BAHAYA, KEBODOHAN DAN KEBURUKAN DARI KESENANGAN
DUNIAWI.
Bahaya
Bahaya dari kesenangan duniawi adalah membawa pada nafsu keinginan
yang lebih dan lebih lagi. Ketika api nafsu seseorang membara, keinginan bahkan meningkat lebih drastis daripada berkurang. Kesenangan duniawi
juga tidak abadi tetapi akan berakhir suatu hari nanti ketika timbunan
kebajikan seseorang telah habis.
Kebodohan
Kebodohan atau kesia-siaan dari kesenangan duniawi adalah nafsu yang
tidak pernah terpuaskan. Makhluk hidup yang terbenam dalam kesenangan
duniawi hanya memiliki satu sisi pandangan dari kehidupan yaitu hanya
yang menyenangkan saja. Dengan tidak menyadari akan adanya alam
kelahiran kembali yang menyedihkan yang menanti mereka, mereka
tidak melihat kemendesakan untuk mengembangkan kebajikan, dengan
melakukan perbuatan bajik dan menghindari kejahatan atau berusaha
membebaskan diri dari lingkaran kelahiran kembali, sebaliknya mereka
terus menghabiskan kebajikan yang telah mereka tanam. Suatu hari nanti
ketika kebajikan mereka telah habis, mereka akan jatuh dari alam surga
menuju alam keberadaan yang lebih rendah.
Keburukan
Perumpamaan penyakit leper. Keburukan dari kesenangan duniawi adalah
merupakan sebuah 'penyakit'. Buddha memberikan perumpamaan yang jelas
tentang makhluk hidup yang menderita penyakit leper.20 Luka di tubuhnya
sangat gatal sehingga dia harus menggaruk sampai tubuhnya berdarah,
terinfeksi dan membusuk. Tetapi ini saja belum cukup. Dia harus mencari
beberapa bara api yang digunakannya untuk membakar lukanya. Barulah
kemudian dia menemukan kelegaan. Tetapi semakin dia menggaruk dan
membakar lukanya, semakin berdarah, terinfeksi dan membusuk jadinya,
masih saja dia terus melakukannya karena dia mendapatkan kepuasaan
dalam ukuran tertentu. Garukan dan pembakaran seperti itu pada orang
yang sehat hanya akan mengakibatkan kesakitan dan penderitaan yang
besar. Sedangkan penderita leper hanya mengenalinya sebagai kesenangan
saja.
Nafsu Keinginan mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan. Makhluk hidup
sama seperti leper, kata Buddha. Mereka diserang dengan penyakit nafsu akan kesenangan duniawi, terbakar dengan bara kesenangan duniawi,
dan mencari kepuasaan. Tetapi semakin banyak mereka terbenam dalam
kesenangan duniawi, mereka akan semakin berpenyakit. Api nafsu mereka
menjadi lebih besar bukannya mereda. Jadi mereka akan terus terbakar
oleh api nafsu keinginan, tanpa mengenali sakit dan penderitaan yang
mereka jalani.
Tidak ada jaminan, bahkan bagi makhluk-makhluk alam surga sekalipun.
Untuk makhluk-makhluk yang berada di alam surga lingkup indera,
walaupun kehidupan mereka nampaknya lebih lama dari kita, mereka
berpikir itu pendek ketika akhir kehidupan datang karena mereka belum
cukup menikmatinya. Mereka mengetahui ketika kematian sudah dekat
dengan adanya tanda-tanda tertentu, seperti keringat yang keluar
dari ketiak mereka, kecemerlangan mereka memudar, dan lain-lain,
mereka menjadi sangat khawatir dan gelisah. Kematian mereka biasanya
disebabkan oleh habisnya jasa kebajikan atau matangnya kamma buruk
yang berat. Tetapi kadang-kadang juga dapat dikarenakan lupa makan, terlalu terbenam dalam kesenangan sensual, atau marah yang luar biasa.
Kebanyakan dari makhluk-makhluk ini meninggal dengan tidak puas,
dengan ambisi yang tidak terpenuhi. Lalu mereka akan terlahir kembali di
alam keberadaan yang lebih rendah.
