Quote from: Hasil Chat YM
XXXXXXXXX: kalo di api homa
XXXXXXXXX: semuanya dibakar melalui api
Hedi Kasmanto: semuanya ?
XXXXXXXXX: so segala sesuatu tidak kekal adanya
XXXXXXXXX: seperti mie kering, misua, bihun kering, arak, parpum, emas, berlian, dan batu2 mulia
Hedi Kasmanto: dibakar itu semua ?
XXXXXXXXX: api homa mengajarkan kita agar pikiran kita selalu terbuka
XXXXXXXXX: yup
XXXXXXXXX: khusus tuk arak dan parpum enggak
Hedi Kasmanto: hm..
XXXXXXXXX: kalo parfum cuma disemprotkan aja
Hedi Kasmanto: gw cuma share dari orang2 yang migrasi dari buddha ke kr****n ya
Hedi Kasmanto: mereka ill fell karena itu
XXXXXXXXX: agar kita selalu lapang dada
Hedi Kasmanto: pembakaran api homa itu
XXXXXXXXX: enggak juga
XXXXXXXXX: cuma mereka khan baru belajar juga
Hedi Kasmanto: hm.. alasan mereka begini se.
XXXXXXXXX: sekali-kali ikut upacara api homa
Hedi Kasmanto: kenapa gak dibagikan ke orang miskin saja
Hedi Kasmanto: kan lebih bermanfaat daripada dibakar
Hedi Kasmanto: karena gw gak dalami tantra
Hedi Kasmanto: gw no comment
XXXXXXXXX: kalo dibakar tuk persembahan para buddha
XXXXXXXXX: emank kalo dilihat dari sisi kemanusiaan bener tuh
XXXXXXXXX: tapi tantra juga gak setiap minggu ada api homa
XXXXXXXXX: so kadang2 baju kecil yang kita bakar di api homa
XXXXXXXXX: bernilai ratusan ribu
Hedi Kasmanto: wew
XXXXXXXXX: so kalo kita bakar maka tidak ada lagi tuh bendanya
NB All,
Ini saya tertarik dengan kasus ini.
Menurut rekan2 sedhamma, setuju tidak dengan pembakaran api homa ini ?
Dilihat dari satu sisi, memang bagus karena mengajarkan akan ketidakkekalan dengan membakar semua barang ke dalam api
Dilihat dari sisi kemanusiaan, hal ini mubazir, karena barang tersebut ada berupa sembako dan pakaian.
Alangkah baiknya jika disumbangkan ke fakir2 miskin dan anak terlantar.
Please no offence.
Ps : Tidak bermaksud menyinggung pembakaran api homa.
Hanya saja ada kasus tante saya menjadi kr****n dan pindah dari Buddhism, karena ill feel melihat pembakaran api homa ini.
Alasannya adalah kenapa tidak diberikan secara gratis saja kepada yang tidak mampu.
baru tau tentang api homa ini... (tradisi mana?)
gua jg lebih setuju agar barang2 yg dibakar tadi sebaiknya disumbangkan.
setahu saya, Tantrayana [ada di tulisan bro hedi :)]. saya kurang tau info persisnya gimana. dulu pernah dpt selebaran undangan2 [puja api homa] kayak itu di vihara, tp blm pernah ikut. jd bingung juga mau comment apa. ???
By : Zen
pembakaran api homa itu apa ya??
_/\_
Mesti ditanyaken ke pengikut tantrayana original...apakah homa itu sebagai tradisi? ato sebagai ritual....
fudo
Tinggal lihat saja apakah bermanfaat atau tidak, untuk perkembangan batin....
sama seperti pembuatan patung, tujuan awalnya baik, namun pada perkembangannya jadi menyesatkan
yah kita bisa berusaha untuk menyelami Kalama Sutta aja deh...
Soal Api Homa ini sy juga kurang tau banyak, sepertinya dari Tantra deh.
Tapi, benar seperti yg dikatakan Bro Markos:
sSma dengan ritual2 yg lain, tujuannya awalnya adalah baik, namun pada perkembangan selanjutnya sering terjadi "pergeseran makna".
cerita berikut dapat menjelaskan hal ini dengan baik:
KUCING SANG GURU
Setiap kali guru siap untuk melakukan ibadat malam, kucing asrama mengeong-ngeong, sehingga mengganggu orang yang sedang berdoa. Maka ia menyuruh supaya kucing itu diikat selama ibadat malam.
