"Atthangatassa na pamánam atthi
Yena nam vajju tam tassa natthi
Sabbesu dhammesu samúhatesu
Samúhatá vádapathá pi sabbetii"
(Suttanipáta, Upasívamánavapucchá)
"Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran
Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada
Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya
Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."
I. NIBBÁNA, ATTÁ, & ANATTÁ
oleh: Ñánavíra Thera
Adalah sebuah kesalahan umum utk menganggap bahwa sebuah kuantitas negatif sebagai ketidakadaan (nothing), dan kemudian, entah bagaimana, itu dianggap 'tidak ada'. Sebuah kuantitas negatif mendeskripsikan sebuah operasi pengurangan: pengurangan mengekspresikan perbedaan antara keadaan sebelumnya dan keadaan sesudahnya. Misalkan kita memiliki 8 jeruk dalam sebuah tumpukan, dan 3 jeruk tersebut diambil dan dimakan, maka hanyalah 5 jeruk yg tinggal; dan dengan membandingkan tumpukan sebelum jeruk2x itu diambil dgn tumpukan sesudah jeruk2x itu diambil, kita dapat mengatakan tumpukan yg sekarang adalah tumpukan sebelumnya 'minus 3 jeruk'. Perbedaan kedua tumpukan itu diekspresikan sebagai sebuah kuantitas negatif, tapi tidak seorangpun mengatakan bahwa perbedaannya 'tidaklah ada'. Bahkan jika semua jeruk diambil sehingga tidak ada yg tersisa, sebuah perbandingan memberikan perbedaan sebagai minus delapan, bukan sebagai tidak ada; dan lagi, perbedaan itu bukanlah sebuah fiksi.
Dg cara yg persis, sebuah pernyataan bahwa nibbána, atau kepadaman, adalah negatif, itu adalah sebuah penghancuran atau sebuah ketidak hadiran atau sebuah pengakhiran, tidak berarti bahwa ia 'tidak eksis', tidak juga berarti bahwa ada sesuatu yg mistik atau tidak nyata, bukan pula berarti tidak ada apa-apa; sederhananya, seperti yg kita lihat, nibbána adalah perbedaan mendasar antara keadaan sebelumnya dg keadaan sesudahnya, antara seorang biasa dan seorang arahat.
Apa yg Sang Buddha katakan tentang nibbána? Kita akan sulit menemukan deskripsi yg lebih lengkap daripada yg ditawarkan Sutta berikut.
Vuttam hetam bhagavatá arahatáti me sutam. Dvemá
bhikkhave nibbánadhátuyo. Katamá dve. Saupádisesá ca nibbánadhátu
anupádisesá ca nibbánadhátu. Katamá ca bhikkhave saupádisesá
nibbánadhátu. Idha bhikkhave bhikkhu araham hoti khínásavo
vusitavá katakaraníyo ohitabháro anuppattasadattho
parikkhínabhavasamyojano sammadaññávimutto. Tassa titthanteva
pañcindriyáni, yesam avighátattá manápámanápam paccanubhoti,
sukhadukkham patisamvediyati. Tassa yo rágakkhayo dosakkhayo
mohakkhayo, ayam vuccati bhikkhave saupádisesá nibbánadhátu.
Katamá ca bhikkhave anupádisesá nibbánadhátu. Idha bhikkhave
bhikkhu araham hoti khínásavo vusitavá katakaraníyo ohitabháro
anuppattasadattho parikkhínabhavasamyojano sammadaññávimutto.
Tassa idheva bhikkhave sabbavedayitáni anabhinanditáni
sítibhavissanti, ayam vuccati bhikkhave anupádisesá nibbánadhátu.
Imá kho bhikkhave dve nibbánadhátuyoti.
Etam attham bhagavá avoca, tatthetam iti vuccati:
Duve imá cakkhumatá pakásitá
Nibbánadhátú anissitena tádina,
Eká hi dhátu idha ditthadhammika
Saupádisesá bhavanettisankhayá,
Anupádisesá pana samparáyiká
Yamhi nirujjhanti bhaváni sabbaso.
Ye etad aññáya padam asankhatam
Vimuttacittá bhavanettisankhayá,
Te dhammasárádhigamá khaye ratá
Pahamsu te sabbabhaváni tádinoti.
Ayam pi attho vutto bhagavá iti me suttanti.
(Itivuttaka, Dukanipáta, II,7)
"Saya mendengar ini dikatakan oleh Sang Bhagava, Sang Arahat:
'Para bhikkhu, ada dua Unsur Kepadaman (nibbaanadhaatu). Apakah
yang dua itu? Unsur Kepadaman Dengan Sisa (saupaadisesaa) dan
Unsur Kepadaman Tanpa Sisa (anupaadisesaa).
Para bhikkhu, yang manakah Unsur Kepadaman Dengan Sisa? Para
bhikkhu, seorang bhikkhu adalah Arahat, yang arus kotoran batinnya
(asava) telah musnah, yang telah menjalani hidup dan melakukan apa
yang harus dilakukan, telah meletakkan beban, mencapai
kesejahteraannya sendiri, memusnahkan kelekatan pada kehidupan,
yang bebas melalui pemahaman benar. Di dalam dirinya tersisa lima
daya (indriyaa); karena belum hancur ia menderita hal-hal yang enak
dan yang tidak enak, ia mengalami hal-hal yang nikmat dan yang
menyakitkan. Musnahnya nafsu, kebencian dan ketidaktahuan, para
bhikkhu, itulah yang dinamakan Unsur Kepadaman Dengan Sisa.
Para bhikkhu, yang manakah Unsur Kepadaman Tanpa Sisa? Para
bhikkhu, seorang bhikkhu adalah Arahat ...(dst)... Para bhikkhu, semua
perasaannya, yang tidak lagi menyenangi apa yang ada di sini
sekarang, akan menjadi dingin; inilah, para bhikkhu, yang dinamakan
Unsur Kepadaman Tanpa Sisa.
Inilah, para bhikkhu, kedua Unsur Kepadaman.'
Sang Bhagava mengucapkan kata-kata itu. Ini pula yang dikatakannya:
'Kedua Unsur Kepadaman ini telah dijelaskan Oleh Yang Tak
Terbelenggu, Sang Suci, Sang Waspada:
Di sini, melalui penghancuran semua yang membawa pada keberadaan,
Satu Unsur Dengan Sisa masih ada, dalam hidup ini;
Dan satu Unsur Tanpa Sisa, yang akan datang
Di mana makhluk-makhluk (eksistensi) semuanya berakhir.
Batin mereka yang mengetahui keadaan tak terbentuk ini
Bebas, melalui penghancuran semua yang membawa pada kehidupan:
Intisari Ajaran tercapai, orang-orang ini bersukacita
Dalam penghancuran, segala keberadaan ditanggalkan.'
Kata-kata ini juga diucapkan oleh Sang Bhagava, demikian kudengar."
Kelima khandhá, atau kelompok, yg membentuk sebuah mahkluk hidup bersama dg seluruh pengalamannya akan dunia, berada dalam sebuah kondisi perubahan terus-menerus. Mereka secara berkesinambungan muncul dan lenyap kembali, dan walaupun tubuh tampak dalam perubahan lebih lambat, perubahan pada bathin dapat dilihat susul-menyusul dalam urutan yg cepat; selama ada rága, dosa dan moha, atau nafsu, kebencian dan delusi, belum dihancurkan, kelima kelompok ini akan terus muncul dari kehidupan yg satu ke kehidupan yg lain.
Rágam appaháya dosam appaháya moham appaháya na
parimuccati játiyá....
(Anguttara II,i,6)
Tanpa meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, tidak ada yg bebas
dari kelahiran...
Arahat adalah orang yg telah berhasil dalam menghancurkan, selamanya, nafsunya, kebencian dan delusi: penghancuran ini, seperti yg kita lihat, dikenal sebagai saupádisesá nibbánadhátu, atau Unsur Kepadaman dg Sisa. Yg tersisa -- dikarenakan nafsu, kebencian, dan delusi yg dulu -- terdiri dari lima indra Arahat -- mata, telinga, hidung, lidah, dan tubuh -- mengakibatkan ia dapat mengalami sensasi menyenangkan dan menyakitkan selagi ia hidup. Namun ia tidak bersukacita ataupun terpengaruh dalam berbagai perasaan itu, karena ia telah menghancurkan nafsu, kebencian, dan delusi; dan ketika ia mati perasaan inipun berakhir. Bisa dikatakan: kelima indranya hancur ketika kematian, dan karena telah memusnahkan nafsu, kebencian, dan delusi, ia terbebas dari kelahiran; indra-indranya tidak akan muncul lagi sebagai eksistensi, dan konsekuensinya tidak ada lagi sensasi baru yg bergantung pada itu -- dg kata lain, perasaannya 'akan menjadi dingin':
Seyyathápi bhikkhave telañca paticca vattiñca teladípo
jháyeyya, tasseva telassa ca vattiyá ca pariyádáná anáháro
nibbáyeyya; evameva kho bhikkhave bhikkhu káyapariyantikam
vedanam vediyamáno, Káyapariyantikam vedanam vediyámíti pajánáti,
jívitapariyantikam vedanam vediyamáno, Jívitapariyantikam vedanam
vediyámíti pajánáti, Káyassa bhedá uddham jívitapariyádáná idheva
sabbavedayitáni anabhinanditáni sítibhavissantíti pajánátíti.
(Vedaná Samyutta, 7)
Bhikku, seperti sebuah lampu minyak yg bergantung pada minyak dan
sumbu, dan sesederhana ketika kehabisan minyak dan sumbu, sehingga
tanpa pendukung, lampu tersebut padam; Demikianlah, bhikkhu, ketika
seorang bhikkhu merasakan tubuhnya akan berakhir, ia mengerti 'Saya
merasakan tubuh ini akan berakhir', dan ketika ia merasakan hidupnya
akan berakhir, ia mengerti 'saya merasakan hidup ini akan berakhir', dan
dia mengerti 'Dengan berakhirnya tubuh ini dan dengan berakhirnya
hidup ini, semua perasaan tidak bersukacita di dalamnya, di sini dan
sekarang akan menjadi dingin'.
Bukan hanya perasaan2 yg berakhir ketika kematian seorang arahat, namun kelima kelompok, tercerai, dan tidak pernah muncul lagi:
Abhedi káyo, nirodhi saññá, vedaná sítibhavimsu sabbá,
Vúpasamimsu sankhárá, viññánam attham agamáti.
(Udána, VIII,9)
Tubuh hancur, pencerapan berakhir, semua perasaan menjadi dingin,
Bentukan mental reda sepenuhnya, kesadaraan mati.
Inilah yg disebut anupádisesá nibbánadhátu, atau Unsur Kepadaman Tanpa Sisa.
Hal yg penting utk diketahui pada kedua Unsur Kepadaman ini adalah keduannya merupakan penghancuran atau pengakhiran. Unsur Kepadaman Dengan Sisa adalah penghancuran nafsu, kebencian dan delusi: inilah yg dihancurkan, bukan sisanya -- indra-indra -- bukan pula sensasi yg bergantung pada itu, inilah yg disebut Unsur Kepadaman. (Sama halnya dengan absennya penyakit kita sebut 'sehat', dan bukan tubuh itu sendiri yg dapat dikatakan 'memiliki kesehatan' atau 'menjadi sehat'.) Kehancuran ini, kemudian, adalah permanen, karena nafsu, kebencian dan delusi telah dihancurkan, tidak pernah muncul lagi dalam hidup ini ataupun sesudahnya: dan juga, karena keberadaan ketiga hal ini adalah perlu agar penderitaan batin dapat muncul, penghancuran ini, Unsur Kepadaman, adalah menyenangkan, dalam artian absennya penderitaan batin adalah menyenangkan. (Penderitaan fisik, seperti yg kita lihat, tidak terpengaruh sepanjang, indra2 masih ada) Dengan Unsur Kepadaman Tanpa Sisa, sisanya -- indra2 -- yg sebelumnya tidak hancur, sekarang hancur, dan akhirnya kelima kelompok berakhir utk muncul. Kepadaman ini sendiripun -- pengakhiran final -- bersifat permanen, dan menyenangkan dalam artian absennya seluruh perasaan baik itu batin maupun fisik.
Tatra kho áyasmá Sáriputto bhikkhú ámantesi, Sukham idam ávuso
nibbánam, sukham idam ávuso nibbánanti. Evam vutte áyasmá Udáyi
áyasmantam Sáriputtam etad avoca, Kim panettha ávuso Sáriputta
sukham yad ettha natthi vedayitanti. Etad eva khvettha ávuso sukham
yad ettha natthi vedayitam.
(Anguttara IX,34)
YM Sáriputta mengatakan kepada bhikkhu, 'Kepadaman ini sahabat,
adalah menyenangkan.' Ketika ini dikatakan, YM Udáyi berkata kepada
YM Sáriputta, 'Tapi, sahabat Sáriputta, apa yg menyenangkan di sini,
berhubung tidak ada perasaan?'
'Karena itulah, sahabat, menyenangkan di sini, bahwa di sini tidak ada
perasaan.'
Jadi, tidak satupun dari kedua Unsur Kepadaman ini yg dikatakan mengandung atau teridir dari semua atau salah satu dari lima kelompok; keduanya dinyatakan dalam pengertian absennya hal2 yg tidak diinginkan; keduanya adalah permanen dan menyenangkan. Maka Nibbána atau kepadaman, adalah negatif, sebagaimana 'minus tiga jeruk' adalah negative; tetapi seperti halnya di sana harus ada tumpukan jeruk terleih dahulu sebelum kita dapat mengatakan 'minus tiga jeruk', harus ada sebuah mahkluk hidup yg penuh oleh nafsu, kebencian dan delusi terlebih dahulu, sebelum kita dapat mengatakan 'nibbána'. Nibbána bukanlah tidak ada apa-apa: itu adalah sebuah pengakhiran dari proses eksistensi.
Bhavanirodho nibbánam, bhavanirodho nibbánanti.
(Anguttara X,6)
Kepadaman adalah akhir dari menjadi! Kepadaman adalah akhir dari menjadi!
Dan apakah ini bukan pemusnahan? Ya, memang begitu, itu akan terlihat demikian bagi orang yg meyakini ada sesuatu yg permanen dan tidak berubah dalam diri yg akan dimusnahkan:
Siyá nu kho bhante ajjhattam asati paritassanáti. Siyá bhikkhúti
bhagavá avoca. Idha bhikkhu ekaccassa evam ditthi hoti, So loko so
attá so pecca bhavissámi nicco dhuvo sassato aviparinámadhammo
sassatisamam tatheva thassámíti. So sunáti tathágatassa vá
tathágatasávakassa vá sabbesam
ditthitthánádhitthánápariyutthánábhinivesánusayánam samugghátáya
sabbasankhárasamatháya sabbúpadhipatinissaggáya tanhakkhayáya
virágáya nirodháya nibbánáya dhammam desentassa. Tassa evam hoti:
Ucchijjissámi náma su, vinassissámi náma su, na su náma bhavissámíti.
So socati kilamati paridevati, urattálim kandati, sammoham ápajjati.
Evam kho bhikkhu ajjhattam asati paritassaná hotíti.
(Majjhima 22)
'Mungkinkah ada kecemasan akan ketiadaan diri, Bhante?'
'Mungkin, bhikkhu', jawab Sang Bhagava. 'Bhikkhu, ketika seseorang
menggenggam pandangannya, "inilah dunia, inilah diri; ketika aku harus
pergi aku akan permanen, tetap, kekal, bukan subjek perubahan; dan
seperti inilah aku tetap ada, selama2nya". Dia mendengar Tathagata
atau pengikutnya mengajarkan dhamma utk mencabut semua padangan2,
obsesi, dorongan dan kecenderungan utk menenangkan semua bentukan,
utk penghancuran nafsu, utk meredakan gairah, utk pengakhiran, utk
kepadaman. Akan terpikir olehnya, "Aku akan terputus! Aku akan lenyap!
Aku akan tidak ada lagi!" Ia akan sedih, murung, meratap, memukul
dadanya dan menangis, ia jatuh dalam kebingungan. Jadi, bhikkhu,
memang terdapat kecemasan tentang ketiadaan secara batiniah.'"
Hanya ketika dunia dari kelima kelompok ini tidak dianggap sebagai permanen dan diri yg tidak berubah (dan kita akan lihat bagaimana ide akan diri ini adalah pandangan yg salah terhadap kelima kelompok), hanya ketika itu kepadaman dari keberadaan tidak tampak sebagai pemusnahan diri.
Kotbah kedua Buddha kepada 5 bhikkhu pertama, Anattalakkhana Sutta (Khandha Samytta 59), adalah salah satu dari sutta2 yg dikenal baik, dan tidak seorangpun dewasa ini mempermasalahkan Buddha menolak adanya atta, diri atau jiwa, dalam kelima kelompok. Tetapi kepercayaan akan diri begitu kuat, dan sulit utk ditinggalkan; dan banyak orang, melarang mencari diri dalam kelima kelompok ini, namun berharap menemukannya di luar; dan mereka kadang2 berpikir nibbana pasti mengandung atau adalah atta.
Dalam berpikir nibbana adalah atta, ada 2 kesalahan yg dibuat. Yg pertama dapat dilihat dari teks ini:
Ye hi keci bhikkhave samaná vá bráhmaná va anekavihitam attánam
samanupassamáná samanupassanti, sabbe te pañcupádánakkhandhe
samanupassanti, etesam vá aññataram.
(Khandha Samyutta 47)
Para pertapa dan brahmana, bhikkhu, yg berpikir diri dalam berbagai
bentuk, mereka semua berpikir dalam kelima kelompok kelekatan atau
salah satu darinya.
Segala pikiran mengenai diri, apakah disadari ataupun tidak, berpikir mengenai kelima kelompok kelekatan; dan berpikir nibbana adalah atta seperti berpikir nibbana adalah salah satu atau lebih dari kelima kelompok.
Kesalahan kedua adalah mempercayai bahwa ada diri yg sebenarnya. Teks berikut akan menjawab keraguan mengenai masalah ini:
Ahañ cánanda Vacchagottassa paribbájakassa, Atthattáti puttho
samáno, Attháttati vyákareyyam; api nu me tam anulomam abhavissa
ñánassa upádáya, Sabbe dhammá anattáti.
No hetam bhante.
(Avyákata Samyutta 10)
'Jika, Ananda, ketika ditanya, "Apakah diri ada?", dan saya menjawab
pengelana Vacchagotta, "Diri ada"; akankah ini sesuai dengan
pengetahuan yg kumiliki, "Semua adalah bukan diri"?'
'Tidak, Bhante.'
Bagaimanapun penjelasan sabbe dhammá anattá (hal ini akan kita bahas berikutnya), suatu jawaban pembenaran terhadap pertanyaan, "Apakah 'diri' ada?" tidak akan sesuai dengan pengetahuan Sang Buddha.