Penderitaan yang tidak dapat dikatakan, kehidupan demi kehidupan. Ketika
seseorang terjatuh dari alam surga, pada umumnya memerlukan waktu
yang sangat panjang sebelum dia bisa terlahir di alam surga lagi. Ini karena
nafsu yang sangat besar dari makhluk hidup yang secara alami membuat
mereka melakukan kejahatan. Sehingga mereka terus berputar di dalam
lingkaran kehidupan, biasanya di alam lingkup indera, dan khususnya di
alam sengsara. Penderitaan yang tak terkatakan dialami kehidupan demi
kehidupan. Sedikit manusia dan mahkluk surgawi setelah meninggal akan
terlahir di alam manusia atau alam surga, kebanyakan akan terjatuh di alam
sengsara. Sedikit makhluk di alam sengsara akan terlahir di alam manusia
dan alam surga, kebanyakan akan terlahir kembali di alam sengsara.
PELEPASAN KEDUNIAWIAN
Buddha berkata kita telah melewati kehidupan yang tidak terkira
banyaknya di lingkaran kehidupan, dan air mata yang sudah kita cucurkan
dalam kesakitan dan penderitaan lebih banyak dari air yang ada di empat
samudera. Suatu hari nanti kita akan menyadari satu-satunya jalan untuk
membebaskan diri dari lingkaran ketidakpuasan ini adalah dengan melepas
semua nafsu kesenangan duniawi.
Perumpamaan empat kuda keturunan murni. Terdapat empat jenis
kuda keturunan murni di dunia. Tipe yang pertama akan merasakan
kegelisahan dan siap untuk beraksi segera setelah bayangan tongkat penghalau kelihatan. Tipe yang kedua tidak bergerak pada penglihatan
yang sedemikian tetapi menjadi gelisah dan siap untuk pergi hanya setelah
kulitnya dicambuk. Tipe yang ketiga tidak siap untuk pergi bahkan setelah
dicambuk dengan tongkat penghalau tetapi hanya setelah dagingnya
ditusuk. Tipe yang keempat masih tidak akan pergi setelah dagingnya
ditusuk tetapi hanya setelah ditusuk sampai ke tulang.
Demikian juga, kata Buddha, terdapat empat jenis manusia luhur di dunia ini.
Yang pertama, ketika dia mendengar penderitaan atau kematian seseorang,
dia akan menjadi khawatir dan menyadari penderitaan dan kematian akan
dialaminya juga. Jadi dia melepaskan semua keterikatan duniawi untuk
memempuh jalan suci. Tipe yang kedua siap untuk melepaskannya hanya
ketika dia melihat dengan matanya sendiri penderitaan atau kematian
seseorang. Ini mengejutkannya dan membuatnya melihat ketidakkekalan
dari kehidupan. Tipe yang ketiga masih belum melepaskan duniawi ketika
dia mendengar atau melihat penderitaan atau kematian seseorang, tetapi
hanya ketika kerabatnya sendiri menderita atau mati, rasa sakit dan
kesedihan membuatnya melihat kenyataan. Tipe yang keempat masih
belum berkeinginan melepaskan duniawi sampai dia sendiri menjadi sakit
dengan penyakit yang serius yang menyengsarakannya ke ujung kematian.
Hanya ketika itulah dia disadari dan siap untuk melepaskan keduniawian.
Yang menjadi catatan penting disini adalah bahwa apa yang membuat
makhluk hingga akhirnya bangun dan berpaling dari keduniawian adalah
kesakitan dan kesedihan.
Pelepasan keduniawian. Jadi orang demikian tersebut, patah hati dan sakit
hati, memulai untuk melepaskan duniawi dan nafsu duniawi. Buddha
berkata tidak ada seorang pun yang dapat membebaskan dirinya dari
lingkaran kehidupan sementara berada di tengah-tengah kesenangan
duniawi, menikmati kesenangan duniawi, tanpa melepaskan nafsu
keinginan terhadap kesenangan duniawi.25 Pertama, dia mungkin tidak siap
untuk melepaskan keduniawian dalam kehidupan tanpa rumah. Dia boleh
tinggal di rumah tetapi menjauhkan diri dari tindakan seksual dan urusan
dunia. Dia mulai melatih kehidupan suci di rumah. Dan suatu hari nanti dia akan menyadari kebenaran dari kata-kata Buddha bahwa : "adalah sulit
menempuh kehidupan suci semurni dan sekilat kulit kerang di rumah.
Barulah kemudian dia melepaskan keduniawian dalam kehidupan tanpa
rumah untuk melatih jalan itu. Dan suatu hari nanti setelah sekian banyak
usaha yang tekun, dia akan menyadari untuk dirinya sendiri secara
langsung Kebenaran Mulia yang dinyatakan oleh Buddha.