Lama sesudah guru meninggal, kucing itu masih tetap diikat selama ibadat malam. Dan setelah kucing itu mati, dibawalah kucing baru ke asrama, untuk dapat diikat sebagaimana biasa terjadi selama ibadat malam.
Berabad-abad kemudian kitab-kitab tafsir penuh dengan tulisan ilmiah murid-murid sang guru, mengenai peranan penting seekor kucing dalam ibadat yang diatur sebagaimana mestinya.
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ, Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
_/\_
::
Hm.. Saya mengerti.
Thanks atas post rekan2 sedhamma
menurut gua sih pada awalnya itu suatu acara yang di adakan oleh salah satu petinggai tantra untuk mengurangi kemelekatan para muridnya.
ternyata karena tidak di jelaskan secara medetail maka sama generasi penerus mereka malah jadi ritual yang INTI nya malah belum tentu di dapet.....
bro hedi tantenya kasian banget yah....
kasi penjelasan donk. buddhism itu bagaimana aslinya
smoga smua makhluk berbahagia. _/\_
Quote from: kosdi on 12 November 2007, 12:10:02 PM
bro hedi tantenya kasian banget yah....
kasi penjelasan donk. buddhism itu bagaimana aslinya
smoga smua makhluk berbahagia. _/\_
Sudah dijelasin se, dia udah pindah, dan dia sudah nyaman dengan K ya apa boleh buat.. Itu papan2 leluhur nya aja semua udah dibakar
Quotepembakaran api homa itu apa ya??
http://www.w****a.com/forum/showthread.php?t=788&highlight=homa
Api Homa ini dulu sh gw pernah tau...
yang ngadain vihara Vajrabumi Nusantara ( VVBN ) dikarawaci, aliran TBSN
emang sh yg dibakar itu barangnya macam2, mulai dari kalyu sampe baju, jubah, kertas sembahyang, dll..
Quote from: willibordus on 10 November 2007, 11:57:34 AM
KUCING SANG GURU
Setiap kali guru siap untuk melakukan ibadat malam, kucing asrama mengeong-ngeong, sehingga mengganggu orang yang sedang berdoa. Maka ia menyuruh supaya kucing itu diikat selama ibadat malam.
Lama sesudah guru meninggal, kucing itu masih tetap diikat selama ibadat malam. Dan setelah kucing itu mati, dibawalah kucing baru ke asrama, untuk dapat diikat sebagaimana biasa terjadi selama ibadat malam.
Berabad-abad kemudian kitab-kitab tafsir penuh dengan tulisan ilmiah murid-murid sang guru, mengenai peranan penting seekor kucing dalam ibadat yang diatur sebagaimana mestinya.
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ, Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
Cerita yang menarik..
Tapi tampaknya sang guru membuat kesalahan.
Alangkah baiknya kalau dia menjelaskan alasan mengikat kucing pada saat ibadat malam agar murid-muridnya tidak salah kaprah.. :-?
Begitu pula dengan pembakaran api homa.
Tampaknya perlu ada penjelasan agar tidak salah kaprah juga.. :)
Kadang bagaimana ya..
Gurunya yang lupa menjelaskan mengapa kucing itu diikat
atau
Muridnya yang terlalu menghargai / terlalu takut sehingga tidak berani menanyakan mengapa kucing itu diikat
it's stupid...
sama seperti mengira baca mantra bisa terlahir di alam Buddha...:hammer:
Quote from: Hedi Kasmanto on 12 November 2007, 12:42:23 PM
Quote from: kosdi on 12 November 2007, 12:10:02 PM
bro hedi tantenya kasian banget yah....
kasi penjelasan donk. buddhism itu bagaimana aslinya
smoga smua makhluk berbahagia. _/\_
Sudah dijelasin se, dia udah pindah, dan dia sudah nyaman dengan K ya apa boleh buat.. Itu papan2 leluhur nya aja semua udah dibakar
:( :( :( :'( :'( :'( :'(
_/\_
Papan Leluhur dibakar ?
Walaupun ga masuk akal tuh papan...
Kenapa ga hargai tuh Papan yang udah dijaga sama Bokap, Kakek en Leluhurnya ?
Bener-bener Missionaris buajingan smoa...
dari rata-rata kasus yg pernah kudengar... Hasutan pendeta terkait yg "maksa" bakar
Quote from: Kemenyan link=topic=916.msg14265#msg14265
dari rata-rata kasus yg pernah kudengar... Hasutan pendeta terkait yg "maksa" bakar
Karena dianggap menduakan Tuhan a.k.a memuja berhala
wah, pada OOT nih. :)
dr ttg pembakaran api homa sampe cerita misionaris Kr.
back to topic plz...
