Menu

Show posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.

Show posts Menu

Messages - johny

#1
Diskusi Umum / Re: Menjadi Manusia Wajar
16 March 2009, 09:09:55 AM
Thanks for the post..
May all being be happy..

svatti hottu,
Johny
#2
Hi, Sdr Encarta,

tepat sekali apa yang Anda sampaikan, dan saya berterima kasih atas niat Anda untuk membantu saya atau pun  orang - orang yang ingin Anda bantu.

Sebagaimana yang saya yakini, Anda dan saya mungkin melihat satu fenomena dari sudut yang berbeda. Apa yang saya sharingkan bukan sebatas pepesan kosong tanpa landasan. Pengalaman yang saya lalui mungkin tidak Anda lalui. Dan sebagai seorang yang sedang belajar dan sebagai teman, saya menghargai pengalaman pribadi Anda.

ok setelah saya baca2 PM nya.. saya ingin basa basi kalau kita memang beda.

Izinan saya bertanya, kita beda dalam hal apa ? dalam pandangan, beda orang tua, beda AGAMA ?, etc...

Tentu saja secara fisik dan batin, kita beda dan tentu saja saya tidak berani lancang mengatakan bahwa batin saya lebih baik dari Anda.

Supaya kita bisa saling mengenal..... kenapa saya menggunakan kata "kita" bukan "saya" .... karena menurut saya, kata "kita" lebih sopan dan saya juga berada dalam lingkaran pembicaraan.

"Kadang begitu terkungkungnya kita, bagaikan katak dalam tempurung yang cakrawalanya hanya sebatas luas dari tempurung itu. Maaf, saya tidak menuduh, tapi karena itu pernah menjadi pengalaman hidup saya."

Pernyataan ini juga menyatakan kadang saya juga bagai katak dalam tempurung. So apakah saya menggunakan kondisi saya men-judge orang lain. No my fren.... oleh sebab itu saya nyatakan maaf, saya tidak menuduh,........

Saya khawatir akan terjadi kesalahpahaman, oleh sebab itu pada awal artikel saya sudah menyatakan dan mengajak mereview "presupposition"

Saya tidak menyatakan Anda pribadi bersalah, dalam setiap artikel yang saya tulis, baik di forum buddhis ataupun forum umum lain dan koran....

Saya berusaha sekemampuan saya untuk tidak menyerang individu (inilah alasan saya kenapa tidak menggunakan  [at]  who). Namun kadang kita perlu memberikan contoh yang explicit sebagai perenungan bersama, bukan bearti saya benci atau menyerang seseorang.

"Kadang kita baru membaca sepenggal sutta, sepenggal paritta, sepenggal kheng, sepenggal dharani. Kita sudah berani mengambil kesimpulan, ini bukan asli, ini bukan karya Sang Buddha, ini palsu, ini Buddhist sesat.
Kita sering lupa mempertimbangkan kontek dan/atau konten dari sebuah sutta dan tindakan kita dalam kehidupan sehari - hari. "


Pernyataan saya diatas tidak bermaksud menyatakan bahwa setiap orang HARUS BACA SEMUA sutta, semua dharani, semua kheng baru cukup. Maaf, apabila pernyataan saya diatas menjadi trigger pertanyaan Anda "seberapa banyak sutta, seberapa banyak paritta, seberapa banyak kheng, seberapa banyak dharani
baru cukup?" Karena landasan / motif pernyataan saya bukan mengacu kepada cukup atau tidaknya sutta,etc yang harus seseorang baca.

Saya, pribadi, tidak pernah mempermasalahkan autentisitas Kitab Suci yang kita miliki.

Namun faktanya dilapangan / kehidupan sehari - hari, ada orang yang terlalu cepat mengambil kesimpulan, karena kadang-kadang apa yang kita lihat didepan mata saja bisa mengelabui persepsi kita.

