This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.
Show posts Menu

Quote from: Kainyn_Kutho on 12 May 2012, 01:47:40 PM
Saya memang bukan meminta bukti, tapi maksudnya buat saja contohnya, fiktif pun tidak apa, jadi kita bisa coba menganalisanya.
Mohon maaf, saya tidak berani memberikan contoh fiktif karena hal itu dapat digunakan untuk pembenaran pendapat saya.
Tapi secara jujur, apakah anda tidak melihat kecenderungan itu?
Betul, kita menjaga ucapan kita sendiri sebisa mungkin bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sekaligus tidak menyakiti siapapun.
Terima Kasih. Saya setuju sekali
Mencela, mengejek, menggunjingkan siapapun hanya karena berlainan pendapat atau tidak sealiran, jelas tidak ada dalam Ajaran Buddha (setahu saya sih). Tapi dalam Ajaran Buddha, kita pun dituntut kritis dan menyelidiki sehingga kita tidak mencela yang patut dipuji, juga tidak memuji sesuatu yang patut dicela. Namun itupun biasanya mencela perbuatan dan kualitas buruknya, bukan pribadinya.
Setuju, memang dalam kehidupan sehari2 kita tidak boleh mencela orangnya, namun menegur perbuatannya.
Mencela karena tidak sealiran, memuji karena sealiran, itu jelas kebodohan bathin. Kita hendaknya mengetahui tercela atau tidak adalah dari manfaatnya, bukan karena dinilai dari sealiran dengan kita atau tidak.
Setuju sekali
Praktek apakah yang dimaksud? Bisa beri contoh apa itu 'praktek' dalam Ajaran Buddha?
Kalau kita mempraktekkan ucapan yg benar sesuai dengan ajaran Atthangika Magga dalam praktek sederhana dalam kehidupan sehari-hari (bukan yg tingkat tinggi dululah) tentunya kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak akan berbohong, memfitnah, berkata kasar, bergunjing terhadap siapapun, termasuk kepada sesama umat Buddha dari aliran manapun.
Bila kita mempraktekkan ajaran Metta dalam kehidupan kita, tentunya kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak akan benci jika ada yg menyinggung perasaan kita ataupun menyakiti kita, dan kita harusnya berusaha untuk menyayangi semua makhluk termasuk umat Buddha yg tidak sealiran dengan kita.
Bila kita mempraktekkan ajaran Karunna dalam kehidupan kita, tentunya kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak akan menyakiti orang lain baik berupa perbuatan jahat maupun kata2 kasar, bergunjing yg tentunya kita sadar akan menyakiti orang, termasuk terhadap sesama umat Buddha yg tidak sependapat dengan kita.
Bila kita mempraktekkan ajaran Mudita dalam kehidupan kita, tentu kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak akan merasa iri terhadap keberhasilan orang lain, dan tentunya kita akan turut berbahagia terhadap keberhasilan aliran agama Buddha manapun bahkan yg tidak sependapat dengan kita.
Kalau mempraktekkan ajaran Upekha saya rasa masih terlalu sulit untuk dilaksanakan.
Contoh-contoh ini hanyalah sedikit sekali dari ajaran Sang Buddha, namun saya rasa kita belum mampu untuk melaksanakannya secara benar. Makanya untuk apa kita mencela, mempergunjingkan orang lain. Mendingan kita mengurusi latihan untuk memperbaiki kehidupan kita berdasarkan ajaran Sang Buddha. Setuju Bro?
Quote from: Kainyn_Kutho on 05 May 2012, 11:42:22 AM
Mungkin bisa diperjelas tentang isi ejekan/celaan/gunjingan itu? Karena suatu perkataan adalah netral, yang tidak netral adalah pikiran pengucap dan pendengarnya itu sendiri.
Saya mengungkapkan pengamatan saya dalam pergaulan dan dalam forum diskusi. Maaf jika saya tidak mau memberikan bukti nyata karena menyangkut pernyataan yg diucapkan oleh orang lain dan bahkan mungkin sahabat saya sendiri dan saya bukan orang yg suka mempergunjingkan pribadi orang. Tetapi memang pendapat kita tentang suatu hal berbeda tergantung dari sifat, pemahaman dan standard yg kita terapkan dalam diri kita sendiri.
Apakah secara jujur anda sama sekali tidak melihat kecenderungan tersebut? Mohon pencerahan.
