News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu
Menu

Show posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.

Show posts Menu

Messages - Orpheuss

#1
Terima kasih banget sama bung Alucard yg mau berbagi cerita nya buat saya karena sangat meng-inspirasi saya utk terus "go on" with life.
Terus terang tulisan saya sendiri kemaren diatas dipicu oleh kejadian 5 hari lalu , dimana kembali satu keluarga kami dicerca & dihina.
Bahkan ponakan2 (anak koko saya) dipanggil "tukang minta minta", tidak tahu diri, dll.......padahal kami sekeluarga termasuk ponakan tidak pernah sekalipun minta uang sama sekali ke dia  utk keperluan apapun.  Jadi ngak tau tuduhan membati buta tsb berasal darimana.   Kami semua hidup dari penghasilan kami sendiri, tidak tergantung secara ekonomi kepada dia, KECUALI  dlm 1 hal, yaitu mama saya yg terkadang harus ke dokter karena tua, misal 4 bulan lalu terpaksa operasi katarak karena usia (kalo tidak terancam buta).   Dlm hal ini butuh uang banyak, mencapai Rp. 22-24 juta total.  Maka dlm hal ini terpaksa dia yg bayar karena ngak ada diantara kami yg mampu.  Tapi kami semua anggap itu adalah kewajiban dia thdp mama sebagai seorang anak.
Sedang tuduhan2 lain sangat tidak masuk diakal.   

Hinaan2 itulah yg membuat saya selama 5 hari ini sukar tidur, keleyengan terus, depressed, putus asa.
Sukar sekali mengusir pikiran2 & suara hinaan yg kami semua terima, betapapun saya coba alihkan.
Nonton TV, mata kosong, pikiran tetep melayang.  Denger musik, ngak tau apa yg didenger karena otak saya justru melambung ke kejadian 5 hari lalu.
Sampai akhirnya main internet iseng2 search google dgn tema Buddhism & sampai kesini tanpa sengaja.
Tapi saya terus terang saya juga sekaligus malu sesudah cerita ini semua........ntah kenapa.  Mungkin karena saya takut membuat orang lain bosan & terganggu dgn masalah pribadi saya.  Semoga tidak.
#2
Quote from: dtgvajra on 05 October 2012, 05:06:06 PM
Jika memang ada Permintaan Terakhir dari almarhum untuk diberikan upacara secara Buddhist, maka anak yang Buddhist perlu memberi tahukan dengan tegas kepada yang lain bahwa demikianlah Permintaan Terakhir almarhum; silahkan saja menggunakan upacara yang lain, kalau memang seperti itu cara seorang anak menunjukkan kasih sayangnya kepada orang tuanya; katakan bahwa suatu ketika kita semua akan menjadi tua dan mati.
Benih semangka yang ditanam, akan memanen buah semangka pula; kalau kta memberi contoh kepada anak anak kita dengan tidak menghormati permintaan orang tua, jangan menyesal kalau kelak anak anak kita tidak mendengarkan permintaan kita.

Karena kalau diam saja, maka anak yang Buddhist ini memberikan contoh yang kurang baik pada putra putrinya.

Dan sekalian untuk melihat adakah praktek nyata dari pernyataan agama yang katanya penuh rahmat dan toleransi.

Kyknya kata2 nya boleh dicontoh nih.  Tidak mancing brantem, tapi mengena sasaran (bahkan terdengar sedikit membuat bulu kuduk merinding).   ;D
Boleh juga nih.
#3
To Adi Lim,
Bukan soal Buddha KTP/tidak.  Kendala nya adalah karena anak2 yg Buddhist cenderung utk mengalah karena mencegah keributan selama prosesi di rumah duka.  Hal itu pun akan dicegah oleh anggota keluarga lain terlepas setuju/tidak setuju dgn pemaksaan spt itu dengan dalih keributan yg terjadi antar anak di rumah duka (apalagi dihadapan peti orang tuanya) adalah tidak baik sama sekali.   Kalo seorang Buddhist sejati, lalu apakah anak2 nya harus benar2 menantang anak penganut K  & membiarkan keributan terjadi di hadapan peti & diitonton semua orang. 