"tidak ada yg salah dengan baca membaca. bacaan cuma bacaan tidak lebih
ajaran cuma ajaran tidak lebih.. cuma membantumu saja..
"

Benar, tidak ada yang salah dengan baca - membaca. Saya setuju dengan pernyataan Anda, karena saya berpikir Ajaran Buddha Gaotama adalah ibarat sebuah perahu yang mengantarkan kita ke tujuan, dan kita harus (dengan bijaksana) meninggalkan perahu ini ketika kita sudah sampai pd pulau seberang. Apakah acuan ini yang ingin Anda sampaikan ? Saya setuju dengan Anda.

"biarpun sesat dimata orang lain.. kalau itu membantu.. why not? "

Jadi apakah Anda setuju dengan pendapat saya "Bagi kita tidak berguna, bagi orang lain mungkin berguna" ?

baik...mengenai sesat (deviasi) tentu kita harus mempunyai dasar untuk menyatakan itu. Kalau dikatakan
Buddha mengajarkan kita untuk membunuh, mencuri, dll. Saya setuju dengan Anda, ini penyimpangan (deviasi).

saya setuju dengan Anda, pada tahapan tertentu, seseorang harus mampu meng-dentifikasi mana yang akusala dan mana yang kusala. Karena ini bisa membantu perkembangan bathin seseorang. Tetapi tidak bisa kita pungkiri bahwa kehidupan seseorang pasti akan, sedikit banyaknya bercampur dengan tradisi etnisnya, tradisi dll.

Nah..tugas kita lah yang, menjelaskan kepada saudara-saudara kita, keluarga kita, sesuai dengan pola pikir mereka. alih - alih mencerca mereka sesat, dsb.

"misalnya perumpamaan saya dengan kasih buddha dimata aye tentang pengetahuan
<= kalau diumpamain dengan gambar disamping dan hembusan nafas di udara
semua aroma diudara bergitu dikasihi nya.. setiap detil, aroma pasir, pacarnya, laut, sinar matahari
setiap hembusan udara mengartikannya semua
misalnya pasir.. aroma yg tercium olehnya adalah kasih.. membawanya mengingat setiap langka dipasir, yg membawanya melihat sekelilingnya
pohon kelapa, batu karang, pasir, air laut,dll . yg sekarang maupun nanti
belum aroma pohoonnya, pacarnya, pasirnya nanti yg disaring dihidungnya, dll
belum tentang pandangan matanya
sentuhannya
Out of Topic pujanga"


Saya pikir tidak ada yang out of topic kecuali kita menginginkannya. Terima kasih, karya Anda sudah memberikan inspirasi bagi saya akan ragamnya pintu pengetahuan dan persepsi yang dibentuk oleh setiap individu. Tidak ada yang salah dengan karya ini.

"yeh yeh maksud aye bergitu lah.. bagaimana kamu bisa menilai pemikiran seorang Buddha? apalagi sampai segitunya.."

Izinkan saya bertanya, pernyataan saya yang mana yang membawa Anda sehingga timbul sebuah pertanyaan baru "bagaimana kamu bisa menilai pemikiran seorang Buddha? "

Baik saya jawab saja dengan jujur dan sepengetahuan saya, Saya tidak bisa menilai pemikiran seorang Buddha dan saya tidak bisa menilai pemikiran Sdr,  tetapi saya yakin tujuan dan tindakan Beliau baik dari pikiran, perkataan, dan perbuatan adalah mulia .

Apa yang ingin saya utarakan dari kisah Sakkapanha Sutta adalah moral yang bisa kita ambil hikmahnya. Itu saja. Kalau ada kesalahan dalam pemakaian kata-kata, saya terbuka untuk dikoreksi, karena asumsi saya, niat Anda adalah baik adanya.

Semoga perkenalan ini bisa membawa kita maju dalam dhamma, saddhu, saddhu...

pendapat saya pribadi, karena Buddha Gaotama tidak menyatakan ""Setiap orang yang akan mencapai kesempurnaan harus melalui AKU, dan hanya Aku" Maka keyakinan saya kepada Beliau semakin kuat.

Kita mungkin berbeda, berbeda dalam cara penyampaian, namun sekali lagi saya yakin sebagaimana presupposition saya .... tujuan Anda / niat Anda baik adanya, demikian pulu niat saya.