By : Zen
sorry bro.. :-[
Mengenai Api Homa. Sepertinya perlu ada penjelasan dari para pemimpin upacara api homa mengenai sejarah dan seluk beluknya. Jika fungsi upacara api homa hanya sebatas agar pikiran kita selalu terbuka atau tidak melekat, agak aneh juga ya. Seperti Sdr. Hedi katakan kenapa tidak disumbangkan ke yang membutuhkan, toh juga merupakan cara melatih melepas dan dampaknya lebih nyata dari pada dibakar jadi abu. Dan jika tradisi ini diteruskan tanpa ada penjelasan secara berkesinambungan, nanti jangan-jangan besok-besok ada yang bakar anak atau orang tua dengan tujuan agar tidak melekat pada anak dan ortu, kan gawat tuh :o nanti kita kembali ke jaman jahiliah (pinjem istilah tetangga ^-^ ).
Dari keberadaannya, saya mencium adanya indikasi bahwa tradisi ini ada kaitannya dengan kaum brahmana yang sering menggunakan api dalam upacara baik sebagai alat atau juga sebagai obyek puja. Seingat saya, kadangkala Sang Buddha pernah mengkritisi sikap para pemuja api ini.
Quote from: willibordus on 10 November 2007, 11:57:34 AM
KUCING SANG GURU
Setiap kali guru siap untuk melakukan ibadat malam, kucing asrama mengeong-ngeong, sehingga mengganggu orang yang sedang berdoa. Maka ia menyuruh supaya kucing itu diikat selama ibadat malam.
Lama sesudah guru meninggal, kucing itu masih tetap diikat selama ibadat malam. Dan setelah kucing itu mati, dibawalah kucing baru ke asrama, untuk dapat diikat sebagaimana biasa terjadi selama ibadat malam.
Berabad-abad kemudian kitab-kitab tafsir penuh dengan tulisan ilmiah murid-murid sang guru, mengenai peranan penting seekor kucing dalam ibadat yang diatur sebagaimana mestinya.
(Burung Berkicau, Anthony de Mello SJ, Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994)
Saya pernah baca kisah seperti ini, tapi bukan dari Anthony de Mello SJ, tapi dari kisah Zen.
Wah, saya baru tahu ttg api homa ini... :)
Menurut saya, api homa ini malah lebih mirip pada pemujaan api... tanpa ada penjelasan yang jelas tentang asal usul, pengertian dan manfaat ttg ritual atau tradisi ini, sepertinya malah akan lebih banyak berkembang pada pandangan salah...
Saya malah lebih setuju jika ingin mengurangi kemelekatan, justru lebih baik jika barang2 tersebut di sumbangkan...
Hmm... kyknya diskusi ttg api homa ini akan menjurus ke diskusi antar aliran...
Saya pernah ikut tentang Pembakaran Api Homa :
saya dengar kalau makanan itu dilemparkan ke api dan dibakar serta dibaca mantra dan paritta maka Mahkluk2 halus serta yang setan kelaparan bisa memakannya.
Banyak sekali Pro dan Kontra tentang hal ini, menurut dari orang yang bisa melihat makhluk halus saat pembakaran itu banyak sekali Makhluk2 halus yang datang dan berebut menghirup asap dari makanan yang dibakar oleh api itu.
Asal mula saya kurang paham, tapi yang saya tahu asal mula dari India(saya lupa ceritanya), dan sekarang di Tibet dijadikan Tradisi.
Saya pernah makhluk2 halus juga butuh makanan, dan bukan hanya manusia.
Mohon maaf jika ada kesalahan mohon dikoreksi.
_/\_
hi all mo ikut nimbrung nih..
saya pernah beberapa kali ikut puja api homa (cetya vajrayana buddha jakarta) dan juga event yg diadain oleh Hai Tao Fashe (yayasan buddha amitabha).
ada yg mo saya luruskan bahwa yg dibakar itu hanya beberapa porsi kecil berupa mangkok2 kecil makanan.
dan bukan makanan berdus-dus dibakar2in gitu...
dan selama saya ikut di acara itu, ga pernah ada liat bakar baju2 gitu.
