News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu
Menu

Show posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.

Show posts Menu

Messages - Wibawa Utama

#1
Quote from: sanjiva on 29 October 2012, 01:55:06 PM
Emang buddhism itu kayak hindu ataw taoisme yah, banyak menyembah dewa2 ?

Sang Buddha aja nggak kita sembah koq !

Sebaiknya belajar dulu basic agama Buddha sebelum komentar begini, nanti jadi bulan2an si Isaacus Newtonus dan teman2nya.  Kalau cuma bertahun2 sembahyang di kelenteng belum tentu itu buddhis.
_/\_

Bukankah ketika mengatakan "semoga semua mahluk berbahagia" kita
sesungguhnya juga termasuk merujuk kepada mahluk-mahluk dari alam para Dewa?

Meskipun para Dewa bukanlah makhluk sempurna dan memiliki wewenang untuk
mengatur umat manusia. Para Dewa tunduk pada hukum mistik yang mengikat diri
mereka pada karma dan samsara (http://id.wikipedia.org/wiki/Dewa

Dalam artian seperti itulah saya mengartikan Politheisme.

CMIIW ^:)^
#2
Quote from: ryu on 29 October 2012, 09:15:24 AM
sejak kapan agama buddha dimasukan politheisme?

Kalau begitu masuk kategori apa dong?

CMIIW (Correct Me If I'am Wrong) ^:)^
#3
Partai berbasis agama Buddha sudah pupus.  KWI memang melarang umatnya membuat partai yang partisan. Sekarang ini PDS tidak lolos ikut pemilu dan menurut berbagai survey partai-partai (ekslusif) berbasis agama lainnya juga akan rontok di pemilu mendatang. Apa tanggapan anda mengenai hal ini?
#4
Quote from: koboy on 29 October 2012, 07:51:58 AM
Dear all,

Banyak sekali pandangan keliru kita yang dipengaruhi oleh ajaran agama lain mengenai keberadaan Tuhan sebagai pencipta dan pemilik semua yang ada di dunia ini, maha kuasa dan menentukan takdir setiap orang.

Berbagai keajaiban versi mujizat, beberapa hal kemiripan ajaran agama lain dengan Buddhism. saya ingin menanyakan satu hal,, siapa kah Tuhan yang disembah oleh agama lain menurut pandangan Buddhism?

Thx _/\_


Tidak bisa nyambung. Agama Buddha digolongkan sebagai Politheisme sedangkan agama lain yang dimaksud bro adalah Monotheisme. Beda konsep.

Mukjizat itu tidak ada, menurut saya, yang terjadi dan terlihat sebagai mukjizat adalah:
1. Karma baiknya sedang berbuah lebat.
2. Bawah sadar (Subconscious) nya sedang naik ke alam sadar (Conscious). Kejadian ini membuat hormon-hormon tertentu dalam tubuh menjadi aktif dan membuat manusia menjadi super/sakti dalam sesaat. Kalau tidak salah teori ini ditemukan oleh ahli psikologi Rusia bernama Pavlov.  Dalam keadaan ini yang sakit mendadak sembuh, yang lumpuh mendadak bisa berjalan dan lain sebagainya. Dalam agama Buddha mempertontonkan kesaktian (mukjizat menurut agama lain) seperti  ini sangat dilarang.
3. Mukjizat hasil Tipsani.

CMIIW
 
#5
Quote from: adi lim on 25 October 2012, 09:39:53 PM

Quote from: Kelana on 23 October 2012, 11:21:17 AM
Silahkan baca arti kata tolol.

susah mempintarkan orang tolol
atau lebih susah mentololkan orang yang sok pintar  :))

Didalam forum ini kita berbicara tentang manusia normal yaitu orang dengan  dengan nilai IQ rata-rata yaitu antara 90 dan 109 menurut Skala Binet.  Sumber:http://intisari-online.com/read/bisakah-psikotes-diakali.

Sang Buddha mengatakan bahwa salah satu akar dari penderitaan adalah   ketidak-tahuan. Tentu saja dalam hal ini audiensnya adalah manusia  normal.

Ketika mahasiswa dahulu (Fisika Instrumentasi Nuklir-FMIPA UI) saya dijuluki  anak setan oleh kawan-kawan/oknum-oknum mahasiswa kanezten yang  fanatik!. Karena saat itu jaman opresif orde baru sangat kuat terhadap agama  yang berbau kecina-cinaan (Mahayana), sebagai satu-satunya mahasiswa dalam  satu angkatan yang beragama Buddha tidak berani membuat kegaduhan khawatir  akan menjadi bumerang bagi diri sendiri, dan cuma membatin bahwa mereka  sesungguhnya orang-orang yang tidak mengetahui Buddha Dharma. Kalau memakai  bahasa psikologi mereka adalah orang-orang yang masih diliputi oleh kebodohan dan memakai bahasa agama mereka adalah orang-orang yang masih  dicengkeram oleh ketidak-tahuan. 善财 (Sadhu).

CMIIW :x
#6
Quote from: Mokau Kaucu on 24 October 2012, 09:21:28 PM
Membicarakan konsep Tilakkhana kepada yang tidak mau berlatih meditasi, tidak akan ada hasilnya.
Akan menjadi perdebatan tiada akhir karena salah satu pihak bertumpu pada pengetahuan berdasarkan intelektualnya saja.

Bagaimana bisa memahami Anicca, jika belum bisa memilah milah sendiri unsur pembentuk Pancakkhanda?
Bagaimana bisa memahami Dukkha, jika belum bisa memahami setiap unsur pembentuk Pancakkhanda adalah tidak kekal.
Bagaimana bisa memahami Anatta, jika tidak memahami Anicca dan Dukkha.

Ibarat mengajarkan babi bermain musik, guru frustrasi, murid marah marah. ;D


Benar pemakain pengetahuan intelektual paling sangat ditentang dalam Zen Budhisme.

Mengapa kanezten tidak mengikuti salah satu tokoh katethok (F.X. Mudji Soetrisno S.J.) yang belajar Zen Budhisme di Jepang dan bermeditasi untuk bisa mengalami Allah dalam doa (bisa berdialog dengan Tetuhan Hesunya)?

Kalau mau dan tidak gengsi 'kan jadi damai di bumi!

Sumber: Zen Dan Fransiskus. Pengalaman Menemukan Diri, Penerbit Yayasan Fransiskus, 1984.

