Quote from: upasaka on 21 November 2008, 09:24:30 PM
Sdr. Hope, saya akan menanggapi pstingan Anda di atas...
Ya, saya harap diskusi ini akan berjalan sehat, dan tidak perlu ada kata2 yg dapat menyinggung sesama rekan2 di forum ini. Anda benar kita berdiskusi dengan memegang persepsi kita masing2, untuk kemudian saling berargumen dan berpendapat. Namun alangkah bijaknya kalau kita berpikiran terbuka (bebas) sehingga diskusi pun menjadi ajang untuk menambah pengetahuan, bukannya ajang untuk mengintimidasi. Karena Anda datang ke forum ini sebagai 'tamu', maka kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menguraikan pemahaman mengenai Buddhisme agar Anda (setidaknya) dapat memahaminya.
bro, sebelumnya terima kasih atas kebaikan hati Anda memberikan penjabaran lebih lanjut kepada saya (tamu).
saya juga berharap diskusi bisa berjalan dengan kepala dingin. orang yang berdiskusi apalagi bila berangkat dari pemahaman yang berbeda seperti saya dan rekan2 Budhis di sini ... maka akan berusaha dicari titik temunya, masing2 harus mau membuka diri mendengar penjelasan dari yang lain walau menurut kita sungguh suatu penjelasan yang aneh dibandingkan dengan pemahaman kita.
mulanya saya datang untuk bertanya, lalu dari diskusi2 berkembang ke arah pertanyaan2. pertanyaan saya ini muncul sebagai akibat dari kurang paham dan keinginan untuk memahami lebih lanjut. kemudian bila ada pertanyaan balik ke saya : apa itu jiwa menurut Anda? apa Tuhan lebih hebat dari pikiran? analogi ibu dengan korek api dikaitkan dengan sebab akibat? yah saya jawab dari sudut pandang saya (agama) demikian pula sebaliknya bila saya tanyakan ke Anda, saya yakin Anda juga akan menjawab sesuai dengan ajaran Budha.
inilah yang selalu bikin diskusi ini salah paham dan OOT ke agama saya.
mohon jawaban saya dibaca sebagai dasar pemahaman saya bukan sebagai usaha mengintimidasi Anda sekalian.
mari sedikit kita lanjutkan :
Quote from: upasaka on 21 November 2008, 09:24:30 PMjelas pertanyaan dari bro Fran dan bro Gunawan sangat bertentangan dengan pandangan saya. Anda pasti tahu itu. betapa saya sudah sangat2 ingin menyanggah, tapi bila saya menyanggah lagi tentunya dengan dasar agama saya, apakah rekan2 Anda bisa menerima dengan lapang dada? saya tidak ingin sanggahan saya menimbulkan kata2 sinis dan sindiran2 kepada agama saya. mungkin Anda bisa lihat baca sendiri beberapa rekan mentertawakan jawaban saya. sebaiknya bila rekan2 tidak setuju dengan jawaban saya, silahkan sanggah dengan bukti, teori atau sabda Budha atau ajaran lainnya bukan nya malah mengeluarkan argumen yang OOT ke arah sinisme seperti ini :
Pertanyaan dari Sdr. Fran dan Sdr. Gunawan di atas belum Anda jawab, karena Anda tidak ingin memperpanjang menjadi debat panas. Saya bukannya ingin mengangkat reaksi Anda atas pertanyaan Sdr. Fran dan Sdr. Gunawan. Namun kalau Anda merasa hal itu salah dalam pandangan Anda, sebaiknya kemukakanlah agar kami pun bisa memahami cara pandang Anda. Tapi itu semua kehendak Anda, dan saya tidak memaksa...
Quote from: Gunawan on 21 November 2008, 03:11:39 PM
Jadi Saya Setuju dengan Mas Fran ,,, Bahwa PIKIRAN adalah lebih Hebat daripada Tuhan....
Semoga Bisa di terima Mas Hope....
Semoga anda berbahagia dengan keyakinan anda Mas Hope....
