Namo Buddhaya,
Para penghuni forum yg berbahagia, adakah yg tau penyakit campak jerman ? ato ada yg pernah mengalaminya ?
Konon kabarnya, jika seorg ibu hamil dibawah 3bln terkena campak jerman, maka bayinya pasti akan lahir cacat.. Benerkah demikian ?
Jika benar pasti cacat, apa yg akan kita lakukan thd janin, apakah menggugurkannya ato membiarkannya lahir cacat ?
Manakah lebih baik, digugurkan atau di biarkan lahir cacat, dlm pandangan Buddhis ?
_/\_
Trims
dibiarkan lahir cacat
kalo digugurkan termasuk pelanggaran pancasila buddhist sila pertama
bagaimana kalau kasusnya, sang ibu hamil mengalami gangguan kesehatan yang mana jika kehamilannya dilanjutkan, maka jiwa sang ibu dan anak (sekaligus) akan terancam ?
Quote from: Reenzia on 08 February 2009, 10:11:29 PM
dibiarkan lahir cacat
kalo digugurkan termasuk pelanggaran pancasila buddhist sila pertama
semoga pilihan yang demikian sulit-nya... (tetap melanjutkan kehidupan janin yang dipredikis bakal catat atau diaborsi) tidak terjadi pada diriku... Sadhu Sadhu Sadhu...
Quote from: dilbert on 08 February 2009, 10:14:52 PM
Quote from: Reenzia on 08 February 2009, 10:11:29 PM
dibiarkan lahir cacat
kalo digugurkan termasuk pelanggaran pancasila buddhist sila pertama
semoga pilihan yang demikian sulit-nya... (tetap melanjutkan kehidupan janin yang dipredikis bakal catat atau diaborsi) tidak terjadi pada diriku... Sadhu Sadhu Sadhu...
Bagaimana pandangan dan saran mas Dilbert ? Mohon beri masukan dgn alasan2 yg lebih realistis..
Quote from: fran on 08 February 2009, 10:04:51 PM
Namo Buddhaya,
Para penghuni forum yg berbahagia, adakah yg tau penyakit campak jerman ? ato ada yg pernah mengalaminya ?
Konon kabarnya, jika seorg ibu hamil dibawah 3bln terkena campak jerman, maka bayinya pasti akan lahir cacat.. Benerkah demikian ?
Jika benar pasti cacat, apa yg akan kita lakukan thd janin, apakah menggugurkannya ato membiarkannya lahir cacat ?
Manakah lebih baik, digugurkan atau di biarkan lahir cacat, dlm pandangan Buddhis ?
_/\_
Trims
Saya hanya akan menjawab dari segi kesehatan sebagai penambah wawasan saja. Karena kasus ini akan banyak pro kontra seperti membahas mengenai Euthanasia.
Rubella ya.. :-?
Pelik emang seh.. setahu saya kalau sudah menyerang ibu hamil.. dan bayi bisa keluar dengan selamat saja itu sudah jarang. Biasanya lebih banyak terjadi case, janin akan meninggal dalam kandungan / keguguran.
Tetapi bila terjadi kelahiran, maka diperkirakan janin akan menderita CRS (Congenital Rubella Syndrome). Biasanya lazim terjadi memang pada trimester pertama. Bayi yang dilahirkan kemungkinan akan menderita katarak, dan ketulian, dan parahnya kadang diikuti dengan adanya pengapuran di otak sehingga menyebabkan retardasi mental.
Untuk mencegahnya, bagi pasangan yang menghendaki anak idealnya si calon ibu memeriksakan diri dulu apakah bisa terkena serangan virus Rubella ini. Jika bisa, maka harus diberikan vaksin sebelum hamil.
Semoga bermanfaat.
Di Wikipedia, ada sedikit bacaan :
http://en.wikipedia.org/wiki/Congenital_rubella_syndrome
Quote from: Forte on 08 February 2009, 10:27:12 PM
Quote from: fran on 08 February 2009, 10:04:51 PM
Namo Buddhaya,
Para penghuni forum yg berbahagia, adakah yg tau penyakit campak jerman ? ato ada yg pernah mengalaminya ?
Konon kabarnya, jika seorg ibu hamil dibawah 3bln terkena campak jerman, maka bayinya pasti akan lahir cacat.. Benerkah demikian ?
Jika benar pasti cacat, apa yg akan kita lakukan thd janin, apakah menggugurkannya ato membiarkannya lahir cacat ?
Manakah lebih baik, digugurkan atau di biarkan lahir cacat, dlm pandangan Buddhis ?
_/\_
Trims
Saya hanya akan menjawab dari segi kesehatan sebagai penambah wawasan saja. Karena kasus ini akan banyak pro kontra seperti membahas mengenai Euthanasia.
Rubella ya.. :-?
Pelik emang seh.. setahu saya kalau sudah menyerang ibu hamil.. dan bayi bisa keluar dengan selamat saja itu sudah jarang. Biasanya lebih banyak terjadi case, janin akan meninggal dalam kandungan / keguguran.
Tetapi bila terjadi kelahiran, maka diperkirakan janin akan menderita CRS (Congenital Rubella Syndrome). Biasanya lazim terjadi memang pada trimester pertama. Bayi yang dilahirkan kemungkinan akan menderita katarak, dan ketulian, dan parahnya kadang diikuti dengan adanya pengapuran di otak sehingga menyebabkan retardasi mental.
Untuk mencegahnya, bagi pasangan yang menghendaki anak idealnya si calon ibu memeriksakan diri dulu apakah bisa terkena serangan virus Rubella ini. Jika bisa, maka harus diberikan vaksin sebelum hamil.