Apabila pendapat saya mengarah ke kesalahpahaman, saya mohon maaf. Terima kasih.

Svatti hottu,
Johny










#3
 [at]  Sdr. Encarta,

Terima kasih atas pujian Sdr. Aprreciated.  :)

"kita sama2 manusia.. suka dan duka tetap menangis kan, cuma tergantung dilihat dari sisi mana Grin:jempol:

karena ini surat tak bersuara, dan tak bernada...jd sebaiknya saya bertanya, terima kasih...
#4
Hi Sdr Encarta,

Boleh saya bertanya apakah yg srd maksud dengan
"Sudah saya duga juga.. tidak seperti yg anda pikir"

Jd kita bisa saling mengisi dan belajar..

terima kasih....
#5
Personality / Re: See the Changes and Face it
10 March 2009, 01:57:21 PM
hahhaha.... terima kasih bros...  :)
saya menangkap reply bros sebagai hal yang positif...  ;)
#6
Personality / See the Changes and Face it
10 March 2009, 09:49:37 AM
Apel, sebagai salah satu buahan untuk puja. Lalu pelajaran apakah yang bisa kita petik dari sebuah Apel ?

Bagaikan kehidupan kita yang penuh fenomena mental ataupun alam. Apel itu sendiri juga memerlukan sebuah proses, mulai dari timbul, berlangsung, dan kemudian berhenti yang menandakan adanya sebuah perkembangan atau bisa saja disebut proses perubahan (Change).

Dalam kehidupan ini, ada beberapa fenomena kehidupan yang pasti pernah kita lalui yaitu, untung – rugi, dicela – dipuji, terkenal – tidak terkenal, gembira – sedih. Salah satu , mungkin 50% atau lebih fenomena ini pernah kita lalui atau bahkan mungkin masih melekat dalam kehidupan kita ?
Ladies and Gentlemen, yakinlah, fenomena kehidupan yang kita lalui bukanlah sebuah harga mati. It is not a fix price. Dengan segala usaha yang penuh semangat dan perjuangan yang terarah, kita pasti akan berhasil. Improvement is not impossible!.

Saya ingin mengajak Saudara untuk melihat adanya perubahan pada sebuah apel, begitu pula yang terjadi dalam kehidupan kita. Namun saya menyarankan kepada Saudara untuk tidak mengikuti arah perkembangan seperti apel, yaitu rotten, karena begitulah proses alamiah sebuah apel.

Apel tidak punya it-control, sebagaimana kita manusia memiliki self-control, di mana kita punya hak untuk memilih sebuah keputusan yang paling constructive untuk kehidupan kita (be mindful). Lalu apakah kita menjadi orang yang plin – plan akibat mengikuti perubahan ? Tentu saja tidak. Karena perubahaan itu sendiri tidak merubah hakekat kita sebagai manusia yang berkarakter, namun yang kita lakukan adalah meng-adjust approach kita terhadap sebuah fenomena. Disasosiasikan diri kita dari fenomena – fenomena tersebut, sehingga kita bisa lebih objektif dalam menghadapinya.
Minimal kita awali pagi kita dengan sebuah senyuman. Semoga semua makhluk berbahagia dan bebas dari penderitaan. Sukses untuk Anda.
#7
Rekan - rekan dhamma yang saya hormati,

Sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita review presupposition berikut :

1. Setiap individu ada benih - benih kebuddhan
2. Setiap individu menginginkan kebahagiaan
3. Thread ini bersifat untuk direnungkan.

Terkait dengan fenomena Buddha Bar yang sedang berlangsung, saya terinspirasi untuk menuangkan kata-kata yang ada dalam pikiran saya dalam thread baru ini, soalnya ketika saya coba reply pada thread terkait, ternyata sudah di lock. Lalu saya coba buka thread baru....  :)

Dalam kehidupan ini, kita semua mempunyai pengalaman hidup yang berbeda - beda, ada pengalaman langsung dan ada pengalaman tidak langsung (yg kita ambil hikmahnya dari pengalaman yang di alami orang lain).... pengalaman - pengalaman yang masuk melalui pintu gerbang pengetahuan ini lah yang berperan serta dalam membentuk karakter dan sikap setiap orang.