CMIIW :)
#7

Oleh karena itu ulasan Miao-tsung menyatakan:

Meraih dan menolak sampai ujung batasnya, tidaklah berbeda jalur dengan tidak meraih dan tidak menolak. Jikalau kita tidak terlibat dalam tindakan meraih dan menolak dan hanya menilai tidak meraih dan tidak menolak, ini adalah bentuk pemegangan-teguh kepada kebenaran hakiki dan meninggalkan perwujudan (phenomena). Jika kita mengabaikan level perwujudan maka kita tidak akan sempurna dalam level kebenaran hakiki. Jika kita sampai kepada titik dimana semua perwujudan tergabung dengan kebenaran hakiki. Maka peraihan maupun penolakan juga tergabung dengan kebenaran hakiki. Kadang-kadang meraih, kadang-kadang menolak, tiada satupun yang bukan Alam Realitas.

[Praktek]. Jika kita berbicara mengenai pemusatan pikiran pada nama-Buddha dengan pikiran lurus, kita merujuk kepada penglafalan dengan pikiran yang bersatu dan tidak kacau-balau.8  Memanggil nama-Buddha adalah memanggil kwalitas kebudhaan. Karena kwalitas kebuddhaan tidak terperikan maka nama-Buddha itu sendiri juga tidak terperikan. Sekalipun kita melafalkan nama-Buddha dalam keadaan pikiran yang terpencar tetap saja itu adalah benih dari pencerahan, sementara mereka yang berpikiran lurus dengan segera naik menuju pencerahan tanpa pernah kembali.

Banyak sutra mengajarkan praktek Surga Barat dalam beragam jenis: merenungkan citra Buddha, merenungkan konsep Buddha, menyembah sujud, melakukan persembahan, mempraktekan lima penyesalan dan enam bentuk kesadaran dan seterusnya. Jika kita memakai salah satunya dan mendharma-baktikan jasa-jasa kepada kelahiran di Surga Barat, niscaya kita akan terlahir disana.

Metoda penglafalan nama-Buddha adalah salah satu metoda yang merangkul semua, merangkul orang-orang dari segala mentalitas dan salah satu metoda yang termudah untuk dipraktekan. Inilah sebabnya mengapa Sang Pengasih Buddha Sakyamuni menjelaskan kepada Sariputra tanpa ditanya. Penglafalan nama-Buddha dapat dikatakan keupayaan nomor satu diantara semua metoda-metoda berkeupayaan lainnya, kebenaran maha lengkap diantara semua kebenaran-kebenaran lengkap lainnya, ajaran yang paling sempurna diantara semua ajaran-ajaran sempurna lainnya.

Terdapat ujaran yang mengatakan: "Jikalau mutiara suci ditaruh dalam air kotor, air kotor tidak bisa tidak akan tersucikan. Jika nama-Buddha ditaruh dalam pikiran kacau-balau, bahkan pikiran kacau tersebut tidak akan gagal mencapai pencerahan". Penglafalan nama-Buddha dengan keimanan dan ikrar adalah sebab yang benar bagi Kendaraan Agung. Empat Surga Barat [Alam Dimana Para Suci Dan Mahluk-mahluk Awam Tinggal Bersama-sama, Alam Pembebasan Berkeupayaan, Alam Pahala Sejati, dan Alam Cahaya Diam Abadi] adalah buah-buah menakjubkan dari Kendaraan Agung. Pabila kita memiliki dasar penyebab maka hasilnya pasti akan mengikuti.

Oleh karena itu, iman, ikrar, dan penglafalan nama-Buddha adalah azas pemandu sesungguhnya dari Sutra Amitabha.

Karakteristik dari Empat Surga Barat dijelaskan secara rinci dalam ulasan Miao-tsung dan dalam kitab An Explanation of the Brahma Net Sutra, dan saya tidak akan menjelaskannya secara penuh disini. Nanti saya akan memberikan catatan singkatnya saja ketika menjabarkan naskah.


Kempat, adanya fungsi sutra.

Fungsi yang sangat kuat dari sutra ini adalah memampukan kita terlahir kembali di Surga Barat dan tidak pernah kembali. Terlahir kembali di Surga Barat bisa digolongkan kedalam perihal dari Empat Surga Barat dan juga kedalam Sembilan Tingkatan Teratai disetiap Alam. Disini saya akan memberikan keterangan singkat mengenai Empat Alam.

Jika kita melafalkan nama-Buddha tanpa memutus pikiran dan pandangan khayal, tergantung dari seberapa terpencarnya atau seberapa terpusatnya kita, kita akan terlahir kembali di Alam Sembilan Tingkatan Teratai, Alam Dimana Para Suci Dan Mahluk-mahluk Awam Tinggal Bersama-sama.

Jika kita melafalkan nama-Buddha sampai pada titik pikiran lurus (level perwujudan), pikiran dan pandangan khayal terputus dan kita akan terlahir kembali di Alam Pembebasan Berkeupayaan, Alam Dari Para Arahat Dan Para Buddha Praceka.

Jika kita melafalkan nama-Buddha sampai pada titik pikiran lurus (level noumenon atau level kebenarana hakiki), dan terbanting dari tingkat ketidak-tahuan dan khayalan yang pertama ketingkat empat puluh satu, maka kita akan terlahir kembali di Alam Pahala Sejati, Alam Dimana Para Bodhisatva Tinggal.

Akan tetapi, jika kita melafalkan nama-Buddha sampai pada titik dimana keseluruhan empat puluh tujuh tingkat ketidak-tahuan dan khayalan secara total terputus, ini adalah pahala tertinggi dan kita akan dilahirkan di Alam Cahaya Diam Abadi, Alam Dimana Para Buddha Tinggal.

Sutra Amitabha mempunyai semacam fungsi yang sangat kuat, tiada satupun naskah yang dapat menggambarkannya. (Paragraf ini sulit dibaca, kemungkinan salah cetak.9) Fungsi yang kuat dari Sutra Amitabha seharusnya tidak disinggung  pada hari yang sama [sebagaimana ajaran yang jauh lebih pesimistik] bahwa dasar penyebab yang benar hanyalah sebuah batu pijakan diluar alam indrawi, yang harus diolah sepanjang hidup terus menerus sebelum kita dapat mengharapkan pencerahan. Bagaimana bisa penganut Budhisme Zen dan Budhisme Kitab Suci gagal mempertimbangkan hal ini?

Kelima, adanya bentuk-bentuk ajaran Budhisme yang perlu dijelaskan.