Quote from: JH sugathadasa on 16 November 2007, 05:14:20 PM
hi all mo ikut nimbrung nih..
saya pernah beberapa kali ikut puja api homa (cetya vajrayana buddha jakarta) dan juga event yg diadain oleh Hai Tao Fashe (yayasan buddha amitabha).
ada yg mo saya luruskan bahwa yg dibakar itu hanya beberapa porsi kecil berupa mangkok2 kecil makanan.
dan bukan makanan berdus-dus dibakar2in gitu...
dan selama saya ikut di acara itu, ga pernah ada liat bakar baju2 gitu.
Bro JH sugathadasa salam kenala.
Saya juga pernah ikut yang Hai Tao Fa She, memang benar hanya membakar beberapa Porsi kecil saja.
Ohh Iya Hai Tao Fa She dari Life Association / Life Tv bukan dari "Yayasan Buddha Amitabha"
SAya pun belajar banyak dari Hai Tao Fa She, saya salut kepadanya yang bisa expansi bergitu besar dan mengajarkan banyak hal.
_/\_
gw iseng-iseng search di wikipedia tentang api homa:
http://en.wikipedia.org/wiki/Homa_(ritual)
QuoteHoma (ritual)
Homa (also known as homam or havan) is a Sanskrit word which refers to any ritual in which making offerings into a consecrated fire is the primary action. [1] The words homa/homam/havan are interchangeable with the word Yagna. Homas are an important religious practise in Hinduism, Buddhism and Jainism.
http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism#Jain_worship_and_rituals
QuoteJainism, while having no creator God, is not atheistic. The notion of god is replaced by the notion of "the own nature of things" (vastu-svs-bhavah-dharmah).
Quote
Main Points in Jainism
* Every living being has a soul.
* Every soul is potentially divine and has the innate qualities of infinite knowledge infinite perception, infinite power, and infinite bliss. Have benevolence for all living beings..
* Therefore, regard every living being as yourself and harm no one.
* Every soul is born as a celestial, human, sub-human or hellish being according to its own karmas.
* Every soul is the architect of its own life, here or hereafter.
* When a soul becomes freed from karmas, it gets God-consciousness (infinite knowledge, infinite perception, infinite power, and infinite bliss) and becomes liberated.
* Right faith, Right knowledge and Right Conduct (triple gems of Jainism) provide the way to this realisation.
* Non-violence (Ahimsa) is the basis of right faith, the condition of right knowledge and the kernel of right conduct.
* Control your senses.
* Limit your possessions and lead a pure life of usefulness to yourself and others. Ownership of an object by itself is not possessiveness; however attachment to an object is possessiveness
* Enjoy the company of the holy and better qualified, be merciful to those who are afflicted and be tolerant towards those who are perversely inclined.
* Four things are difficult to attain by a soul: human birth, knowledge of the law, faith in it and the pursuit of the right path.
* It is important not to waste human life in evil ways. Instead, we should strive to rise up on the ladder of spiritual evolution.
QuoteJains are not a part of the Vedic Religion (Hinduism).[15] [16] [17] Ancient India had two philosophical streams of thought: The Shramana philosophical schools, represented by Jainism and Buddhism; and the Brahmana/Vedic/Puranic schools represented by Vedanta, Vaishnava and other movements. Both streams are subset of the Dharmic family of faith and have existed side by side for many thousands of years, influencing each other.[18]
http://en.wikipedia.org/wiki/Buddhism_and_Jainism
Quote
Jainism and Buddhism are the two branches of the Shramana tradition that still exist today. Until recently Jainism was largely confined to India, while Buddhism has largely flourished in countries outside of India. However the two traditions share remarkable similarities.
Buddhism separates itself from the Jain tradition by teaching an alternative to "extreme asceticism". Even though it is said that, during prince Siddhartha's life (before the great enlightenment) he undertook many fasts, penances and austerities, the descriptions of which are elsewhere found only in the Jain tradition (for example, the penance by five fires, plucking of hair, and the consumption of food using only one's cupped hands). Ultimately the Buddha abandoned reliance upon these methods on his discovery of the Middle Way (Magga). Some Buddhist teachings, principles, and terms used in Buddhism are identical to those of Jainism, but they may hold very different meanings for each. For example, although both Buddhists and Jains had nuns orders, only in Buddhism, Pali texts record unequivacally Buddha saying that a woman has the ability to obtain Nirvana in the Buddha Dhamma and Vinaya. In contrast, the Jains are divided with the Digambara Jains making the opening statement: There is moksa for men only, not for women; The Svetambara Jains: There is moksa for women[1]
However, it is interesting to note that even under the Jain tradition, there exist a non-extreme pathway. While the Jain Sadhu and Sadhvi are referred to as the Sramans and Sramanis, the Shravak and Shravika are household men and women (Grihastha), respectively, who have not abandoned the worldly affairs, i.e. not having obtained "Diksha", but are still following the religious guidelines, in the given constraints. There are separate norms that have been prescribed for the Shravak and Shravika under the Jain tradition.