Ini sudah cukup jelas bahwa tidak dapat dikatakan 'nibbána adalah attá'.
Tergantung apakah air ada atau tidak, sehelai pakaian dapat dikatakan basah ataupun kering; tidak ada kemungkinan ketiga: dan kelihatannya alternatif ini berlaku utkk segalanya. Apapun yg tidak basah pasti kering; apapun yg tidak kering pasti basah. Dengan demikian, apapun yg bukan atta pastilah anatta, dan apapun yg bukan anatta pasti atta. Karena kita tidak bisa mengatakan 'nibbana adalah atta', mungkin saja diikuti bahwa nibbana pastilah anatta. Sekarang misalkan sebuah lubang dibuat pada pakaian tadi dg menggunting sebagian kecil di tengah: tidak perduli pakaian itu basah atau kering, lubang tersebut, tidak basah dan tidak kering. Sebuah lubang adalah negatif, absennya beberapa subtansi material -- dalam hal ini, serat katun --, dan kita tidak dapat mengenakan sifat2, seperti basah ataupun kering, yg seharusnya digunakan pada subtansi materi aktual. Nibbana, seperti halnya lubang pada pakaian itu, adalah negatif, absennya apa yg sebelumnya ada; dan atta dan anatta hanya dapat dipakai -- atta salah, anatta benar -- pada yg positif, kelima kelompok. Percobaan utk mengenakan atribut ini pada nibbana mengantarkan kita pada absurditas, sebagaimana kita lihat dalam Anattalakkhana Sutta (Khandha Samyutta 59) yg diganti menggunakan nibbana sebagai pengganti kelima kelompok:
Nibbánam bhikkhave anattá. Nibbánañca hidam bhikkhave attá
abhavissa, na yidam nibbánam ábádháya samvatteyya, labbhetha ca
nibbáne, Evam me nibbánam hotu, evam me nibbánam má ahosíti.
Yasmá ca kho bhikkhave nibbánam anattá, tasmá nibbánam ábádháya
samvattati, na ca labbhati nibbáne, Evam me nibbánam hotu, evam me
nibbánam má ahosíti.
Nibbana, bhikkhu, adalah bukan diri. Jika nibbana adalah diri, bhikkhu,
maka nibbana tidak akan menghasilkan penderitaan, dan orang bisa
mendapatkan nibbana, 'Biarlah nibbanaku begini, biarlah nibbanaku tidak
begitu'. Dan memang, bhikkhu, nibbana adalah bukan diri, jadi nibbana
menghasilkan penderitaan, dan tidak seorangpun mendapat nibbana,
'Biarlah nibbanaku begini, biarlah nibbanaku tidak begitu.'
Utk mengatakan nibbana adalah atta artinya kita dapat mengubah nibbana kita agar sesuai dengan selara kita, yg mana adalah ide yg aneh: tetapi utk mengatakan nibbana adalah anatta, dalam keterburuburuan memperbaiki kesalahan pandangan bahwa nibbana adalah atta, juga berarti menyatakan nibbana membawa penderitaan -- perubahan, kelapukan, dan kematian --; dan kita akan terbebas dari api, tetapi masuk ke panci penggorengan. Siapa yg memandang bahwa nibbana adalah atta, mereka membuat dua kesalahan -- mereka salah mengerti nibbana, dan mereka percaya dalam pada realitas atta. Tetapi walaupun seseorang menganggap bahwa nibbana adalah anatta mungkin tidak mempercayai adanya diri, atau mungkin mereka tidak akan percaya itu, mereka masih mengacaukan nibbana, disadari ataupun tidak, dengan kelima kelompok.
Jika diingat, bahwa atta yg permanen hanya dapat dipikirkan dalam hubungannya dengan kelima kelompok; itu, kenyataannya, adalah pemikiran yg salah, karena itu adalah sebuah jebakan ontologis, sebuah khayalan, ilusi 'aku ada'; bahwa kelima kelompok karenanya tanpa atta, atau dasar/inti yg tidak berubah; kemudian karena mereka tanpa dasar atau inti yg tetap, mereka tidak kuasa menahan ketidak kekalan dan tidak terhindarkan 'menghasilkan penderitaan' -- berubah, lapuk dan mati --; dan bahwa ketidakmampuan menghadapi perubahan ini adalah karakteristik dari anatta: dan jika diingat juga bahwa nibbana tidak terdiri dari kelima kelompok dan permanen, -- maka tidaklah sulit utk melihat mengapa tidak ada yg disebut atta, dan mengapa kelima kelompok adalah anatta, dan mengapa nibbana tidak dapat dikatakan keduanya.
Yg pasti, pernyataan oleh Buddha bahwa nibbana adalah atta atau nibbana adalah anatta tidak ditemukan dimanapun di dalam Sutta.
Quote from: tesla on 24 February 2009, 01:13:07 AM
Yg pasti, pernyataan oleh Buddha bahwa nibbana adalah atta atau nibbana adalah anatta tidak ditemukan dimanapun di dalam Sutta.
kutipan Anatta-lakkhana sutta :
"Setiap fenomena nama-rupa apa pun ... dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'
"Melihat demikian, murid yang ariya ... berpaling dari nama-rupa. Setelah berpaling, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"
bagaimana dengan anattalakkhana sutta dihubungkan dengan nibbana ?
kutipan dari bhavaviveka vs hinayana :
makanya dibilang 'awam melihat keterkondisian bukan suatu khayalan', 'sebab belum dapat melihat kenyataan kebenaran sesungguhnya sebagai suatu kesementaraan, belum dapat membedakan dan melepaskan segala kesia-siaan atta yang bersifat anicca dukkha anatta, meskipun berpengetahuan atau membilang yang terkondisi bersifat anicca dukkha anatta.'
sehingga membacapun menimbulkan kebingungan/kekacauan/kerancuan melihat apa sih yang tertulis sebenarnya?.
Apa penyebabnya nanti akan saya jelaskan. Sehingga sesungguhnya meskipun (seolah-olah) mereka (umat/murid) yang bijaksana tahu atau berpengetahuan luas atau dalam, sesungguhnya semua (yang belum tercerahkan) tetap terjebak berada didalam pengetahuan pengalaman sebatas atau dibatasi kekhayalan saja (khayal) atau bahkan mencari-cari jalan pembebasan diluar, keyakinan yang disebut takhayul oleh guru Buddha.
good hope and love
coedabgf
Quote from: dilbert on 24 February 2009, 05:00:42 AM
kutipan Anatta-lakkhana sutta :
"Setiap fenomena nama-rupa apa pun ... dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'
sebelumnya formatnya adalah:
[nama & rupa], bhikkhu, adalah bukan diri. Jika [nama & rupa] adalah diri, bhikkhu,
maka [nama & rupa] tidak akan menghasilkan penderitaan, dan orang bisa
mendapatkan [nama & rupa], 'Biarlah [nama & rupa]ku begini, biarlah [nama & rupa]ku tidak
begitu'. Dan memang, bhikkhu, [nama & rupa] adalah bukan diri, jadi [nama & rupa]
menghasilkan penderitaan, dan tidak seorangpun mendapat [nama & rupa],
'Biarlah [nama & rupa]ku begini, biarlah [nama & rupa]ku tidak begitu.'
di sini dijelaskan bahwa karena [nama & rupa] adalah bukan diri, maka menghasilkan penderitaan.
jika dikatakan nibbana adalah bukan diri, maka kita coba saja gantikan [nama & rupa] di teks itu menjadi nibbana. maka akan menghasilkan kebinggungan bahwa [nibbana] menghasilkan penderitaan... (ini adalah teks yg dimodifikasi dg nibbana, bukan teks sebenarnya dalam Anatta lakkhana sutta... tujuannya hanya menunjukkan bahwa tidak tepat menempatkan nibbana pada anatta)
Nibbana, bhikkhu, adalah bukan diri. Jika nibbana adalah diri, bhikkhu,
maka nibbana tidak akan menghasilkan penderitaan, dan orang bisa
mendapatkan nibbana, 'Biarlah nibbanaku begini, biarlah nibbanaku tidak
begitu'.
Dan memang, bhikkhu, nibbana adalah bukan diri, jadi nibbana
menghasilkan penderitaan, dan tidak seorangpun mendapat nibbana,
'Biarlah nibbanaku begini, biarlah nibbanaku tidak begitu.'
berpaling dari nama-rupa. Setelah berpaling, dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini.'"
berpaling dari nama-rupa. = realitas An-atta, mengalami An-atta...
disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, = nibbana...
Jadi Nibbana = realitas An-atta = mengalami An-atta sebenarnya = aplikasi An-atta sebenarnya dan sepenuhnya...
Quote from: tesla on 24 February 2009, 09:26:14 AM
sebelumnya formatnya adalah:
[nama & rupa], bhikkhu, adalah bukan diri. Jika [nama & rupa] adalah diri, bhikkhu,
maka [nama & rupa] tidak akan menghasilkan penderitaan, dan orang bisa
mendapatkan [nama & rupa], 'Biarlah [nama & rupa]ku begini, biarlah [nama & rupa]ku tidak
begitu'. Dan memang, bhikkhu, [nama & rupa] adalah bukan diri, jadi [nama & rupa]
menghasilkan penderitaan, dan tidak seorangpun mendapat [nama & rupa],
'Biarlah [nama & rupa]ku begini, biarlah [nama & rupa]ku tidak begitu.'
di sini dijelaskan bahwa karena [nama & rupa] adalah bukan diri, maka menghasilkan penderitaan.
jika dikatakan nibbana adalah bukan diri, maka kita coba saja gantikan [nama & rupa] di teks itu menjadi nibbana. maka akan menghasilkan kebinggungan bahwa [nibbana] menghasilkan penderitaan... (ini adalah teks yg dimodifikasi dg nibbana, bukan teks sebenarnya dalam Anatta lakkhana sutta... tujuannya hanya menunjukkan bahwa tidak tepat menempatkan nibbana pada anatta)
Nibbana, bhikkhu, adalah bukan diri. Jika nibbana adalah diri, bhikkhu,
maka nibbana tidak akan menghasilkan penderitaan, dan orang bisa
mendapatkan nibbana, 'Biarlah nibbanaku begini, biarlah nibbanaku tidak
begitu'. Dan memang, bhikkhu, nibbana adalah bukan diri, jadi nibbana
menghasilkan penderitaan, dan tidak seorangpun mendapat nibbana,
'Biarlah nibbanaku begini, biarlah nibbanaku tidak begitu.'
saya kira tidaklah tepat dengan "menggantikan" [nama-rupa] dengan nibbana ke dalam pernyataan di atas. [nama-rupa] menghasilkan penderitaan jikalau dilekati sehingga timbul pemahaman akan "atta"/diri dan menganggap [nama-rupa] sebagai diri. Sepanjang ada [nama-rupa] maka penderitaan (minimal penderitaan fisik akan tetap muncul karena ketidakkekalan / anicca) muncul, tetapi walaupun penderitaan diakibatkan oleh konsekuensi [nama-rupa], seorang individu masih dapat merealisasikan nibbana/pembebasan dengan sisa. (nibbana ketika hidup / arahat hidup / living buddha)
nibbana secara sempurna direalisasikan setelah parinibbana (nama-rupa terurai) dimana ketika nibbana dengan sisa itu penderitaan bathin "terhenti", maka setelah parinibbana maka penderitaan fisik (akibat konsekuensi anicca pada faktor rupa) itu juga "terhenti".
Quote
saya kira tidaklah tepat dengan "menggantikan" [nama-rupa] dengan nibbana ke dalam pernyataan di atas. [nama-rupa] menghasilkan penderitaan jikalau dilekati sehingga timbul pemahaman akan "atta"/diri dan menganggap [nama-rupa] sebagai diri.
dalam Anatta-lakkhana Sutta dikatakan:
"Dan memang bhikkhu, [ x ] adalah anatta, jadi [ x ] menghasilkan penderitaan..."pemahaman saya adalah [ x ] menghasilkan penderitaan karena [ x ] adalah anatta. [ x ] di sutta ini tentu saja adalah [nama & rupa].
justru sebaliknya, jika [ x ] adalah atta (dalam artian inti yg tidak mengalami perubahan, inti yg kekal), maka [ x ] tidak akan menghasilkan penderitaan sesuai dg kalimat Buddha berikut ini:
Jika [ x ] adalah diri, bhikkhu, maka [ x ] tidak akan menghasilkan penderitaan, ...Quoteberpaling dari nama-rupa. = realitas An-atta, mengalami An-atta...
saya setuju bahwa nibbana adalah menerima realitas anatta dalam artian bahwa nama & rupa adalah anatta, bukan atta. namun tidak berarti nibbana (kepadaman) itu sendiri dapat dikategorikan anatta bukan?
nibbana sendiri berarti padam, & bukan apa yg tersisa setelah padamnya. jika kita analogikan sebagai lilin. lilin dapat dikatakan anatta (ataupun atta). namun padamnya lilin tentu saja tidak dapat dikategorikan anatta (ataupun atta). mengenai sisanya "lilin yg telah padam" bisa saja dikatakan anatta (ataupun atta).
bagaimana menurutmu?
Walaupun nibbana tidak dapat serta merta disamakan dengan an-atta, tetapi yang pasti nibbana tidak dapat didekati dengan konsep atta. Dengan konsep an-atta serta realitas an-atta itulah nibbana tercapai.
nibbana adalah merdeka dari pikiran dan raga
merdeka dari kondisi (kondisi dan bukan kondisi) jadi apa yang bisa disamakan dengan nibanna
berarti masi dua-liatas kan
Buddha: One neither fabricates nor mentally fashions for the sake of becoming or un-becoming. This being the case, one is not sustained by anything in the world (does not cling to anything in the world). Unsustained, one is not agitated. Unagitated, one is totally unbound right within.
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.140.than.html
yuuppp, berarti nibbana kan harusnya gak bisa dijelaskan dengan dualitas [kondisi dan bukan kondisi]
kalau nibbana dibahas secara paramatha dhamma, memang tidak dapat dibahas, karena melampaui semua kondisi dualitas.
Tetapi kita disini semua membahas nibbana secara pannati dhamma (ajaran yang diturunkan dan bisa menuntun pada pembebasan)...
Jika paramatha dhamma = bulan, maka pannati dhamma ibarat jari yang menunjuk bulan. Bagaimanapun bagusnya jari yang menunjuk bulan tidaklah dapat dikatakan sama dengan bulan itu sendiri, tetapi dengan jari-lah sebagian orang bisa melihat bulan dan merealisasi "bulan".
hmm ya gitu bisa, berarti pannati dhamma itu adalah dhamma yg dibabarkan SB yah.....
mengenai pembahasan pannati dhamma, Sang Buddha bukan mengajar nibbana adalah anatta (ataupun atta), melainkan Sang Buddha mengajarkan lihatlah nama & rupa. nama & rupa lah yg bersifat anatta, bukan nibbana...
menurut saya ini yg disampaikan dalam tulisan ini.
dugaan bahwa nibbana adalah anatta berasal dari ungkapan ini:
sabbe sankhara dukkha,
sabbe sankhara anicca,
sabbe dhamma anatta
semua yg terbentuk (terkondisi) adalah tidak memuaskan,
semua yg terbentuk adalah tidak tetap,
semua hal adalah bukan diri
apakah nibbana adalah dhamma?
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 11:45:08 AM
kalau nibbana dibahas secara paramatha dhamma, memang tidak dapat dibahas, karena melampaui semua kondisi dualitas.
Tetapi kita disini semua membahas nibbana secara pannati dhamma (ajaran yang diturunkan dan bisa menuntun pada pembebasan)...
Jika paramatha dhamma = bulan, maka pannati dhamma ibarat jari yang menunjuk bulan. Bagaimanapun bagusnya jari yang menunjuk bulan tidaklah dapat dikatakan sama dengan bulan itu sendiri, tetapi dengan jari-lah sebagian orang bisa melihat bulan dan merealisasi "bulan".
biarpun jari menunjuk bulan, jari tetaplah jari yg menunjuk
jari yg menunjuk bukanlah bulan
bulan yg ditunjuk bukanlah bulan yg ditunjuk
biarpun telah menunjuk keberadaan bulan, tidak benar2 bulan yg ditunjuk =)) =))
:P
hmm ya gitu bisa, berarti pannati dhamma itu adalah dhamma yg dibabarkan SB yah.....
kutipan dari blog poemofpathofwisdom.blogspot.com:
Pengajaran ada karena diperkatakan
'Sdr. coedabgf, menurut anda saat ini yang anda sampaikan ini sebuah persepsi atau kebenaran ?........'
......................
Sahabat, saat berjalan diluar itu adalah persepsi
saat kita berada didalam yang ada adalah kebenaran
seperti ada tertulis didalam pengajaran , 'Itu terpaksa diperkatakan (itu oleh karena kasih)'
kalau tidak, tidak ada pengajaran atau sutra-sutra tentang kesunyataan
seperti apa yang anda perkatakan
'Kalau sudah semuanya sudah jelas untuk apa yang harus dijawab.....'
seperti ghata ini :
'Subhuti, janganlah mengatakan Tathagatha punya pikiran "Aku telah membabarkan Dharma." Janganlah berpikir begitu. Apa sebabnya? Jika seseorang mengatakan bahwa Tathagatha telah membabarkan Dharma dia menghina Hyang Buddha disebabkan oleh ketidakmampuannya untuk mengerti apa yang kukatakan.
Subhuti, di dalam Dharma yang dibabarkan sebenarnya tidak ada Dharma yang bisa dibabarkan, oleh sebab itu disebut Dharma yang dibabarkan.'
Quote from: tesla on 25 February 2009, 11:57:13 AM
mengenai pembahasan pannati dhamma, Sang Buddha bukan mengajar nibbana adalah anatta (ataupun atta), melainkan Sang Buddha mengajarkan lihatlah nama & rupa. nama & rupa lah yg bersifat anatta, bukan nibbana...
menurut saya ini yg disampaikan dalam tulisan ini.
dugaan bahwa nibbana adalah anatta berasal dari ungkapan ini:
sabbe sankhara dukkha,
sabbe sankhara anicca,
sabbe dhamma anatta
semua yg terbentuk (terkondisi) adalah tidak memuaskan,
semua yg terbentuk adalah tidak tetap,
semua hal adalah bukan diri
apakah nibbana adalah dhamma?
Nibbhana adalah Arupadhamma, yaitu dhamma yang bukan rupa dan tidak ada rupa, di sebut Namadhamma, tetapi bukan namakhandha.
Dalam "Sabbe Dhamma Anatta" itu terdiri dari Sankhata dhamma dan Asankhatadhamma.
Nibbhana adalah Asankhatadhamma (keadaan yang tak bersyarat).