Sutra ini terkandung dalam kanon Mahayana, kendaraan Bodhisatva, dan "berbicara-sendiri" -- dihantarkan oleh Sang Buddha tanpa ditanya terlebih dahulu.

Sutra ini memampukan mahluk-mahluk indriawi dengan banyak hambatan-hambatan karmik yang hidup dalam Zaman Pengakhiran-Dharma melakukan kenaikkan langsung menuju pencerahan tanpa pernah kembali.

Jadi dimasa mendatang ketika semua sutra musnah, hanya Sutra Amitabha inilah yang akan tetap bertahan untuk zaman selanjutnya, untuk membawa pembebasan kepada mahluk-mahluk indriawi dalam skala yang besar.

Sutra Amitabha adalah obat untuk segala penyakit. Sutra ini berada diluar kenisbian, fusi yang sempurna, dengan kekuatan yang tak terperikan.  Bungarampai mistik dari Sutra Ornamen Bunga (Avatamsaka), intisari rahasia dari Sutra Teratai,  ajaran-ajaran pokok dari pikiran semua Buddha, kompas dari semua milyaran praktek para Boddhisatva. – tidak ada satupun yang berada diluar sutra ini. Jika saya ingin memuji panjang lebar, akhirnya  tetap saja tidak akan berkesudahan. Barang siapa yang bijaksana harus mengetahui sutra ini untuk dirinya sendiri.


CATATAN KAKI:
8.  Penglafalan dengan pikiran lurus. Konsep ini difahami dalam dua cara. Bagi Patriark Chih-i, Suhu Ou-i dan lainnya dari tradisi T'ien-t'ai, Zen dan Avatamsaka, ini setara dengan pemusatan pikiran dan samadi. Bagi Patriark Surga Barat seperti Tao-ch'o dan Shan-tao, difihak yang lain, ini merujuk kepada penglafalan dengan keimanan tertinggi terhadap Buddha Amitabha dan Surga Barat. Walaupun kedua konsep pada pokoknya sama (seseorang tidak bisa menglafalkan dengan keimanan tertinggi tanpa masuk kedalam keadaan pikiran yang terpusat atau keadaan samadi) perbedaan ini bisa berguna dan berkeupayaan banyak bagi praktisi-praktisi pemula.

9. Kutipan teks asli dalam bahasa Inggrisnya adalah sebagai berikut:
.....The powerful function of the Amitabha Sutra should not be mentioned on the same day as the [far more pessimistic teaching] that a correct causal basis is only a stepping stone out of the sensory world, which must be cultivated lifetime after lifetime before you can expect enlightenment. How can Zen Buddhists and Scriptural Buddhists fail to consider this?


SELESAI.
CMIIW

#8

Kedua, adanya intisari sutra yang perlu dilihat.

Intisari sesungguhnya dari semua kitab suci Kendaraan Besar (Mahayana) adalah Realitas Mutlak itu sendiri. Apakah itu Realitas Mutlak? Realitas Mutlak adalah Pikiran Murni dari mahluk indriawi.6 Pikiran ini tidak didalam juga tidak diluar, dan tidak diantaranya. Pikiran ini bukan masa lalu, sekarang, atau masa depan. Pikiran ini tidak hijau atau kuning atau merah atau putih, panjang atau pendek atau segiempat atau bundar. Pikiran ini bukan wangi, bukan rasa, bukan tekstur, bukanlah obyek batiniah. Bilamana dicari kita tidak bisa menemukannya, akan tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa pikiran ini tidak ada. Pikiran ini menciptakan semua dunia dan segala alam, namun kita tidak bisa mengatakan bahwa pikiran ini ada. Pikiran ini terlepas dari pikiran-pikiran terkondisi dan pembedaan-pembedaan dari semua dunia dan karakteristik. Akan tetapi pikiran-pikiran terkondisi dan pembedaan-pembedaan dari dunia-dunia dan karakteristik-karakteristik tidak mempunyai identitas terpisah apapun yang terlepas darinya.

Pada intinya, realitas mutlak terlepas dari segala karakteristik, namun tergabung dengan segala perwujudan. Terlepas dari segala karakteristik, realitas mutlak tidak berbentuk dan tergabung dengan segala perwujudan, realitas mutlak memberikan semua bentuk-bentuknya. Disebabkan kurangnya alternatif, kami lekatkan padanya nama "realitas mutlak" [yakni, Pikiran Murni, Tanda Nyata (Real Mark), Sifat Kebudhaan].

Intisari dari Realitas Mutlak tidaklah diam ataupun sadar, akan tetapi kedua-duanya. Baik diam maupun selamanya bersinar dengan kesadaran, baik bersinar dengan kesadaran maupun selamanya diam. Dalam hal bersinar dengan kesadaran namun diam, ini disebut Alam Cahaya Diam Abadi. Dalam hal diam namun bersinar dengan kesadaran, ini dinamakan Dharmakaya murni (Tubuh Dharma). Diam sadar disebut Dharmakaya, Tubuh Dharma dari semua Buddha. Sadar diam disebut Sambhogakaya, Tubuh Pahala.

[Bagi para Buddha] diam dan kesadaran bukan dua, tubuh dan alam bukan dua, apa yang sudah menjadi sifatnya dan yang disebabkan latihan bukan dua, hakikat sesungguhnya dan fungsi responsif bukan dua – segala sesuatunya adalah realitas mutlak. Realitas dan yang kelihatan sama sekali bukan dua maupun dua.

Jadi, esensi dari realitas sebagai suatu keseluruhan bertindak  sebagai lingkungan yang mengelilingi mahluk indriawi maupun sebagai tubuh-tubuh mereka, bertindak sebagai Tubuh Dharma maupun sebagai Tubuh Pahala dari para Buddha dan bertindak  sebagai diri sendiri maupun sebagai orang lain.

Dengan demikian, orang yang membicarakan sutra dan orang yang dibicarakan, para Buddha yang dapat membebaskan mahluk-mahluk indriawi dan mahluk-mahluk indriawi yang dibebaskan, kemampuan mengambil ikrar dan yang diikrarkan, kemampuan mengkonsentrasikan nama-Buddha dan nama-Buddha yang dikonsentrasikan,  kemampuan untuk dilahirkan di Surga Barat dan lahir di Surga Barat itu sendiri, kemampuan mengagungkan para Buddha dan para Buddha yang diagungkan – semua ini merupakan jejak dari "cap sejati (true seal)" dari Realitas Mutlak. Dengan perkataan lain, Pikiran Sejati (Pikiran Bodhi) dari mahluk indriawi merupakan intisari dari semua sutra-sutra Mahayana.