KEBENARAN MULIA YANG PERTAMA : DUKKHA
"Segala keberadaan adalah Dukkha." Ini adalah Kebenaran Mulia pertama
yang dinyatakan oleh Buddha. Dukkha sering diterjemahkan sebagai
ketidakpuasan, penderitaan atau kesedihan. Ia melampaui semua arti
ini dan karena kurangnya kata-kata terjemahan yang tepat, kita terus
menggunakan 'dukkha', arti-nya akan menjadi lebih jelas dibawah ini.
Kemunculan tubuh jasmani dan batin berarti kemunculan dukkha.
Tidak ada suatu keberadaan-pun tanpa dukkha. Perbedaan antara seorang Ariya
dan orang yang biasa adalah bahwa Ariya hanya mengalami penderitaan
pada tubuh jasmani sedangkan orang biasa mengalami penderitaan tubuh
jasmani dan batin.
Aspek-Aspek Dari Dukkha
- Existensi/keberadaan menandakan munculnya kehidupan, yang
berarti hadirnya kekuatan hidup atau energi. Energi merujuk pada
pergerakan, perubahan, dan kegelisahan. Demikianlah, karena
pergerakan dan perubahan yakni ketidakkekalan, semua makhluk
menjadi subjek dari proses kelahiran, usia-tua, kesakitan dan
kematian yang terus-menerus.
Kelahiran adalah Dukkha. Bayi mengalami ketidak-nyamanan dan
bergerak dalam kandungan dan lahir di dunia adalah suatu hal yang
mengejutkan. Usia tua adalah Dukkha. Kesakitan adalah Dukkha.
Kematian adalah Dukkha. Tidak ada makhluk yang memiliki
kehidupan yang kekal abadi. "Segala sesuatu yang muncul adalah
subjek dari penghentian." Ini adalah ajaran dasar dari Buddha.
- Makhluk hidup merasakan ketidak-nyaman. Kita tidak dapat
mempertahankan posisi tubuh kita untuk waktu yang lama, apakah
berdiri, berjalan, duduk atau tidur. Kita perlu secara terus-menerus
mengubah posisi. Ini juga adalah dukkha.
- Menyesali tentang masa lampau adalah dukkha. Mengkhawatirkan
tentang masa depan adalah dukkha.
- Tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah dukkha. Memiliki
apa yang tidak disukai adalah dukkha. Tidak cukup memiliki apa
yang diinginkan adalah dukkha. Memiliki apa yang diinginkan
tetapi tidak cukup lama adalah dukkha.
- Melekat pada kenikmatan indera yang tidak bisa terpuaskan adalah
dukkha.
- Menjadi subjek kepada suasana hati kita yang senantiasa berubah
adalah dukkha. Selalu merasa gelisah juga adalah dukkha.
- Tidak merasa puas sebagaimana layaknya adalah dukkha.
- Bahkan kebahagiaan dan kesenangan pada hakikatnya dukkha
karena bersifat sementara.
- Karena ketidakkekalan, maka ada perpisahan dengan yang dicintai.
Ini adalah Dukkha. Buddha berkata bahwa yang dicintai membawa
kesakitan dan kesedihan, sementara bertemu dengan musuh-musuh
juga adalah dukkha.
KEBENARAN MULIA KEDUA : PENYEBAB
"Sebab dari Dukkha adalah nafsu keinginan." Ini adalah Kebenaran Mulia
kedua yang dinyatakan oleh Buddha.
"Dari nafsu keinginan timbullah kesedihan, dari nafsu keinginan timbullah
ketakutan. Kepada dirinya yang telah terbebas sepenuhnya dari nafsu
keinginan, tiada lagi kesedihan terlebih ketakutan."
Nafsu keinginan yang tidak terpuaskan. Kegelisahan yang alami dari
makhluk hidup membuat mereka tidak puas dan mereka menginginkan
untuk memuaskan nafsu mereka melalui indera-indera.
Ketika makhluk meninggal dengan tidak puas, bara api nafsu tidak terpadamkan
dan hasrat untuk hidup masih ada. Demikian
kelahiran kembali terjadi dan lingkaran kehidupan terus berlanjut.