_/\_ :lotus:
kutipan tesla :
mengenai pembahasan pannati dhamma, Sang Buddha bukan mengajar nibbana adalah anatta (ataupun atta), melainkan Sang Buddha mengajarkan lihatlah nama & rupa. nama & rupa lah yg bersifat anatta, bukan nibbana...
menurut saya ini yg disampaikan dalam tulisan ini.
dugaan bahwa nibbana adalah anatta berasal dari ungkapan ini:
sabbe sankhara dukkha,
sabbe sankhara anicca,
sabbe dhamma anatta
semua yg terbentuk (terkondisi) adalah tidak memuaskan,
semua yg terbentuk adalah tidak tetap,
semua hal adalah bukan diri
apakah nibbana adalah dhamma?
Tahapan (pengetahuan) jalan untuk menuju mengalami realitas (sifat) kemutlakan (yang disebut nibanna), seperti tilakana, 4 kesunyataan, 8 jalan kebenaran.
Nibanna berasal dari ungkapan Udanna VIII.3
Nibanna adalah realitas Dhamma.
semoga membantu pencerahan.
jika nibbana adalah dhamma, bagaimana dg kata Buddha berikut ini:
Dhammá aniccá: yad aniccam tam dukkham: yam dukkham tad anattá.
dhamma anicca: krn anicca maka dukkha: krn dukkha maka anatta.
apakah nibbana adalah dhamma?
yg jelas nibbana bukan anicca, bukan dukkha & bukan anatta.
kesunyataan tentang dukkha, anicca dan an-atta = Ti-Lakhana = Tiga Corak Umum dalam 31 Alam Kehidupan... Penembusan bisa melalui dukkha, anicca dan an-atta untuk mencapai realitas / kondisi nibbana.
Quote from: tesla on 25 February 2009, 02:30:56 PM
jika nibbana adalah dhamma, bagaimana dg kata Buddha berikut ini:
Dhammá aniccá: yad aniccam tam dukkham: yam dukkham tad anattá.
dhamma anicca: krn anicca maka dukkha: krn dukkha maka anatta.
apakah nibbana adalah dhamma?
yg jelas nibbana bukan anicca, bukan dukkha & bukan anatta.
Kalo dalam konteks Tilakhana (3 sifat universal)...
sifatnya adalah segala sesuatu yg muncul padam itu adalah anicca dan dukkha dan itu udah pasti anatta.
Anatta di sini artinya tanpa kepemilikkan.
Nibbhana tidak bisa dimiliki, hanya bisa di alami saja.
Semoga bisa di pahami...
_/\_ :lotus:
kalau arahat sudah mengalami nibbana kenapa masih harus dibimbing oleh buddha gautama?
Quote"sabbe sankhara anicca
sabbe sankhara dukkha
sabbe dhamma anatta"
"semua yang berupa paduan unsur adalah tidak permanen
semua yang berupa paduan unsur adalah penuh ketidakpuasan
segala sesuatu adalah tanpa substansi inti"
Ada baiknya kita memahami pengertian dari "Dhamma" itu sendiri. Dalam lingkup spesifik, kata "Dhamma" identik dengan Ajaran Sang Buddha; atau dalam cakupan yang lebih luas adalah kongruen dengan "Kebenaran" atau fakta dunia. Namun Dhamma tidaklah sesempit itu. Tidak ada kosakata Buddhisme yang lebih luas dari Dhamma. Dhamma mencakup semua hal dan benda di Alam Semesta ini. Tidak ada satu hal atau benda apa pun yang tidak masuk dalam keharfiahan kosakata Dhamma ini.
Kata "Dhamma" pada syair
sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki
core atau unsur mutlak. Tidak ada substansi inti yang bersifat absolut. Pada syair
sabbe sankhara anicca dan
sabbe sankhara dukkha dengan jelas dinyatakan bahwa segala hal dan benda di Alam Semesta ini
bisa ada karena merupakan paduan unsur-unsur. Ini berarti semua hal dan benda di Alam Semesta adalah tidak permanen, penuh ketidakpuasan (fatamorgana) dan tanpa substansi inti.
Kenapa kata "Dhamma" tidak digunakan pada syair tentang "Anicca" dan "Dukkha"? Karena anicca dan dukkha itu hanya berlaku dalam segala hal dan benda yang merupakan paduan unsur. Paduan unsur-unsur adalah bersyarat. Bersyarat adalah terkondisikan dan mengkondisikan, karenanya anicca dan dukkha akan selalu ditemukan di dalamnya.
Kata "Dhamma" mencakup segala hal dan benda baik yang bersyarat (sankhata dhamma) maupun yang tidak bersyarat (asankhata dhamma). Apakah yang tidak bersyarat itu? Itu adalah padamnya hawa nafsu (ragakkhayo), padamnya kebencian (dosakkhayo) dan padamnya kegelapan batin (mohakkhayo). Harus dilihat dengan jelas, bahwa hawa nafsu, kebencian dan kegelapan batin adalah paduan unsur-unsur; di mana mereka akan muncul ketika kita sendiri yang
menciptakannya. Karena itulah dengan terhentinya dari aktivitas menciptakan ini, maka keadaan ini berada di atas hidup dan mati; berada di atas sebab dan akibat; dan berada di luar jangkauan anicca dan dukkha.
Meskipun asankhata dhamma (maksudnya : Nibbana) tidak lagi dicengkram oleh anicca dan dukkha, namun ia tetaplah anatta (tanpa substansi inti). Tidak ada unsur yang mencapainya, tidak ada diri yang mencapainya, tidak ada sesuatu yang mencapainya; Nibbana bukannya ada maupun tidak ada. Karena itulah maka Nibbana disebut
absolute
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:00:10 PM
kalau arahat sudah mengalami nibbana kenapa masih harus dibimbing oleh buddha gautama?
ketika sudah arahat = FINISH... tidak ada lagi bimbingan bimbingan dari seorang sammasambuddha. Yang mendapat bimbingan adalah para siswa yang masih dalam JALAN (MAGGA) menuju nibbana/arahat ataupun para umat awam (puthujana).
Quote from: Lily W on 25 February 2009, 02:58:47 PM
Kalo dalam konteks Tilakhana (3 sifat universal)...
sifatnya adalah segala sesuatu yg muncul padam itu adalah anicca dan dukkha dan itu udah pasti anatta.
kalimatnya adalah:
Dhammá aniccá: yad aniccam tam dukkham: yam dukkham tad anattá.yg cc lily maksud, segala sesuatu
yg muncul & padam itu anicca & dukkha, maka kalimatnya seperti signature dilbert
vaya dhamma sankhara
(vaya = lenyap; dhamma = segala sesuatu; sankhara = terkondisi/terbentuk)
sehingga diterjemahkan
segala sesuatu yg terkondisi akan lenyap jua
semoga memperjelas :)
QuoteKarena itulah dengan terhentinya dari aktivitas menciptakan ini, maka keadaan ini berada di atas hidup dan mati; berada di atas sebab dan akibat; dan berada di luar jangkauan anicca dan dukkha.
dan karena itulah berada di luar anatta ataupun atta.
QuoteKata "Dhamma" pada syair sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki core atau unsur mutlak.
bagaimana bisa, sesuatu yg berada di luar dunia (yg mengatasi dunia) diberi label anatta?
Quote from: tesla on 25 February 2009, 03:22:55 PM
QuoteKarena itulah dengan terhentinya dari aktivitas menciptakan ini, maka keadaan ini berada di atas hidup dan mati; berada di atas sebab dan akibat; dan berada di luar jangkauan anicca dan dukkha.
dan karena itulah berada di luar anatta ataupun atta.
Atta tidak pernah ada.
Anatta adalah realita.
Karenanya, Nibbana itu adalah perealisasian.
Quote from: tesla on 25 February 2009, 03:22:55 PM
QuoteKata "Dhamma" pada syair sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki core atau unsur mutlak.
bagaimana bisa, sesuatu yg berada di luar dunia (yg mengatasi dunia) diberi label anatta?
Karena tidak ada sesuatu yang mengkondisikan (yang mengatasi dunia) yang bisa lepas dari realitas anatta.
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 03:16:21 PM
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:00:10 PM
kalau arahat sudah mengalami nibbana kenapa masih harus dibimbing oleh buddha gautama?
ketika sudah arahat = FINISH... tidak ada lagi bimbingan bimbingan dari seorang sammasambuddha. Yang mendapat bimbingan adalah para siswa yang masih dalam JALAN (MAGGA) menuju nibbana/arahat ataupun para umat awam (puthujana).
kalau cerita 1250 arahat yg diceramah oleh Buddha ?
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:32:58 PM
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 03:16:21 PM
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:00:10 PM
kalau arahat sudah mengalami nibbana kenapa masih harus dibimbing oleh buddha gautama?
ketika sudah arahat = FINISH... tidak ada lagi bimbingan bimbingan dari seorang sammasambuddha. Yang mendapat bimbingan adalah para siswa yang masih dalam JALAN (MAGGA) menuju nibbana/arahat ataupun para umat awam (puthujana).
kalau cerita 1250 arahat yg diceramah oleh Buddha ?
berdiskusi ;D
Quote from: hatRed on 25 February 2009, 03:36:20 PM
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:32:58 PM
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 03:16:21 PM
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:00:10 PM
kalau arahat sudah mengalami nibbana kenapa masih harus dibimbing oleh buddha gautama?
ketika sudah arahat = FINISH... tidak ada lagi bimbingan bimbingan dari seorang sammasambuddha. Yang mendapat bimbingan adalah para siswa yang masih dalam JALAN (MAGGA) menuju nibbana/arahat ataupun para umat awam (puthujana).
kalau cerita 1250 arahat yg diceramah oleh Buddha ?
berdiskusi ;D
Seorang arahat juga masih bisa mendengar... dan kalaupun ada kotbah dari Sang Buddha kepada 1250 orang bikkhu yg semuanya arahat, itu hanya merupakan rangkuman daripada Dhamma ajaran sang Buddha yang sangat dikenal dengan nama Ovada Patimokkha...
Mengenai mengapa mereka masih di bimbing, itu kan perasaan anda aja kalee... :))
Itu hanya masalah pemahaman terjemahan dan penggunaan dari satu kata 'Dhamma' sebagai suatu pengungkapan kenyataan keberadaan kebenaran, seperti yang bro upasaka tulis merujuk kepada suatu tatanan penggunaan kenyataan kebenaran dalam lingkup yang mana dalam konteks kalimat tersebut, anggap saja misalnya dalam bahasa umum untuk penjelasan realitas kebenaran (Dhamma) ukuran duniawi (seperti atta dan anatta atau anicca dukkha anatta) atau ukuran yang absolut/sejati? atau adakah padanan kata lain selain kata 'Dhamma' untuk kata 'kebenaran'? (saya gak tahu).
dan Nibanna adalah realitas Dhamma sejati/absolut.
semoga bisa menelusurinya
Quote from: upasaka on 25 February 2009, 03:31:14 PM
Quote from: tesla on 25 February 2009, 03:22:55 PM
QuoteKata "Dhamma" pada syair sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki core atau unsur mutlak.
bagaimana bisa, sesuatu yg berada di luar dunia (yg mengatasi dunia) diberi label anatta?
Karena tidak ada sesuatu yang mengkondisikan (yang mengatasi dunia) yang bisa lepas dari realitas anatta.
utk sampai pada nibbana, memang butuh realitas anatta. setelah sampai pada nibbana tidak ada apa2 lagi yg bisa dideskripsikan... termasuk apakah itu anatta.
"Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran
Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada
Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya
Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."dalam anatta lakhana sutta, anatta hanya berlaku pada nama & rupa.
Quote from: tesla on 25 February 2009, 04:31:13 PM
Quote from: upasaka on 25 February 2009, 03:31:14 PM
Quote from: tesla on 25 February 2009, 03:22:55 PM
QuoteKata "Dhamma" pada syair sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki core atau unsur mutlak.
bagaimana bisa, sesuatu yg berada di luar dunia (yg mengatasi dunia) diberi label anatta?
Karena tidak ada sesuatu yang mengkondisikan (yang mengatasi dunia) yang bisa lepas dari realitas anatta.
utk sampai pada nibbana, memang butuh realitas anatta. setelah sampai pada nibbana tidak ada apa2 lagi yg bisa dideskripsikan... termasuk apakah itu anatta.
"Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran
Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada
Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya
Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."
dalam anatta lakhana sutta, anatta hanya berlaku pada nama & rupa.
Nibbana itu keadaan setelah merealisasikan anatta (dan juga anicca-dukkha). Anatta bukan dibutuhkan, tapi anatta direalisasikan. Kenapa? Karena selama ini banyak orang memandang bahwa Atta itu ada maupun tidak ada.
tul tul... termasuk harus merealisasikan anicca & dukkha... tadi tidak diketik karena dianggap telah jelas saja.
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:32:58 PM
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 03:16:21 PM
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:00:10 PM
kalau arahat sudah mengalami nibbana kenapa masih harus dibimbing oleh buddha gautama?
ketika sudah arahat = FINISH... tidak ada lagi bimbingan bimbingan dari seorang sammasambuddha. Yang mendapat bimbingan adalah para siswa yang masih dalam JALAN (MAGGA) menuju nibbana/arahat ataupun para umat awam (puthujana).
kalau cerita 1250 arahat yg diceramah oleh Buddha ?
cerita 1250 arahat yang mana om ? yang Magha Puja ? atau cerita yang mana ?
Quote from: tesla on 25 February 2009, 03:18:29 PM
Quote from: Lily W on 25 February 2009, 02:58:47 PM
Kalo dalam konteks Tilakhana (3 sifat universal)...
sifatnya adalah segala sesuatu yg muncul padam itu adalah anicca dan dukkha dan itu udah pasti anatta.
kalimatnya adalah:
Dhammá aniccá: yad aniccam tam dukkham: yam dukkham tad anattá.
yg cc lily maksud, segala sesuatu yg muncul & padam itu anicca & dukkha, maka kalimatnya seperti signature dilbert
vaya dhamma sankhara
(vaya = lenyap; dhamma = segala sesuatu; sankhara = terkondisi/terbentuk)
sehingga diterjemahkan
segala sesuatu yg terkondisi akan lenyap jua---> anicca, dukkha & anatta
semoga memperjelas :)
Masih dalam konteks Tilakhana yaah...sbb :
Sabbe Dhamma Anatta... Dhamma di sini terdiri dari Sankhata dhamma dan Asankhata dhamma.
Sankhata --> segala sesuatu yg merupakan perpaduan (berkondisi) cerai belai.
Sankhata : anicca, dukkha cth : samsara
Asankhata --> tidak berkondisi, tidak cerai belai
Asankhata : nicca, adukkha cth : nibbhana
Anicca is dukkha, dukkha is anicca, anicca & dukkha = anatta
tidak kekal itu adalah tidak memuaskan, tidak memuaskan itu adalah tidak kekal, tidak kekal dan tidak memuaskan adalah tanpa kepemilikkan.
contoh : pulpen..karena tintanya bisa habis (tidak kekal) maka pulpen itu tidak memuaskan bagi kita dan pulpen itu tidak bisa di miliki selamanya.
Anicca, dukkha & anatta ibarat setali 3 uang
_/\_ :lotus:
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 05:35:25 PM
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:32:58 PM
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 03:16:21 PM
Quote from: ENCARTA on 25 February 2009, 03:00:10 PM
kalau arahat sudah mengalami nibbana kenapa masih harus dibimbing oleh buddha gautama?
ketika sudah arahat = FINISH... tidak ada lagi bimbingan bimbingan dari seorang sammasambuddha. Yang mendapat bimbingan adalah para siswa yang masih dalam JALAN (MAGGA) menuju nibbana/arahat ataupun para umat awam (puthujana).
kalau cerita 1250 arahat yg diceramah oleh Buddha ?
cerita 1250 arahat yang mana om ? yang Magha Puja ? atau cerita yang mana ?
mungkin yg itu kali soalnya lupa :P
bukan itu juga masih banyak ceritanya kok
Quote from: tesla on 25 February 2009, 04:31:13 PM
Quote from: upasaka on 25 February 2009, 03:31:14 PM
Quote from: tesla on 25 February 2009, 03:22:55 PM
QuoteKata "Dhamma" pada syair sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki core atau unsur mutlak.
bagaimana bisa, sesuatu yg berada di luar dunia (yg mengatasi dunia) diberi label anatta?
Karena tidak ada sesuatu yang mengkondisikan (yang mengatasi dunia) yang bisa lepas dari realitas anatta.
utk sampai pada nibbana, memang butuh realitas anatta. setelah sampai pada nibbana tidak ada apa2 lagi yg bisa dideskripsikan... termasuk apakah itu anatta.
"Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran
Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada
Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya
Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."
dalam anatta lakhana sutta, anatta hanya berlaku pada nama & rupa.
dalam tilakhana.... anatta berlaku pada makhluk dan bukan makhluk (benda mati)
_/\_ :lotus:
Quote from: upasaka on 25 February 2009, 04:36:17 PM
Quote from: tesla on 25 February 2009, 04:31:13 PM
Quote from: upasaka on 25 February 2009, 03:31:14 PM
Quote from: tesla on 25 February 2009, 03:22:55 PM
QuoteKata "Dhamma" pada syair sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki core atau unsur mutlak.
bagaimana bisa, sesuatu yg berada di luar dunia (yg mengatasi dunia) diberi label anatta?
Karena tidak ada sesuatu yang mengkondisikan (yang mengatasi dunia) yang bisa lepas dari realitas anatta.
utk sampai pada nibbana, memang butuh realitas anatta. setelah sampai pada nibbana tidak ada apa2 lagi yg bisa dideskripsikan... termasuk apakah itu anatta.
"Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran
Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada
Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya
Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."
dalam anatta lakhana sutta, anatta hanya berlaku pada nama & rupa.
Nibbana itu keadaan setelah merealisasikan anatta (dan juga anicca-dukkha). Anatta bukan dibutuhkan, tapi anatta direalisasikan. Kenapa? Karena selama ini banyak orang memandang bahwa Atta itu ada maupun tidak ada.
NIBBANA 3 :
1. Animita Nibbana adalah keadaan Nibbana yang terbebas dari obyek bayangan
Bagi mereka yang melaksanakan Vipassana Bhavana sehingga melihat
ANICCA yang terbebas dari bayangan, dan kemudian memusatkan pikiran pada Anicca selanjutnya sehingga mencapai magga phala, dan ada Nibbana sebagai obyek. Nibbana yg menjadi Obyek bagi yg melihat Anicca itu di sebut Animitta Nibbana.
Bagi yg memiliki Animitta Nibbana sebagai obyek, adalah hasil/pahala sejak dahulu dari kekuatan SILA2. Appanihita Nibbana adalah keadaan Nibbana yang terbebas dari obyek keinginan
Bagi mereka yang melaksanakan Vipassana Bhavana sehingga melihat
DUKKHA yang selalu berubah dan tidak dapat bertahan, dan kemudian memusatkan pikiran pada Dukkha selanjutnya sehingga mencapai magga phala, dan ada nibbana sebagai obyek. Nibbana yg menjadi obyek bagi yg melihat dukkha itu di sebut Appanihita Nibbana.