To others,
Secara keyakinan, memang benar bahwa pemaksaan tsb tidak mengubah keyakinan orang yg mati.
Namun hal yg memberatkan adalah jika yg mati sudah berpesan kepada seluruh anak2nya bahwa dirinya ingin disembayangi secara Buddhist.
Itu adalah permintaan terakhir kepada anak2nya.
Inilah yg menimbulkan kontroversi, apakah anak2 Buddhist harus mengalah membiarkan kesewang-wenangan anak penganut K, dan mengindahkan keinginan terakhir ayah/ibunya utk dimakamkan secara Buddhist.
Bagi yg mati, hal tsb mungkin tidak berbeda karena sudah mati, tetapi bagi anak2nya penganut Buddhist,  kegagalan memenuhi permintaan terakhir ayah/ibunya akan menjadi beban mental seumur hidupnya karena merasa "gagal berbakti" & sekedar memenuhi keinginan terakhir ayah/ibunya   Hal ini tertanam kuat pada etnis chinese.  Bagi si anak Buddhist yg berusaha berbakti kepada orangtuanya, hal itu menjadi beban mental yg berat.   Bagi seorang anak Buddhist yg lebih cuwek & berpikiran praktis, mungkin kegagalan memenuhi permintaan terakhir ayah/ibunya mungkin akan terlupakan dlm 1 minggu.
Memang reaksi setiap orang bisa berbeda.
#4
Dlm lingkungan saudara2 saya banyak sekali kejadian dimana seorang Buddhist yg sedang dlm keadaan sakit berat (coma, tidak sadar, menjelang kematian)  dipaksa berganti agama K  oleh anak2nya yg beragama K pula.   Padahal jelas, orang tsb sedang dlm keadaan koma/tidak sadar. 
Cara prakteknya bisa dianggap sangat tidak masuk akal, dimana si sakit yg dlm keadaan coma tsb ditanya kesediaanya masuk agama K.
Dan sedikit saja gerakan mata (yg tertutup) atau sedikit bunyi yg terdengar dari tenggorokannya  sudah dianggap merupakan sebuah konfirmasi persetujuan.
Padahal jelas bahwa seorang yg dlm keadaan coma pun tentu masih menunjukkan gerakan mata karena refleksi otot.
Suara yg berupa erangan halus yg sama sekali tidak berarti pun dianggap konfirmasi, tanpa perduli apakah itu suara jawaban atas pertanyaan atau sekedar erangan rasa sakit.  Sekalipun sadar, suara tsb tidak bisa dianggap Ya/Tidak karena sama sekali tidak jelas.
Apalagi dokter sendiri sudah mengatakan bahwa pasien tsb dlm keadaan tidak sadar.

Sering pula terjadi, malah sesudah orangnya mati, salah seorang anak yg beragama K  memaksakan kehendaknya sendiri utk mengadakan upacara secara agama K, tanpa perduli perasaan anak2 lain yg beragama Buddhist.  Malah terkadang pesan terakhir yg mati pun yg meminta disembahyangi secara Buddhist diacuhkan sama sekali.  Namun biasanya karena utk mencegah keributan selama di rumah duka, anak2 lain (yg beragama Buddhist) hanya bisa mengalah.  Dapat dibenarkan kah tindakan ini ?   Haruskah dibiarkan?

Hal ini sudah terjadi berulang ulang di lingkungan saudara2 saya.   
Lalu apa yg harus diperbuat ?   Cukupkah hanya dengan alasan "demi mencegah keributan"  maka hal tsb harus dibiarkan terus berlangsung ?
Jika dibiarkan, bukankah ini hanya akan menunjukkan kelemahan umat Buddhist yg terus membiarkan dirinya diinjak-injak.   Haruskah keinginan yg mati diacuhkan begitu saja ?

Apa yg sepantasnya dilakukan ? 
Adakah badan perlindungan yg bisa mencegah hal ini terjadi ?
#5
Thank you Wolfie.  Saya senang bisa ketemu forum ini.
Setidaknya saya ada tempat utk berbagi cerita setelah tahunan hanya bisa saya simpan sebagai duka di hati saya.
#6
Sejak masuk agama K ini,  sikapnya berubah jauh, terutama setelah dia jadi pemimpin umat.
Sikapnya penuh kesombongan, penuh hinaan, penuh celaan....tapi dia sendiri bilang "Jgn punya pikiran buruk sama orang lain".
Praktek & theory 180 derajat beda didalam dirinya sendiri.
Yg gua liat justru agama ini sudah merubah karakternya menjadi  sebuah MONSTER.

Bahkan kakak gua yg terbesar dari dulu sering dibilang "Biarin aja dia mati.  Emang dia maonya mati kok. Bagusan juga mati, jadi ngak bebanin anak bininya".
PS: Kakak gua sakit keras, frustasi, & juga memang mulutnya sering ngomong kasar.  Maklum orang depresi gitu.
Bisa terbayangkan ngak ?

Dengan cara apa gua sudi masuk agama BARBAR macam itu.
Sekalipun dibawah ancaman pisau sekalipun,  gua akan menolak masuk agama K fanatik gitu.
Yg gua liat,  agama Budha mengajarkan menghancurkan EGO.
Sebaliknya agama K aliran Betxxx  ini justru MEMUPUK EGO sampai ke puncak tertinggi.


