misalnya pandangan bahwa “Ini milikku”, “Ini aku”, “Hanya ajaran ini yang benar dan kekal”
3. kemelekatan terhadap pandangan kekekalan
(sassataditthi), misalnya pandangan bahwa setelah mati akan tetap sama atau bersatu secara kekal dengan mahluk agung tertentu yang dipraanggap kekal / abadi di alam tertentu atau
4. kemelekatan terhadap pandangan kemusnahan
(ucchedaditthi), misalnya pandangan bahwa setelah kematian ini tidak ada apa-apa lagi (pandangan kaum materialis).