Bagi yg memiliki Appanihita nibbana sebagai obyek, adalah hasil/pahala sejak dahulu dari kekuatan SAMADHI.3. Sunnata Nibbana yang artinya keadaan nibbana yang terbebas dari kilesa dan khandha 5, tidak ada apa-apa yg ketinggalan, habis dan kosong.
Bagi mereka yang melaksanakan Vipassana Bhavana sehingga melihat
ANATTA, bukan aku, kekosongan dan kemudian memusatkan pikiran pada Anatta selanjutnya sehingga mencapai Magga-Phala, dan ada Nibbana sebagai obyek. Nibbana yg menjadi obyek bagi yg melihat anatta itu di sebut Sunnata Nibbana.
Bagi yang memiliki Sunnata Nibbana sebagai obyek adalah hasil/pahala sejak dahulu dari kekuatan PANNA.sumber : Abhidhammatthasangaha ( Pandit J Kaharuddin)
_/\_ :lotus:
Quote from: Lily W on 25 February 2009, 09:28:08 PM
Anicca, dukkha & anatta ibarat setali 3 uang
benar...
dalam Saláyatana Samyutta 4, dikatakan:
dhamma (sesuatu) adalah anicca: krn anicca maka dukkha: karena dukkha maka anatta.
bisa disingkat dalam formula:
anicca -> dukkha -> anatta
kemudian dalam anatta lakkhana sutta dikatakan:
jika [nama&rupa] adalah atta, maka tidak akan membawa pada penderitaan.
tetapi karena [nama&rupa] adalah anatta, maka ia membawa pada penderitaan
formulanya adalah:
anatta -> dukkha
inilah nibbana, bagaimanapun tidak tepat utk dikategorikan dalam ketiga corak sesuatu (tilakkhana). jika nibbana adalah anatta, maka ia akan membawa pada penderitaan.
Quote from: Lily W on 25 February 2009, 09:51:22 PM
dalam tilakhana.... anatta berlaku pada makhluk dan bukan makhluk (benda mati)
_/\_ :lotus:
tilakkhana hanya berlaku pada segala sesuatu (dunia), tetapi tidak utk nibbana (di luar dunia).
yg dimaksud dg asankhata dhamma (dhamma tidak berkondisi), dibabarkan hanya dalam ruang lingkup dhamma sebagai doktrin/ajaran Buddha. bukan dhamma sebagai sesuatu/sebagai kebenaran/sebagai fakta. suttanya ada di Anguttara 4.34:
Yávatá bhikkhave dhammá sankhatá vá asankhatá vá, virágo tesam dhammánam aggam akkháyati, yadidam madanimmadano pipásavinayo álayasamuggháto vattúpacchedo tanhakkhayo virágo nirodho nibbánam.Whatever things (dhammá), monks, there are, formed or unformed, the topmost of those things is declared to be dispassion, that is to say, the ending of intoxication, the removal of thirst, the uprooting of yearning, the interruption of the round, the destruction of craving, dispassion, cessation, extinction.
Quote from: ci lily3. Sunnata Nibbana yang artinya keadaan nibbana yang terbebas dari kilesa dan khandha 5, tidak ada apa-apa yg ketinggalan, habis dan kosong.
Bagi mereka yang melaksanakan Vipassana Bhavana sehingga melihat ANATTA, bukan aku, kekosongan dan kemudian memusatkan pikiran pada Anatta selanjutnya sehingga mencapai Magga-Phala, dan ada Nibbana sebagai obyek. Nibbana yg menjadi obyek bagi yg melihat anatta itu di sebut Sunnata Nibbana. Bagi yang memiliki Sunnata Nibbana sebagai obyek adalah hasil/pahala sejak dahulu dari kekuatan PANNA.
seperti apa yah objek nibbana :hammer:
kayak mmd ci
nibbana itu kata benda, kata sifat atau kata kerja ?
nibbana = padam bisa jg berarti dingin... sepertinya kata sifat
kalau gitu pertanyaan nibbana itu atta atau anatta jadi aneh kgk?
misalnya bodoh itu anatta atau atta ?
Quote from: Sumedho on 26 February 2009, 12:21:17 PM
kalau gitu pertanyaan nibbana itu atta atau anatta jadi aneh kgk?
misalnya bodoh itu anatta atau atta ?
that's it
tapi nibbana juga sering diartikan sebagai 'sesuatu' yg dideskripsikan dalam Udana 8.3
'sesuatu' itu imo, adalah apa yg dialami, setelah seseorang merealisasikan nibbana & itu sangat dihindari Buddha utk dibicarakan (karena berada di luar jangkauan... imo seh). kalau dibicarakan juga malah balik2 ke tentang dunia ini, tidak terlepas dari six sense media.
di Ud 8.3 keknya 'sesuatu' itu bukan nibbana deh.
seperitnya disana dijelaskan ada yg tidak di..... karena itu bisa bebas dari .....
nibbana nya itu bebas dari ... nya kan.
QuoteThere is, monks, an unborn — unbecome — unmade — unfabricated. If there were not that unborn — unbecome — unmade — unfabricated, there would not be the case that emancipation from the born — become — made — fabricated would be discerned. But precisely because there is an unborn — unbecome — unmade — unfabricated, emancipation from the born — become — made — fabricated is discerned.
bro sumedho, Nibanna suatu keadaan/suatu keberadaan mungkin bahasa inggrisnya state kali yach!
dan there is something itu True self dalam state Nibanna.
and there is somethingnya bukan nihil kosong kosong, bukan juga bentuk atas nama dan rupa, tetapi umat terjebak menilai dalam kedualismean ada(ciri/bentuk) dan tiada (kosong nilhil) oleh karena keterbatasan kekhayalan karena kemelatan/ikatan/cekatan atta nama rupa diri.
semoga dapat menyelami something true self tersebut dan menemukan pencerahan
good hope and love
nibanna bahasa inggrisnya "nothing to say" :P
Quote from: Sumedho on 26 February 2009, 01:51:50 PM
di Ud 8.3 keknya 'sesuatu' itu bukan nibbana deh.
seperitnya disana dijelaskan ada yg tidak di..... karena itu bisa bebas dari .....
nibbana nya itu bebas dari ... nya kan.
QuoteThere is, monks, an unborn — unbecome — unmade — unfabricated. If there were not that unborn — unbecome — unmade — unfabricated, there would not be the case that emancipation from the born — become — made — fabricated would be discerned. But precisely because there is an unborn — unbecome — unmade — unfabricated, emancipation from the born — become — made — fabricated is discerned.
yup, setuju...
imo, dalam sabba sutta dikatakan bahwa menjelaskan sesuatu yg diluar jangkauan akan menghasilkan kekecewaan saja. dan di udana 8.3, dikatakan bahwa itu ada.
CUKUP tahu bahwa itu ada, jgn serakah utk mendeskripsikan... hehe
klo memang sudah tahu bagaimana?
klo yang belum tahu memaksakan pandangan ini itu (bahwa ini adalah ini atau itu),
so siapa yang serakah (lobha)?
[at] coedabgf:
wah soal True self/true atta keknya menurut buddhism sih tidak dinyatakan demikian.
yang menganut true self/higher self itu dari hinduism bukan yah?
Quote from: Sumedho on 26 February 2009, 02:16:17 PM
[at] coedabgf:
wah soal True self/true atta keknya menurut buddhism sih tidak dinyatakan demikian.
yang menganut true self/higher self itu dari hinduism bukan yah?
Sang Buddha mengatakan: sesuatu yg diluar segalanya adalah berada di luar jangkauan. dan jika mendeskripsikannya hanya akan menghasilkan kekecewaan...
segalanya adalah: eye and form, ear and sound, nose and aroma, tongue and taste, body and tactile sensation, intellect and idea.
(imo, yg dibilang true self itu simply just an idea
saya tidak meragukan pengalaman anda
tapi dg mengubahnya menjadi idea, hanya membuat orang lain mengejar2 idea itu)
coba pelajari di mahaparinirvana sutra.
ini sedikit cuplikan ujaran Buddha :
"When I have taught non-Self, fools uphold the teaching that there is no Self. The wise know that such is conventional speech [vyavahara-vat] and they are free from doubts."
"The True Self is the Tathagata-dhatu. You should know that all beings do have it, but it is not apparent, since those beings are enveloped by immeasurable kleshas [mental afflictions]. It is, for example, like a cache of precious treasure that exists within an impoverished dwelling, though unknown. Then, somebody who is skilled in the characteristics of treasure said to the poor man, "Do some work for me, and I'll give you wealth and treasure." The poor man replied, "I can't come. Why not? Because there is a cache of treasure within my old home, and I can't abandon it." The man said, "You are foolish, for you do not know the location of the treasure. Work for me and I'll give you the precious treasure, which you will be able to use without its ever becoming exhausted." After he had said this, that person then removed the precious treasure from that house and gave it to him. The poor man was delighted and amazed, knowing that that person was truly reliable. All beings are also like that, for each one of them has the Tathagata-dhatu, but they are unaware of that because it is enveloped and submerged beneath immeasurable kleshas. The Tathagata skilfully encourages them and reveals it, causing them to know that the Tathagata-dhatu exists within their bodies and accept this with confidence."
Noble son, the Tathagata first taught people to cultivate the notion that all phenomena are devoid of a Self, in order to encourage and train them. When they have cultivated non-Self, they eliminate the false view of the Self. Having eliminated the false view of the Self, they enter Nirvana. I have taught non-Self in order to eradicate the mundane/ conventional self. Subsequently, I teach the Tathagata-dhatu with skilful words of implicit intent. This is called the True Self, which is divorced from the mundane ..."
inilah yang dimaksud (jalan) mahayana (jalan tembak langsung) contohnya Zen, bukan jalan umum/awam berputar-putar. ;D _/\_
bukan pula jalan aneh-aneh cantol sana cantol sini (campulan khayal dan takhayul) seperti yang lain.
so adakah yang sudah tercerahkan klo begitu?
semoga menggugah pencerahan umat/murid guru Buddha semua
good hope and love
Rahasianya, ketika anda mengenal True self anda masing-masing, semua pengajaran guru Buddha adalah sama, tidak terpecah-pecah atau terpisah-pisah berdiri sendiri satu sama lain. bersumber dari kepada pengalaman sumber yang sama yaitu true self (masing-masing). That's all!
_/\_ _/\_ _/\_
bagaimana mungkin umat/awam berdebat tentang 'yang Mutlak/keMutlakan'?
sadhu sadhu sadhu!
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 02:39:13 PM
Rahasianya, ketika anda mengenal True self anda masing-masing, semua pengajaran guru Buddha adalah sama, tidak terpecah-pecah atau terpisah-pisah berdiri sendiri satu sama lain. bersumber dari kepada pengalaman sumber yang sama yaitu true self (masing-masing). That's all!
_/\_ _/\_ _/\_
realitasnya bagaimana dengan ajaran (sasana) yang ada sekarang ini ? semua-nya sama atau berbeda ? atau tidak sama dan tidak berbeda ?
so siapakah yang diliputi moha dan lobha (kelekatan kepada diri yang sangat bahkan sangat halus sehingga sukar untuk melepaskan) meskipun (seolah-olah) terlihat memiliki pengetahuan kebijaksanaan yang dalam dan kerendahan hati?
[at] bro dilbert,
jawabannya sudah saya tulis diatas
kutipan :
inilah yang dimaksud (jalan) mahayana (jalan tembak langsung) contohnya Zen, bukan jalan umum/awam berputar-putar.
bukan pula jalan aneh-aneh cantol sana cantol sini (campulan khayal dan takhayul) seperti yang lain.
so adakah yang sudah tercerahkan klo begitu?
semoga menggugah pencerahan umat/murid guru Buddha semua
good hope and love
yang didalam dapat melihat apa yang ada diluar dan didalam,
tetapi yang diluar hanya sebatas yang terlihat diluar (fenomena).
jalan umum/awam (hanya) mengajarkan pengenalan ciri-ciri (yang bersifat) fenomena untuk dapat melihat kesia-siaan dan menanggalkannya.
seperti kutipan sutra ini :
"When I have taught non-Self, fools uphold the teaching that there is no Self. The wise know that such is conventional speech [vyavahara-vat] and they are free from doubts."
"The True Self is the Tathagata-dhatu. You should know that all beings do have it, but it is not apparent, since those beings are enveloped by immeasurable kleshas [mental afflictions]. It is, for example, like a cache of precious treasure that exists within an impoverished dwelling, though unknown. Then, somebody who is skilled in the characteristics of treasure said to the poor man, "Do some work for me, and I'll give you wealth and treasure." The poor man replied, "I can't come. Why not? Because there is a cache of treasure within my old home, and I can't abandon it." The man said, "You are foolish, for you do not know the location of the treasure. Work for me and I'll give you the precious treasure, which you will be able to use without its ever becoming exhausted." After he had said this, that person then removed the precious treasure from that house and gave it to him. The poor man was delighted and amazed, knowing that that person was truly reliable. All beings are also like that, for each one of them has the Tathagata-dhatu, but they are unaware of that because it is enveloped and submerged beneath immeasurable kleshas. The Tathagata skilfully encourages them and reveals it, causing them to know that the Tathagata-dhatu exists within their bodies and accept this with confidence."
Noble son, the Tathagata first taught people to cultivate the notion that all phenomena are devoid of a Self, in order to encourage and train them. When they have cultivated non-Self, they eliminate the false view of the Self. Having eliminated the false view of the Self, they enter Nirvana. I have taught non-Self in order to eradicate the mundane/ conventional self. Subsequently, I teach the Tathagata-dhatu with skilful words of implicit intent. This is called the True Self, which is divorced from the mundane ..."
semoga mendapatkan
good hope and love
sebagai yang murid/umat yang diajar berprinsip ehipassiko, silahkan kebenaran ini diselidiki, dipertentangkan dengan memakai kutipan sutta sutta pengajaran guru Buddha yang ada. sehingga berguna seperti pelaut berlayar menemukan mercu suar pantai seberang.
dan pengetahuan hanyalah sebagai perahu 'tuk menuju dan mencapai kenyataan pantai seberang.
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 02:22:54 PM
coba pelajari di mahaparinirvana sutra.
ini sedikit cuplikan ujaran Buddha :
"When I have taught non-Self, fools uphold the teaching that there is no Self. The wise know that such is conventional speech [vyavahara-vat] and they are free from doubts."
"The True Self is the Tathagata-dhatu. You should know that all beings do have it, but it is not apparent, since those beings are enveloped by immeasurable kleshas [mental afflictions]. It is, for example, like a cache of precious treasure that exists within an impoverished dwelling, though unknown. Then, somebody who is skilled in the characteristics of treasure said to the poor man, "Do some work for me, and I'll give you wealth and treasure." The poor man replied, "I can't come. Why not? Because there is a cache of treasure within my old home, and I can't abandon it." The man said, "You are foolish, for you do not know the location of the treasure. Work for me and I'll give you the precious treasure, which you will be able to use without its ever becoming exhausted." After he had said this, that person then removed the precious treasure from that house and gave it to him. The poor man was delighted and amazed, knowing that that person was truly reliable. All beings are also like that, for each one of them has the Tathagata-dhatu, but they are unaware of that because it is enveloped and submerged beneath immeasurable kleshas. The Tathagata skilfully encourages them and reveals it, causing them to know that the Tathagata-dhatu exists within their bodies and accept this with confidence."
Noble son, the Tathagata first taught people to cultivate the notion that all phenomena are devoid of a Self, in order to encourage and train them. When they have cultivated non-Self, they eliminate the false view of the Self. Having eliminated the false view of the Self, they enter Nirvana. I have taught non-Self in order to eradicate the mundane/ conventional self. Subsequently, I teach the Tathagata-dhatu with skilful words of implicit intent. This is called the True Self, which is divorced from the mundane ..."
oh ternyata seputar doktrin
saat belum mengalami realitas kenyataan kebenaran, pantai seberangpun adalah doktrin (menurut murid awam), dan perkataan 'doktrin'pun adalah doktrin (bukan kebenaran) dari seseorang (murid awam tersebut). so itulah mengapa... guru Buddha menyuruh berehipassiko.
saat belum mengalami realitas, ngomong doktrin cuma seputar doktrin itu sendiri
sedang kalau udah mengalami, ngomong doktrin seputar realitas.
kembali dualitas teori dan praktek :))
Quote from: tesla on 26 February 2009, 06:26:50 AM
Quote from: Lily W on 25 February 2009, 09:28:08 PM
Anicca, dukkha & anatta ibarat setali 3 uang
benar...
dalam Saláyatana Samyutta 4, dikatakan:
dhamma (sesuatu) adalah anicca: krn anicca maka dukkha: karena dukkha maka anatta.
bisa disingkat dalam formula:
anicca -> dukkha -> anatta
kemudian dalam anatta lakkhana sutta dikatakan:
jika [nama&rupa] adalah atta, maka tidak akan membawa pada penderitaan.
tetapi karena [nama&rupa] adalah anatta, maka ia membawa pada penderitaan
formulanya adalah:
anatta -> dukkha
inilah nibbana, bagaimanapun tidak tepat utk dikategorikan dalam ketiga corak sesuatu (tilakkhana). jika nibbana adalah anatta, maka ia akan membawa pada penderitaan.
Dalam Tilakhana... dukkha tidak bisa diartikan sebagai penderitaan. dukkha di tilakhana (menurut Abhidhamma) adalah tidak memuaskan karena tilakkhana berlaku pada makhluk dan bukan makhluk (benda mati).
Sang Buddha aja tidak terbebas dari Dukkha (Tilakkhana)....tapi terbebas dari Dukkha (Arya sacca).
_/\_ :lotus:
QuoteOn one occasion Ven. Sariputta was staying in Magadha in Nalaka Village. Then Jambukhadika the wanderer went to Ven. Sariputta and, on arrival, exchanged courteous greetings with him. After this exchange of friendly greetings & courtesies, he sat to one side. As he was sitting there he said to Ven. Sariputta: "'Stress, stress,' it is said, my friend Sariputta. Which type of stress [are they referring to]?"
"There are these three forms of stressfulness, my friend: the stressfulness of pain, the stressfulness of fabrication, the stressfulness of change. These are the three forms of stressfulness."
"But is there a path, is there a practice for the full comprehension of these forms of stressfulness?"
"Yes, there is a path, there is a practice for the full comprehension of these forms of stressfulness."
"Then what is the path, what is the practice for the full comprehension of these forms of stressfulness?"
"Precisely this Noble Eightfold Path, my friend — right view, right resolve, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness, right concentration. This is the path, this is the practice for the full comprehension of these forms of stressfulness."
"It's an auspicious path, my friend, an auspicious practice for the full comprehension of these forms of stressfulness — enough for the sake of heedfulness."
sepertinya benda mati pun tidak dapat lepas dari dukkha (dukkha dari perubahan)
bagaimana menurut ce lily?
Harus jelas dulu... dukkha itu yg di tilakhana atau yg di Arya Sacca?
