Quote from: http://dhammacitta.org/artikel/willy-yandi-wijaya/diskriminasi-perempuan-buddhis
Halim Says:
Bro Pisa,
Itu kan cuma opini pribadi Anda...
Anda tidak akan dapat memprediksi bagaimana perspektif umat Buddha secara global beberapa dekade mendatang...
Atas permintaan Moderator, saya jawab pertanyaan sdr. Halim di forum ini. Saya memang tidak bisa memprediksikan masa depan. Namun saya rasa perspektif umat Buddha masa depan tidak bisa dilakukan secara semena2 tanpa memperdulikan ajaran Sang Buddha dan sejarah yang menyertai Nya.
Jelas sekali bahwa Sangha Bhikkhuni yang Sang Buddha dirikan sudah punah. Bagaimana bisa umat Buddha menghidupkan kembali Sangha Bhikkhuni, kecuali kalau diantara mereka adalah seorang Sammasambuddha?
Perspektif boleh saja didengungkan, namun umat Buddha janganlah lupa bahwa agama Buddha didirikan dan bersumber sepenuhnya pada Sang Buddha. Tidaklah patut umat Buddha memaksakan diri demi kepentingan dirinya sendiri lalu menodai ajaran Sang Buddha dan sejarah Nya. Benar2 egois!
Ingat Bung! Agama Buddha bukanlah sebuah negara, dan Sang Buddha bukanlah presiden atau perdana menteri yang dengan mudah digulingkan oleh rakyatnya karena demokrasi.
Agama Buddha adalah sebuah Jalan menuju Kebahagiaan. Sang Buddha adalah Penunjuk Jalan menuju Kebahagiaan. Sedangkan umat Buddha bukanlah rakyat, melainkan orang2 yang ingin belajar berjalan mengikuti Jalan menuju Kebahagiaan.
Jadi, jika umat Buddha tidak setuju dengan ajaran Sang Buddha dan sejarah Nya, ya tidak usah jadi umat Buddha lagi. Silahkan mencari ajaran lainnya. Beres toh?