Kadang begitu terkungkungnya kita, bagaikan katak dalam tempurung yang cakrawalanya hanya sebatas luas dari tempurung itu. Maaf, saya tidak menuduh, tapi karena itu pernah menjadi pengalaman hidup saya.

Kadang kita baru membaca sepenggal sutta, sepenggal paritta, sepenggal kheng, sepenggal dharani. Kita sudah berani mengambil kesimpulan, ini bukan asli, ini bukan karya Sang Buddha, ini palsu, ini Buddhist sesat.
Kita sering lupa mempertimbangkan kontek dan/atau konten dari sebuah sutta dan tindakan kita dalam kehidupan sehari - hari.

Karena masih berkhayal, maka saya menggunakan paradigma khayalan. Contoh sederhana, Kita melihat seseorang (A) sedang bersembunyi dibelakang tembok, dan kemudian kita dihampiri seseorang (B) dan bertanya, apakah kita melihat dimana A dgn ciri2 yg B jelaskan, sekelumit "khayalan" berkecambuk dalam pikiran kita. Kita berada diambang membuat/mengambil sebuah keputusan. Beberapa keputusan yang terlintas dalam pikiran yaitu :
1. Memberitahukan
2. Mengisyaratkan ketidaktahuan
3. Mislead si B (mengarahkan ke arah yang salah)
4. dan mungkin masih ada ide yang lain.

(tidak usah dijawab) karena ini bukan test psikologi...  ;D

Faktanya apapun yang kita lakukan itu ada konsekuensinya

Kita sering memperdebatkan apa yang masih berbentuk khayalan, maksud saya sesuatu yang belum tentu akan terjadi seperti yang kita pikirkan. Dan diakhiri dengan tanpa kesimpulan untuk kebaikan dan kebersamaan kita. Kok malah dicap "inilah wajah - wajah yang mengaku buddhist, bla - bla dkk" maaf saya tidak menyerang individu, tapi mengambil sebuah statement yang framenya tidak jelas. Maaf, saya juga akan menggunakan pernyataan khayalan, saya fikir, Sang Buddha tidak pernah bersabda "Setiap orang yang akan mencapai kesempurnaan harus melalui AKU, dan hanya Aku" atau "Setiap orang yang ingin menuju ke Nibbana, harus menggunakan kereta berlabel Theravada/Mahayana/Tao/Khong Hu Cu/Tantrayana." Saya tidak bermaksud menimbulkan pertentangan dan perdebatan lebih lanjut namun mari kita sama-sama merenung dan merenung bersama-sama.

Lingkar roda sepeda berfungsi ketika masing - masing jari-jari berada pada posisi yang berbeda - beda namun bertemu/berkumpul di poros tengah. Bapak/Ibu yang saya hormati, apakah itu naif, ketika saya dan mungkin orang - orang yang lain merindukan sebuah persatuan dalam sebuah sanggha yang bernama umat Buddha ?

Ketika kita protes dengan Buddha Bar, framenya apa ? silahkan kita lihat, ini berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, maaf, jangan melontarkan bahwa Sang Buddha melarang umat buddha berpolitik juga loh...  ;)

Apakah kasus BB diboncengi oleh orang - orang tertentu, itu persoalan yang lain, namun juga merupakan reaksi dari aksi yang lain. Kembali lagi, adalah konsekuensi sebuah kejadian.


Saya coba sajikan cuplikan dari Sakkapanha Sutta sebagai berikut :