Semoga Anda dapat Mamahami Perbedaan ini Mas Hope........
Semoga Anda sadar dan menyudahi Misi mengkr****nisasi (Percuma deh)... Mas Hope......
Semoga Semua makhluk Berbahagia.
thanks & best regards
Gunawan S S
Quote from: pujianto on 21 November 2008, 06:31:34 PM
1. u musti tanya kepada mereka yang sudah mencapai nibbana.
2. terdiri dari unsur batin, siapa yang memadukan? bukan siapa-siapa, siapa yang memadukan H + O2 > H2O?, dari mana? tidak dari mana-mana, H2O dari mana?. Bagaimana bisa masuk dalam raga, bagaimana H masuk dalam O2
untuk memuaskan bro Hope, semua diciptakan Tuhan, selesai deh
Quote from: upasaka on 21 November 2008, 09:24:30 PM
Justru Anatta (tanpa substansi inti) adalah sejalan dengan logika dan ilmiah. Anda sudah tahu bukan bahwa yg namanya manusia itu terdiri dari apa saja? Terdiri dari tulang, daging, kulit, otot, darah, dsb. Lalu tiap2 jaringan dan organ itu terdiri atas apa saja? Kalau dibedah sampai yg paling halus, semuanya hanyalah paduan atom2 saja bukan? Bahkan atom2 juga bukan unsur mutlak di dunia ini? Lalu di mana Roh? Terdiri dari apa dia?
Mengenai analogi manusia = air sungai, itu hanya merujuk pada kondisi yg tidak pernah sama (selalu berubah). Hidup manusia bukanlah 'mengalir' seperti air sungai. Sistem kehidupan ini 'merancang' semua makhluk untuk hidup di dalam tindakan / perbuatan. Dari perbuatanlah semua makhluk mendapatkan akibat / reaksi. Dan 'kesempurnaan' adalah akibat dari perbuatan.
Sayang sekali Anda yg datang ke forum ini jika mendapat hasil diskusi yg kurang memuaskan batin Anda. Saran saya justru thread ini sebaiknya jangan di-closed.
Orang yg sudah mencapai Nibbana sangat berbeda dengan orang awam. Secara analisis makhluk memang tidak ada bedanya antara orang yg sudah mencapai Nibbana (Arahat) dengan seorang yg bejat bin biadab. Yg berbeda adalah kualitas hidup dan batinnya. Hal ini terlihat dari cara pandang terhadap suatu hal, cara berpikir, dan keputusan menjalani kehidupannya. Dari hal2 ini seorang yg telah mencapai Nibbana akan terlihat jelas sebagai pribadi yg berkualitas dari penampilannya di hidup ini, cara berbicara, body language, dan reaksi yg anggun terhadap masalah2 yg dialami. Orang yg telah mencapai Nibbana akan selalu damai, tidak akan tergesa2, tidak lagi ada reaksi bahagia atau sedih, bijaksana, dan tidak lagi berpikir , berbicara maupun berbuat hal yg tercela.
Nyawa (kehidupan) hanyalah paduan dari badan jasmani dan batin. Ketika kedua unsur dominan ini terurai, maka tidak ada lagi kehidupan (alias makhluk ybs mati). Sebagian penjelasan akan nyawa sudah saya jabarkan di postingan sebelumnya. Dan konsep Buddhis ini universal, artinya Buddhisme mengakui kesamaan kondisi antara nyawa manusia dengan makhluk lainnya. (Bandingkan dengan "Teori Roh" yg menunjukkan 'diskriminasi' antara nyawa pada manusia dengan nyawa pada makhluk lain).
Salam...
Quote from: upasaka on 21 November 2008, 08:53:43 PM
Sdr. Hope yg baik, saya akan menanggapi postingan Anda di atas...
Sabbe Dhamma Anatta
Artinya adalah semua Dhamma adalah tanpa Aku - Substansi Inti (Jiwa atau Roh).