~ Kalo dukkha di tilakkhana... bukan makhluk (benda mati) juga tidak dapat lepas dari dukkha.
~ Kalo dukkha di Arya sacca... tidak berlaku bagi bukan makhluk (benda mati)...sifat dukkhanya adalah terjadi pada makhluk hidup.
cmiiw...
_/\_ :lotus:
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 05:09:52 PM
Harus jelas dulu... dukkha itu yg di tilakhana atau yg di Arya Sacca?
Kalo dukkha di tilakkhana... bukan makhluk (benda mati) juga tidak dapat lepas dari dukkha.
_/\_ :lotus:
btw, beda benda mati & benda hidup apa?
Quote from: tesla on 26 February 2009, 05:13:49 PM
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 05:09:52 PM
Harus jelas dulu... dukkha itu yg di tilakhana atau yg di Arya Sacca?
Kalo dukkha di tilakkhana... bukan makhluk (benda mati) juga tidak dapat lepas dari dukkha.
_/\_ :lotus:
btw, beda benda mati & benda hidup apa?
beda benda mati dan benda hidup kayaknya pada tunduk pada citta niyama dan kamma niyama ato ngga deh...
Quote from: tesla on 26 February 2009, 05:13:49 PM
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 05:09:52 PM
Harus jelas dulu... dukkha itu yg di tilakhana atau yg di Arya Sacca?
Kalo dukkha di tilakkhana... bukan makhluk (benda mati) juga tidak dapat lepas dari dukkha.
_/\_ :lotus:
btw, beda benda mati & benda hidup apa?
Benda mati tidak bisa tumbuh berkembang
Benda hidup bisa tumbuh dan berkembang
cmiiw..
_/\_ :lotus:
nah kalo gitu tumbuhan termasuk apa didlm buddism?
benda hidup
_/\_ :lotus:
Quote from: william_phang on 26 February 2009, 05:19:50 PM
Quote from: tesla on 26 February 2009, 05:13:49 PM
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 05:09:52 PM
Harus jelas dulu... dukkha itu yg di tilakhana atau yg di Arya Sacca?
Kalo dukkha di tilakkhana... bukan makhluk (benda mati) juga tidak dapat lepas dari dukkha.
_/\_ :lotus:
btw, beda benda mati & benda hidup apa?
beda benda mati dan benda hidup kayaknya pada tunduk pada citta niyama dan kamma niyama ato ngga deh...
menurut saya, beda benda hidup & mati yaitu ada tidaknya bathin (nama). benar ga?
trus pandangan saya tentang dukkha pada arya sacca yg pertama, Sang Buddha jg terbebas dari dukkha pada Tilakkhana. dalam artian, bukan nama&rupa Sang Buddha yg bebas (krn nama&rupa itu bukan Buddha ataupun milik Buddha)
Quote from: tesla on 26 February 2009, 05:28:50 PM
Quote from: william_phang on 26 February 2009, 05:19:50 PM
Quote from: tesla on 26 February 2009, 05:13:49 PM
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 05:09:52 PM
Harus jelas dulu... dukkha itu yg di tilakhana atau yg di Arya Sacca?
Kalo dukkha di tilakkhana... bukan makhluk (benda mati) juga tidak dapat lepas dari dukkha.
_/\_ :lotus:
btw, beda benda mati & benda hidup apa?
beda benda mati dan benda hidup kayaknya pada tunduk pada citta niyama dan kamma niyama ato ngga deh...
menurut saya, beda benda hidup & mati yaitu ada tidaknya bathin (nama). benar ga?
trus pandangan saya tentang dukkha pada arya sacca yg pertama, Sang Buddha jg terbebas dari dukkha pada Tilakkhana. dalam artian, bukan nama&rupa Sang Buddha yg bebas(krn nama&rupa itu bukan Buddha ataupun milik Buddha)
Jadi apa yg bebas dari dukkha (tilakhana) itu?
_/\_ :lotus:
Sis Lily, bagaimana kalo dijelaskan dulu definisi Dukkha (Tilakhana) vs Dukkha (Ariya Sacca)
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 02:22:54 PM
coba pelajari di mahaparinirvana sutra.
ini sedikit cuplikan ujaran Buddha :
"When I have taught non-Self, fools uphold the teaching that there is no Self. The wise know that such is conventional speech [vyavahara-vat] and they are free from doubts."
"The True Self is the Tathagata-dhatu. You should know that all beings do have it, but it is not apparent, since those beings are enveloped by immeasurable kleshas [mental afflictions]. It is, for example, like a cache of precious treasure that exists within an impoverished dwelling, though unknown. Then, somebody who is skilled in the characteristics of treasure said to the poor man, "Do some work for me, and I'll give you wealth and treasure." The poor man replied, "I can't come. Why not? Because there is a cache of treasure within my old home, and I can't abandon it." The man said, "You are foolish, for you do not know the location of the treasure. Work for me and I'll give you the precious treasure, which you will be able to use without its ever becoming exhausted." After he had said this, that person then removed the precious treasure from that house and gave it to him. The poor man was delighted and amazed, knowing that that person was truly reliable. All beings are also like that, for each one of them has the Tathagata-dhatu, but they are unaware of that because it is enveloped and submerged beneath immeasurable kleshas. The Tathagata skilfully encourages them and reveals it, causing them to know that the Tathagata-dhatu exists within their bodies and accept this with confidence."
Noble son, the Tathagata first taught people to cultivate the notion that all phenomena are devoid of a Self, in order to encourage and train them. When they have cultivated non-Self, they eliminate the false view of the Self. Having eliminated the false view of the Self, they enter Nirvana. I have taught non-Self in order to eradicate the mundane/ conventional self. Subsequently, I teach the Tathagata-dhatu with skilful words of implicit intent. This is called the True Self, which is divorced from the mundane ..."
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 02:22:54 PMinilah yang dimaksud (jalan) mahayana (jalan tembak langsung) contohnya Zen, bukan jalan umum/awam berputar-putar. Grin Namaste
bukan pula jalan aneh-aneh cantol sana cantol sini (campulan khayal dan takhayul) seperti yang lain.
so adakah yang sudah tercerahkan klo begitu?
semoga menggugah pencerahan umat/murid guru Buddha semua
good hope and love
Maksud dari Sdr. Coedabgf ini apa yaa? Kok saya tidak mengerti? Bisa dijelaskan maksudnya mengenai apa? ???
Quote from: Indra on 26 February 2009, 05:40:40 PM
Sis Lily, bagaimana kalo dijelaskan dulu definisi Dukkha (Tilakhana) vs Dukkha (Ariya Sacca)
Dukkha (tilakhana) : tidak memuaskan
Dukkha (ariya sacca) : lima kelompok perpaduan yg menimbulkan kemelekatan (panca upadana kkhanda)
_/\_ :lotus:
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 05:37:52 PM
Quote from: tesla on 26 February 2009, 05:28:50 PM
Quote from: william_phang on 26 February 2009, 05:19:50 PM
Quote from: tesla on 26 February 2009, 05:13:49 PM
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 05:09:52 PM
Harus jelas dulu... dukkha itu yg di tilakhana atau yg di Arya Sacca?
Kalo dukkha di tilakkhana... bukan makhluk (benda mati) juga tidak dapat lepas dari dukkha.
_/\_ :lotus:
btw, beda benda mati & benda hidup apa?
beda benda mati dan benda hidup kayaknya pada tunduk pada citta niyama dan kamma niyama ato ngga deh...
menurut saya, beda benda hidup & mati yaitu ada tidaknya bathin (nama). benar ga?
trus pandangan saya tentang dukkha pada arya sacca yg pertama, Sang Buddha jg terbebas dari dukkha pada Tilakkhana. dalam artian, bukan nama&rupa Sang Buddha yg bebas(krn nama&rupa itu bukan Buddha ataupun milik Buddha)
Jadi apa yg bebas dari dukkha (tilakhana) itu?
_/\_ :lotus:
yg ada cuma kebebasan itu sendiri, tanpa ada subjek yg bebas.
pandangan akan diri sudah musnah sejak pencapaian sotapanna.
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 05:44:44 PM
Dukkha (tilakhana) : tidak memuaskan
Dukkha (ariya sacca) : lima kelompok perpaduan yg menimbulkan kemelekatan (panca upadana kkhanda)
c lily, kalau kemelekatan disebabkan oleh kelima kelompok, maka arahat dan buddha tidak terbebas dari kemelekatan, kecuali kalau mereka udah parinibbana.
tapi kenyataannya, arahat & buddha bisa tercerahkan (tanpa kemelekatan) selagi nama & rupa masih ada...
imo, panca upadana khanda = kelekatan pada kelima kelompok.
Batin seseorang pada saat mencapai arahat tidak termasuk dalam dukkha (ariya sacca) ato terbebas dari dukkha (ariya sacca) tapi secara fisik dan batin muncul padam dan tercengkeram oleh dukkha (tilakhana). Jadi walaupun seorang arahat, dia masih mengalami dukkha yg di tilakhana.
Ketika pikiran merealisasi nibbana itu hanya sesaat saja....ada lokuttara citta/kesadaran merealisasi kesucian dan tidak ada dukkha (ariya sacca) atas lobha, dosa dan moha. ketika kesadaran itu padam berarti ada di dukkha (tilakhana).
_/\_ :lotus:
[at] bro tesla
sebagai tambahan bro telusuri/baca tulisan diskusi di topik Tradisi / Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
Nirodha
"Complete cessation of all psychomental activity; complete suppression of all samsaric conditionality; complete tranquillity "on the edge of the world" without, however, "going over" to Nirvana. Can last several days. Nirodha is attained after passing through the four formless absorptions, but only an Arahant can achieve Nirodha."
apa itu nirodha ci? yang hanya bisa dicapai arahat.
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 07:43:20 PM
Batin seseorang pada saat mencapai arahat tidak termasuk dalam dukkha (ariya sacca) ato terbebas dari dukkha (ariya sacca) tapi secara fisik dan batin muncul padam dan tercengkeram oleh dukkha (tilakhana). Jadi walaupun seorang arahat, dia masih mengalami dukkha yg di tilakhana.
Ketika pikiran merealisasi nibbana itu hanya sesaat saja....ada lokuttara citta/kesadaran merealisasi kesucian dan tidak ada dukkha (ariya sacca) atas lobha, dosa dan moha. ketika kesadaran itu padam berarti ada di dukkha (tilakhana).
_/\_ :lotus:
mengenai dukkha, dukkha nirodha bukanlah padamnya vedana-dukkha.
vedana adalah perasaan yg timbul setelah kontak (phasa) melalui salah satu dari keenam indra (salayatana). bagaimanapun, vedana tetap ada pada seorang arahat dan buddha selagi mereka masih hidup & masih ada salayatana.
dukkha nirodha yg dimaksud tentu saja adalah nibbana, yaitu padamnya kelekatan pada kelima kelompok (nama & rupa). sedangkan kelima kelompoknya, termasuk vedana masih ada sampai parinibbana.
bagaimanapun, kepadaman ini adalah permanen pada arahat... bukan sesaat.
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 07:51:36 PM
[at] bro tesla
sebagai tambahan bro telusuri/baca tulisan diskusi di topik Tradisi / Mahayana / Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
kan baru migrate dari sana & pindah ke sini ;)
Quote from: ENCARTA on 26 February 2009, 07:56:25 PM
Nirodha
"Complete cessation of all psychomental activity; complete suppression of all samsaric conditionality; complete tranquillity "on the edge of the world" without, however, "going over" to Nirvana. Can last several days. Nirodha is attained after passing through the four formless absorptions, but only an Arahant can achieve Nirodha."
apa itu nirodha ci? yang hanya bisa dicapai arahat.
nirodha apa dulu nih?
sepertinya yg dibicarakan adalah nirodha-sampatti (pencapaian meditatif yg menghasilkan berhentinya aktifitas fisik
& mental).
nirodha sampatti tidak dicapai oleh semua arahat.
teorinya, hanya anagami & arahat yg bisa mencapai jhana 8 saja yg bisa mencapai nirodha sampatti.
Quote from: tesla on 26 February 2009, 08:54:30 PM
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 07:43:20 PM
Batin seseorang pada saat mencapai arahat tidak termasuk dalam dukkha (ariya sacca) ato terbebas dari dukkha (ariya sacca) tapi secara fisik dan batin muncul padam dan tercengkeram oleh dukkha (tilakhana). Jadi walaupun seorang arahat, dia masih mengalami dukkha yg di tilakhana.
Ketika pikiran merealisasi nibbana itu hanya sesaat saja....ada lokuttara citta/kesadaran merealisasi kesucian dan tidak ada dukkha (ariya sacca) atas lobha, dosa dan moha. ketika kesadaran itu padam berarti ada di dukkha (tilakhana).
_/\_ :lotus:
mengenai dukkha, dukkha nirodha bukanlah padamnya vedana-dukkha.
vedana adalah perasaan yg timbul setelah kontak (phasa) melalui salah satu dari keenam indra (salayatana). bagaimanapun, vedana tetap ada pada seorang arahat dan buddha selagi mereka masih hidup & masih ada salayatana.
dukkha nirodha yg dimaksud tentu saja adalah nibbana, yaitu padamnya kelekatan pada kelima kelompok (nama & rupa). sedangkan kelima kelompoknya, termasuk vedana masih ada sampai parinibbana.
bagaimanapun, kepadaman ini adalah permanen pada arahat... bukan sesaat.
setelah mencapai nirodha, apa masih ada sensai lain bos
setelah mencapai pantai seberang saya rasa tidak ada lagi keinginan dan sensasi yg mau kesana lagi kan
Quote from: ENCARTA on 26 February 2009, 09:02:31 PM
setelah mencapai nirodha, apa masih ada sensai lain bos
setelah mencapai pantai seberang saya rasa tidak ada lagi keinginan dan sensasi yg mau kesana lagi kan
jika yg dimaksud adalah dukkha nirodha (nibbana), maka selama arahat itu masih hidup, sensasi (perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, netral) masih muncul. ketika parinibbana, nama & rupa telah berakhir, shg tidak ada lagi sensasi yg muncul.
bicara soal keinginan (cetana) & sensasi (vedana), bisa dilihat dari kisah2 di Sutta, bahwa Buddha & Arahat sendiri masih bisa berkeinginan & mengalami sensasi. bedanya hanya mereka tidak melekati (terpengaruh) lagi.
(bedakan dg nirodha-sampatti. sudah dipost sebelumnya)
[at] bro kelana dan juga buat semua teman-teman
The True Self is the Tathagata-dhatu. You should know that all beings do have it, but it is not apparent, since those beings are enveloped by immeasurable kleshas [mental afflictions].
oleh karena 'since those beings are enveloped by immeasurable kleshas [mental afflictions], awam memandang salah tentang self/keberadaan diri yang sesungguhnya. Sehingga The True Self (the Tathagata-dhatu) is not apparent.
oleh karena memandang salah tentang self/keberadaan diri yang sesungguhnya, awam hidup didalam keperosokan lobha dosa dan moha karena hanya dapat memandang dan melekat (mengejar dan mempertahankan) hidup kepada atta/self yang dikenal/diakui yang bersifat anicca dukkha anatta, dan segala yang ukuran bersifat duniawi(mundane) dan daging(carnal) saja (nama rupa)..
Sehingga terus berputar seperti awal dan semakin terprosok semakin dalam, beings menjadi lebih lagi enveloped by immeasurable kleshas [mental afflictions], dan lebih melekat lagi kepada self (false view of self, atta diri) karena yang anicca anatta dan terus berusaha (memperoleh, meraih) mempertahankannya sehingga menimbulkan dukkha oleh karena segala yang dilekat/dipertahankan itu anicca karena anatta, sehingga menimbulkan lagi, semakin besar lagi menimbulkan ketidak puasan dan kemarahan, semakin lagi terikat/tercengkram lobha dosa pada akhirnya menimbulkan lebih lagi moha.
Demikian seterusnya. Sehingga mengapa guru Buddha memberi pengajaran, meskipun secara teori umat dalam kebingungan kebijaksanaan sering membilang segala sesuatunya kosong.
..........
Noble son, the Tathagata first taught people to cultivate the notion that all phenomena are devoid of a Self, in order to encourage and train them. When they have cultivated non-Self, they eliminate the false view of the Self.
Having eliminated the false view of the Self, they enter Nirvana.
I have taught non-Self in order to eradicate the mundane/ conventional self.
Jalan umum/awam :
first taught people to cultivate the notion that all phenomena are devoid of a Self, in order to encourage and train them.
When they have cultivated non-Self, they eliminate the false view of the Self.
Having eliminated the false view of the Self, they enter Nirvana.
I have taught non-Self in order to eradicate the mundane/ conventional self.
.............
Subsequently, I teach the Tathagata-dhatu with skilful words of implicit intent. This is called the True Self, which is divorced from the mundane ...
Pengetahuan (jalan) mahayana :
Subsequently, I teach the Tathagata-dhatu with skilful words of implicit intent. This is called the True Self, which is divorced from the mundane ...
................
Bukan pula jalan aneh-aneh cantol sana cantol sini (campulan khayal dan takhayul) seperti yang lain.
so adakah yang sudah tercerahkan klo begitu?
So apakah inti kebenaran yang diajarkan guru Buddha itu seperti apa yang (dicari-cari/dikejar) dikerjakan/dipraktekan dan diajarkan oleh para guru-guru atau para pembina?
Ketika bukan inti yang ternyatakan yang diajarkan atau yang diperoleh, siapakah yang memiliki pengetahuan yang sejati, so siapakah mereka yang tercerahkan?
................
Masih di Perahu belum menginjak pantai seberang.
Dan (meskipun) saat anda dapat memahami, mengerti pengajaran hal ini sehingga anda berpengetahuan, saat anda belum mengalami realitas kebenaran kesadaran keberadaan True self hidup anda sendiri, anda belum dapat menembus arti apa itu yang disebut Nibanna (state) seperti ada perumpamaan anda hanya masih ada diatas (bersama) perahu, sehingga anda belum mahir seperti penjelasan pada topic: Bhavaviveka "vs" Hinayana :
Yang tercerahkan memandang segala sesuatu di dunia ini sudah dalam keadaan non dualisme atau sunya oleh karena yang tercerahkan sudah mendapatkan pengetahuan kebenaran dan menyelami kenyataan kebenaran yang sesungguhnya sehingga (sudah) dapat membedakan dan melepaskan segala kesia-siaan atta yang bersifat anicca dukkha anatta, tak terikat atau mengikatkan diri lagi kepada ciri dunia meskipun hidup berada, terlibat dan menggunakan segala apa yang ada di dunia.
...................
Mengapa umat/murid tidak dapat menembus inti kebenaran sejati kebenaran guru Buddha?