Contohnya beberapa waktu lalu saya membahas vinaya tanpa peduli sosok bhikkhu manapun, namun ada membaca dan melihat seolah saya sedang membahas vinaya untuk memojokkan bhikkhu tertentu.
Maaf, saya tidak pernah merasa pernah membaca pernyataan anda. Mungkin saya salah, bisa tolong dikutip pernyataan saya supaya mengingatkan saya kembali?
Sekali lagi, jika kita belajar dhamma, terapkanlah itu untuk diri sendiri. Kita bisa menyelidik bathin kita, tapi tidak bisa melihat bathin orang lain. Ketika anda membaca/mendengar suatu kata yang menggoyahkan bathin, segera selidiki kegelisahan bathin sendiri, BUKAN mempertanyakan praktik orang lain.
Saya sangat setuju dengan anda, jika dikatakan ajaran Buddha adalah untuk dipraktekkan untuk meningkatkan latihan bagi kebaikan diri sendiri.
Bukan bergunjing atau mencela pribadi orang lain ataupun mencampuri urusan orang lain.
Sesungguhnya bukankah ucapan, perkataan dan pernyataan kita mencerminkan keadaan batin diri kita.
Dan tentunya kita mengucapkan sesuatu dengan alasan tertentu, tidak asal sehingga jika dipertanyakan kita menggunakan segala cara untuk menghindar, bukan?
Kembali kepada hal yg ingin saya tanyakan, bagaimana menurut anda pertanyaan:
Apakah ada ajaran asli dari Sang Buddha yg mengajarkan untuk mencela/mengejek/mempergunjingkan umat/guru/Bhikkhu hanya karena berlainan pendapat ataupun aliran dengan kita?
Apakah ada ajaran dari guru/ Bhikkhu yg menganut ajaran asli Sang Buddha yg mengajarkan untuk mencela/mengejek/mempergunjingkan umat/guru/Bhikkhu hanya karena berlainan pendapat ataupun aliran dengan kita?
Apakah mencela/mengejek/mempergunjingkan orang lain hanya karena tidak sependapat ataupun sealiran dengan kita termasuk kekotoran batin atau tidak?
Apakah mengetahui dan hafal ajaran Sang Buddha tanpa disertai praktek, bahkan kadang bertolak belakang dengan ajaran Sang Buddha termasuk mengikis kekotoran batin?
Quote from: Indra on 28 April 2012, 09:40:48 PM
apakah anda mengerti makna dari kata "kesan"? jika anda tidak mengerti silakan buka KBBI
Berarti anda hanya menganggap, anda tidak dapat memberi contoh. Mengapa seseorang yg sering berdiskusi seperti anda memberi suatu pernyataan yg tidak berdasar? Sebetulnya apakah makna diskusi bagi anda? Untuk bergunjing? Untuk mencari kemenangan? untuk menunjukkan Ego? Jika demikan setelah komentar anda saya akan mengutip pernyataan dari anda dari thread lain tentang pernyataan yg mungkin menurut anda mempunyai arti teguran yg baik, mengikuti ajaran Sang Buddha
apa yg saya kutip itu bukanlah kata2 Sang Buddha, saya sudah menyebutkan judul suttanya agar anda bisa memeriksanya, silakan anda baca dulu.
Yang saya butuhkan adalah jawaban pertanyaan saya. Bukan melebarkan masalah. Apakah ada ajaran dr Sang Buddha yg mengatakan bahwa Seorang umat boleh menyatakan bahwa Bhikkhu masih umat putthujana?
Contoh anda adalah benar dan bisa dibenarkan jika profesi anda adalah algojo yg bertugas untuk mengeksekusi seseorang atas perintah atasan, dalam hal ini, anda memang punya kewajiban dan anda memang harus melakukan kewajiban itu. ayo coba lagi ...
Terima kasih, setidaknya anda jujur mengatakan pernyataan itu benar'
jika anda tidak bisa memastikan dan ternyata Bro Adi adalah seorang Arahat, bolehkah Bro Adi berkomentar demikian?
bagaimana caranya anda menilai pikiran seseorang? apakah anda mengerahkan cetopariyanana?
Kembali saya tegaskan, bahwa Bro Adi sendiri yg mengakui dia tidak dapat mengetahui. Apakah anda tidak paham atau terus ingin menghindar.