Istilah "Dhamma" mempunyai arti yang sangat luas. Tidak terdapat istilah dalam tata-kata Buddhis yang mempunyai artian lebih luas dari Dhamma. Dhamma tidak hanya mencakup benda / keadaan yang saling bergantung, tetapi juga pada yang tidak saling bergantung, misalnya Yang Mutlak, yaitu Nibbana. Tidak ada sesuatu 'di dalam' Alam Semesta ini maupun 'di luar' Alam Semesta ini yang tidak tercakup dalam istilah ini. Oleh karena itu, dengan penggunaan istilah Dhamma ini, merujuk bahwa memang tidak ada sesuatu benda atau keadaan apa pun yang mempunyai Roh atau Jiwa atau Aku.
Sang Buddha bersabda :
"Terimalah satu "teori tentang Roh, Jiwa atau Aku yang kekal abadi" (Attavada), apabila dengan menerimanya maka tidak akan lagi timbul kekecewaan, ratap-tangis, penderitaan, kesedihan dan kemalangan."
Mungkin Anda perlu merenungkannya sendiri. Kalau sekiranya memang ada Teori Attavada, maka Beliau sudah tentu menerangkannya atau bahkan menyuruh semua pengikut-Nya untuk menjalankan teori tersebut guna menghentikan dukkha. Namun ternyata memang tidak ada teori seperti itu. Teori Attavada bagaimanapun juga coraknya dan bagaimanapun halus dan sempurna pembabarannya, adalah palsu dan merupakan khayalan belaka yang akan menciptakan berbagai macam persoalan, serta membawa serta penderitaan, ratap-tangis, kesedihan dan berbagai kesulitan lainnya.
Sang Buddha bersabda :
"Banyak orang yang menganggap Roh atau Jiwa atau Aku (Atta, dalam Bahasa Pali) adalah sama dengan "batin", "pikiran" atau "kesadaran". Namun lebih baik mereka menganggap badan jasmani itu sebagai Roh atau Jiwa atau Aku. Sebab badan jasmani itu padat, dapat dilihat dan disentuh, sedangkan batin, pikiran dan kesadaran (ctta, mano, vinnana) terus-menerus berubah dan dalam tempo yang lebih cepat dari perubahan yang terjadi pada badan jasmani."
Jika kita ingin sedikit membuktikan akan keberadaan dari Atta (Aku atau Roh atau Jiwa), kita dapat mempraktekannya sekarang juga. Kita memiliki badan jasmani yang memang dapat bergerak sesuai dengan yang kita kehendaki. Dan begitu pula pada batin kita, kita dapat menggerakkan pikiran kita. Namun apakah kita dapat menggerakkan "Roh" kita? Ternyata tidak bisa, dan karena memang tidak ada Roh atau Jiwa atau Aku (Atta) yang ada. Mungkin ada pendapat yang mengatakan bahwa Roh itu berada di luar kita (badan jasmani dan batin), dan dialah yang menggerakkan "kita". Sekali lagi kita dapat membuktikan bahwa hal itu salah. Jika memang begitu keadaannya, berarti pendapat itu mengatakan bahwa pikiran itu dikendalikan oleh Roh. Namun darimana Roh itu dapat berpikir? Jika memang Roh itu adalah pribadi yang berbeda dari kita (badan jasmani dan batin), maka siapakah Roh dan siapakah kita (badan jasmani dan batin)? Apakah keduanya berbeda? Jika memang berbeda, mengapa kita (badan jasmani dan batin) tidak bisa merasakan Roh? Apakah Roh dapat merasakan kita (badan jasmani dan batin)? Kalau begitu berarti Roh-lah yang bertanggungjawab atas semua perbuatan kita, karena semua kehendak berasal darinya. Lalu mengapa kita (badan jasmani dan batin) yang berbahagia dan yang menderita ketika sesuatu hal atau keadaan terjadi pada kita? Apa yang dirasakan Roh? Sebenarnya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat memojokkan tentang Teori Attavada (Teori Adanya Roh atau Aku yang Kekal). Namun kita tidaklah perlu berbelat-belit dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Kita dapat mengurungkan niat kita untuk berargumen tentang pertanyaan-pertanyaan itu, dengan kembali menengok tentang makna dari Sabbe Sankhara Anicca (Artinya adalah segala sesuatu yang terdiri dari paduan unsur-unsur adalah tidak kekal.). Jelaslah konyol jika kita menganggap ada sesuatu yang kekal di dalam yang tidak kekal.