KEBENARAN MULIA YANG KETIGA : PENGHENTIAN
"Ada sebuah kondisi dari berakhirnya dukkha yang disebut nibbàna." Ini
adalah Kebenaran Mulia ketiga yang dinyatakan oleh Buddha.
Nibbàna secara harfiah diartikan pemadaman, dan hanya satu-satunya
kondisi bebas dari dukkha. Nibbàna dapat dialami dalam kehidupan
sekarang, atau setelah meninggal yang sering disebut parinibbàna.
Sementara keberadaan, yang terkondisi karena sebab-sebab, adalah tidak
kekal dan dukkha, nibbàna adalah tidak terkondisi, abadi dan sukha.
Segala sesuatu yang berkondisi mempunyai karakteristik untuk muncul,
berubah, dan berakhir, tetapi Nibbàna adalah tanpa dilahirkan, tanpa
berubah dan tanpa kematian. Ini adalah keadaan yang unik.
Buddha menyatakan "Nibbàna adalah kebahagiaan yang tertinggi" bahkan
walaupun adanya penghentian segala persepsi dan perasaan ketika
seseorang mengalami pencapaian nibbàna.
Tidak seperti orang biasa yang bergantungan pada hal-hal yang bersifat
duniawi untuk merasakan kebahagiaan, Tathàgata mengenali Nibbàna
sebagai kebahagiaan tertinggi
Parinibbàna. Ketika mencapai parinibbàna, tidak ada sesuatu yang
diabadikan maupun dibinasakan karena bahkan disini dan sekarang
dalam kehidupan ini juga tidak ada inti dari sesuatu pribadi yang kekal,
tubuh jasmani dan batin adalah keadaan yang terus berubah. Buddha
menyamakan pencapaian parinibbàna dengan api yang menyala yang
tergantung pada rumput dan ranting, yang dipadamkan ketika mereka
tidak ada. Untuk bertanya apakah api tersebut telah pergi ke utara,
selatan, timur atau barat, tidak cocok dengan kasus ini. Sama halnya
ketika bertanya apakah dalam pencapaian parinibbàna, sesuatu makhluk
dilahirkan kembali, tidak dilahirkan kembali, dilahirkan kembali dan tidak
dilahirkan kembali, bukan dilahirkan kembali maupun tidak dilahirkan
kembali juga tidak cocok dengan kasus ini. Hanya seperti api yang terus
berlanjut membakar karena rumput dan ranting-ranting, begitu juga
makhluk hidup berlanjut berputar di dalam lingkaran existensi karena
ketamakan, kebencian dan kebodohan. Nibbàna dicapai dengan lenyapnya
noda-noda (kilesa) secara keseluruhan, pelenyapan pribadi yang kekal,
yang bersifat khayalan, dan pemusnahan ketamakan, kebencian dan
kebodohan. Ini adalah pembebasan yang sempurna dari dukkha.
KEBENARAN MULIA YANG KEEMPAT : JALAN
"Ada jalan yang disebut Jalan Mulia Berunsur Delapan yang menuntun
pada penghentian dukkha." Ini adalah Kebenaran Mulia keempat yang
dinyatakan oleh Buddha.
Jalan Mulia Berunsur Delapan
1. Pandangan Benar
2. Pikiran Benar
3. Ucapan Benar
4. Perbuatan Benar
5. Penghidupan Benar
6. Usaha Benar
7. Perenungan Benar
8. Konsentrasi benar
"Untuk jangka waktu yang lama, para bhikkhu, kalian telah mengalami
kematian ibu, putra, putri, kalian telah mengalami kehilangan sanak
keluarga, kekayaan, bencana penyakit. Jauh lebih banyak tetesan air mata
yang kalian tangisi dan cucurkan untuk salah satu dari hal-hal ini, ketika
kalian berjalan dan berputar di hari-hari yang panjang ini, berkumpul
dengan yang tidak disenangi, berpisah dengan yang disenangi, daripada air
di empat lautan.
Mengapa demikian? Awal yang tidak terhitung, para bhikkhu, dari perjalanan
ini, dari perjalanan makhluk-makhluk yang diselimuti oleh ketidaktahuan,
dibelenggu oleh keinginan. Demikian cukuplah, para bhikkhu, bagi kalian
untuk menjauhi semua hal-hal di dunia ini, cukup untuk menghilangkan
nafsu keinginan terhadap mereka, cukuplah untuk terbebaskan dari
mereka."