Quote
Similarities and differences in Jain and Buddhist terminology
The common terms in Buddhism and Jainism:
* Shramana
* Nirvana: (the definition is different in the two traditions)
* Arhat: the term is used somewhat similarly.
* Dharma
* Jina
* Acharya (chief of the orders)
* Sutra (scriptures)
* Indra/Shakra (chief of the gods)
The terms that are used with different meanings:
* Pudgala
* Siddha
Common Symbols:
* Pratima, foot prints
* Stupa
* The dharma-chakra
* The swastika
* The trirathna
* The ashta-mangalas
* Minor devas
Vegetarianism is required for both monks and laity in Jainism. In Buddhism, the monks in China, Japan, Korea and Vietnam are vegetarian; however strict vegetarianism is not required. By monastic tradition, a monk should eat whatever is placed in his bowl when begging food. The exceptions to not eat given meat were if the monk knew an animal was killed especially for him or he heard the animal being killed.
Sculpture of the two Jain tirthankaras Rishabhadeva (left) and Mahavira (right). Photographed at the British Museum
Sculpture of the two Jain tirthankaras Rishabhadeva (left) and Mahavira (right). Photographed at the British Museum
Buddhist writings reflect that Jains had followers by the time Buddha lived. Suggesting close correlations between the teachings of the Jains and Buddha, the Majjhima Nikaya relates dialogues between Buddha and several members of the Nigantha (Jain) community, sometimes resulting in the latter's acceptance of Buddha as a teacher.
In many instances, both philosophies continue to share similar Prakrit terminology for important themes and teachings but may differ significantly in interpretation and meaning. This method of teaching adopted by the Buddha points to the pragmatic aspect of Buddha's style of teaching wherein the Buddha uses words and terms that are familiar to the audience instead of introducing new and complex technical jargon. In this way, Buddhism sought to appeal to a broad audience.
Some Jains consider Jainism to be an ancient religion and school of thought that predates Buddhism since they have records of other Jinas. Buddhism too can claim great antiquity as it records several Buddhas predating Sakyamuni Buddha in the "Buddhavamsa". Sakyamuni also clearly states that he is following the "tradition of the Buddhas",
"But it is the custom of my Buddha lineage. Several thousands of Buddhas have gone by seeking alms"
Both Buddha and Mahavira might have built upon the pre-existing meditative teachings in north-eastern India at that time, which also explains some of the similarities in terminolgy.
One of its two most revered teachers, Mahāvīra (599 - 527 BC according to Jains, though some scholars prefer 549-477 BC1), was possibly a senior contemporary of the Buddha whose philosophy, sometimes described as dynamism or vitalism, was a blend of the earlier Jain teacher Pārśvanātha's (877-777 BC) order and the reforms instituted by Mahavira himself. Debates between Buddhists and Jains are recorded in Jain texts, and dialogues between Jains and the Buddha are included in Buddhist texts. (See also the "Origins" section, above.).
Indian Buddhist tradition categorized all non-buddhist schools of thought as "Pasanda" (Pasanda means to throw a noose or pasha -- since these schools foster wrong view which tend to bind and ensnare rather than free the mind). The difference between the schools of thought are outlined in the Saamannaphala Sutta of the Digha Nikaya.
_/\_ aku baru dapat informasi bahwa api homa bukanlah Buddhism ,itu hanya integrasi Hinduistik yang akhirnya diadopsi oleh umat awam Buddhist yang mistik dan salah pengertian.Thanks
Quoteaku baru dapat informasi bahwa api homa bukanlah Buddhism ,itu hanya integrasi Hinduistik yang akhirnya diadopsi oleh umat awam Buddhist yang mistik dan salah pengertian.Thanks
dalam beragama tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, karena saya dan anda sama-sama tidak bisa membuktikan sendiri konsep-konsep dalam agama-agama tersebut. Dipandang dari segi mistik, dalam semua agama pasti terdapat juga kisah-kisah mistik koq.
menurut pandangan pribadi saya, Buddhisme dan Jainisme saling mempengaruhi satu sama lainnya. misalnya: Tradisi ke-Bhiksu-an di agama Buddha ternyata berasal dari Jainisme, teknik-teknik meditasi, lambang swastika,dll.