Menurut Sang Buddha, berpegangan kepada anggapan bahwa "aku tidak mempunyai Atta" (teori pemusnahan diri), atau memegang anggapan tentang "aku mempunyai Atta" (teori kelangsungan abadi) adalah kesalahan. Karena keduanya timbul dari ide yang menyesatkan tentang adanya "Sang Aku" itu. Pendirian yang benar mengenai Doktrin Anatta (Tanpa Aku) adalah jangan memegang anggapan atau pandangan apa pun juga, melainkan melihat benda-benda secara objektif dan menurut keadaan yang sebenarnya; tanpa proyeksi-proyeksi mental melihat apa yang dinamakan "Aku" atau "makhluk" sebagai paduan dari unsur-unsur fisik dan mental, yang bekerjasama dan saling bergantungan dan satu arus dari perubahan-perubahan dari saat ke saat di dalam hukum sebab-akibat; tidak ada sesuatu yang kekal, berlangsung terus, dan segala sesuatunya pasti berubah.
Namun dari pandangan ini, mungkin akan ada pertanyaan siapa yang akan menerima hasil kamma. Tidak ada "siapa" yang akan menerimanya. Namun hasil perbuatan atau kamma (act, dalam Bahasa Inggris) yang dilakukan oleh sesuatu atau makhluk (yang merupakan paduan berbagai unsur), akan memberi dampak yang berakibat pada paduan unsur tersebut kelak. Doktrin Anatta (Tanpa Aku) ini janganlah dilihat sebagai pandangan negatif atau pesimis. Namun hal ini adalah kenyataan yang sesungguhnya, dan tidak dibuat-buat atau ditutup-tutupi. Dengan kebijaksanaan seharusnya kita dapat memahaminya, bahwa memang begitulah hakekat kehidupan. Ajaran pesimis dan ajaran optimis hanya akan merusak kebijaksanaan. Orang yang memegang ajaran tersebut adalah orang yang membutakan jalan kehidupannya dalam meraih kebenaran. Oleh karena itu, Anatta merupakan satu fakta (Nairatmyastita).
Quote from: markosprawira on 21 November 2008, 05:03:09 PM
dear hope,
jika Anda sudah berkata paham mengenai aliran sungai itu, semestinya pertanyaan anda tidak akan muncul lagi
tapi biar ga penasaran, mari kita jawab secara tipitaka:
1. di Visuddhimagga XVIII, 36 dikatakan bhw batin dan fisik itu seperti org dan perahu
Batin tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada fisik
Fisik juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa batin
Seperti orang dan perahu, yang saling membantu untuk mengarungi samudera
2. Pencapaian nibbana terjadi secara batin...... nah bagaimana jika itu bisa dilihat jika kita masih berasumsi ROH itu kekal?
Pun Nibbana disebut sebagai accinteya, alias tidak terjangkau oleh pikiran manusia biasa
Mungkin ini akan menjadi alasan bhw Buddhism tidaklah logis.... memberitahu sesuatu yg tidak bisa dibuktikan
Karena itulah, Buddha memberitahu bahwa ada Jalan utk mencapai Nibbana yaitu dengan menjalankan Jalan Mulia berunsur 8
Nah selanjutnya, apakah kita sudah menjalankannya?
3. Mengenai nyawa : kembali muncul "harus ada yg menyatukan" dan unsur2 itu sendiri dianggap sebagai hal2 yg eksis.
Itulah kenapa dalam Buddhism dikenal yg disebut Niyama.