- Buddha, Saÿyutta Nikàya Sutta 15.3
DUNIAWI.
Bahaya
Bahaya dari kesenangan duniawi adalah membawa pada nafsu keinginan
yang lebih dan lebih lagi. Ketika api nafsu seseorang membara, keinginan bahkan meningkat lebih drastis daripada berkurang. Kesenangan duniawi
juga tidak abadi tetapi akan berakhir suatu hari nanti ketika timbunan
kebajikan seseorang telah habis.
Kebodohan
Kebodohan atau kesia-siaan dari kesenangan duniawi adalah nafsu yang
tidak pernah terpuaskan. Makhluk hidup yang terbenam dalam kesenangan
duniawi hanya memiliki satu sisi pandangan dari kehidupan yaitu hanya
yang menyenangkan saja. Dengan tidak menyadari akan adanya alam
kelahiran kembali yang menyedihkan yang menanti mereka, mereka
tidak melihat kemendesakan untuk mengembangkan kebajikan, dengan
melakukan perbuatan bajik dan menghindari kejahatan atau berusaha
membebaskan diri dari lingkaran kelahiran kembali, sebaliknya mereka
terus menghabiskan kebajikan yang telah mereka tanam. Suatu hari nanti
ketika kebajikan mereka telah habis, mereka akan jatuh dari alam surga
menuju alam keberadaan yang lebih rendah.
Keburukan
Perumpamaan penyakit leper. Keburukan dari kesenangan duniawi adalah
merupakan sebuah 'penyakit'. Buddha memberikan perumpamaan yang jelas
tentang makhluk hidup yang menderita penyakit leper.20 Luka di tubuhnya
sangat gatal sehingga dia harus menggaruk sampai tubuhnya berdarah,
terinfeksi dan membusuk. Tetapi ini saja belum cukup. Dia harus mencari
beberapa bara api yang digunakannya untuk membakar lukanya. Barulah
kemudian dia menemukan kelegaan. Tetapi semakin dia menggaruk dan
membakar lukanya, semakin berdarah, terinfeksi dan membusuk jadinya,
masih saja dia terus melakukannya karena dia mendapatkan kepuasaan
dalam ukuran tertentu. Garukan dan pembakaran seperti itu pada orang
yang sehat hanya akan mengakibatkan kesakitan dan penderitaan yang
besar. Sedangkan penderita leper hanya mengenalinya sebagai kesenangan
saja.
Nafsu Keinginan mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan. Makhluk hidup
sama seperti leper, kata Buddha. Mereka diserang dengan penyakit nafsu akan kesenangan duniawi, terbakar dengan bara kesenangan duniawi,
dan mencari kepuasaan. Tetapi semakin banyak mereka terbenam dalam
kesenangan duniawi, mereka akan semakin berpenyakit. Api nafsu mereka
menjadi lebih besar bukannya mereda. Jadi mereka akan terus terbakar
oleh api nafsu keinginan, tanpa mengenali sakit dan penderitaan yang
mereka jalani.
Tidak ada jaminan, bahkan bagi makhluk-makhluk alam surga sekalipun.
Untuk makhluk-makhluk yang berada di alam surga lingkup indera,
walaupun kehidupan mereka nampaknya lebih lama dari kita, mereka
berpikir itu pendek ketika akhir kehidupan datang karena mereka belum
cukup menikmatinya. Mereka mengetahui ketika kematian sudah dekat
dengan adanya tanda-tanda tertentu, seperti keringat yang keluar
dari ketiak mereka, kecemerlangan mereka memudar, dan lain-lain,
mereka menjadi sangat khawatir dan gelisah. Kematian mereka biasanya
disebabkan oleh habisnya jasa kebajikan atau matangnya kamma buruk
yang berat. Tetapi kadang-kadang juga dapat dikarenakan lupa makan, terlalu terbenam dalam kesenangan sensual, atau marah yang luar biasa.
Kebanyakan dari makhluk-makhluk ini meninggal dengan tidak puas,
dengan ambisi yang tidak terpenuhi. Lalu mereka akan terlahir kembali di
alam keberadaan yang lebih rendah.