Dapatkah menyelami melalui yang khayal melihat yang sejati? (siapapun dia)
seperti syair dalam blogku poemofpathofwisdom.blogspot.com (promosi nih yeeh...!) :
Keluaran mencerminkan kondisi dari dalam
Keluaran mencerminkan kondisi dari dalam (gambar yang sebenar siapa anda)
Kekhayalan bukan kebenaran, kebenaran bisakah dikhayal-khayal?
Bagaimana kita bisa mendapat kebenaran yaitu bila kita (berjaga) membuka hati kita untuk mau belajar
Semua (masih) hanyalah kekhayalan
Mau keluar kekhayalan memakai kekhayalan
Menyelami yang sejati (masih) terikat pada yang terkondisi
Menilai yang Mutlak dari (keterbatasan) pengalaman persepsi kemelekatan (pada) yang sementara
dan tahukan teman, i'm christian.
Semoga tidak (karena lobbha atta anatta yang anicca) menimbulkan kemarahan (dosa), Semoga dapat membantu memberi penerangan pencerahan
Good hope and love
Quote from: tesla on 26 February 2009, 08:54:30 PM
Quote from: Lily W on 26 February 2009, 07:43:20 PM
Batin seseorang pada saat mencapai arahat tidak termasuk dalam dukkha (ariya sacca) ato terbebas dari dukkha (ariya sacca) tapi secara fisik dan batin muncul padam dan tercengkeram oleh dukkha (tilakhana). Jadi walaupun seorang arahat, dia masih mengalami dukkha yg di tilakhana.
Ketika pikiran merealisasi nibbana itu hanya sesaat saja....ada lokuttara citta/kesadaran merealisasi kesucian dan tidak ada dukkha (ariya sacca) atas lobha, dosa dan moha. ketika kesadaran itu padam berarti ada di dukkha (tilakhana).
_/\_ :lotus:
mengenai dukkha, dukkha nirodha bukanlah padamnya vedana-dukkha.
vedana adalah perasaan yg timbul setelah kontak (phasa) melalui salah satu dari keenam indra (salayatana). bagaimanapun, vedana tetap ada pada seorang arahat dan buddha selagi mereka masih hidup & masih ada salayatana.
dukkha nirodha yg dimaksud tentu saja adalah nibbana, yaitu padamnya kelekatan pada kelima kelompok (nama & rupa). sedangkan kelima kelompoknya, termasuk vedana masih ada sampai parinibbana.
bagaimanapun, kepadaman ini adalah permanen pada arahat... bukan sesaat.
Hubungan Pancakkhandha dg abhidhamma :
1. Rupakkhandha = Rupa 28
2. Vedanakkhandha = Vedana Cetasika
3. Sannakkhandha = Sanna Cetasika
4. Sankhrakkhandha = Cetasika 50
5. Vinnanakkhandha = Citta 89-121
Vedana adalah termasuk salah satu cetasika netral dan ada di setiap citta (pikiran/kesadaran)
Vedana muncul bersama dengan citta dan padam bersama dengan citta. citta itu timbul dan padam dengan cepat sekali.--> timbul padam citta tercengkeram oleh dukkha (tilakhana).
Dukkhanirodha Ariya Sacca adalah Nibbana....padamnya kekotoran batin... tidak ada dukkha (ariya sacca) atas lobha, dosa dan moha.
Kekna hrs di perhatikan :
~ Lily = Lima kelompok perpaduan yang menimbulkan kemelekatan (panca upadana khandha)
~ Tesla = kemelekatan terhadap lima kelompok (panca upadana khandha)
kekna artinya berbeda yaah. cmiiw
Ok... sy posting sampai di sini saja...anumodana..._/\_
:lotus:
Quotedan tahukan teman, i'm christian.
hi christian, nice to meet you.
i'm tesla :)
(hanya ini yg nyambung... jgn2 ini khayalan jg)
QuoteKekna hrs di perhatikan :
~ Lily = Lima kelompok perpaduan yang menimbulkan kemelekatan (panca upadana khandha)
~ Tesla = kemelekatan terhadap lima kelompok (panca upadana khandha)
jika kelima kelompok (panca khanda) yg menghasilkan kemelekatan (upadana),
maka dimana ada panca khanda, di situ ada upadana.
para arahat dan buddha, ada panca khanda tapi tidak ada upadana.
itulah sebabnya saya tidak bisa menerima penjelasan ce lily.
_/\_
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 09:52:36 PM
dan tahukan teman, i'm christian.
christian yang pemikirannya lebih buddhis dari mayoritas umat buddha...
Quote from: dilbert on 26 February 2009, 10:29:54 PM
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 09:52:36 PM
dan tahukan teman, i'm christian.
christian yang pemikirannya lebih buddhis dari mayoritas umat buddha...
mau belajar dhamma Buddha di surga ;D
Postingan terakhir di topik ini... ;D
Quote from: tesla on 26 February 2009, 10:24:31 PM
QuoteKekna hrs di perhatikan :
~ Lily = Lima kelompok perpaduan yang menimbulkan kemelekatan (panca upadana khandha)
~ Tesla = kemelekatan terhadap lima kelompok (panca upadana khandha)
jika kelima kelompok (panca khanda) yg menghasilkan kemelekatan (upadana),
maka dimana ada panca khanda, di situ ada upadana.---> pancakhanda yg menimbulkan kemelekatan itulah DUKKHA (ariya sacca)
para arahat dan buddha, ada panca khanda tapi tidak ada upadana.---> makanya beliau tidak ada(terbebas) dukkha (ariya sacca). pancakkhanda sendiri adalah netral.
itulah sebabnya saya tidak bisa menerima penjelasan ce lily.--> gpp...setiap org, pendapatnya adalah berbeda-beda
_/\_
Anumodana..._/\_
:lotus:
Quote from: ENCARTA on 26 February 2009, 10:31:41 PM
Quote from: dilbert on 26 February 2009, 10:29:54 PM
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 09:52:36 PM
dan tahukan teman, i'm christian.
christian yang pemikirannya lebih buddhis dari mayoritas umat buddha...
mau belajar dhamma Buddha di surga ;D
nunngu waktu saja convert ke buddhis (officially)
Quoteoleh karena memandang salah tentang self/keberadaan diri yang sesungguhnya, awam hidup didalam keperosokan lobha dosa dan moha karena hanya dapat memandang dan melekat (mengejar dan mempertahankan) hidup kepada atta/self yang dikenal/diakui yang bersifat anicca dukkha anatta, dan segala yang ukuran bersifat duniawi(mundane) dan daging(carnal) saja (nama rupa)..
kebenarannya adalah dukkha, anicca & anatta.
nama & rupa adalah dukkha, anicca & anatta.
justru karena LDM, orang biasa tidak dapat melihat dukkha, anicca & anatta ini.
dalam latihan (insight), mudah2an seorang yogi bisa melihat dukkha, anicca & anatta ini.
coed, atta yg bersifat anatta itu bagaimana yah?Quotedan lebih melekat lagi kepada self (false view of self, atta diri) karena yang anicca anatta dan terus berusaha (memperoleh, meraih) mempertahankannya sehingga menimbulkan dukkha oleh karena segala yang dilekat/dipertahankan itu anicca karena anatta, sehingga
semangat kalee yah :)
coed buka topic baru aja,
True Self buried inside False Self. keluarkan pengetahuanmu semua di sana.
Quote from: dilbert on 26 February 2009, 10:37:35 PM
Quote from: ENCARTA on 26 February 2009, 10:31:41 PM
Quote from: dilbert on 26 February 2009, 10:29:54 PM
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 09:52:36 PM
dan tahukan teman, i'm christian.
christian yang pemikirannya lebih buddhis dari mayoritas umat buddha...
mau belajar dhamma Buddha di surga ;D
nunngu waktu saja convert ke buddhis (officially)
OOT, aye jg cuma belajar dhamma di sini, bukan berarti beragama Buddha :)
[at] encarta,
Pengajaran yang benar kan bagus buat semuanya, baik umat disana maupun umat disini.
sehingga yang disini menambah mendapat pengetahuan, dan yang disana mendapat juga tambahan/penyempurnaan pengetahuan yang baik bila membaca.
Sebab masing-masing setiap orang akan menuai apa yang diperbuatnya (hukum karma versi Buddhisme, hukum tabur tuai versi christianity (tetapi ada satu lagi didalam christianity yaitu hukum anugerah kasih, disamping hukum tabur tuai yang diperhitungkan pada setiap orang)).
Aku hanya mengikuti prinsip the way, the truth (hukum karma/tabur tuai) dan the life (hukum anugerah kasih tanpa syarat bagi semua orang).
Paling gak... aku (berguna) berusaha membantu dapat merangkul semuanya dan mudah-mudahan dapat memberikan pengertian yang baik buat semuanya.
good hope and love
[at] sdr. Coedabgf
Apakah yang anda maksudkan dari penjabaran anda adalah bahwa sejatinya, sebenarnya adanya Atta / atman ?
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 10:55:07 PM
[at] encarta,
Sebab masing-masing setiap orang akan menuai apa yang diperbuatnya (hukum karma versi Buddhisme, hukum tabur tuai versi christianity (tetapi ada satu lagi didalam christianity yaitu hukum anugerah kasih, disamping hukum tabur tuai yang diperhitungkan pada setiap orang)).
Aku hanya mengikuti prinsip the way, the truth (hukum karma/tabur tuai) dan the life (hukum anugerah kasih tanpa syarat bagi semua orang).
good hope and love
Anda mungkin lupa Sdr Coedabgf , ada metta (cinta kasih universal tanpa pilih kasih terhadap
semua makhluk) dan karuna (belas kasih universal tanpa pilih kasih terhadap
semua makhluk) serta panna (kebijaksanaan) dalam Buddhisme. Tanpa kebijaksanaan, seseorang akan menjadi orang baik hati yang bodoh.
[at] tesla
penasaran nih yeeeh...
sudah bro selami dan latih realisasi (meng)alami jika bisa semua akan terbuka jawabannya.
klo teori kebanyakan malah ngawur seperti yang bro bilang muncul lobha atta.
[at] dilbert
wah klo buddhist aku senang loh, aku seneng yang tenang, aku mo jadi bhante atau bhiksu petapa. he3x...., gak seperti sekarang pasti ngalami keruwetan hidup secara duniawi.
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 11:04:10 PM
[at] tesla
penasaran nih yeeeh...
sudah bro selami dan latih realisasi (meng)alami jika bisa semua akan terbuka jawabannya.
klo teori kebanyakan malah ngawur seperti yang bro bilang muncul lobha atta.
maaf ya, saya ga penasaran tuh sama doktrin kamu :)
ada perbedaan wajar aja tuh, kenapa mesti sama?
i do it my way, you do it your way.
[at] kelana,
ya.. benar....tanpa syarat buat semua.
tapi aku berusaha (membantu) yang nyata-nyata/terlihat, diluar itu siapa yang tahu kenyataan kebenarannya (yang tak terlihat itu)?
klo menurutku sebab banyak apa yang terjadi di dunia nyata (kejadian buruk), itu sebelumnya didahului terjadi (diikat) di dunia tak nyata alias mencerminkan dunia yang tak nyata/tak terlihat mata itu. Dan saya istilahkan tanganku bukan sampai kesitu.
semoga memaklumi
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 11:15:44 PM
[at] kelana,
ya.. benar....tanpa syarat buat semua.
tapi aku berusaha (membantu) yang nyata-nyata/terlihat, diluar itu siapa yang tahu kenyataan kebenarannya (yang tak terlihat itu)?
klo menurutku sebab banyak apa yang terjadi di dunia nyata (kejadian buruk), itu sebelumnya didahului terjadi (diikat) di dunia tak nyata alias mencerminkan dunia yang tak nyata/tak terlihat mata itu. Dan saya istilahkan tanganku bukan sampai kesitu.
semoga memaklumi
Ok thanks, saya simpan dulu jawaban anda ini. Sudah malam soalnya mau tidur :) _/\_
[at] tesla
maksudku ngalir saja seperti biasa, bro buka topik pertanyaan apa yang muncul, gak dipaksakan.
Quote from: coedabgf on 26 February 2009, 11:23:23 PM
[at] tesla
maksudku ngalir saja seperti biasa, bro buka topik pertanyaan apa yang muncul, gak dipaksakan.
serius, ga ngerti maksudmu nih... :))
terus terang, saya agak susah mengerti kalimatmu & jg makna apa yg ingin kamu sampaikan :)
mengenai buka topic, saya menganjurkan bro buka topic baru.
tentang Tathagata dathu, True Self, udana 8.3 atau apalah.
mungkin bisa memberi pencerahan bagi yg lain.
saya sendiri mudah2an tidak akan membahas sampai ke sana (di luar dunia). yg kubahas cuma tentang dunia: diri (sakkaya), mahkluk (satta), dukkha, padam (nibbana), LDM, nama&rupa, salayatana, dst...
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 11:03:59 AM
Walaupun nibbana tidak dapat serta merta disamakan dengan an-atta, tetapi yang pasti nibbana tidak dapat didekati dengan konsep atta. Dengan konsep an-atta serta realitas an-atta itulah nibbana tercapai.
Saudara Dilbert yang baik,
Saya mau menambahkan sedikit, puncak dari menyelami anatta itulah Nibbana.
Nampaknya banyak teman-teman yang menganggap bahwa Nibbana hanya dialami oleh Arahat atau setingkat Arahat. Kenyataannya tidaklah demikian, Nibbana dialami oleh Sotapanna maupun Sakadagami dan Anagami.
Pengalaman Nibbana itulah yang akan menimbulkan pengetahuan, pandangan terang, cahaya dsbnya.
Dan juga melenyapkan kilesa.
sukhi hotu,
_/\_
Teman-teman sekalian,
saya ingin sharing pendapat mengenai Nibbana, kita sering mendengar dalam berbagai kesempatan,
Sabbe sankhara anicca
Sabbe sankhara dukkha
Sabbe Dhamma anatta (bukan sabbe sankhara anatta)
Coba perhatikan mengapa ketiga pernyataan tersebut nampaknya tidak konsisten? Mengapa bukan sabbe sankhara anatta? hal ini disebabkan oleh:
sankhara yang merupakan bentukan batin dan jasmani bersifat anicca dan dukkha.
Tentu kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu yang berada diluar diri kita bersifat dukkha, karena sesuatu yang berada di luar diri kita (meja atau kursi misalnya) bersifat netral.
Selain bersifat dukkha semua bentukan batin dan jasmani juga bersifat anicca.
Sekarang pertanyaannya mengapa Anatta tidak dikaitkan dengan sankhara, tetapi dikaitkan dengan Dhamma?
Karena memang tidak ada sesuatupun di dunia ini yang bersifat atta atau yang memiliki atta, apakah Nibbana termasuk anatta? tentu saja, karena Nibbana juga adalah Dhamma.
Sekarang kebalikannya, mengapa Sankhara tidak dibilang anatta? Jelas karena sankhara juga adalah bagian dari dhamma maka secara otomatis sankhara bersifat anatta.
Bila Nibbana yang merupakan bagian dari Dhamma bersifat anatta, apakah Nibbana bersifat anicca? Disinilah luar biasanya Sang Buddha, yang tak pernah selip lidah. Jawaban berbeda itu disebabkan Nibbana tidak bersifat anicca maupun dukkha.
Malah Nibbana (maksudnya pada keadaan anupadisesa Nibbana) adalah keadaan yang terbebas dari dukkha maupun anicca , dua hal yang seringkali tidak kita sukai.
semoga menambah pengertian teman-teman sekalian
sukhi hotu
_/\_
Quote from: fabian c on 27 February 2009, 01:25:08 AM
Teman-teman sekalian,
saya ingin sharing pendapat mengenai Nibbana, kita sering mendengar dalam berbagai kesempatan,
Sabbe sankhara anicca
Sabbe sankhara dukkha
Sabbe Dhamma anatta (bukan sabbe sankhara anatta)
Coba perhatikan mengapa ketiga pernyataan tersebut nampaknya tidak konsisten? Mengapa bukan sabbe sankhara anatta? hal ini disebabkan oleh:
sankhara yang merupakan bentukan batin dan jasmani bersifat anicca dan dukkha.
Tentu kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu yang berada diluar diri kita bersifat dukkha, karena sesuatu yang berada di luar diri kita (meja atau kursi misalnya) bersifat netral.
Selain bersifat dukkha semua bentukan batin dan jasmani juga bersifat anicca.
Sekarang pertanyaannya mengapa Anatta tidak dikaitkan dengan sankhara, tetapi dikaitkan dengan Dhamma?
Karena memang tidak ada sesuatupun di dunia ini yang bersifat atta atau yang memiliki atta, apakah Nibbana termasuk anatta? tentu saja, karena Nibbana juga adalah Dhamma.
Sekarang kebalikannya, mengapa Sankhara tidak dibilang anatta? Jelas karena sankhara juga adalah bagian dari dhamma maka secara otomatis sankhara bersifat anatta.
Bila Nibbana yang merupakan bagian dari Dhamma bersifat anatta, apakah Nibbana bersifat anicca? Disinilah luar biasanya Sang Buddha, yang tak pernah selip lidah. Jawaban berbeda itu disebabkan Nibbana tidak bersifat anicca maupun dukkha.
Malah Nibbana (maksudnya pada keadaan anupadisesa Nibbana) adalah keadaan yang terbebas dari dukkha maupun anicca , dua hal yang seringkali tidak kita sukai.
semoga menambah pengertian teman-teman sekalian
sukhi hotu
_/\_
Penjelasan yang baik Sdr. Fabian, Penjelasan yang baik _/\_
Anumodana Bro.Fabian
Grp Sent +1
Thanks & Best Regards
Gunawan S S
intinya semua-semua-semua adalah anatta ??
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 08:16:27 AM
intinya semua-semua-semua adalah anatta ??
sabbe dhamma anatta...
Quote from: fabian c on 27 February 2009, 12:50:46 AM
Quote from: dilbert on 25 February 2009, 11:03:59 AM
Walaupun nibbana tidak dapat serta merta disamakan dengan an-atta, tetapi yang pasti nibbana tidak dapat didekati dengan konsep atta. Dengan konsep an-atta serta realitas an-atta itulah nibbana tercapai.
Saudara Dilbert yang baik,
Saya mau menambahkan sedikit, puncak dari menyelami anatta itulah Nibbana.
Nampaknya banyak teman-teman yang menganggap bahwa Nibbana hanya dialami oleh Arahat atau setingkat Arahat. Kenyataannya tidaklah demikian, Nibbana dialami oleh Sotapanna maupun Sakadagami dan Anagami.
Pengalaman Nibbana itulah yang akan menimbulkan pengetahuan, pandangan terang, cahaya dsbnya.
Dan juga melenyapkan kilesa.
sukhi hotu,
_/\_
sdr.fabian yang baik...
apakah Nibbana yang "dialami" oleh Arahat berbeda dengan Nibbana yang "dialami" oleh seorang Sotapanna, seorang sakadagami dan seorang anagami ?
mungkin juga apakah juga ada Nibbana sekejap dan Nibbana permanen ?