Ketiga adanya azas pedoman yang perlu dijelaskan.

Azas pedoman merupakan jalan penting untuk mengolah praktek, merupakan penghubung kunci untuk pemahaman intisari [dari pikiran kita], merupakan kerangka kerja pemanduan untuk banyak sekali praktek. Ketika jaring ditarik, mata-jalanya akan terbuka. Ketika kerah baju diangkat, dada dan lengan baju juga ikut terangkat. Jadi, setelah penjelasan intisari sutra, kita harus melihat azas pedoman.

Azas penting pengolahan (kultivasi) dalam sutra ini adalah untuk mengembangkan keimanan dan berikrar dan melafalkan nama-Buddha. Tanpa keimanan, kita tidak cukup diperlengkapi untuk berikrar. Tanpa berikrar kita tidak cukup diperlengkapi untuk mempedomani praktek. Tanpa praktek luar biasa dalam melantunkan nama-Buddha, kita tidak cukup diperlengkapi untuk memenuhi ikrar dan untuk membawa keimanan kita berbuah.

Mula-mula sutra menyatakan lingkungan murni dari Surga Barat dan raga-raga yang dimuliakan dari para penghuninya dalam rangka menimbulkan keimanan dalam diri kita.. Berikutnya sutra meminta kita berikrar untuk mempedomani praktek. Kemudian sutra mengajarkan kita praktek melafalkan nama-Buddha sebagai jalan untuk naik langsung keatas tanpa kembali (non retrogression).

Keimanan artinya memiliki keyakinan kepada diri sendiri dan kepada yang lain (Buddha dan para Bodhisatva). Yakin akan hukum sebab akibat, yakin akan perwujudan (phenomenon) dan kebenaran hakiki (noumenon).

Berikrar artinya merasa enggan terhadap keduniawian dan melepaskan diri dari keduniawian. Berikrar artinya dengan sukacita mencari Surga Barat Alam Kebahagian Tertinggi.

Praktek artinya dengan tekun mempraktekan penglafalan nama-Buddha dengan pikiran lurus dan tanpa kekacauan (dengan pikiran tertuju pada satu titik sasaran).

[Keimanan]. Mempercayai diri sendiri. Artinya yakin bahwa pikiran sejati bukanlah perwujudan fisik maupun cerminan dari obyek-obyek tak bentuk, bahwa pikiran ini meluas melalui waktu tanpa masa sesudah maupun masa sebelum apapun dan melalui ruang tanpa batasan apapun. Walau mematuhi hukum sebab akibat sepanjang hari penuh, namun pikiran ini tetap tidak pernah berubah.

Seluruh ruang Sepuluh Penjuru dan semua alam-alam yang tak terhitung seperti atom-atom asalnya adalah sesuatu yang diciptakan oleh pikiran kita ini. Walaupun terperdaya dan terkacaukan jika dalam satu kejapan tunggal kita kembali kepada Pikiran ini, kita pasti akan dilahirkan di Alam Kebahagian Tertinggi yang asalnya inheren didalam pikiran kita sendiri, dan tidak lagi dipersulit oleh perasaan cemas dan ragu. Ini dinamakam  "yakin kepada diri sendiri".

Percaya kepada yang lain artinya meyakini bahwa Sakyamuni Tathagatha pasti tidak berdusta dan Yang Termulia Dunia Sang Amitabha pasti tidak berikrar sia-sia. Ini artinya memastikan bahwa semua Buddha dari segala penjuru tidak pernah berdusta, dan ini artinya kita mengikuti ajaran sejati dari semua yang tercerahkan. Ini berarti membangun keinginan kita mencari kelahiran di Surga Barat, tidak lagi diburu oleh perasaan ragu dan kacau. Ini dinamakan "yakin kepada yang lain". 

Mempercayai dasar sebab akibat artinya meyakini bahwa sekalipun pemanggilan nama-Buddha dilaksanakan dalam keadaan pikiran yang terpencar dan kacau tetap saja ini merupakan suatu benih bagi pencerahan, dan bahkan menjadi lebih benar lagi manakala memanggil nama-Buddha dalam keadaan pikiran lurus dan tanpa kekacauan. [Jika kita berpikiran lurus ketika memanggil nama Buddha Amitabha], bagaimana kita bisa gagal terlahir di Surga Barat? Ini artinya "meyakini dasar sebab akibat", yakni meyakini bahwa penglafalan tersebut merupakan sebab dari pencerahan.

Mempercayai hasil artinya memiliki keimanan yang mendalam bahwa semua mahluk spiritual luar biasa yang berkumpul di Surga Barat mempraktekan Samadi Pengingatan Buddha, suatu konsentrasi meditatif yang diperoleh dari penglafalan nama-Buddha. Jika menanam benih melon, kita akan memperoleh melon, dan jika menanam benih kacang kita akan mendapatkan kacang. [Akibat mengikuti sebab] ibarat bayangan mengikuti bentuk fisiknya, bagaikan gema menjawab bunyi. Tiada satupun yang dijahit sia-sia, ini dinamakan "mempercayai hasil".

Mempercayai perwujudan faktual (phenomena) artinya memiliki keimanan yang mendalam bahwa walaupun pikiran kita ini sebentar saja, alam-alam Sepuluh Penjuru yang berdasarkan kepadanya tidaklah ada habis-habisnya. Alam Kebahagian Tertinggi sungguh-sungguh ada 10 milyar alam-kebudhaan jauhnya, dipercantik dengan hiasan-hiasan murni tertinggi. Ini bukanlah cerita fabel dari Chuang-tzu. Ini dinamakan "meyakini perwujudan faktual".

Mempercayai kebenaran hakiki (noumenon) artinya memiliki keimanan yang mendalam bahwa 10 milyar alam-kebudhaan pada kenyataanya tidaklah berada diluar pikiran kita. karena sesungguhnya tidak ada satu apapun diluar Pikiran ini, kita mendapat kepastian yang mendalam bahwa kumpulan keseluruhan mahluk-mahluk dan lingkungannya di Surga Barat merupakan sekumpulan pencerminan yang timbul dalam pikiran kita. Semua perwujudan tergabung dengan kebenaran hakiki, semua kekeliruan tergabung dengan kebenaran. Semua praktek tergabung dengan Sifat Sejati. Semua yang lainnya akan tergabung dengan diri sendiri. Pikiran bawaan milik kita bersifat mencangkup-semua. Ibarat 1000 buah lampu didalam satu ruangan, masing-masing saling menyinari satu sama lain dan berkasnya tergabung dengan berkas-berkas sinar yang lain tanpa suatu halangan apapun. Ini dinamakan "meyakini kebenaran hakiki (noumenon)".