Penderitaan yang tidak dapat dikatakan, kehidupan demi kehidupan. Ketika
seseorang terjatuh dari alam surga, pada umumnya memerlukan waktu
yang sangat panjang sebelum dia bisa terlahir di alam surga lagi. Ini karena
nafsu yang sangat besar dari makhluk hidup yang secara alami membuat
mereka melakukan kejahatan. Sehingga mereka terus berputar di dalam
lingkaran kehidupan, biasanya di alam lingkup indera, dan khususnya di
alam sengsara. Penderitaan yang tak terkatakan dialami kehidupan demi
kehidupan. Sedikit manusia dan mahkluk surgawi setelah meninggal akan
terlahir di alam manusia atau alam surga, kebanyakan akan terjatuh di alam
sengsara. Sedikit makhluk di alam sengsara akan terlahir di alam manusia
dan alam surga, kebanyakan akan terlahir kembali di alam sengsara.
PELEPASAN KEDUNIAWIAN
Buddha berkata kita telah melewati kehidupan yang tidak terkira
banyaknya di lingkaran kehidupan, dan air mata yang sudah kita cucurkan
dalam kesakitan dan penderitaan lebih banyak dari air yang ada di empat
samudera. Suatu hari nanti kita akan menyadari satu-satunya jalan untuk
membebaskan diri dari lingkaran ketidakpuasan ini adalah dengan melepas
semua nafsu kesenangan duniawi.
Perumpamaan empat kuda keturunan murni. Terdapat empat jenis
kuda keturunan murni di dunia. Tipe yang pertama akan merasakan
kegelisahan dan siap untuk beraksi segera setelah bayangan tongkat penghalau kelihatan. Tipe yang kedua tidak bergerak pada penglihatan
yang sedemikian tetapi menjadi gelisah dan siap untuk pergi hanya setelah
kulitnya dicambuk. Tipe yang ketiga tidak siap untuk pergi bahkan setelah
dicambuk dengan tongkat penghalau tetapi hanya setelah dagingnya
ditusuk. Tipe yang keempat masih tidak akan pergi setelah dagingnya
ditusuk tetapi hanya setelah ditusuk sampai ke tulang.
Demikian juga, kata Buddha, terdapat empat jenis manusia luhur di dunia ini.
Yang pertama, ketika dia mendengar penderitaan atau kematian seseorang,
dia akan menjadi khawatir dan menyadari penderitaan dan kematian akan
dialaminya juga. Jadi dia melepaskan semua keterikatan duniawi untuk
memempuh jalan suci. Tipe yang kedua siap untuk melepaskannya hanya
ketika dia melihat dengan matanya sendiri penderitaan atau kematian
seseorang. Ini mengejutkannya dan membuatnya melihat ketidakkekalan
dari kehidupan. Tipe yang ketiga masih belum melepaskan duniawi ketika
dia mendengar atau melihat penderitaan atau kematian seseorang, tetapi
hanya ketika kerabatnya sendiri menderita atau mati, rasa sakit dan
kesedihan membuatnya melihat kenyataan. Tipe yang keempat masih
belum berkeinginan melepaskan duniawi sampai dia sendiri menjadi sakit
dengan penyakit yang serius yang menyengsarakannya ke ujung kematian.
Hanya ketika itulah dia disadari dan siap untuk melepaskan keduniawian.
Yang menjadi catatan penting disini adalah bahwa apa yang membuat
makhluk hingga akhirnya bangun dan berpaling dari keduniawian adalah
kesakitan dan kesedihan.
Pelepasan keduniawian. Jadi orang demikian tersebut, patah hati dan sakit
hati, memulai untuk melepaskan duniawi dan nafsu duniawi. Buddha
berkata tidak ada seorang pun yang dapat membebaskan dirinya dari
lingkaran kehidupan sementara berada di tengah-tengah kesenangan
duniawi, menikmati kesenangan duniawi, tanpa melepaskan nafsu
keinginan terhadap kesenangan duniawi.25 Pertama, dia mungkin tidak siap
untuk melepaskan keduniawian dalam kehidupan tanpa rumah. Dia boleh
tinggal di rumah tetapi menjauhkan diri dari tindakan seksual dan urusan
dunia. Dia mulai melatih kehidupan suci di rumah. Dan suatu hari nanti dia akan menyadari kebenaran dari kata-kata Buddha bahwa : "adalah sulit
menempuh kehidupan suci semurni dan sekilat kulit kerang di rumah.
Barulah kemudian dia melepaskan keduniawian dalam kehidupan tanpa
rumah untuk melatih jalan itu. Dan suatu hari nanti setelah sekian banyak
usaha yang tekun, dia akan menyadari untuk dirinya sendiri secara
langsung Kebenaran Mulia yang dinyatakan oleh Buddha.