"Raja dewa, khayalan 2) adalah penyebab dan sumber dari pengarahan pikiran. Inilah yang melahirkan pengarahan pikiran terjadi. Karena khayalan maka pengarah pikiran kita ada, dan bila khayalan tidak ada maka pengarahan pikiran pun tidak ada."
14.   "Bhante, bagaimanakah para bhikkhu yang mengikuti jalan kebenaran dapat melenyapkan khayalan ?"
"Raja dewa, ada dua macam Somanassa (pleasure) 3) yang saya nyatakan, yaitu yang perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan. Ada dua macam domanassa 4) yang saya nyatakan, yaitu perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan. Juga ada dua macam upekkha 5) yang saya nyatakan, yaitu yang perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan.
Perbedaan dari Somanassa yang saya nyatakan adalah yang didasarkan pada : Bila mengembangkan Somanassa, kemudian melihat hal-hal buruk 6) berkembang, sedangkan hal-hal baik 7) berkurang, maka Somanassa demikian tidak perlu dikembangkan ; tetapi bila mengembangkan Somanassa, kemudian melihat hal-hal baik berkembang, sedang hal-hal buruk berkurang, maka Somanassa demikian perlu dikembangkan.
Dari Somanassa yang disertai pengarahan pikiran dan khayalan, dan Somanassa yang tidak disertai kedua faktor itu, maka yang terakhir inilah yang terbaik.

...........begitu juga dengan penjelasan Domanassa dan Uppekha.

Lalu maksud saya apa?.... Segala sesuatu yang kita pikirkan, ada konsekuensinya Bapak/Ibu. Bagi kita tidak berguna, bagi orang lain mungkin berguna. Seperti halnya mengejar kekayaan juga ada konsekuensinya, bukan hanya seputaran kemelekatan saja namun banyak hal-hal lain yang mengikutinya, yang menjadi landasan untuk seseorang itu berusaha, bekerja, berbisnis apapun ceritanya. Jadi tidak fair kalau labeling seseorang dengan kecap "kemelekatan", karena masih ada point - point pertimbangan lainnya.

Karena dalam arti Lobha itu sendiri, terjemahannya masih bervariasi, serakah, craving, attachment.

Cuplikan selanjutnya dari Sakkapanha Sutta

"Raja dewa, apakah kau mengakui bahwa kau telah menanyakan pertanyaan yang sama ini kepada para pertapa dan brahmana lain?"
"Ya, Bhante."
"Bilamana tidak keberatan, katakanlah kepadaKu apakah jawaban mereka kepadamu?"
"Tidak, sedikitpun tidak keberatan, bila Sang Bhagava atau orang yang seperti Dia mendengarkan apa yang akan saya katakan."
"Katakanlah, raja dewa."


Terlepas pro dan kon atas konteksnya (apakah salah terjemah atau tidak), Seorang Sammasambuddha saja masih menanyakan perihal keberatan atau tidaknya Raja Dewa (yang notabane) posisinya masih dibawah level Buddha, untuk memberikan jawaban.

Setelah mendapatkan jawaban, timbul pikiran "nakal" saya untuk berandai - andai (berkhayal)...Apa kata dunia, seandainya setelah dari Raja Dewa, Sakka memberikan pernyataan/jawabn...Sang Buddha kemudian memberikan argumen sebagai berikut :

Sudah saya duga, beginilah wajah - wajah yang mengaku pertapa dan brahmana yang ada di dunia.

Another cuplikan :

19.   "Raja dewa, apakah yang ada dalam pikiran ketika kau mengakui mengalami kepuasan dan kebahagiaan seperti itu?"
"Bhante, ada enam hal yang ada dalam pikiran ketika saya merasa puas dan bahagia :


Guru para dewa dan manusia, yang sempurna dalam pengetahuan, yang memiliki kekuatan abhinna saja masih bertanya.

Sedangkan, kita yang masih belajar saja sudah berusaha menjadi mind reader... shame on us....shame on us......

Masih banyak nilai - nilai yang bisa kita pelajari dari Sakkapanha Sutta. Terjemahan sutta ini saya dapatkan di  website Samaggi-Phala. Mungkin akan bermanfaat untuk rekan - rekan.

Detach things through wisdom
Harmony in and out for happy life.