Quote from: SandalJepit on 26 March 2008, 11:34:29 PM
Quoteaku baru dapat informasi bahwa api homa bukanlah Buddhism ,itu hanya integrasi Hinduistik yang akhirnya diadopsi oleh umat awam Buddhist yang mistik dan salah pengertian.Thanks
dalam beragama tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, karena saya dan anda sama-sama tidak bisa membuktikan sendiri konsep-konsep dalam agama-agama tersebut. Dipandang dari segi mistik, dalam semua agama pasti terdapat juga kisah-kisah mistik koq.
menurut pandangan pribadi saya, Buddhisme dan Jainisme saling mempengaruhi satu sama lainnya. misalnya: Tradisi ke-Bhiksu-an di agama Buddha ternyata berasal dari Jainisme, teknik-teknik meditasi, lambang swastika,dll.
Betul yang anda katakan, baiknya yang tidak suka akan hal itu yahhhh... jangan ikut!
yang mau ikut silakan.
Jalani sesuai Hati Nurani ... _/\_
mending di danakan aja dach dr pd dibakar...
Untuk itulah diperlukan kebijaksanaan dalam bertindak _/\_
gw ketemu sutta yang mungkin ada hubungannya dengan api homa:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an10/an10.177.than.html
Janussonin Sutta
To Janussonin
(On Offerings to the Dead)
Translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
Then Janussonin the brahman went to the Blessed One and, on arrival, exchanged courteous greetings with him. After an exchange of friendly greetings & courtesies, he sat to one side. As he was sitting there, he said to the Blessed One, "Master Gotama, you know that we brahmans give gifts, make offerings, [saying,] 'May this gift accrue to our dead relatives. May our dead relatives partake of this gift.' Now, Master Gotama, does that gift accrue to our dead relatives? Do our dead relatives partake of that gift?"
"In possible places, brahman, it accrues to them, but not in impossible places."
"And which, Master Gotama, are the possible places? Which are the impossible places?"
"There is the case, brahman, where a certain person takes life, takes what is not given, engages in sensual misconduct, engages in false speech, engages in divisive speech, engages in abusive speech, engages in idle chatter, is covetous, bears ill will, and has wrong views. With the break-up of the body, after death, he reappears in hell. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of hell-beings. This is an impossible place for that gift to accrue to one staying there.
"Then there is the case where a certain person takes life, takes what is not given, engages in sensual misconduct, engages in false speech, engages in divisive speech, engages in abusive speech, engages in idle chatter, is covetous, bears ill will, and has wrong views. With the break-up of the body, after death, he reappears in the animal womb. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of common animals. This, too, is an impossible place for that gift to accrue to one staying there.
"Then there is the case where a certain person refrains from taking life, refrains from taking what is not given, refrains from sensual misconduct, refrains from false speech, refrains from divisive speech, refrains from abusive speech, refrains from idle chatter, is not covetous, bears no ill will, and has right views. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of human beings. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of human beings. This, too, is an impossible place for that gift to accrue to one staying there.
"Then there is the case where a certain person refrains from taking life, refrains from taking what is not given, refrains from sensual misconduct, refrains from false speech, refrains from divisive speech, refrains from abusive speech, refrains from idle chatter, is not covetous, bears no ill will, and has right views. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of the devas. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of devas. This, too, is an impossible place for that gift to accrue to one staying there.
"Then there is the case where a certain person takes life, takes what is not given, engages in sensual misconduct, engages in false speech, engages in divisive speech, engages in abusive speech, engages in idle chatter, is covetous, bears ill will, and has wrong views. With the break-up of the body, after death, he reappears in the realms of the hungry shades. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of hungry shades. He lives there, he remains that, by means of whatever his friends or relatives give in dedication to him. This is the possible place for that gift to accrue to one staying there.
"But, Master Gotama, if that dead relative does not reappear in that possible place, who partakes of that gift?"
"Other dead relatives, brahman, who have reappeared in that possible place."
"But, Master Gotama, if that dead relative does not reappear in that possible place, and other dead relatives have not reappeared in that possible place, then who partakes of that gift?"
"It's impossible, brahman, it cannot be, that over this long time that possible place is devoid of one's dead relatives. 1 But at any rate, the donor does not go without reward.
"Does Master Gotama describe any preparation for the impossible places?"