KEBENARAN MULIA YANG PERTAMA : DUKKHA
"Segala keberadaan adalah Dukkha." Ini adalah Kebenaran Mulia pertama
yang dinyatakan oleh Buddha. Dukkha sering diterjemahkan sebagai
ketidakpuasan, penderitaan atau kesedihan. Ia melampaui semua arti
ini dan karena kurangnya kata-kata terjemahan yang tepat, kita terus
menggunakan 'dukkha', arti-nya akan menjadi lebih jelas dibawah ini.
Kemunculan tubuh jasmani dan batin berarti kemunculan dukkha.
Tidak ada suatu keberadaan-pun tanpa dukkha. Perbedaan antara seorang Ariya
dan orang yang biasa adalah bahwa Ariya hanya mengalami penderitaan
pada tubuh jasmani sedangkan orang biasa mengalami penderitaan tubuh
jasmani dan batin.
Aspek-Aspek Dari Dukkha
- Existensi/keberadaan menandakan munculnya kehidupan, yang
berarti hadirnya kekuatan hidup atau energi. Energi merujuk pada
pergerakan, perubahan, dan kegelisahan. Demikianlah, karena
pergerakan dan perubahan yakni ketidakkekalan, semua makhluk
menjadi subjek dari proses kelahiran, usia-tua, kesakitan dan
kematian yang terus-menerus.
Kelahiran adalah Dukkha. Bayi mengalami ketidak-nyamanan dan
bergerak dalam kandungan dan lahir di dunia adalah suatu hal yang
mengejutkan. Usia tua adalah Dukkha. Kesakitan adalah Dukkha.
Kematian adalah Dukkha. Tidak ada makhluk yang memiliki
kehidupan yang kekal abadi. "Segala sesuatu yang muncul adalah
subjek dari penghentian." Ini adalah ajaran dasar dari Buddha.
- Makhluk hidup merasakan ketidak-nyaman. Kita tidak dapat
mempertahankan posisi tubuh kita untuk waktu yang lama, apakah
berdiri, berjalan, duduk atau tidur. Kita perlu secara terus-menerus
mengubah posisi. Ini juga adalah dukkha.
- Menyesali tentang masa lampau adalah dukkha. Mengkhawatirkan
tentang masa depan adalah dukkha.
- Tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah dukkha. Memiliki
apa yang tidak disukai adalah dukkha. Tidak cukup memiliki apa
yang diinginkan adalah dukkha. Memiliki apa yang diinginkan
tetapi tidak cukup lama adalah dukkha.
- Melekat pada kenikmatan indera yang tidak bisa terpuaskan adalah
dukkha.
- Menjadi subjek kepada suasana hati kita yang senantiasa berubah
adalah dukkha. Selalu merasa gelisah juga adalah dukkha.
- Tidak merasa puas sebagaimana layaknya adalah dukkha.
- Bahkan kebahagiaan dan kesenangan pada hakikatnya dukkha
karena bersifat sementara.
- Karena ketidakkekalan, maka ada perpisahan dengan yang dicintai.
Ini adalah Dukkha. Buddha berkata bahwa yang dicintai membawa
kesakitan dan kesedihan, sementara bertemu dengan musuh-musuh
juga adalah dukkha.
KEBENARAN MULIA KEDUA : PENYEBAB
"Sebab dari Dukkha adalah nafsu keinginan." Ini adalah Kebenaran Mulia
kedua yang dinyatakan oleh Buddha.
"Dari nafsu keinginan timbullah kesedihan, dari nafsu keinginan timbullah
ketakutan. Kepada dirinya yang telah terbebas sepenuhnya dari nafsu
keinginan, tiada lagi kesedihan terlebih ketakutan."
Nafsu keinginan yang tidak terpuaskan. Kegelisahan yang alami dari
makhluk hidup membuat mereka tidak puas dan mereka menginginkan
untuk memuaskan nafsu mereka melalui indera-indera.
Ketika makhluk meninggal dengan tidak puas, bara api nafsu tidak terpadamkan
dan hasrat untuk hidup masih ada. Demikian
kelahiran kembali terjadi dan lingkaran kehidupan terus berlanjut.