Anda hanya ingin bermain kata. Sayang sekali diskusi ini telah berubah menjadi debat kusir. Hanya karena Bro Adi dan mungkin anda juga ingin menghindari menjawab pertanyaan : Apakah dalam konotasi menghormati atau tidak menghormati. Jika dilanjutkan diskusi ini tidak akan selesai 1 tahun. Buang2 waktu saja.
Quote from: adi lim on 29 April 2012, 05:27:53 AMSesuai dengan perkiraan saya, anda hanya mengucapkan kata2 tersebut dalam rangka pergunjingan tanpa dasar. Seseorang harus berani menjawab mengapa kita mengomentari sebuah pernyataan. Anda tidak dapat menjawab karena itu dilema bagi anda; Jika anda menjawab tidak menghormati berarti anda menyetujui anggapan saya yg anda debat. Jika anda menghormati berarti anda bertolak belakang dengan pernyataan anda? Bingungkah?
dan perdebatan ini juga timbul karena penasaran anda utk mengetahui pernyataan saya yang anda konotasikan masalah hormat dan tidak menghormat.
ato memang anda suka menghormat dan dihormati ?
saya hanya perlu tahu apakah parinirwana = parinibbana ? dan ditujukan kepada TS atau Tim panitia penyelenggara peringatan 10 th
supaya penghuni alam DC dan 'pemirsa' tahu apa sebenarnya tujuan utk memperingati 10th para pendahulu yang sudah 'parinirwana' !
saya tidak akan menjawab arti konotasi yang anda maksud, itu hak saya !
penegasan ini supaya anda tidak bisa mengulang lagi pertanyaan ! bosan tahu !
anda juga boleh konotasi pernyataan itu dengan arti hormat, tidak menghormat, keduanya ataupun tidak keduanya.
Quote from: adi lim on 29 April 2012, 05:58:34 AM
karna tidak ada yang menjawab arti kata 'parinirwana' yang sebenarnya.
maka saya anggap tim panitia penyelenggara 10th sukong sangat mengecilkan arti 'parinirwana'.
para pendahulu Siswa-i Buddha Gotama 'berjuang keras' utk mendapat label 'Parinibbana' dan ternyata jaman sekarang sangat di mudahkan oleh para generasi muda utk memberikan label 'parinirwana' hanya demi ...
kasihan memang atau memang kasihan !.

Quote from: adi lim on 28 April 2012, 07:32:36 PMSayang sekali kembali anda tidak menjawab pertanyaan saya, tetapi mengulangi pernyataan anda yg semua orang sudah tahu.
di ulang lagi : saya mengatakan bahwa sukong masih puthujjana.
apakah pernyataan diatas membuat anda sewot ?
apakah anda kecewa karna 'panutan' anda di rendahkan, atau harusnya ditinggikan baru anda bahagia ! begitukah ?

Quote from: Indra on 28 April 2012, 06:04:57 PM
oooo... jadi anda juga tidak tau? tapi kok dari komentar anda, kesannya anda tahu pasti, sehingga bisa memberikan teguran kepada member lain?
Quote from: Indra on 28 April 2012, 06:04:57 PMJika diucapkan oleh Sang Buddha jelas memang benar. Tetapi adakah yg diucapkan umat awam bahwa bhikkhu adalah umat puttujana?
mengenai bhikkhu putthujjana, jika anda pernah membaca sutta, maka anda akan menemukan banyak bhikkhu yg puthujjana. saya beri contoh, pada MN 1 Mulapariyaya Sutta, ditutup dengan kalimat "Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā." ini menunjukkan bahwa para bhikkhu yg sedang mendengar khotbah itu adalah puthujjana.
Quote from: Indra on 28 April 2012, 06:04:57 PMBagaimana jika contoh anda saya ubah katanya?:
tapi sesuatu yg tidak berhak kita lakukan bukan berarti tidak boleh dilakukan, bukan? bahkan ada kasus dimana sesuatu HARUS kita lakukan walaupun kita tidak berhak melakukannya, misalnya "saya harus bekerja setiap hari", saya tidak berhak pergi kerja, tapi saya tetap harus kerja, karena itu adalah kewajiban saya.

Quote from: adi lim on 28 April 2012, 07:32:36 PMSayang sekali kembali anda tidak menjawab pertanyaan saya, tetapi mengulangui pernyataan anda yg semua orang sudah tahu.
di ulang lagi : saya mengatakan bahwa sukong masih puthujjana.
apakah pernyataan diatas membuat anda sewot ?
apakah anda kecewa karna 'panutan' anda di rendahkan, atau harusnya ditinggikan baru anda bahagia ! begitukah ?