[Berikrar]. Sekali setelah memiliki bentuk-bentuk keimanan ini, kita harus memahami bahwa dunia keduniawian adalah kotoran yang terbawa oleh pikiran kita sendiri dan harus dilepaskan; Surga Barat adalah kemurnian yang dilahirkan oleh pikiran kita sendiri dan harus kita cari dengan suka-cita.7 Kita harus melepaskan kekotoran sama sekali, sampai tidak ada yang bisa kita lepaskan lagi dan kita harus meraih kemurnian sama sekali, sampai tidak ada yang bisa kita raih lagi.


CATATAN KAKI:
6. Lihat penjelasan berikut ini dengan prinsip dasar yang sama oleh Suhu Hsuan Hua:

Sutra ini adalah Dharma Mahayana ... dan menerima Tanda Nyata (Real Mark) sebagai inti pokoknya. Tanda Nyata tidaklah bertanda. Tiada terdapat tanda, tiada sama sekali, namun tiada satupun yang tidak ditandai. Tanpa-tanda, sesungguhnya adalah kekosongan sejati, dan dengan tanpa sesuatupun yang tanpa-tanda, itulah keberadaan yang indah sekali) ... Kesedemikianan Sejati (True Suchness), Alam Dharma Sejati Tunggal, Thus Come One's Store Nature, semuanya adalah nama-nama yang berbeda dari Tanda Nyata (Hsuan Hua, A General Explanation  the Buddha Speaks of Amitabha Sutra [the Amitabba Sutra], p.23).

Ajaran "penciptaan" Pikiran dan lingkungan mahluk-mahluk indriawi, dinyatakan dalam banyak sutra-sutra Mahayana seperti Sutra Avatamsaka, Sutra Surangama dan Sutra Teratai, terlambangkan dalam bait-bait berikut:

Pabila seseorang ingin memahami sepenuhnya
Semua Buddha dari segala waktu
Renungkan sifat Alam Dharma
Sesuatunya terbuat dari Pikiran sendirian (Avatamsaka Sutra, bab 20).

Satu pikiran yang satu adalah syarat
    untuk penciptaan alam-kebuddhaan;
Satu pikiran yang keliru adalah sungguh
    penyebab sembilan alam samsara.

Ini bukanlah penciptaan dalam pengertian menciptakan sesuatu dari yang hampa. Doktrin ini bermakna bahwa secara praktis dikatakan dunia hanya "ada" sedemikian dikarenakan kesadaran kita, dan bahwa apa yang kita terima menjadi dunia dengan sendirinya adalah berdasarkan kepada pengalaman dan kesimpulan. Tatanan konseptual yang diterima menjadi karakteristik dari realitas obyektif adalah, menurut doktrin ini, sebuah proyeksi pikiran, sebuah gambaran yang menyaring dan membentuk pengalaman sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan mental yang berkembang sepanjang sejarah spesies, peradaban, dan individu (Thomas Cleary, The Flower Ornament Scripture[the Avatamsaka Sutra], Jilid Satu, p 23).

7.  Untuk penjelasan mendalam mengenai konsep ini, silahkan merujuk ke Pure Land Buddhism: Dialogues with Ancient Masters, Bagian I, Patriark Chih I, Pertanyaan 10 (penerbit Sutra Translation Committee).


Bersambung....
#9
Inilah alasan mengapa orang-orang pada jaman dahulu memakai Sutra Amitabha sebagai pedoman studi mereka sehari-hari, walaupun tiga kitab suci aliran Surga Barat beredar berdampingan satu sama lain dari generasi ke generasi.3  Sutra Amitabha menunjukan bahwa metoda penglafalan nama-Buddha berlaku untuk orang-orang dengan kemampuan tinggi, sedang, maupun terbatas. Metoda ini melampaui level perwujudan (phenomenon) dan level kebenaran hakiki (noumenon), tanpa kecuali. Metoda ini merangkul aliran Zen dan aliran Kitab Suci dan tiada mengabaikan apapun. Metoda ini sungguh tak terperikan besarnya!4

Selama bergenerasi, sejak jaman kuno, tak pernah kurang orang-orang yang mengulas dan menjelaskan Sutra Amitabha. Seiring waktu, banyak yang terlupakan dan tidak banyak yang masih bertahan hingga masa kini. [Satu generasi yang lampau], suhu Chu-hung dan Yun-chi memberikan ulasan mendalam dan ekstensif, dan guru dari guru saya sendiri suhu Yu-hsi menuliskan Ulasan Lengkap Jalan Tengah, yang dalam dan berpelajaran tinggi. [Kedua ulasan ini] bagaikan matahari dan bulan: semua orang melihatnya. Namun [kedua ulasan ini] bergaya sastra panjang-lebar dan tingkat pemaknaan yang rumit. Capaian tertingginya tidak terbayangkan.

Oleh karena itulah saya menyingkirkan segala keraguan akan tingkatan diri saya yang biasa-biasa saja dan ketidak-tahuan saya dan menyusun ulasan yang lain, menjelaskan pokok-pokok penting Sutra Amitabha. Saya tidak berani menyimpang dari suhu Chu-hung dan Yu-hsi hanya untuk orisinalitas, saya juga tidak memaksakan diri saya untuk menyetujui mereka sekedar untuk persetujuan belaka. Ketika melihat contoh-contoh mereka, puncak-puncak tinggi seakan-akan mengelilingi saya. walaupun ulasan saya sama sekali tidak sepenuhnya menggambarkan dunia sejati dari tradisi Surga Barat, saya tidak boleh gagal memberikan setiap dari anda visi pribadi saya tentang itu.

Bilamana seseorang menjabarkan naskah Sutra Amitabha, terdapat lima lapisan pengertian mendalam:

Pertama, adanya judul sutra yang perlu diterangkan.

[Kitab suci ini disebut Sutra Amitabha Yang Dibicarakan Buddha.] Sutra ini mengambil judul dari seseorang yang sedang menjelaskannya dan dari seseorang dengan siapa dia sedang berbicara.

Buddha adalah guru utama, yang membabarkan kitab suci di dunia, yakni, Sakyamuni. Dengan kekuatan ikrar Hasrat Agungnya, beliau dilahirkan disini di dunia dengan Lima Kekeruhan. Sebagai orang yang pertama kali tersadarkan, misinya adalah membawa pencerahan kepada mereka yang tersadarkan belakangan. Buddha adalah orang yang mengetahui segalanya dan melihat segalanya.