KEBENARAN MULIA YANG KETIGA : PENGHENTIAN
"Ada sebuah kondisi dari berakhirnya dukkha yang disebut nibbàna." Ini
adalah Kebenaran Mulia ketiga yang dinyatakan oleh Buddha.
Nibbàna secara harfiah diartikan pemadaman, dan hanya satu-satunya
kondisi bebas dari dukkha. Nibbàna dapat dialami dalam kehidupan
sekarang, atau setelah meninggal yang sering disebut parinibbàna.
Sementara keberadaan, yang terkondisi karena sebab-sebab, adalah tidak
kekal dan dukkha, nibbàna adalah tidak terkondisi, abadi dan sukha.
Segala sesuatu yang berkondisi mempunyai karakteristik untuk muncul,
berubah, dan berakhir, tetapi Nibbàna adalah tanpa dilahirkan, tanpa
berubah dan tanpa kematian. Ini adalah keadaan yang unik.
Buddha menyatakan "Nibbàna adalah kebahagiaan yang tertinggi" bahkan
walaupun adanya penghentian segala persepsi dan perasaan ketika
seseorang mengalami pencapaian nibbàna.
Tidak seperti orang biasa yang bergantungan pada hal-hal yang bersifat
duniawi untuk merasakan kebahagiaan, Tathàgata mengenali Nibbàna
sebagai kebahagiaan tertinggi
Parinibbàna. Ketika mencapai parinibbàna, tidak ada sesuatu yang
diabadikan maupun dibinasakan karena bahkan disini dan sekarang
dalam kehidupan ini juga tidak ada inti dari sesuatu pribadi yang kekal,
tubuh jasmani dan batin adalah keadaan yang terus berubah. Buddha
menyamakan pencapaian parinibbàna dengan api yang menyala yang
tergantung pada rumput dan ranting, yang dipadamkan ketika mereka
tidak ada. Untuk bertanya apakah api tersebut telah pergi ke utara,
selatan, timur atau barat, tidak cocok dengan kasus ini. Sama halnya
ketika bertanya apakah dalam pencapaian parinibbàna, sesuatu makhluk
dilahirkan kembali, tidak dilahirkan kembali, dilahirkan kembali dan tidak
dilahirkan kembali, bukan dilahirkan kembali maupun tidak dilahirkan
kembali juga tidak cocok dengan kasus ini. Hanya seperti api yang terus
berlanjut membakar karena rumput dan ranting-ranting, begitu juga
makhluk hidup berlanjut berputar di dalam lingkaran existensi karena
ketamakan, kebencian dan kebodohan. Nibbàna dicapai dengan lenyapnya
noda-noda (kilesa) secara keseluruhan, pelenyapan pribadi yang kekal,
yang bersifat khayalan, dan pemusnahan ketamakan, kebencian dan
kebodohan. Ini adalah pembebasan yang sempurna dari dukkha.
KEBENARAN MULIA YANG KEEMPAT : JALAN
"Ada jalan yang disebut Jalan Mulia Berunsur Delapan yang menuntun
pada penghentian dukkha." Ini adalah Kebenaran Mulia keempat yang
dinyatakan oleh Buddha.
Jalan Mulia Berunsur Delapan
1. Pandangan Benar
2. Pikiran Benar
3. Ucapan Benar
4. Perbuatan Benar
5. Penghidupan Benar
6. Usaha Benar
7. Perenungan Benar
8. Konsentrasi benar
"Untuk jangka waktu yang lama, para bhikkhu, kalian telah mengalami
kematian ibu, putra, putri, kalian telah mengalami kehilangan sanak
keluarga, kekayaan, bencana penyakit. Jauh lebih banyak tetesan air mata
yang kalian tangisi dan cucurkan untuk salah satu dari hal-hal ini, ketika
kalian berjalan dan berputar di hari-hari yang panjang ini, berkumpul
dengan yang tidak disenangi, berpisah dengan yang disenangi, daripada air
di empat lautan.
Mengapa demikian? Awal yang tidak terhitung, para bhikkhu, dari perjalanan
ini, dari perjalanan makhluk-makhluk yang diselimuti oleh ketidaktahuan,
dibelenggu oleh keinginan. Demikian cukuplah, para bhikkhu, bagi kalian
untuk menjauhi semua hal-hal di dunia ini, cukup untuk menghilangkan
nafsu keinginan terhadap mereka, cukuplah untuk terbebaskan dari
mereka."
- Buddha, Saÿyutta Nikàya Sutta 15.3