Note : Apakah Nibbana yang dialami oleh seorang Sotapanna, Sakadagami atau Anagami itu semacam SATORI yang dikenal dalam Buddhisme Chan ?
QuoteTentu kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu yang berada diluar diri kita bersifat dukkha, karena sesuatu yang berada di luar diri kita (meja atau kursi misalnya) bersifat netral.
adakah sesuatu di luar diri kita yg terlepas dari diri kita?
bagaimana yg diluar diri kita (meja & kursi) bisa muncul dg terlepas dari keberadaan kita?
bagaimana kamu melihat itu (yg diluar diri) ada, kalau bukan melihat dalam hubungannya dengan dirimu?
sebenarnya, "di luar diri" ada karena adanya "(yg di dalam) diri".
bagaimana jika sudah tidak ada lagi pandangan akan diri?
selain itu, mengenai bersifat "netral". bagaimana kita bisa mengatakan meja dan kursi bersifat netral, dalam artian bukan dukkha? dan mengapa kita tahu yg diluar diri itu "netral" hanya karena ia di luar diri? bukankah itu cuma spekulasi, dalam melihat bahwa dalam diri ini dukkha, shg di luar diri itu tidak dukkha (netral).
QuoteBila Nibbana yang merupakan bagian dari Dhamma bersifat anatta, apakah Nibbana bersifat anicca? Disinilah luar biasanya Sang Buddha, yang tak pernah selip lidah. Jawaban berbeda itu disebabkan Nibbana tidak bersifat anicca maupun dukkha.
mungkin Sang Buddha selip lidah di sini:
dhamma adalah anicca; yg anicca adalah dukkha; yg dukkha adalah anatta. ;)
kalau dukkha adalah anatta, maka nibanna adalah......
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 11:07:11 AM
kalau dukkha adalah anatta, maka nibanna adalah......
nibbana dalam artian apa yg dialami arahat (bukan kepadaman itu sendiri), dikatakan oleh Buddha bahwa itu tidak dapat dijelaskan.
ketika seorang arahat hidup, kita bisa menunjuk arahat pada fisik(rupa) dan bathin(nama)nya yg tersisa. bagaimana setelah fisik dan bathinnya berakhir?
apakah ia ada?
apakah ia tidak ada?
apakah ia ada dan tidak ada?
apakah ia bukan ada dan bukan tidak ada?
jika kita tidak dapat memberikan jawaban pada pertanyaan ini... bagaimana bisa kita memberikan label anatta padanya?
kembali lagi ke annata yg membingungkan ;D
nibbana sebagai dhamma ,tidak ada "diri" cuma ada "tidak ada nya diri" kan bos
bagaimana kalau kita melihatnya "ada"
dan dia melihat diri sendiri "tidak ada"
bagaimana bisa dibilang ada?
kalau semuanya adalah annatta.
dhamma termasuk annatta, dhamma adalah kebenaran, jadi kebenaran adalah annatta juga ??
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 11:47:44 AM
kembali lagi ke annata yg membingungkan ;D
nibbana sebagai dhamma ,tidak ada "diri" cuma ada "tidak ada nya diri" kan bos
bagaimana kalau kita melihatnya "ada"
dan dia melihat diri sendiri "tidak ada"
bagaimana bisa dibilang ada?
ga perlu diperumit sebenarnya...
cukup tau, nibbana adalah padam. padamnya keserakahan (Lobha), kebencian (Dosa) dan kebodohan (Moha).
bagaimana setelah padam, tidak perlu dipusingkan, krn yg memusingkannya adalah bathin yg masih diliputi kebodohan (Moha) itu sendiri. bukan cuma itu, bahkan Sang Buddha yg telah bebas saja, tidak pernah berbicara soal apa yg ada setelah bebas karena hal tsb diluar jangkauan utk dijelaskan. beberapa kasus dimana pertanyaan serupa ini ditujukan kepada Buddha tidak dijawab oleh Buddha. alih2, Sang Buddha mengatakan:
"Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran
Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada
Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya
Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 11:58:13 AM
kalau semuanya adalah annatta.
dhamma termasuk annatta, dhamma adalah kebenaran, jadi kebenaran adalah annatta juga ??
ya, dhamma adalah kebenaran, realitas, fakta, ... yg ada sekarang.
itu yg harus dilihat,
bahwa segalanya adalah anicca, dukkha, anatta.
kalau manusia adalah konsep (pannati)
nibbana adalah kondisi dari dhamma
dukkha adalah konsep dari manusia
jadi dukkha adalah konsep
dukkha adalah sementara jadi nibanna bukanlah dukkha
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 11:58:13 AM
kalau semuanya adalah annatta.
dhamma termasuk annatta, dhamma adalah kebenaran, jadi kebenaran adalah annatta juga ??
anatta adalah kebenaran...
kalau nibanna bukan dukkha
berarti juga bukan anicca dan anatta
tapi nidanna sebagai dhamma.
dhamma bukanlah anatta, anicca dan dukkha
dhamma adalah kebenaran absolut.
nibanna adalah dhamma, bukankah seorang arahat yang kepadaman nya sudah padam masih melakukan kebenaran dlm dhamma
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 12:23:16 PM
tapi nidbanna sebagai dhamma.
apakah nibbana adalah dhamma (segala sesuatu)?
nibbana adalah berakhirnya segala sesuatu.
Quote
nibanna adalah dhamma, bukankah seorang arahat yang kepadaman nya sudah padam masih melakukan kebenaran dlm dhamma
dhamma disini berarti doktrin/ajaran Sang Buddha.
dalam artian ini, tentu saja nibbana termasuk dalam dhamma (doktrin/ajaran Sang Buddha)
apa kalau saya mukul orang termasuk dhamma? (segala sesuatu)
bukankah ada istilah nibbana adalah kebahagian tertinggi
kalau bahagia istilahnya padam mah, orang gila padam gak?
nibanna bukanlah sementara.. bearti ada teruskan bos, dhamma sebagai kebenaran ada teruskan bos
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 12:57:23 PM
apa kalau saya mukul orang termasuk dhamma? (segala sesuatu)
kalau bro Encarta benar2 memukul orang, tentu saja itu adalah dhamma dalam arti kenyataan.
tetapi tidak sesuai dg dhamma dalam artian ajaran/doktrin Sang Buddha kan?
Quote
bukankah ada istilah nibbana adalah kebahagian tertinggi
kalau bahagia istilahnya padam mah,
kepadaman itu sendiri adalah kebahagiaan.
(udah di jelaskan baik oleh Nyanavira Thera, silahkan baca ulang).
Quote
orang gila padam gak?
orang gila itu diliputi oleh kegelapan bathin. bagaimana bisa padam?
Quote
nibanna bukanlah sementara.. bearti ada teruskan bosbos
kepadaman itu bersifat permanen. artinya... yg telah pergi tidak akan kembali (ke dunia eksistensi ini lagi).
Quote
dhamma sebagai kebenaran ada teruskan
dhamma sebagai kebenaran itu bukan sesuatu yg muluk2 di atas awang2x.
dhamma itu adalah realitas yg dapat kita temui sehari2x. dan itu ada terus.
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 08:16:27 AM
intinya semua-semua-semua adalah anatta ??
Saudara Encarta yang baik,
Bila pada mahluk hidup yang terdiri dari batin dan jasmani saja tidak memiliki atta, apalagi benda mati seperti buku, lantai, pohon dsbnya.
Akan jauh lebih rancu lagi bila ada yang mengatakan bahwa Nibbana memiliki atta, atau atta terbentuk setelah mencapai Nibbana.
sukhi hotu
_/\_
kalau benar2 padam tanpa sisa
apa bedanya buddhism dengan nihilisme dan pemusnahan diri kalau bergitu?
atta adalah anicca pastinya
nibanna adalah anatta katanya, kalau atta adalah anatta ;D
masalahnya apakah yg dimaksud nihilisme? apakah karena setelah parinibbana maka tidak ada eksistensi lagi maka itu dianggap nihilisme? ketakutan diri kita memang kuat yah :)
Quote
nihilism |ˈnīəˌlizəm; ˈnē-|
noun
the rejection of all religious and moral principles, often in the belief that life is meaningless.
• Philosophy extreme skepticism maintaining that nothing in the world has a real existence.
• historical the doctrine of an extreme Russian revolutionary party c. 1900, which found nothing to approve of in the established social order.
Thirty-three synonyms for Nibbana:
1. The Unconditioned
2. The destruction of lust, hate, delusion
3. The Uninclined
4. The taintless
5. The truth
6. The other shore
7. The subtle
8. The very difficult to see
9. The unaging
10. The stable
11. The undisintegrating
12. The unmanifest
13. The unproliferated
14. The peaceful
15. The deathless
16. The sublime
17. The auspicious
18. The secure
19. The destruction of craving
20. The wonderful
21. The amazing
22. The unailing
23. The unailing state
24. The unafflicted
25. Dispassion
26. Purity
27. Freedom
28. Non attachment
29. The island
30. The shelter
31. The asylum
32. The refuge
33. The destination and the path leading to the destination
(from Samyutta Nikaya 43)
nah dari 33 kesamaan arti kata Nibanna, ada gak... yang nyangkut yang sama dari pengertian/pemahaman teman teman sebagai umat/murid?
klo gak... berarti masih berada diluar.
kalau diambil semua? apa bro coedxxxx bisa paham =))
coba periksa setiap (pengertian/pemahaman) isi tulisan masing-masing. 8), ada yang nyangkut atau banyak yang nyangkut dari 33 synonyms tsb? :whistle:
[at] sdr Kelana dan sdr Gunawan, terima kasih sama-sama.
author=dilbert link=topic=9149.msg154471#msg154471 date=1235707067]
Quoteauthor=fabian c link=topic=9149.msg154387#msg154387 date=1235670646]
Quoteauthor=dilbert link=topic=9149.msg153541#msg153541 date=1235534639]
Walaupun nibbana tidak dapat serta merta disamakan dengan an-atta, tetapi yang pasti nibbana tidak dapat didekati dengan konsep atta. Dengan konsep an-atta serta realitas an-atta itulah nibbana tercapai.
Saudara Dilbert yang baik,
Saya mau menambahkan sedikit, puncak dari menyelami anatta itulah Nibbana.
Nampaknya banyak teman-teman yang menganggap bahwa Nibbana hanya dialami oleh Arahat atau setingkat Arahat. Kenyataannya tidaklah demikian, Nibbana dialami oleh Sotapanna maupun Sakadagami dan Anagami.
Pengalaman Nibbana itulah yang akan menimbulkan pengetahuan, pandangan terang, cahaya dsbnya.
Dan juga melenyapkan kilesa.
sukhi hotu,
_/\_
Quote
sdr.fabian yang baik...
apakah Nibbana yang "dialami" oleh Arahat berbeda dengan Nibbana yang "dialami" oleh seorang Sotapanna, seorang sakadagami dan seorang anagami ?
Sdr Dilbert yang baik,
Saya rasa semua Nibbananya sama. Tetapi pada penembusan Magga pengertian (nana) yang timbul dan melenyapkan kilesa berbeda pada setiap tingkat.
Mengenai Nibbana sekejap, pada waktu kita mencapai Nibbana pertama-kali memang sekejap, tetapi mereka yang mencapai Nibbana pertama kali harus sudah memiliki konsentrasi minimum setingkat upacara samadhi,
dan ini mutlak.Setelah beberapa kali memasuki Nibbana maka kita dapat memperpanjang waktu kita mengalami Nibbana.
Quotemungkin juga apakah juga ada Nibbana sekejap dan Nibbana permanen ?
Nibbana yang dialami sebelum padam total tidak bersifat permanen (buktinya kita bangun lagi dari meditasi kan?) tetapi yang dimaksud Nibbana permanen adalah Anupadisesa Nibbana ( Nibbana total tanpa sisa)
Quote
Note : Apakah Nibbana yang dialami oleh seorang Sotapanna, Sakadagami atau Anagami itu semacam SATORI yang dikenal dalam Buddhisme Chan ?
Pencapaian Nibbana versi Tipitaka
tidak terjadi secara tiba-tiba, semua melalui proses berulang-ulang (tambah lama tambah dalam). dan walaupun pencapaian Nibbana bisa dialami dalam ke empat posisi, tetapi yang mencapai Nibbana (saupadisesa Nibbana) harus memiliki konsentrasi yang cukup dalam, entah yang mencapai Nibbana seorang Sotapanna atau Arahat.
Semoga sharing ini bermanfaat.
sukhi hotu,
_/\_
petunjuk yang lagi mendayung, sebenarnya yang disebut pencerahan itu apa tuh yeeh...? 8)
Bodhi
tambahin lagi dah, setelah pengetahuan sejati didapat, apakah ada yang permanen tidak permanen? the reality, yang ada adalah hidup didalam kemelekatan yang lama atau hidup berjalan didalam kebenaran yang baru. Itu saja.
Yang tidak permanen karena masih didalam kerelatifan (bukan (didalam penembusan) kebenaran sejati). mungkin masih JJS (jalan-jalan sore). Seperti isi pada topik ini, dhamma yang diributkan awam atau DHAMMA sejati (kebenaran Mutlak) yang sudah diselami oleh mereka yag tercerahkan. (menurut tantanan siapa/apa, bila awam bicara tentang dhamma dan bila guru Buddha terpaksa bicara/mengajar tentang DHAMMA kebenaran sejati dan dhamma realitas duniawi?)
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 01:30:54 PM
kalau benar2 padam tanpa sisa
apa bedanya buddhism dengan nihilisme dan pemusnahan diri kalau bergitu?
atta adalah anicca pastinya
nibanna adalah anatta katanya, kalau atta adalah anatta ;D
Saudara Encarta yang baik,
Pada paham nihilisme, mereka menganggap bahwa ada sesuatu (atta) pada waktu kita masih hidup, dan atta itu hancur dan lenyap setelah kita mati.
Perhatikan bahwa ada pandangan salah mengenai diri (atta) disini, yang akhirnya mengakibatkan timbulnya lobha, dosa, moha, contohnya: (bila seseorang mengetahui bahwa setelah kita mati entitas yang tadinya ada akan lenyap, maka pikiran akan melakukan segala sesuatu yang menguntungkan mumpung masih hidup, entah jahat entah baik, yang penting kita untung, karena sudah mati kita lenyap kan?)
Sedangkan pada Ariya Puggala, pandangan salah mengenai diri (atta dalam Buddhism hanya merupakan pandangan salah, tak lebih. Oleh karena itu pada hakekatnya mahluk hidup anatta) telah lenyap, sehingga ia berbuat segala sesuatu berdasarkan ketulusan, karena ia telah melihat hakekat sesungguhnya dari dirinya sendiri. Karena ia mengetahui kebenaran itu maka ia tak akan berbuat seburuk orang-orang yang memiliki pandangan keliru mengenai diri (atta).
Mengenai kebingungan saudara Encarta terhadap anatta, Sang Buddha mengatakan
sabbe Dhamma anatta, perhatikan artinya:
Sabbe berarti semua.
Dhamma bisa berarti macam-macam:
a. Dhamma yang merupakan seluruh ajaran Sang Buddha yang tertuang dalam Tipitaka
b. Dhamma yang merupakan Jalan untuk mencapai Nibbana
c. Dhamma yang merupakan Nibbana itu sendiri
d. Dhamma yang mencakup segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Dhamma yang dimaksud dalam konteks diatas adalah Dhamma pada poin d. yaitu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini anatta (
without soul/self), atau bisa juga dikatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini tidak memiliki entitas atta. Jadi hanya terdiri dari nama (batin) dan/atau jasmani (rupa).
Semoga keterangan ini membantu.
sukhi hotu
_/\_
QuoteSabbe berarti semua.
Dhamma bisa berarti macam-macam:
a. Dhamma yang merupakan seluruh ajaran Sang Buddha yang tertuang dalam Tipitaka
b. Dhamma yang merupakan Jalan untuk mencapai Nibbana
c. Dhamma yang merupakan Nibbana itu sendiri
d. Dhamma yang mencakup segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Dhamma yang dimaksud dalam konteks diatas adalah Dhamma pada poin d. yaitu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini anatta (without soul/self), atau bisa juga dikatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini tidak memiliki entitas atta. Jadi hanya terdiri dari nama (batin) dan/atau jasmani (rupa).
Semoga keterangan ini membantu.
yup
QuoteSedangkan pada Ariya Puggala, pandangan salah mengenai diri (atta dalam Buddhism hanya merupakan pandangan salah, tak lebih. Oleh karena itu pada hakekatnya mahluk hidup anatta) telah lenyap, sehingga ia berbuat segala sesuatu berdasarkan ketulusan, karena ia telah melihat hakekat sesungguhnya dari dirinya sendiri. Karena ia mengetahui kebenaran itu maka ia tak akan berbuat seburuk orang-orang yang memiliki pandangan keliru mengenai diri (atta).
jadi kesimpulannya semua hanya pandangan salah, tidak lebih
dan anatta adalah pandangan benar?
anatta yg berpandangan benar adalah nibanna anatta yg bukan aku yg terlepas dari semuanya.
bagaimana dengan damai?
nb: :( anatta saja aye gak ngerti
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 12:23:16 PM
kalau nibanna bukan dukkha
berarti juga bukan anicca dan anatta
tapi nidanna sebagai dhamma.
dhamma bukanlah anatta, anicca dan dukkha
dhamma adalah kebenaran absolut.
nibanna adalah dhamma, bukankah seorang arahat yang kepadaman nya sudah padam masih melakukan kebenaran dlm dhamma
Saudara Encarta yang baik,
Berbicara mengenai dukha selalu terkait dengan anicca, mengapa dukkha timbul? karena segala sesuatu bersifat anicca maka timbullah dukha.
Dalam hidup ini kita juga mengalami sukha tidak hanya dukha, contoh bila kita memiliki uang dan kesempatan ke Eropa kita mungkin merasa bahagia (sukha). masalahnya dengan sukha yang seperti ini, bersifat tidak kekal, sehingga akan timbul dukha.
Umpamanya anda senang ke Eropa, rasa senang itu tak akan bertahan lama.
Berikut saya berikan contoh yang mudah, ada orang yang pertama kali pindah ke suatu kota yang sangat ia sukai. Pada awalnya ia sangat gembira, bahagia, sukha. Setelah beberapa waktu, hari, bulan rasa bahagia, senang atau sukha ini akan lenyap, ia mulai terbiasa di kota tersebut dan menganggap biasa saja tinggal di kota tersebut. Lama kelamaan maka akan timbul rasa bosan, dan karena rasa bosan timbul maka ia akan merasa tak puas. Karena merasa tak puas maka ia tidak bahagia bahkan mungkin menderita.
Jadi dukha timbul karena segala sesuatu bentukan bersifat tidak kekal.
sifat perubahan / tidak kekal / anicca ini terjadi pada semua bentukan di alam semesta ini. Oleh karena itu kehidupan di alam semesta dianggap dukha /tidak memuaskan karena berubah.