"Brahman, I do describe a preparation for the impossible places. There is the case where a certain person takes life, takes what is not given, engages in sensual misconduct, engages in false speech, engages in divisive speech, engages in abusive speech, engages in idle chatter, is covetous, bears ill will, and has wrong views. But he gives food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to priests & contemplatives. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of elephants. There he receives food, drink, flowers, & various ornaments. It's because he took life, took what is not given, engaged in sensual misconduct, engaged in false speech, engaged in divisive speech, engaged in abusive speech, engaged in idle chatter, was covetous, bore ill will, and had wrong views that he reappears in the company of elephants. But it's because he gave food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to priests & contemplatives that he receives food, drink, flowers, & various ornaments.
"Then there is the case where a certain person takes life... has wrong views. But he gives food... lamps to priests & contemplatives. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of horses... in the company of cattle... in the company of poultry. There he receives food, drink, flowers, & various ornaments. 2 It's because he took life... and had wrong views that he reappears in the company of poultry. But it's because he gave food, drink... & lamps to priests & contemplatives that he receives food, drink, flowers, & various ornaments.
"Then there is the case where a certain person refrains from taking life, refrains from taking what is not given, refrains from sensual misconduct, refrains from false speech, refrains from divisive speech, refrains from abusive speech, refrains from idle chatter, is not covetous, bears no ill will, and has right views. And he gives food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to priests & contemplatives. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of human beings. There he experiences the five strings of human sensuality [delightful sights, sounds, smells, tastes, tactile sensations]. It's because he refrained from taking what is not given, refrained from sensual misconduct, refrained from false speech, refrained from divisive speech, refrained from abusive speech, refrained from idle chatter, was not covetous, bore no ill will, and had right views that he reappears in the company of human beings. And it's because he gave food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to priests & contemplatives that he experiences the five strings of human sensuality. 3
"Then there is the case where a certain person refrains from taking life... and has right views. And he gives food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to priests & contemplatives. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of devas. There he experiences the five strings of divine sensuality [delightful sights, sounds, smells, tastes, tactile sensations]. It's because he refrained from taking what is not given... and had right views that he reappears in the company of devas. And it's because he gave food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to priests & contemplatives that he experiences the five strings of divine sensuality. But at any rate, brahman, the donor does not go without reward."
"It's amazing, Master Gotama, it's astounding, how it's enough to make one want to give a gift, enough to make one want to make an offering, where the donor does not go without reward."
"That's the way it is, brahman. That's the way it is. The donor does not go without reward."
"Magnificent, Master Gotama! Magnificent! Just as if he were to place upright what was overturned, to reveal what was hidden, to show the way to one who was lost, or to carry a lamp into the dark so that those with eyes could see forms, in the same way has Master Gotama — through many lines of reasoning — made the Dhamma clear. I go to Master Gotama for refuge, to the Dhamma, & to the community of monks. May Master Gotama remember me as a lay follower who has gone to him for refuge, from this day forward, for life."
Aduh..
Macem Cheng beng aja tuch pembakaran api Homa....ZzzZzzZzz
Tp Cheng Beng pun setahun sekali...
Api Homa brp x sekali???
_/\_
nambah efek global warming setau gw dengan pembakaran yang melibatkan banyak polusi sehingga uhuk uhuk......
Ya..
Betul Buad nambah global warming aja pun..
Gw uda gk pernah tuch pasang2 dupa...
Menambah global warming aja...
Walaupun dengan namakasra aja,para dewa udah ngerti kok..
Gk usa pake acara2 bakar2an...
COz dewa lebih kaya,senang,drpd kita manusia...
Manusia dibanding ma dewa :
Manusia=org miskin
Dewa=org kaya..
Ngapaen lage bakar2 buad dewa???
Mending disumbangkan uang kita buad fakir miskin,pembangunan vihara,panti asuhan,dll...
Masih byk manusia yg miskin,dewa uda kaya gk usa lagi kalian kasih apa2...
Yg ptg kalian lakukan perbuatan baik banyak2 dan limpahkan kepada semua makhluk...
Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitatta!!!