Buddha membicarakan sutra dengan kegembiraan hati. Tujuannya adalah untuk membebaskan mahluk-mahluk indriawi. Karena kemampuan mahluk indriawi mencapai pencerahan sudah matang, Buddha menjelaskan kepada mereka ajaran-ajaran Surga Barat yang sulit dipercayai, dan memampukan para pendengarnya mencapai pembebasan tertinggi. Inilah sebabnya mengapa Buddha selalu penuh diliputi dengan kebahagiaan.

Buddha Amitabha adalah orang yang dirujuk Sakyamuni didalam sutra. Amitabha adalah pedoman dari Surga Barat. Dengan kekuatan empat puluh delapan ikrarnya, Amitabha menerima mahluk-mahluk indriawi yang telah berikrar untuk mempraktekan pengingatan-Buddha dengan memanggil nama-Buddha dan memampukan mereka terlahir di Alam Kebahagian Tertinggi dan tak pernah kembali dari sana. Dalam bahasa Sansekerta, "Amitabha" artinya "Kehidupan tiada berhingga" atau "Cahaya tiada berhingga." Intinya adalah bahwa apapun tentang Amitabha adalah tiada berhingga: jasa-jasa dan kebijaksanaannya, kekuatan supernatural dan kekuatan dalam Jalan, penjelmaan dan lingkungannya, karyanya dalam membabarkan ajaran-ajaran Budhis dan pembebasan mahluk-mahluk indriawi.

Sutra adalah setiap ajaran yang berasal dari dari mulut emas Sang Buddha.5

Istilah-istilah diatas dikumpulkan bersama-sama membentuk judul kitab suci: Sutra Amitabha Yang Dibicarakan Buddha. Tiga golongan --- ajaran, praktek, dan kebenaran hakiki (noumenon), harus dimiliki oleh setiap sutra --- dapatlah masing-masingnya dijelaskan dalam pengertian umum ataupun khusus, sebagaimana diletakan dalam sistem Ti'en-t'ai.


CATATAN KAKI:
3. Tiga Kitab Suci Aliran Surga Barat.  Budhisme Surga Barat berazaskan tiga sutra dasar:
a) Sutra Amitabha ( atau Sutra Amitabha Versi Pendek, atau Sukhavati-Vyuha Kecil, atau Sutra Amida);
b) Sutra Amitabha Versi Panjang (atau Sukhavati-Vyuha Besar, atau Ajaran Kehidupan Tak Berhingga);
c) Sutra Meditasi (atau Meditasi Kepada Buddha Kehidupan Tak Berhingga, atau Sutra Dhyana Amitayus).

Kadang-kadang bab terakhir dari Sutra Avatamsaka ("Praktek-praktek dan Ikrar-ikrar Bodhisattva Samantabhadra") dianggap sebagai dasar sutra yang keempat dari tradisi Surga Barat. Catatan: dalam tradisi Surga Barat, Sutra Amitabha Versi Panjang dianggap sebagai bentuk yang lebih pendek dari Sutra Teratai.

4.  Catatan pandangan Dr. D.T. Suzuki tentang relevansi dari Surga Barat:

Dr. Suzuki umumnya dikaitkan dengan aliran Zen, jadi merupakan hal yang mengejutkan mendengar beliau menerjemahkan banyak naskah aliran Surga Barat kedalam bahasa Inggris dan membesarkan keyakinan bahwa Surga Barat selain Zen mungkin merupakan bentuk Buddhisme yang sesuai dengan orang barat. (John Snelling, The Buddhist Handbook, p. 216.)

Kebanyakan penganut agama Buddha didunia, sejauh ini mayoritas terbesarnya, mempraktekan Keimanan atau puja-bakti. Dr. D.T. Suzuki berkeyakinan sangat kuat bahwa arah dari Buddhisme Amerika menuju Buddhisme Shin [Surga Barat] dan praktek Keimanannya. Boleh jadi pada saat ini kebanyakan orang barat, yang mulanya mencari pencerahan pribadi, akan mendapatkan dirinya memilih jalan puja-bakti(Ryushin Sarah Grayson in Butsumon, Fall 1989.)

5. Walaupun kebanyakan sutra dikotbahkan oleh para Buddha, terdapat contoh-contoh dimana kata-kata para Boddhisatva tercatat sebagai sutra-sutra. Salah satu kasusnya adalah Sutra Avatamsaka bab 40, dimana Buddha hanya menyatakan persetujuannya dipenghujung bab dengan berkata "Sadhu, sadhu" ("Sungguh bagus, sungguh bagus").


Bersambung....

#10
Bro, bro sekalian. Mungkin ada baiknya saya posting terjemahan dari bagian  buku yang saya baca tersebut. Komentar atau ulasan oleh Patriark Ou-i (Bhikshu dari aliran Pure Land/Alam  Barat/Surga Barat/Sukhavati/Alam Kebahagiaan/Tanah Suci/西 方 淨 土 (xī fāng jìng tǔ) usianya sudah kurang lebih 400 tahun! Karena penting dan baiknya, terjemahan bahasa  Inggris dari buku ini diterbitkan oleh  Sutra Translation Committee of   the United States and Canada, sebuah lembaga yang menurut saya  terpercaya.

Sekali lagi saya bukan praktisi maupun penerjemah profesional. Jadi  terimalah sebagaimana adanya. Moga-moga bermanfaat dan bisa menyemangati para praktisioner XifangJingtu..

Tulisan ini dikutip dari bab Essence of The Sutra dari kitab Mind-Seal Of The Buddhas. Patriarch Ou-i's Commentary On The Amitabha Sutra,  penerjemah J.C. Cleary,  penerbit Sutra Translation Committee of  the United States and Canada, 1997. Judul asli 阿 彌 陀 经 要 解  (ā-mí-tuó jīng yào-jiě). Dialihkan kedalam bahasa Indonesia oleh Wibawa Utama, Oktober 2012, untuk mengenang mendiang ibunda dan nenek kami tercinta  陳 玫 彩  (1930 – 2012).


[Inti Sari Sutra Amitabha]
oleh Patriak Ou-i  (1599 – 1655 )

Para Buddha mengasihani mahluk-mahluk indriawi yang terperdaya, dan mengeluarkan ajaran-ajaran transformatif sesuai dengan ragam kemampuan dari mahluk-mahluk ini. Walaupun semua ajaran berasal dari sumber yang sama, namun dipergunakan metoda-metoda berkeupayaan yang berbeda-beda.