Svatti hottu,
Johny
#8
Rekan - Rekan se-Dhamma,

Beberapa saat yang lalu saya menerima rantai SMS yang berisikan berita berikut ini :

Ajahn Brahm ttg Buddha Bar : Orang bisa saja hancurkan wihara dan arca Buddha, bakar Tipitaka, bahkan bunuh bhikkhu, tapi kita tak akan biarkan mereka menghancurkan ajaran Buddha, yakni : KEDAMAIAN, TOLERANSI, dan HARMONI ;) di BB saya dengar kan ada arca Buddha, kalau perlu kita titip sekalian buku" Dhamma di BB, siapa tahu sambil makan-minum para tamu tertarik belajar Dhamma ;) Kalau umat Buddha mau demo boleh " saja, tapi harus dg cara damai. Kalai berhasil ya syukur, kalau gagal ya sudah gapapa, peace...;) be happy ;) ~ Fwd.

Apakah benar itu dari Ajahn Brahm atau orang yg mencatut nama Ajahn...saya fikir, kita tidak usah diperdebatkan.

Point of view kita terhadap Buddha Bar khususnya ada dua arah intern (konsolidasi pandangan dan pemahaman dalam kalangan buddhis) dan ekstern (sikap yang kita display keluar), dan ini saling berketerkaitan. Ada yang mau protes BB ...monggo karena point yang di acukan jelas secara hukum, namun perlu kita ingat tidak sampai terjadi pengrusakan materi maupun nyawa, pembakaran, dsb. Kembali ke SMS "menang syukur", kalah gapapa" karena inilah hidup yang penuh perjuangan. Hal ini senada dengan Kekayaan, bagaimana kita berusaha, bagaimana kita membelanjakan kekayaan yg kita peroleh, dan bagaimana sikap kita terhadap kekayaan. Bukan berarti mengagungkan kemelekatan.

Ada yang tidak merasa terganggu dengan kehadiran BB, monggo.... namun tidak perlu langsung serta merta men-"cap" orang - orang yang protes sebagai buddha KTP, wajah - wajah yang mengaku umat buddha, tidak paham dengan ajaran buddha, dsb.

Ketika kita bilang kita putih, jangan lupa di sana ada sebuah titik hitam, ketika kita bilang orang lain hitam, jgn lupa disana ada sebuah titik putih.

Pada dasarnya, kita (maaf, jika ada yang tidak berkenan saya menggunakan kita) semua berniat baik untuk protes / anti-buddha bar ataupun untuk protes terhadap yang protes / anti-buddha bar.

Dengan menunjukkan atau melayangkan surat keberatan (biasanya kl bahasa diplomat "sangat disayangkan" telah berdiri sebuah entitas bisnis dengan menggunakan salah satu lambang/simbol agama, khususnya Agama Buddha, yang sah dan diakui di NKRI).

Dengan melayangkan surat protes, tidak serta merta menjadikan seseorang tidak berbudaya, budaya apa yang sedang kita diskusikan disini, budaya buddha, budaya sosial, budaya toleransi, dll. Ironis sekali seseorang di label untuk apa yang belum dilakukannya "Jihad". Karena makna kata Jihad sendiri masih banyak pro dan kontra.

Kalau berbicara tentang "excess baggage" yang timbul/muncul akibat adanya protes secara hukum ini. Itu lah hal yang akan kita pikirkan, karena melayangkan protes ataupun tidak...sikap ini akan menuai "excess baggage" dan ini adalah konsekuensi yang harus kita hadapi bersama dengan bijaksana.

Kesalahpahaman yang terjadi dalam sebuah komunikasi biasanya terjadi karena
1. generalisasi komunikasi
    contoh  : kalau seseorang hidup di zaman Buddha, mungkin Cinca sudah kalian rejam.
2. penghilangan sebuah/salah satu pemikiran
    contoh : menyatakan dunia akan berpikir umat buddha adalah penyembah berhala. ok...then
    kenapa tidak dipikirkan ? apa kata dunia, kalau umat buddha hanya tinggal diam ? tidak berani bersikap..?
3. menjadi pembaca pikiran
    belum kenal, belum melakukan analisa, sudah men"cap" apa yang sedang dipikirkan seseorang.
    ibaratnya begini "baru melihat satu frame film, sudah menyatakan mengerti seluruh cerita filmnya"

dan masih banyak lagi sebab-sebab kegagalan sebuag komunikasi, fyi as follow:

Speech segmentation
In most spoken languages, the sounds representing successive letters blend into each other, so the conversion of the analog signal to discrete characters can be a very difficult process. Also, in natural speech there are hardly any pauses between successive words; the location of those boundaries usually must take into account grammatical and semantic constraints, as well as the context.