Logikanya bila kita tak ingin terjadi sesuatu maka kita berusaha menghentikan sebelum terjadi kan? demikian juga dengan penderitaan, karena sumber penderitaan adalah bentukan /kondisi maka kita harus menghentikan bentukan.
Dengan terhentinya bentukan maka berhenti jugalah perubahan (anicca). Dengan berhentinya perubahan maka berhenti jugalah kebosanan, ketidak puasan, penderitaan, ratap tangis dsbnya.
Dan dengan demikian maka kita mengalami kebahagiaan, kebahagiaan dari apa? Kebahagiaan terbebas dari bentukan. Dengan terbebas dari bentukan maka kita akan terbebas dari anicca dan dukkha.
Dengan terbebas dari bentukan (ada juga yang mengatakan kondisi) maka segala akibat yang menyertai bentukan misalnya sedih, kecewa, gelisah dsbnya juga akan lenyap, dengan lenyapnya segala efek samping bentukan, maka batin menjadi terbebas, batin yang terbebas dari bentukan menjadi tenang. Batin yang tenang akan timbul kedamaian / Nibbana.
Semoga pengertian ini membantu
sukhi hotu
_/\_
kenapa damai bukan termasuk anicca?
jadi damai biasa anicca
damai nibanna anatta
???
ampun gak berani nanya lagi.. bigung mode on ^:)^ ^:)^
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 03:51:37 PM
jadi damai biasa anicca
damai nibanna anatta
???
ampun gak berani nanya lagi.. bigung mode on ^:)^ ^:)^
Saudara Encarta yang baik,
Perlu diketahui ada dua macam Nibbana, yaitu:
a. Saupadisesa Nibbana, yaitu Nibbana yang bisa dialami oleh mahluk yang telah mencapai kesucian (dari Sotapanna, hingga Arahat yang belum wafat).
b. Anupadisesa Nibana, yaitu Nibbana yang dialami oleh Arahat yang telah wafat.
Kedamaian yang tidak kekal yang saya maksud adalah kedamaian yang dialami pada pencapaian Saupadisesa Nibbana.
Bingung ya? :) :) :)
Mau supaya lebih jelas? meditasi Vipassana mau nggak? biar capai kesucian jadi nggak bingung ;D
Memang Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha tidak mudah dimengerti, apalagi bagi pemula.
Jalan terbaik untuk mengerti adalah dengan praktek (meditasi)
Pencapaian Nibbana adalah inti / tujuan dari ajaran Sang Buddha.
sukhi hotu
_/\_
terimakasih om fabian yang baik _/\_
Quote from: ENCARTA on 27 February 2009, 03:18:18 PM
jadi kesimpulannya semua hanya pandangan salah, tidak lebih
dan anatta adalah pandangan benar?
kurang tepat jg.
mengenai 'anatta' yg merupakan pandangan benar, maka itu adalah doktrin anatta.
doktrin anatta diajarkan Buddha utk memberitahu kita bahwa pandangan adanya diri (sakkhaya ditthi) itu salah. [menegasikan sakkhaya ditthi]
kemudian anatta itu sendiri harus dialami. tanpa itu seseorang biasa (putthujana) tidak akan mengerti. bagaimanapun intelektualnya mengerti doktrin anatta, apa yg ia lihat selalu dihubungkan dg diri (atta), demi kepuasannya (kebahagiaannya), dan demi kelanjutannya (kekekalannya).
Quote
anatta yg berpandangan benar adalah nibanna
anatta yg bukan aku yg terlepas dari semuanya.
bagaimana dengan damai?
sejauh belum melihat anatta itu sendiri, maka yg kita lihat adalah atta.
& daripada berusaha melihat anatta, lebih baik kita terus waspada bagaimana atta itu muncul.
seperti yg Buddha katakan, karena melekat pada jasmani, perasaan, pencerapan, bentukan mental, kesadaran (kelima kelompok), maka "aku" (diri) ada.
jadi terus disadari saja kelekatan thd kelima kelompok yg muncul.
mudah2an nanti bisa melihat anatta (beserta dukkha & anicca).
Quote from: fabian c on 27 February 2009, 04:17:34 PM
Perlu diketahui ada dua macam Nibbana, yaitu:
a. Saupadisesa Nibbana, yaitu Nibbana yang bisa dialami oleh mahluk yang telah mencapai kesucian (dari Sotapanna, hingga Arahat yang belum wafat).
b. Anupadisesa Nibana, yaitu Nibbana yang dialami oleh Arahat yang telah wafat.
Kedamaian yang tidak kekal yang saya maksud adalah kedamaian yang dialami pada pencapaian Saupadisesa Nibbana.
nibbana (kepadaman) seorang arahat adalah permanen termasuk sebelum ia parinibbana.
pada Unsur Kepadaman Dg Sisa (Saupadisesa Nibbanadhatu), yg padam adalah raga (nafsu), dosa (kebencian), moha (kegelapan bathin).
pada Unsur Kepadaman Tanpa Sisa (Anupadisesa Nibbanadhatu), yg padam adalah panca khanda.
mengenai mengapa itu dikatakan kedamaian/menyenangkan, telah dijawab oleh YM Sariputta pada Anguttara IX,34
YM Sáriputta mengatakan kepada bhikkhu, 'Kepadaman ini sahabat,
adalah menyenangkan.' Ketika ini dikatakan, YM Udáyi berkata kepada
YM Sáriputta, 'Tapi, sahabat Sáriputta, apa yg menyenangkan di sini,
berhubung tidak ada perasaan?'
'Karena itulah, sahabat, menyenangkan di sini, bahwa di sini tidak ada
perasaan.'jika kita masih melekati pandangan akan diri, tentu saja nibbana ini sama sekali tidak menggambarkan kedamaian/kebahagiaan. alih2 malah menghantarkan pada kekecewaan, krn "aku" akan berakhir ;)
[at] encarta dan teman-teman
Proses pencarian kebenaran bagi awan
saya beri perumpamaan seperti orang belum mahir berenang diair,
saat kebenaran dibukakan seseorang mulai samar-samar dapat melihat realitas yang diatas air,
tetapi beban tubuh membuat seseorang tertarik lagi kedalam/tenggelam lagi tak dapat melihat atas permukaan air melainkan kembali melihat dalam air (apalagi (terus) tenggelam, apalagi bagi yang tidak dapat berenang)
begitu juga seorang awam atau murid yang diberi petunjuk kebenaran langsung, kadang-kadang mulai secara samar-samar (kebenaran itu) terlihat, tetapi karena cekatan atta menjadikannya kebenaran itu lari lagi (fade away) digantikan bayang bayang pengajaran dari (cekatan) pemandangan kekhayalan konsepsi diri (atta)nya yang lama.
hayo jika lari lagi, balik lagi omongnya ke pemandangan (moha) atta yang anicca dukkha anatta yang lama, yang dikuasai lobha sehingga menimbulkan dosa lagi. terus begitu, klo gak ada yang bukakan sampai tua ada didalam kebanggaan kegelapan moha atta diri. cape dah yang ngajar yang jadi guru, atau cuekin (seperti guru Zen) hanya bilang dasar memang sudah sifat nama & rupa manusia.
siapa tuh?
Quote from: coedabgf on 27 February 2009, 05:07:55 PM
hayo jika lari lagi, balik lagi omongnya ke pemandangan (moha) atta yang anicca dukkha anatta yang lama, yang dikuasai lobha sehingga menimbulkan dosa lagi. terus begitu, klo gak ada yang bukakan sampai tua ada didalam kebanggaan kegelapan moha atta diri. cape dah yang ngajar yang jadi guru, atau cuekin (seperti guru Zen) hanya bilang dasar memang sudah sifat nama & rupa manusia.
siapa tuh?
saya...
Ok saya akan menanggapi pernyataan Sdr. Coedabgf yang mengatakan bahwa sejatinya ada Atta (Atman). Jika saya tidak salah tangkap, penyataan Sdr. Coedabgf berasal dari pemahamannya atas Mahaparinirvana Sutra yang membahas menggenai True Self atau Tathagata-Garbha atau Tathagata-dhatu. Tetapi dari sepengetahuan saya, baik Mahayana termasuk Chan (Zen) maupun tradisi Buddhis lainnya serempak menyatakan bahwa sejatinya TIDAK ADA ATTA ( Atman, True Self). Tidak ada True Self buried inside False Self.
Mari kita simak dalam Lankavatara Sutra (versi panjang maupun pendek) mengenai Tathagata-Garbha:
The Blessed One replied: No, Mahamati, my Womb of Tathagatahood (Tathagata-Garbha) is not the same as the Divine Atman as taught by the philosophers. What I teach is Tathagatahood in the sense of Dharmakaya, Ultimate Oneness, Nirvana, emptiness, unbornness, unqualifiedness, devoid of will-effort. The reason why I teach the doctrine of Tathagatahood is to cause the ignorant and simple-minded to lay aside their fears as they listen to the teaching of egolessness and come to understand the state of non-discrimination and imagelessness. The religious teachings of the Tathagatas are just like a potter making various vessels by his own skill of hand with the aid of rod, water and thread, out of the one mass of clay, so the Tathagatas by their command of skillful means issuing from Noble Wisdom, by various terms, expressions, and symbols, preach the twofold egolessness in order to remove the last trace of discrimination that is preventing disciples from attaining a self-realisation of Noble Wisdom. The doctrine of the Tathagata-womb is disclosed in order to awaken philosophers from their clinging to the notion of a Divine Atman as transcendental personality, so that their minds that have become attached to the imaginary notion of "soul" as being something self-existent, may be quickly awakened to a state of perfect enlightenment. All such notions as causation, succession, atoms, primary elements, that make up personality, personal soul, Supreme Spirit, Sovereign God, Creator, are all figments of the imagination and manifestations of mind. No, Mahamati, the Tathagata's doctrine of the Womb of Tathagatahood is not the same as the philosopher's Atman.
---------
Dari pernyataan Sang Buddha, jelas bahwa tidak ada yang namanya True Self, Divine Atman/Atta. Sang Buddha menjelaskan bahwa Beliau mengajar dengan menggunakan istilah, simbol Tatagatha-Garbha ataupun True Self adalah sebagai tahap awal menyingkirkan rasa takut orang-orang yang merasa takut ketika mendengar mengenai ajaran ketanpa-Akuan, kekosongan, padam. Dengan demikian mereka mau duduk mendengarkan ajaran mengenai pikiran yang tidak diskriminasi. Begitu pula apa yang ada dalam Mahaparinirvana Sutra, Sang Buddha menjelaskan Tatagatha-Garbha kepada mereka yang masih memiliki ketakutan akan ketanpa-akuan. Rasa takut seperti ini banyak menghinggapi manusia hingga sekarang.
Jadi, sejatinya tidak ada True Self, tidak ada Atta Sejati, tidak ada True Self buried inside False Self.
Demikian, semoga dapat dipahami _/\_
Quote from: coedabgf on 27 February 2009, 05:07:55 PM
hayo jika lari lagi, balik lagi omongnya ke pemandangan (moha) atta yang anicca dukkha anatta yang lama, yang dikuasai lobha sehingga menimbulkan dosa lagi. terus begitu, klo gak ada yang bukakan sampai tua ada didalam kebanggaan kegelapan moha atta diri. cape dah yang ngajar yang jadi guru, atau cuekin (seperti guru Zen) hanya bilang dasar memang sudah sifat nama & rupa manusia.
siapa tuh?
kalau mo buka2 di Maitreya aja...zzz
bagaimanapun, Sang Guru hanyalah penunjuk jalan.
Sang Guru tidak dapat mencerahkan murid2nya.
malah melekati figur Sang Guru hanya menghalangi pencerahan.
[at] encarta dan teman-teman
Proses pencarian kebenaran bagi awan
saya beri perumpamaan seperti orang belum mahir berenang diair,
saat kebenaran dibukakan seseorang mulai samar-samar dapat melihat realitas yang diatas air,
tetapi beban tubuh membuat seseorang tertarik lagi kedalam/tenggelam lagi tak dapat melihat atas permukaan air melainkan kembali melihat dalam air (apalagi (terus) tenggelam, apalagi bagi yang tidak dapat berenang)
begitu juga seorang awam atau murid yang diberi petunjuk kebenaran langsung, kadang-kadang mulai secara samar-samar (kebenaran itu) terlihat, tetapi karena cekatan atta menjadikannya kebenaran itu lari lagi (fade away) digantikan bayang bayang pengajaran dari (cekatan) pemandangan kekhayalan konsepsi diri (atta)nya yang lama.
saya sih mungkin ngerti kata2 tentang airnya cuma...
yg di hijaukan itu maksudnya apa bro? bisa mohon dijelaskan dengan kata2 untuk anak sd yg gak bisa berenang
[at] tesla
maksudnya penjelasan atau pengajaran yang membukakan rahasia kebenaran, bukan buka-buka totok-totok begitu.
[at] encarta
coba bro tesla bisa jelaskan (pernah alami) gak... kadang-kadang samar-samar mulai bisa melihat gambaran kebenaran, tetapi pada akhirnya lepas kemudian timbul kekacauan/kebingungan, balik lagi tertutup konsep awal, kemudian balik lagi ke pola lama.
Quote[at] encarta
coba bro tesla bisa jelaskan (pernah alami) gak... kadang-kadang samar-samar mulai bisa melihat gambaran kebenaran, tetapi pada akhirnya lepas kemudian timbul kekacauan/kebingungan, balik lagi tertutup konsep awal, kemudian balik lagi ke pola lama.
bagaimana dengan bro coedxxxx. kembali lagi gak ke kebingungan?
saya rasa harus buang konsep dan memikirkan realiti dulu bro
Quote from: coedabgf on 27 February 2009, 11:28:49 PM
[at] tesla
maksudnya penjelasan atau pengajaran yang membukakan rahasia kebenaran, bukan buka-buka totok-totok begitu.
menurut saya, ajaran Buddha Gotama adalah "melihat apa adanya" (tidak tau kalau ada ajaran Buddha yg lain). jadi bukan melihat suatu rahasia...
dalam Mulapariyaya Sutta (MN 1), dijelaskan apa yg dilihat oleh putthujana, sekha, arahat & buddha:
Quote
putthujana:
"He perceives Unbinding as Unbinding.
[...]
he conceives things about Unbinding,
he conceives things in Unbinding,
he conceives things coming out of Unbinding,
he conceives Unbinding as 'mine,'
he delights in Unbinding. [...]
sekha:
"He directly knows Unbinding as Unbinding.
[...]
let him not conceive things about Unbinding,
let him not conceive things in Unbinding,
let him not conceive things coming out of Unbinding,
let him not conceive Unbinding as 'mine,'
let him not delight in Unbinding. [...]
arahat&tathagata:
"He directly knows Unbinding as Unbinding.
[...]
he does not conceive things about Unbinding,
does not conceive things in Unbinding,
does not conceive things coming out of Unbinding,
does not conceive Unbinding as 'mine,'
does not delight in Unbinding. [...]
bisa dilihat bahwa ternyata seorang putthujana lah yg melihat rahasia2 ;)
sedangkan seorang arahat atau Buddha, hanya berhenti sampai proses pertama (He directly knows Unbinding as Unbinding)
kalau seorang sekha, akan berlatih agar tidak terjadi proses berikutnya...
putthujana apa sich artinya bro sekha?
putthujana = orang biasa (penghuni samsara)
sekkha = orang yg sedang berlatih (ariya belum arahat)
kutipan coedabgf :
Proses pencarian kebenaran bagi awan
saya beri perumpamaan seperti orang belum mahir berenang diair,
saat kebenaran dibukakan seseorang mulai samar-samar dapat melihat realitas yang diatas air,
tetapi beban tubuh membuat seseorang tertarik lagi kedalam/tenggelam lagi tak dapat melihat atas permukaan air melainkan kembali melihat dalam air (apalagi (terus) tenggelam, apalagi bagi yang tidak dapat berenang)
begitu juga seorang awam atau murid yang diberi petunjuk kebenaran langsung, kadang-kadang mulai secara samar-samar (kebenaran itu) terlihat, tetapi karena cekatan atta menjadikannya kebenaran itu lari lagi (fade away) digantikan bayang bayang pengajaran dari (cekatan) pemandangan kekhayalan konsepsi diri (atta)nya yang lama.
hayo jika lari lagi, balik lagi omongnya ke pemandangan (moha) atta yang anicca dukkha anatta yang lama, yang dikuasai lobha sehingga menimbulkan dosa lagi. terus begitu, klo gak ada yang bukakan sampai tua ada didalam kebanggaan kegelapan moha atta diri. cape dah yang ngajar yang jadi guru, atau cuekin (seperti guru Zen) hanya bilang dasar memang sudah sifat nama & rupa manusia.
siapa tuh?
kutipan tesla :
menurut saya, ajaran Buddha Gotama adalah "melihat apa adanya" (tidak tau kalau ada ajaran Buddha yg lain). jadi bukan melihat suatu rahasia...
dalam Mulapariyaya Sutta (MN 1), dijelaskan apa yg dilihat oleh putthujana, sekha, arahat & buddha:
Quote
putthujana:
"He perceives Unbinding as Unbinding.
[...]
he conceives things about Unbinding,
he conceives things in Unbinding,
he conceives things coming out of Unbinding,
he conceives Unbinding as 'mine,'
he delights in Unbinding. [...]
sekha:
"He directly knows Unbinding as Unbinding.
[...]
let him not conceive things about Unbinding,
let him not conceive things in Unbinding,
let him not conceive things coming out of Unbinding,
let him not conceive Unbinding as 'mine,'
let him not delight in Unbinding. [...]
arahat&tathagata:
"He directly knows Unbinding as Unbinding.
[...]
he does not conceive things about Unbinding,
does not conceive things in Unbinding,
does not conceive things coming out of Unbinding,
does not conceive Unbinding as 'mine,'
does not delight in Unbinding. [...]
bisa dilihat bahwa ternyata seorang putthujana lah yg melihat rahasia2 Wink
sedangkan seorang arahat atau Buddha, hanya berhenti sampai proses pertama (He directly knows Unbinding as Unbinding)
kalau seorang sekha, akan berlatih agar tidak terjadi proses berikutnya...
ya sudahlah klo dibilang putthujana ata bukan. moga-moga aja paling gak kan... mungkin ada manfaat pada tulisan aye buat beberapa pembaca.
[at] coed
latar belakang pengetahuan saya adalah Buddhisme Theravada, yg membahas tentang "sesuatu" yg mungkin anda maksudkan itu hanya melalui negasi dari apa yg bisa kita sebutkan (Via Negative (http://en.wikipedia.org/wiki/Via_negativa)), krn hal itu memang diluar jangkauan.
sedangkan anda bertolak dari Buddhisme Mahayana yg langsung mendeskripsikan hal tsb melalui paham True Self, Tathagata dhatu, dst yg artinya berada dalam jangkauan penjelasan.
makanya disini tidak ada titik temu...