Niyama adalah hukum kesesuaian.
Semua hal yg terjadi adalah kesesuaian.
Suhu global meningkat karena hasil dari prilaku manusia.....
Longsor terjadi karena hutan ditebangi, dan "pas" pada waktu itu, hujan lebat turun terus
Saya lahir di dunia ini, adalah sesuai dengan citta/pikiran saya pd wkt kehidupan lampau, yg pada waktu meninggal lalu menjadi pikiran pada waktu lahir, ditambah dengan janaka kamma (kamma pendorong kelahiran)
Pas pada waktu itu juga, bercampurlah unsur2 dimana dihidupkan oleh 1 unsur yg disebut Jivitindriya, yang "menghidupkan" fisik (rupa jivitindriya) dan batin (nama jivitindriya)
namun jgn jivitindriya dianggap sebagai "ROH" atau "JIWA" karena sesungguhnya tanpa unsur2 batin dan rupa lainnya, jivitndirya pun tidak akan berfungsi....
itu sebabnya kita kembali ke Visuddhimagga XVIII, 36 dimana dikatakan bhw batin dan fisik itu seperti org dan perahu dimana mereka saling membantu untuk mengarungi samudera (baca : kehidupan)
semoga konsep yg terlihat nyeleneh untuk paham anda, bisa sedikit menjelaskan betapa sebenarnya selalu ada kesesuaian dalam hidup kita
dan KITA-lah yg membuat kesesuaian itu...... berbuat kusala, langsung terjadi kesesuaian baru
berbuat akusala, langsung ada kesesuaian lagi....
demikianlah hukum kesesuaian / niyama bekerja......
semoga bisa bermanfaat bagi kita semua........
Quote from: bond on 21 November 2008, 05:21:35 PM
1. Kita akan tahu secara langsung melalui praktek, yaitu dengan cara bervipasana(meditasi pandangan terang) , bahasa sederhananya olah batin dengan cara yg diajarkan Sang Buddha. Ciri2 yg mendasar adalah lenyapnya semua kekotoran batin. Jadi nibbana berarti padamnya/lenyapnya kekotoran batin yg merupakan akar dari semua penderitaan. Dan dengan bervipasanna inilah kita akan tau secara langsung, yg mana semua ciri dan karakteristik mereka yg telah mencapai nibbana sudah dijelaskan dalam TIPITAKA dan juga oleh mereka yg telah mencapainya saat ini juga. Dan sampai sekarang pun ada yg telah mencapai nibbana seperti yg diajarkan Sang BUDDHA. Jadi kalau Anda memang ingin benar mengetahuinya bukan hanya sekedar tau melalui teori, karena ini menyangkut pengalaman langsung.
2. nyawa bisa dianalogikan sebagai batin dalam Bahasa buddhist , yg terdiri dari kesadaran dan faktor2 batin lainnya (perasaan, persepsi, pikiran dsb). Untuk mengenai detilnya Anda jika memiliki keterbukaan hati bisa mempelajari Abhidhamma.
Tidak ada yg memadukan , semuanya bekerja sebab akibat, tidak dari mana2 tetapi energi terlihat "selalu ada" yg bekerja sesuai dengan hukum sebab akibat dan keberadaan energi itu bersifat muncul dan lenyap. Inilah yg dikatakan adanya roh dalam tataran pandangan duniawi atau relatif, tetapi kenyataannya hanyalah ilusi. kenapa ilusi, karena ia tidak konstant tapi muncul dan lenyap dalam kecepatan tinggi yg kemunculan dan lenyapnya karena adanya sebab akibat. Karena kecepatan tinggi inilah maka terlihat konstan yg sesungguhnya tidak demikian. Jika Anda tau cahaya lampu, kita pertama akan berpikir nyala lampu itu adalah konstan, sesungguhnya tidak. Inilah pengertian Anata.
Energi lama menyebabkan energi baru demikian seterusnya.