#7
sorry double post
#8
hello. Baru pertama ketemu ada forum begini.
Kakak perempuan gua masuk agama K aliran tertentu yg sangat fanatik (aliran Prosperity gitu yg menjanjikan kekayaan).  Dia bahkan sudah dianggap menjadi salah seorang pemimpin umatnya.
Sementara saudara2 yg lain beragama Buddha.
Sukar utk dijelaskan pakai kata2 betapa kita sekeluarga seringkali mendapatkan hinaan , perendahan dari dia.
Bahkan sampai kakak laki2 gua yg sudah berkeluarga sampai saat ini tidak pernah lagi ngomong.
Kakak P gua cenderung menghakimi orang lain seenaknya, dan ini seringkali jadi menimbulkan keributan & sakit hati.
Orangnya tidak boleh disinggung /dikritik sama sekali, karena sikapnya saat ini sudah menjurus ke arah "Gua selalu benar. Kalian harus tunduk sama kata2 gua." Dia seringkali mudah sekali memarahi anggota keluarga lain bahkan mama sendiri.  Kata2nya seringkali menyakitkan & bersifat merendahkan martabat saya, kakak saya, & mama.   Tapi ketika dia sendiri di-argumentasi, dia cenderung semakin marah.  Kata2 kasar yg diucapkan dia seolah2 dapat dibenarkan, sementara kata2 orang lain tidak boleh menyinggung perasaannya.   Diapun bahkan tidak segan2 melakukan ancaman2 sperti "Kalo tidak seperti begini, maka jangan elu harap bantuan gua yach.  Gua udah ingetin elu orang".     
Memang dia kaya (setidaknya 2 anak nya , yg jujurnya adalah anak salah satu konglomerat di Indo, tapi tidak bisa gua sebutkan group nya), sementara saya, kakak saya justru sebaliknya.   Saya tinggal sama mama & kakak dengan keluarganya.  Realitas kami justru sebaliknya.  Hidup kami serba pas-pas-an,  tidak ada simpanan sedikitpun utk menghadapi emergency financial apapun.   Karena keadaan kami, justru sering kali kami dijadikan sasaran kemarahan kakak P saya.  Hidup kami ditekan terus secara psikologis.  Sikap ini lebih disebabkan karena kami masih tetep menolak utk masuk agamanya.
Sampai detik ini,  saya & mama, serta kakak saya masih terus bertahan dalam keyakinan ajaran Buddha.   Dan ini yg sepertinya yg menjadi alasan mengapa hidup kami sering ditekan.   Dan bukan kami tidak tahu bahwa seringkali dia berusaha "melemahkan" posisi kami secara SENGAJA,  dengan tujuan agar kami tunduk.    Tapi kami belum juga tunduk.   
Sukar sekali utk tidak sakit hati menghadapi dia dalam setiap perdebatan.     Dia pintar sekali berargumentasi.
Kalo kesalahannya diungkit, dia akan menghindar bicara lebih lanjut dengan argumentasi "Buat apa gua dengerin omongan elu orang yg jelas2 tujuannya cuma buat merusak pikiran gua".     Tapi sebaliknya dia seringkali mencari2 kesalahan kami yg terkecil.
Secara mental,  kita semua merasa capai sekali.  Kita merasa kemiskinan kami sering dijadikan senjata utk menyerang kami sendiri.   Dia selalu berulang2 mengatakan "Lihat gua.  Rumah gua mewah. Anak gua sukses.   Gua tidak pernah kekurangan berkat.   Bandingkan dengan elu orang yg sampe saat ini saja masih juga hidup kesusahan! ".   Kata2 macam itu sudah biasa kami telan.   Memang agama dia menjanjikan kekayaaan kepada umatnya, setidaknya itu janji Tuhan mereka kepada mereka.

Sering saya pikir,  mungkin lebih baik menjauhi aja seorang saudara seperti itu, karena justru keberadaan dia bukan utk menghibur kami, tapi justru lebih banyak menekan, menghina, merendahkan kami.  Tapi mama saya yg sudah tua  (>70)  bilang "Yahh biarin aja laah, daripada ribut2.  Biarin aja dia mau hina kita kayak apa juga.   Emang dia kaya, kita cuma orang miskin.  Ngak usah dipikirin & jadi sedih".
Secara pribadi, saya sulit sekali utk setiap kali membiarkan diri saya utk terus dihina & direndahkan.   Saya sering stress sendiri.
Gimana yach menurut pendapat kalian ?