_/\_
jadi api homa itu mirip2 pemuja api yah ?
bukankah di jaman Sang Buddha juga ada para pemuja api ?
temanku pernah ikut tuh
katanya boleh bakar permintaan yang ditulis disecarik kertas
gw sih anggap agak aneh
jadi kayak minta2 gitu
Quote from: Equator on 09 January 2009, 12:26:18 PM
jadi api homa itu mirip2 pemuja api yah ?
bukankah di jaman Sang Buddha juga ada para pemuja api ?
temanku pernah ikut tuh
katanya boleh bakar permintaan yang ditulis disecarik kertas
gw sih anggap agak aneh
jadi kayak minta2 gitu
pantes yang menyelenggarakan api homa makin kaya, karena banyak yang ikutan seh
semoga aja gak ikutan ke neraka
amit-amit deh
Siapa pencetus ritual api homa itu?
at upasaka
kalo pencetus sih aku ga tau
apakah dari aliran tantra ?
bingung ah, ternyata Buddhis masih banyak pernak pernik yg ga jelas
Quote from: whitepadma on 14 July 2008, 04:02:45 PM
Api homa hanya dalam tradisi tantraya...
Api homa ada 2
1. Api homa luar (upacara)
2. Api homa dalam (kundalini)
Api homa bertujuan untuk mengundang para Buddha dan Bodhisattva untuk berkenan menerima persembahan dan membantu kita untuk membersihkan karma buruk.
Kenapa ada persembahan minyak wangi karena yang datang bukan hanya Buddha dan Bodhisattva tetapi juga para Dakini.
nambah: dibakar agar barang2 persembahannya sampai ke Mereka.
ko ada yg minta duit? dmn tuh? kalo minta duit, boleh ngasih, asal ikhlas. ga di kasi jg gpp, bisa rejoicing sendiri nanti...
iya sih, tantra akhir2 ini lebih keliatan minta duitnya. bahkan ada yg ampe jutaan. cuma ga semua gitu. kemarin Dagpo Lama Rinpoche dtg ke Jakarta, bwt pesertanya ga dimintain duit, alias gratis...
namaste suvatthi hotu
Sekedar masukan bahwa seorang Bodhisatta pernah melakukan pemujaan api dalam pelbagai episode kehidupan Nya, namun tiada satupun dari praktek ini yang menuntun ke kesucian, sehingga praktek ini kemudian ditinggalkan baik oleh Bodhisatta sendiri maupun oleh para pemuja api setelah mendengarkan Dhamma dari Buddha,
Semoga bermanfaat
Majjhimanikāyo; Mūlapaṇṇāsapāḷi; 2. Sīhanādavaggo; 2. Mahāsīhanādasuttaṃ
160. "Santi kho pana, sāriputta, eke samaṇabrāhmaṇā evaṃvādino evaṃdiṭṭhino – 'aggiparicariyāya suddhī'ti.
O Sariputta, ada beberapa petapa dan Brāhmaṇa tertentu yang berteori dan berpandangan begini:" Kesucian dapat dicapai melalui pemujaan api".
Na kho pana so, sāriputta, aggi sulabharūpo yo mayā apariciṇṇapubbo iminā dīghena addhunā, tañca kho raññā vā satā khattiyena muddhāvasittena brāhmaṇena vā mahāsālena.
Namun tidak mungkin menemukan jenis api yang belum pernah Aku puja sepanjang perjalanan kehidupan yang panjang ini, yang aku ingat baik ketika sebagai seorang Raja atau Ksatria bermahkota ataupun sebagai Brāhmaṇa yang kaya raya.
sādhu sādhu sādhu
thuti
Beda tempat, beda budaya.
Beda budaya, beda cara-pikir.
Beda cara-pikir, beda pendapat.
Beda pendapat, Yaa... pindah agama...
Seharusnya yang dilakukan sebagai umat Buddha adalah:
Beda tempat, beda budaya.
Beda budaya, beda cara-pikir.
Beda cara-pikir, beda pendapat.
Beda pendapat, Yaa... Ehipassiko...
:D
_/\_
Quoteiya sih, tantra akhir2 ini lebih keliatan minta duitnya. bahkan ada yg ampe jutaan. cuma ga semua gitu. kemarin Dagpo Lama Rinpoche dtg ke Jakarta, bwt pesertanya ga dimintain duit, alias gratis...
Waktu itu sih sampai ga boleh ngasih duit bagi yg sudah ngasih di bandung. "Rinpoche datang bukan untuk mengumpulkan uang" kata beliau. Pesertanya kayak dimarahin dan jadi pada diem gitu...hehe. Kayaknya udah pada kepikiran mau ngasi dana lagi, eh tapi dikritik.... "Ga ngasih juga gpp, ga ada keharusan"
Kalau memang api homa tidak bermanfaat saya tidak akan ikut kalau ada.