Text segmentation
Some written languages like Chinese, Japanese and Thai do not have single-word boundaries either, so any significant text parsing usually requires the identification of word boundaries, which is often a non-trivial task.

Part-of-speech tagging
Word sense disambiguation
Many words have more than one meaning; we have to select the meaning which makes the most sense in context.

Syntactic ambiguity
The grammar for natural languages is ambiguous, i.e. there are often multiple possible parse trees for a given sentence. Choosing the most appropriate one usually requires semantic and contextual information. Specific problem components of syntactic ambiguity include sentence boundary disambiguation.
Imperfect or irregular input 
Foreign or regional accents and vocal impediments in speech; typing or grammatical errors, OCR errors in texts.

Speech acts and plans
A sentence can often be considered an action by the speaker. The sentence structure alone may not contain enough information to define this action. For instance, a question is actually the speaker requesting some sort of response from the listener. The desired response may be verbal, physical, or some combination. For example, "Can you pass the class?" is a request for a simple yes-or-no answer, while "Can you pass the salt?" is requesting a physical action to be performed. It is not appropriate to respond with "Yes, I can pass the salt," without the accompanying action (although "No" or "I can't reach the salt" would explain a lack of action).

atau mungkin bisa visit ke http://en.wikipedia.org/wiki/Meta_model_(NLP)

bukan sok mengajar namun untuk pengetahuan kita bersama..... saya tidak mencoba menjadi "Bhikkhu ke-3" karena kesepakatan dalam topic ini lomba diam.

Namun kita sing masing (kata org madura) :) saling mengutarakan pandangan, saling mengisi, ada yang berjalan terlalu ke kiri, silahkan kembali ketengah...ada yang berjalan terlalu ke kanan, silahkan kembali ketengah. Sehingga kita bebas dari devide et impera yang ironisnya diakibatkan dalam tubuh (umat buddha) kita sendiri. Umat buddha (apapun sektenya) bagaikan jari - jari yang saling membutuhkan. Ketika kita meninju kedepan (jgan langsungberanggapan saya menyuruh memukul orang yah..:) ) posisi kepal sing masing jari (jempol hingga kelilingking) adalah berbeda tapi tujuannya sama yaitu memusatkan pukulan ke depan.

Para Buddha menyampaikan strategi menuju kebahagian dan teknis pelaksanaanya berpulang kembali ke sing masing individu. Ada yang suka makan sate, silahkan, ada yang suka makan sayur silahkan, namun hendaknya tidak sampai terjadi saling cerca dan menuduh antara pemakan sate dan pemakan sayur.

Berjuta kesadaran bisa muncul dalam satu petikan jari, tentunya tidak bijak men"cap" seluruh kehidupan seseorang.

Maaf apabila tidak ada yang berkenan,

Tak Kenal maka Tak Sayang,
Tak Sayang karena Tak Kenal.


Whatever you do will be insignificant, but it is very important that you do it.
Mahatma Gandhi


Salam,
Johny
#9
hayo...jgn pada lupa makan siang....
#10
 [at]  K-Kutho...

Terima kasih atas tanggapan Saudara atas unek-unek saya,...
#11
Dear rekan - rekan se-dhamma dan "orang-orang suci"

Izinkanlah saya mengutarakan unek - unek dalam hatiku (or lebih tepat mungkin pikiran kali yah karena hati tidak berfungsi sebagaimana dalam percakapan sehari-hari ?)...

1. Sangat menyedihkan melihat kondisi dan arus pemikiran yang terjadi tentang Buddha Bar saat ini dimana suara anak bangsa khususnya penganut/pengikut/murid/pemeluk/yang berlindung/yang menyembah ajaran Guru Agung, Buddha Gaotama terpecah berserakan bagaikan pasir - pasir di pantai. :(

2. Seandainya angin bisa berbicara, katakanlah kepada saya mana orang - orang yang suci dan manakah orang -orang yang "merasa" suci.