Diantara keupayaan-keupayaan itu, jika kita ingin mencari yang langsung dan lengkap, paling baik adalah mencari kelahiran di Surga Barat1 melalui pengingatan-Buddha (penglafalan nama-Buddha). Jika kita mencari yang paling sederhana dan paling terpercaya diantara semua metoda pengingatan-Buddha, yang terbaik adalah dengan mengembangkan keimanan dan berikrar serta berkonsentrasi pada penglafalan nama-Buddha. 2


CATATAN KAKI:
1. [Surga Barat atau Alam Barat atau Alam Kebahagiaan atau Sukhavati (Pure Land) terdiri dari aliran-aliran atau metoda-metoda] dari Asia Timur yang menekankan aspek Budhisme Mahayana yang menekankan keimanan kepada Amitabha, meditasi dan menglafalkan nama Nya, serta tujuan religius terlahir di "Surga Barat" Nya. (Crim, Perennial Dictionary of World Religions.) 

Karena setiap aliran atau metoda merupakan suatu keupayaan, yang diadaptasikan untuk sasaran audiens tertentu, masing-masing aliran adalah sempurna dan lengkap untuk orang atau kelompok orang tertentu dalam waktu tertentu. Lihat juga tulisan  D.T. Suzuki berikut ini:

Teologi Buddhis memiliki teori sempurna menyeluruh untuk menjelaskan bermacam-macam jenis pengalaman dalam Buddhisme, yang tampaknya sedemikian bertentangan satu sama lain. Sesungguhnya sejarah Buddhisme Tiongkok merupakan sederetan usaha-usaha mendamaikan beraneka-ragam aliran-aliran ... Berbagai cara penggolongan dan rekonsiliasi ditawarkan, dan ... kesimpulan mereka adalah sebagai berikut: Buddhisme menyediakan begitu banyak  gerbang-gerbang untuk masuk kedalam kebenaran akibat dari sedemikian beragamnya karakter, temperamen dan lingkungan manusia dikarenakan aneka jenis karma. Hal ini secara gamblang digambarkan dan diajarkan Sang Buddha sendiri ketika beliau mengatakan bahwa air yang sama yang diminum oleh seekor sapi dan ular kobra menghasilkan dalam satu sisi susu yang menyehatkan dan disisi lain menjadi racun yang mematikan, dan bahwa obat-obatan haruslah diberikan sesuai dengan penyakitnya. Ini dinamakan doktrin Upaya ([skillful]means) ... (The Eastern Buddhist, Vol.4, No.2, p.121.)

2.  Pentingnya sebuah ikrar digambarkan dalam cerita berikut ini:

Pada suatu waktu Buddha Sakyamuni dan muridnya Mahamaudgalyayana datang dengan rombongan besar para pengikutnya ke suatu negeri untuk mengubah kehidupan mahluk-mahluk. Ketika penduduk berjumpa dengan Buddha mereka menutup pintu dan tidak mengacuhkan beliau. Akan tetapi, ketika bersua dengan Mahamaudgalyayana mereka berlarian menyambutnya, dan setiap orang, dari raja dan para menteri sampai penduduk biasa semuanya membungkukan badan dan berlomba-lomba memberikan persembahan kepadanya. Murid-murid Buddha berpikir ini paling tidak adil. "Dunia Memuliakan Satu Orang," mereka berkata, "pelaksanaan kebajikan guru begitu tinggi; mengapa mereka tidak memberikan persembahan kepada guru, melainkan berlomba-lomba memberikan persembahan kepada Mahamaudgalyayana?"

"Ini disebabkan ikatan masa lalu," kata Buddha. "Akan aku ceritakan kepada kalian."

"Ribuan tahun tak terbatas yang lalu, Maudgalyayana dan aku adalah orang-orang desa biasa. Dia mengumpulkan kayu bakar di pegunungan dan aku tinggal di gubuk dibawah. Sekelompok lebah mengganguku dan aku putuskan mengusirnya dengan cara menggantang asap.  Akan tetapi Maudgalyayana menolak walaupun lebah-lebah itu menyengat hingga tangannya bengkak dan sakit.  Malahan dia membuat ikrar, 'sungguh sengsara menjadi lebah,' pikirnya, 'Aku berikrar setelah aku mencapai Jalan yang pertama akan kuseberangkan adalah lebah-lebah mirip-asura ini!'

Beberapa kehidupan kemudian lebah-lebah ini terlahir kembali sebagai penduduk negeri ini. Ratu lebah menjadi raja, lebah-lebah pejantan menjadi para menteri, dan lebah-lebah pekerja menjadi penduduknya. Karena aku tak suka dengan lebah, sekarang aku tak punya ikatan dengan orang-orang ini dan oleh karena itu tak seorangpun memberikan persembahan kepadaku. Akan tetapi karena ikrarnya, seluruh penduduk memuliakan Maudgalyayana".

Menurut Buddha, sebagai mahluk indriawi, kita semua mempunyai kemelekatan yang kuat - khususnya terhadap tubuh dan kepemilikan kita. Pada saat meninggal dunia, saat akan kehilangan tubuh dan  kepemilikkan, kesadaran kita, terdorong oleh kemelekatan yang mendalam ini, dengan sendirinya bergegas terlahir kembali kedalam tubuh lain. Pada titik waktu inilah ikrar-ikrar, khususnya ikrar untuk terlahir kembali di Surga Barat, sangat penting: daripada hanya mengikuti karma, baik dan jahat, kita bisa, melalui kekuatan dari ikrar-ikrar ini, mencapai kelahiran kembali di Surga Barat.


Bersambung....
#11
Saya adalah seorang pembaca buku bukan praktisi.

Saya setuju dengan postingan ini.

Menurut pendapat Patriark Ou-i (1599 – 1655) yang saya kutip dari:

Bab Essence of The Sutra dari kitab Mind-Seal Of The Buddhas. Patriarch Ou-i's Commentary On The Amitabha Sutra,
penerjemah J.C. Cleary,  penerbit Sutra Translation Committee of  the United States and Canada, 1997. Judul asli 阿 彌 陀 经 要 解  (ā-mí-tuó jīng yào-jiě).