Bagaimana masuk ke raga? sebelum saya menjawab pertanyaan ini. Anda harus memahami 3 hal yg mendasar dari kehidupan ini, jika tidak, maka Anda akan terjebak pada konsep roh.
3 hal tersebut, hidup ini adalah penuh dengan ketidakpuasan, selalu berubah, dan tidak ada roh ,inti, atau jiwa.
Untuk mengerti anatta (tidak ada inti,atau roh) Anda harus menembus 2 hal pertama terlebih dahulu.
Saya yakin ada beberapa uraian saya mebingungkan Anda dan akan semakin banyak pertanyaan. Tetapi permasalahnnya jika Anda berdiskusi dengan membandingkan dengan iman Anda, maka tidak akan pernah ketemu.
Mengapa? suatu konsep yg didasarkan iman/percaya saja sangat berbeda dengan pengalaman dan pembuktian langsung.
Saya ambil contoh. Jika saya mengatakan wah Gedung Putih di USA sangat hebat arsitekturnya dan ANDA MEMPERCAYAINYA. tetapi akan SANGAT BERBEDA dengan Anda Sendiri telah MELIHAT dan MASUK ke dalam GEDUNG PUTIH itu.
Analogi berikutnya misal Anda sudah percaya di gedung putih ada 80 pintu, tetapi Anda HANYA percaya dan tidak pernah kesana. Kemudian Ada yg mengatakan dan sudah pernah kesana, bahwa ternyata ada 90 pintu yg sebenarnya. Dan Anda mempertahankan argumen 80 pintu. Apakah bisa ketemu? Apakah Anda bisa maju?
Apa yg Anda harus lakukan cuma satu, sisihkan sementara apa yg Anda PERCAYAI dan DATANG,LIHAT DAN ALAMI gedung putih tersebut ada berapa pintu? Dengan demikian Anda bisa maju. Jika ANDA hanya berdiri pada apa yg ANda percayai, tanpa membuktikannya MAka yg terjadi hanya perdebatan sia-sia.
Maka saya hanya bisa berpesan ajaran Buddha tidak dapat dimengerti hanya dengan perbandingan2 konsep ataupun teori2. Tetapi HARUS dipahami dengan praktek langsung. TETAPI jika hanya sekedar untuk pengetahuan agama di sekolah2 atau pengetahuan akademis yg hanya menyatakan perbedaan dan kesamaan konsep, saya rasa itu sah2 saja sepanjang memelihara toleransi antar umat beragama
Smoga dapat dimengerti.
[at] Upasaka, Markosprawira dan bond; penjelasan Anda bertiga ini sangat bisa saya pahami. inilah yang saya maksud, kemukakan argumen dengan dasar. ini jauh bisa saya terima. point nya, Nibbana adalah keadaan batin bukan suatu tempat. selama ini saya salah persepsi. mengenai raga dan nyawa, saya juga sudah bisa pahami mengapa selama ini jadi debat kusir karena beda persepsi.
sebenarnya saya masih ada pertanyaan lanjutan,
tapi saya pikir saya simpan saja di dalam hati oleh karena peringatan dari Moderator :
Quote from: markosprawira on 21 November 2008, 05:03:09 PM
dear hope,
jika Anda sudah berkata paham mengenai aliran sungai itu, semestinya pertanyaan anda tidak akan muncul lagi
jangan diartikan sikap saya ini karena saya marah, tapi harap dipahami bahwa saya masih bingung harus bersikap bagaimana menanggapi jalannya diskusi ini dari tuan rumah. bila saya tanyakan, saya dianggap belum paham dan nga mau membuka diri. bila nga saya tanyakan, saya dianggap sudah tahu. bila saya tidak menjawab pertanyaan rekan2, saya dianggap nga mau mengemukakan pendapat. bila saya jawab dengan dasar agama saya, saya dianggap mengintimidasi.
serba salah ... bagaimana sebaiknya teman2? apa yang harus saya lakukan?





 sudah dikoreksi, no big deal.
  