3. Saya tidak tahu, apakah saya berbuat kamma buruk karena saya mengajukan protes terhadap suatu entitas bisnis yang berlabel Buddha Bar. Namun saya melakukan hal ini karena saya cinta, cinta terhadap Ajaran/Agama saya yg sah secara hukum di bumi pertiwi ini, sebagian orang mengatakan hal ini adalah kemelekatan. Oh maaf, para guru, kami sudah menambah satu nomor dalam daftar kemelekatan. Saya akan berusaha melepaskannya dengan cairan tinner, atau cairan penghapus cat kutex.

4. Tetapi kok sepertinya, seolah - olah, semua individu yang sedang membincangkan entitas bisnis berlabel Buddha Bar ini masih melekat juga ya Bulan, melekat pada pemahaman dan pandangan pribadinya.. semoga saya salah dalam berandai..oh Bulan seandainya bisa ngomong, katakanlah sejujurnya...jgan ada dusta diantara kita.

5. Kok spertinya ..seolah - olah, atmosfir yang terasa, mempertahankan ego masing-masing... atau ini hanya manipulasi pikiran ku saja....?????

6. Apakah salah ini oh, Michael (anjing ku yang sudah tua, yang nun jauh di mata, yang sedang menemani sanak keluarga saya dalam menjaga gudang), ketika jempol, telunjuk, jari manis, jari tengah, dan kelingking, masing-masing berfungsi sebagaimana adanya.....????

7. Cilaka dua belas, gimana jadinya jempol memaksa kelingking untuk berhenti dari tugasnya karena jempol ini berkuasa atas semua jari...?????? Mungkin (maaf) lubang hidungku bertambah gede.  :o

8. Oh bintang, apakah salah hanya melakukan protes terhadap entitas bisnis yang berlabel Buddha Bar, saya janji kok tidak akan melanggar sila I, sila II hingga Sila V dalam aksi saya. Saya juga akan berterima kasih jika ditegur apabila salah dalam tindakan, ucapan dan pikiran. Saya janji tidak akan merejam, karena saya juga tidak mau direjam.

9. Oh matahari, izinkanlah saya mengatakan kepada anak-anak saya yang lapar dengan sebuah puisi ataupun nyanyian..." Semua didunia ini hanyalah kosong, semua berawal dari pikiran, pikiran pembentuk segalanya. Anakku berpikirlah kenyang maka km akan kenyang, berpikirlah lapar maka km akan terus kelaparan.....Papa akan selalu disisimu Nak selama km merasakan kelaparan.... Tenang anakku, kita tidak boleh melekat, kalau pas ada makan, kita makan, pas lapar, kita harus bisa merasakan rasa lapar itu Nak...teruslah berjuang, ayo kamu bisa... cia yoo....tidak boleh melekat Nak ...itu GAK BOLEH kata Sang Buddha.....

Kemudian ketika anak-anak saya sedang berantem, saya berpikir ...."oh..annica, ini akan selesai ketika pikiran mengatakan selesai dan ini tidak akan selesai apabila pikiran juga demikian." So let it be... let it be.... ayo terus anak2 anicca, annica.......

Tetapi naluri seorang Papa tidak bisa demikian, biarkan orang - orang mengatakan saya melekat dan saya menerimanya dengan rendah hati... apakah ini lebih baik demikian, dari pada kita berteriak - teriak, tidak boleh melekat, yang nota bane hanya mengerti kemelekatan dengan hitam diatas putih saja....semoga pikiran saya salah oh, bulan.

10. Maaf para guru, saya hanyalah anak cupu yang masih belajar menjalani hidup dan menghidupi orang yang saya cintai, mohon bersabarlah karena saya belum mengerti apa namanya teori kekosongan ato praktek kekosongan. Saya hanya berdoa, kiranya semua manusia yang masih berpijak di bumi pertiwi ini bisa saling menghormati dan saling mengerti bahwa hidup ini bukan hanya sekedar praktek spiritual namun kita masih harus memperhatikan kaidah sosial dan ekonomi.