Agar pembacaan mantra bisa efektifl diperlukan:

1. Keimanan (Ketetapan hati / faith).
2. Ikrar.
3. Praktek.

Karena setiap aliran atau metoda (mantra) merupakan suatu keupayaan, yang diadaptasikan untuk sasaran audiens tertentu, masing-masing aliran adalah sempurna dan lengkap untuk orang atau kelompok orang tertentu dalam waktu tertentu.

Didalam buku yang sama terdapat pendapat D.T Suzuki sebagai berikut:

"Teologi Buddhis memiliki teori sempurna menyeluruh untuk menjelaskan
bermacam-macam jenis pengalaman dalam Buddhisme, yang tampaknya sedemikian
bertentangan satu sama lain. Sesungguhnya sejarah Buddhisme Tiongkok
merupakan sederetan usaha-usaha mendamaikan beraneka-ragam aliran-aliran ...
Berbagai cara penggolongan dan rekonsiliasi ditawarkan, dan ... kesimpulan
mereka adalah sebagai berikut: Buddhisme menyediakan begitu banyak 
gerbang-gerbang untuk masuk kedalam kebenaran akibat dari sedemikian
beragamnya karakter, temperamen dan lingkungan manusia dikarenakan aneka
jenis karma. Hal ini secara gamblang digambarkan dan diajarkan Sang Buddha
sendiri ketika beliau mengatakan bahwa air yang sama yang diminum oleh
seekor sapi dan ular kobra menghasilkan dalam satu sisi susu yang
menyehatkan dan disisi lain menjadi racun yang mematikan, dan bahwa obat-
obatan haruslah diberikan sesuai dengan penyakitnya. Ini dinamakan doktrin
Upaya ([skillful]means) ... (The Eastern Buddhist, Vol.4, No.2, p.121.)"

Pendapat D.T Suzuki ini bermakna bahwa kita cukup memilih salah satu metoda
atau mantra saja yang kita anggap cocok untuk diri sendiri atau kelompok.

Mengenai keadaan pikiran ketika membaca mantra, berikut adalah kutipannya dari buku yang sama.

"Penglafalan dengan pikiran lurus. Konsep ini difahami dalam dua cara. Bagi Patriark Chih-i, Suhu Ou-i dan lainnya dari tradisi T'ien-t'ai, Zen dan Avatamsaka, ini setara dengan pemusatan pikiran dan samadi. Bagi Patriark Surga Barat (Pure Land) seperti Tao-ch'o dan Shan-tao, difihak yang lain, ini merujuk kepada penglafalan dengan keimanan tertinggi terhadap Buddha Amitabha dan Surga Barat. Walaupun kedua konsep pada pokoknya sama (seseorang tidak bisa menglafalkan dengan keimanan tertinggi tanpa masuk kedalam keadaan pikiran yang terpusat atau keadaan samadi) perbedaan ini bisa berguna dan berkeupayaan banyak bagi praktisi-praktisi pemula."

Saya sendiri sudah terbiasa dari kecil dengan mantra

Ná    Mó  Guān   Shì    Yīn   Pú   Sà   Mó   Hē    Sà
南  無 觀  世 音 菩 薩 摩 訶 薩
Lam  Bu  Kwan   Si     Im   Poo  Sat   Mo   Ho    Sat.

karena diajarkan oleh guru agama disekolah dasar dahulu dan mungkin sudah
tertanam dibawah sadar sedangkan kakak saya lebih senang mengucapkan

Omituofo
阿 彌 陀 佛
Omitohud.


CMIIW


#12
Thian dalam aksara Tionghwanya adalah 天.  Arti harafiahnya adalah langit.  Dalam film-film drama Korea penerjemah Indonesia biasanya memakai padanan  Surga terkadang juga Langit.

Kemungkinan judul lagu tersebut berasal dari ujar-ujar seperti yang saya  kutipkan dari Kitab Suci Yak King (易 经 I Ching), MATAKIN, 8/9 Cia Gwee  2535 (9/10 Feb 1984) dibawah ini:

惟 德 動 天 咸 有 一 德  Wei de dong tian xian you yi de
hanya kebajikan berkenan Thian (tuhan yang maha esa)
sungguh miliki kebajikan yang satu.

Ditangan saya terpegang sebuah buku berjudul Secrets Of I Ching karangan  Joseph Murphy yang disadur kedalam bahasa Indonesia dengan judul Rahasia  Di Balik Kitab I Ching. Buku ini diterbitkan oleh Dahara Prize, Jl. Dorang  7, Semarang, Tahun 1990.  Buku ini menurut pandangan saya merupakan plagiat murahan karena isinya bukan  kalam-kalam I Ching melainkan kalam-kalam injil.

Sungguh batas moral dan tidak sudah sangat tipis sehingga ada yang menulis  dan yang lebih sedih lagi ada penerjemah dan penerbit Indonesia yang mau  mengerjakannya. Mumpung agama yang berbau kecina-cinaan sedang mengalami  opresi yang luar biasa dari rezim orde baru, mereka berusaha mengambil  keuntungan sebesar-besarnya untuk menambah jumlah umat mereka dengan cara -cara yang tidak berkenan sekalipun.

Mohon maaf jika perkataan terakhir saya terlampau keras harap tidak tersinggung karenanya. Sekarang sudah jaman reformasi, mudah-mudahan praktek-praktek yang tidak berkenaan tidak dilakukan lagi.
#13
Tolong ! / Re: Cari partner editor & translate
16 October 2012, 08:22:14 AM
Translate dari bahasa apa ke bahasa apa?
Apa itu rupa kalapa? (rupa = bentuk/form? , kalapa = kelapa?)

Saran:
Coba tawarkan kepada mahasiswa sekolah tinggi agama Buddha (atau lembaga-lembaga sejenis). Khusus untuk padanan atau arti dari istilah-istilah Buddhism yang sulit perlu referensi memadai yang mungkin hanya tersedia pada lembaga-lembaga tsb.

CMIIW
#14
Yang paling sulit dipatuhi menurut pandangan subyektif saya adalah sila pertama.  Saya bukan vegetarian jadi sadar bahwa akibat hukum ekonomi(?) dari apa yang saya makan itu akan mendorong penyembelihan berikutnya.
Kemana atau bagaimanakah seharusnya kesadaran (pengertian)  saya harus diarahkan? 

CMIIW
#15
Quote from: bluppy on 12 October 2012, 05:40:24 PM
agama yag agama
budaya yag budaya
kenapa agama jadi cabang dari budaya?
Dari aspek akademis bukankah agama/filsafat merupakan cabang dari pohon besar kebudayaan?
CMIIW(Correct Me If I'm Wrong)