Sharing aja. Seorang teman vg fanatik 'menuduh' saya membunuh dan menyiksa binatang, karena saya tidak vg dan tidak mau vg. Saya jelaskan sebagai berikut: kami non-vg makan daging tanpa rasa benci. Bahwa ada daging dan tulang di piring, kami memaklumi apa adanya, seperti halnya ada daging buah dan kulit buah yang tidak bisa dimakan. Kami beli juga sudah jadi makanan, bukan memerintahkan pembunuhan (seperti ajaran Budha).
Sekali waktu, saya mengajak teman saya tersebut ke sebuah restoran (non-vg). Dia agak ragu/takut, dan bertanya, "Kamu mau kasih saya makan apa???" Saya jawab: ice cream. Boleh kan? Saya belum tahu ada ice cream pakai daging sampai sekarang. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, nggak deh, daripada nanti kepikiran.
Sebuah pandangan lain: apa bisa jadi kaum vg fanatik justru sudah memiliki rasa benci terhadap non-vg, seperti pada kasus di atas? Dari sebuah rasa kasih kepada binatang, timbul rasa benci pada manusia yang tidak setuju dengannya. Sampai makan ice cream karya manusia non-vg pun sudah tidak sudi.
Dibilang konsep "kemelekatan", bukankah vg lebih melekat pada produk nabati, sementara non-vg bisa makan tanpa mikir? Kalau saya lihat, kaum vg selalu bingung soal ingredients, mengandung ini-itu yang saya sendiri tidak mengerti. Saya memberikan argumen: vg menerapkan kasih sudah tidak lagi to the point, karena fokus kaum vg jadi pada ingredients makanan, dan itu bukan lagi kasih. Makanan itu mau ditolak pun (kalau dianggap 'tidak halal'), justru makin menunjukkan rasa benci terhadap produsen yang non-vg, sehingga produk hasil karyanya 'diboikot'.
Bagaimana tanggapan teman-teman se-Dharma?
Sekali waktu, saya mengajak teman saya tersebut ke sebuah restoran (non-vg). Dia agak ragu/takut, dan bertanya, "Kamu mau kasih saya makan apa???" Saya jawab: ice cream. Boleh kan? Saya belum tahu ada ice cream pakai daging sampai sekarang. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, nggak deh, daripada nanti kepikiran.
Sebuah pandangan lain: apa bisa jadi kaum vg fanatik justru sudah memiliki rasa benci terhadap non-vg, seperti pada kasus di atas? Dari sebuah rasa kasih kepada binatang, timbul rasa benci pada manusia yang tidak setuju dengannya. Sampai makan ice cream karya manusia non-vg pun sudah tidak sudi.
Dibilang konsep "kemelekatan", bukankah vg lebih melekat pada produk nabati, sementara non-vg bisa makan tanpa mikir? Kalau saya lihat, kaum vg selalu bingung soal ingredients, mengandung ini-itu yang saya sendiri tidak mengerti. Saya memberikan argumen: vg menerapkan kasih sudah tidak lagi to the point, karena fokus kaum vg jadi pada ingredients makanan, dan itu bukan lagi kasih. Makanan itu mau ditolak pun (kalau dianggap 'tidak halal'), justru makin menunjukkan rasa benci terhadap produsen yang non-vg, sehingga produk hasil karyanya 'diboikot'.
Bagaimana tanggapan teman-teman se-Dharma?