Quote from: Indra on 28 April 2012, 06:04:57 PM
oooo... jadi anda juga tidak tau? tapi kok dari komentar anda, kesannya anda tahu pasti, sehingga bisa memberikan teguran kepada member lain?
mengenai bhikkhu putthujjana, jika anda pernah membaca sutta, maka anda akan menemukan banyak bhikkhu yg puthujjana. saya beri contoh, pada MN 1 Mulapariyaya Sutta, ditutup dengan kalimat "Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā." ini menunjukkan bahwa para bhikkhu yg sedang mendengar khotbah itu adalah puthujjana.
Jika yg anda maksudkan mengenai "berhak" itu adalah persis seperti kalimat yg anda tuliskan maka memang tidak ada kalimat spt itu dalam sutta, walaupun saya pernah membaca kasus yg mirip dalam salah satu buku yg saya pernah baca. tapi sesuatu yg tidak berhak kita lakukan bukan berarti tidak boleh dilakukan, bukan? bahkan ada kasus dimana sesuatu HARUS kita lakukan walaupun kita tidak berhak melakukannya, misalnya "saya harus bekerja setiap hari", saya tidak berhak pergi kerja, tapi saya tetap harus kerja, karena itu adalah kewajiban saya.
lagipula apakah anda bisa memastikan apakah Bro Adi Lim adalah seorang Puthujjana atau bukan?
Quote from: adi lim on 27 April 2012, 05:37:25 PM
kok jadi takut masalah hukuman

Quote from: adi lim on 27 April 2012, 05:37:25 PMHubungannya apa dengan masalah perdebatan ini yg memuat tanggapan anda tentang pernyataan saya menanggapi pernyataan anda:
'nick name' saya itu asli sesuai dengan KTP.
ndak tahu kalau 'nick name' anda itu palsu atau asli ?

Quote from: adi lim on 27 April 2012, 05:28:35 PMSayang sekali, anda tidak paham bahwa perdebatan ini timbul karena anda menanggapi pernyataan saya tentang pernyataan anda:
dari pada OOT
kamu buat aja topik baru "apakah perlu menghormat puthujjana sukong atau arahat sukong"
kita bahas disana
Quote from: Indra on 27 April 2012, 05:10:22 PM
bahkan sejak 10 tahun pun saya sudah meragukan ada Arahat yg meninggal dunia dengan cara koma. karena dalam sutta2 para Arahat selalu mencapai parinibbana dengan penuh kesadaran.
Quote from: Indra on 27 April 2012, 05:10:22 PM
dalam sutta banyak kok bhikkhu yg puthujjana, dan putthujjana tidak identik dengan umat awam pun umat awam tidak identik dengan putthujjana, tercatat ada beberapa putthujjana yg berhasil mencapai tingkat ariya dari tingkat 1 s/d tingkat 3, hal yg sama juga berlaku pada bhikkhu.

Quote from: Indra on 26 April 2012, 07:04:51 PM
anda mulai berbelit2, Bro. sebalumnya anda mengatakan kriteria hormat atau tidak adalah berdasarkan kata Arahat vs Puthujjana, sekarang anda mengatakan berdasarkan pikiran.
Quote from: Indra on 26 April 2012, 06:06:49 PM
Bagaimana jika saya mengatakan, "Hormat kepada Arahat Ashin yang parinibbana dalam kondisi koma di rumah sakit", apakah saya sudah memberikan penghormatan selayaknya di sini?
Quote from: aryaputra on 26 April 2012, 06:47:44 PMMengapa?
Dalam hal ini saya menganggap bahwa pernyataan ini dilontarkan hanya untuk contoh.
Quote from: Indra on 26 April 2012, 06:06:49 PMMaka saya akan menjawab: menurut saya itu menghormati
Bagaimana jika saya mengatakan, "Hormat kepada Arahat Ashin yang parinibbana dalam kondisi koma di rumah sakit", apakah saya sudah memberikan penghormatan selayaknya di sini?
Quote from: Indra on 26 April 2012, 07:04:51 PM
Jika saya mengatakan "Puthujjana Ashin" dengan pikiran penuh hormat, apakah saya telah memberikan penghormatan selayaknya?
Quote from: adi lim on 27 April 2012, 05:54:22 AMAnda tidak menjawab pertanyaan secara tegas. Ketika anda membuat pernyataan:
apakah mengatakan seorang Bhikkhu masih puthujana berarti tidak menghormat ?
sampai tulisan disini saya belum mengatakan tidak menghormat sukong kok ! mengapa anda penasaran ? atau idola anda sukong di bilang masih puthujjana jadi nya tidak senang, begitukah ?
andai saya menghormati puthujjana sukong, apakah keuntungan bagi anda ?
andai saya tidak menghormati puthujjana sukong, apakah keuntungan bagi anda ?
andai saya menghormati 'Arahat Sukong', apakah keuntungan bagi anda ?
andai saya tidak menghormati 'Arahat Sukong', apakah keuntungan bagi anda ?
begitu juga para pendahulu
tidak harus menghormat 'pendahulunya', bagaimana pula pendahulunya bermoral bejat ?
dan juga tidak harus menjadi kebiasaan umat Buddhis atau 'umat tetangga' menghormat pendahulunya karena kapasitas batin masing2 orang berbeda.
Quote from: adi lim on 27 April 2012, 05:56:16 AMKembali anda tidak paham bahwa saya tidak pernah menyatakan tentang permasalahan parinirwana.
karena sudah dianggap parinirwana, tapi kok tidak diakui !
.
Quote from: Indra on 26 April 2012, 06:06:49 PM
Bagaimana jika saya mengatakan, "Hormat kepada Arahat Ashin yang parinibbana dalam kondisi koma di rumah sakit", apakah saya sudah memberikan penghormatan selayaknya di sini?
Quote from: aryaputra on 26 April 2012, 05:43:43 PMAkankah anda menjawabnya?
Apakah pernyataan ini diucapkan berdasarkan pikiran menghormati?
Apakah pernyataan ini diucapkan berdasarkan pikiran tidak menghormati?

Quote from: Indra on 25 April 2012, 11:48:34 PMDalam konteks ini ada benar.
pada posting awal anda mengutip kalimat ini "Ajaran ini hanya mengandung satu rasa, yaitu kekebasan." maka saya memahami bahwa kebebasan yg anda maksudkan adalah dalam konteks "vimutti", yg bermakna sesuai postingan saya di atas, karena "vimutti" tidak berhubungan dengan demokrasi.
Quote from: aryaputra on 24 April 2012, 08:52:36 AMYang saya tangkap dari ajaran Sang Buddha adanya hal2 di atas, tidak selalu ajaran tentang pembebasan mutlak, tetapi juga mencakup ajaran tentang kehidupan perdamaian di masyarakat, persamaan hak, mengutarakan pendapat yg didasari kebebasan berpikir.
Ajaran Buddha mengenai toleransi, pemikiran mengenai diskusi, kebebasan memilih yg luar biasa, persamaan, tanpa kekerasan, ketidak kekalan.
Quote from: tesla on 26 April 2012, 01:30:25 AMBenar, namun maksud kebebasan berpikir di sini dalam bentuk:
demokrasi itu kebebasan berpendapat (terutama dalam politik)
ga sama dg kebebasan berpikir. pada dasarnya semoa orang emg dah bebas utk berpikir kok. dan berpikir itu tidak bisa dibatasi. (cuma bisa diracuni)
Quote from: aryaputra on 24 April 2012, 08:52:36 AM
toleransi, pemikiran mengenai diskusi, kebebasan memilih yg luar biasa, persamaan, tanpa kekerasan, ketidak kekalan.
Saat mengajarkan hal yg dapat mencegah kemerosotan kepada kaum Vajji, Sang Buddha berkata kepada Ananda,
"Ananda, apakah engkau mendengar bahwa kaum Vajji sering dan rutin mengadakan permusyarawaratan?"
"Demikianlah yang telah saya dengar Yang Mulia."
"Ananda, selama kaum Vajji sering dan rutin mengadakan permusyawaratan, mereka diharapkan untuk menjadi makmur dan tidak merosot. Apakah engkau mendengar bahwa kaum Vajji berkumpul dan bubar secara damai dengan rukun, dan menangani urusannya dengan rukun?"
"Demikianlah yang telah saya dengar Yang Mulia."
"Ananda, selama kaum Vajji berkumpul dengan rukun, bubar dengan rukun, dan menangani urusannya dengan rukun, mereka dapat diharapkan untuk menjadi makmur dan tidak merosot"