Semoga bermanfaat.
Di Wikipedia, ada sedikit bacaan :
http://en.wikipedia.org/wiki/Congenital_rubella_syndrome
Seandainya uda terlanjur terjadi.. dan kondisi skrg pada bulan ke 3 masa kehamilan.. Keputusan apa yg harus diambil skrg, apakah digugurkan atao dibiarkan lahir cacat ?
Mohon berikan masukan dan pencerahan...
Atau adakah yg pernah mengalami hal ini ? solusi apa yg cukup bijaksana dan realistis ?
Saya rasa dalam hal ini.. tetaplah berjuang sampai "titik darah penghabisan". Nyawa manusia itu berharga.
Saya pernah membaca di artikel mengenai Rubella ini, akan saya share di sini.
Konsultasikan dengan dokter kandungan, dan apoteker.
http://emedicine.medscape.com/article/968523-print
Quote from: Rubella Treatment
* Postnatal rubella
o Treatment is supportive. No specific antiviral agent for rubella is currently available.
o Starch baths and antihistamines may be useful for adult patients with uncomplicated rubella and troublesome itching.
o For complicated cases, treatment is as follows:
+ For severe arthritis affecting weight-bearing joints, encourage rest. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) may be helpful, but corticosteroids are not indicated.
+ For patients with encephalitis, provide supportive care with adequate fluid and electrolyte maintenance.
+ Thrombocytopenia usually is self-limited but, if severe, consider intravenous immunoglobulin (IVIG). Corticosteroids have not demonstrated any specific benefit. Splenectomy is not indicated.
* Congenital rubella syndrome
o Treatment is supportive.
o Provide vision screening and hearing screening for asymptomatic newborns.
o Treatment of symptomatic newborns is as follows:
+ Provide careful evaluation of the eyes and ophthalmology referral for babies with corneal clouding, cataract, and retinopathy. Corneal clouding may indicate infantile glaucoma.
+ Babies with congenital rubella syndrome who develop respiratory distress may require supportive treatment in the intensive care unit.
+ Hepatosplenomegaly is monitored clinically. No intervention is required.
+ Patients with hyperbilirubinemia may require phototherapy or exchange transfusions if jaundice is severe to prevent kernicterus.
+ True hemorrhagic difficulties have not been a major problem; however, IVIG may be considered in infants who develop severe thrombocytopenia. Corticosteroids are not indicated.
+ Infants who have a rubella-related heart abnormality should be carefully observed for signs of congestive heart failure. Echocardiography may be essential for diagnosis of heart defects.
o Contact isolation is required for patients with congenital rubella during hospitalizations because babies are infected at birth and usually are contagious until older than 1 year unless viral cultures have produced negative results.
Quote from: fran on 08 February 2009, 10:25:53 PM
Quote from: dilbert on 08 February 2009, 10:14:52 PM
Quote from: Reenzia on 08 February 2009, 10:11:29 PM
dibiarkan lahir cacat
kalo digugurkan termasuk pelanggaran pancasila buddhist sila pertama
semoga pilihan yang demikian sulit-nya... (tetap melanjutkan kehidupan janin yang dipredikis bakal catat atau diaborsi) tidak terjadi pada diriku... Sadhu Sadhu Sadhu...
Bagaimana pandangan dan saran mas Dilbert ? Mohon beri masukan dgn alasan2 yg lebih realistis..
Terus terang, kalau berandai andai sekarang ini menghadapi kasus semacam ini (pilihan antara pertahankan bayi cacat atau aborsi), saya masih belum bisa memberikan jawaban. Karena memang belum dalam situsi yang demikian mendesak. Menurut ajaran BUDDHA yang saya ikuti, bahwa semua jenis penghilangan kehidupan adalah termasuk ke dalam tindakan pembunuhan dan melanggar sila ke-1. Tetapi bagaimana-pun pada saat sekarang ini saya masih seorang puthujana (umat awam) yang tidak berani sesumbar bahwa saya bakalan begini atau begitu...
Tetapi yang pasti saya menyadari benar bahwa semua tindakan penghilangan kehidupan (walaupun pada tahapan janin) itu termasuk melanggar sila ke-1...
pernah baca cerita ..... kisah nyata perjuangan seorang ibu, ketika divonis sebelumnya bahwa bayi yg dikandungannya akan lahir cacat, dan atas saran dokter (kalo ngga salah ^:)^) sebaiknya digugurkan (aborsi) tetapi sang ibu TIDAK MAO, dengan kasih sayang seorang ibu ingin melahirkan darah dagingnya sendiri walaupun dengan resiko cacat
yg diperjuangan dan dilakukan ibu terus membaca paritta, Fangsen, beramal dll
ketika waktunya tiba bayi itu lahir selamat, tanpa cacat
gw baca kisah ini diforum DC, tapi lupa ada dimana
moga2 ada yg tau .... bisa copas disini :)
_/\_
Mana lebih berat karma buruk, menggugurkan kandungan agar janin bisa tumimbal lahir lagi ato membiarkannya lahir cacat dan menderita ?
Quote from: fran on 09 February 2009, 09:23:33 AM
Mana lebih berat karma buruk, menggugurkan kandungan agar janin bisa tumimbal lahir lagi ato membiarkannya lahir cacat dan menderita ?
IMO ya.. karma buruk itu ibaratnya seperti ulangan deh.. Misal ada ulangan yang bahannya susah.. walau kita izin gak masuk.. ulangan itu tetap harus diambil bukan walaupun harus dengan susulan.. Jadi misal anak lahir cacat memang kondisi karma orang tua yang mengharuskan memiliki anak cacat, dan kondisi karma anak yang mengharuskan menjalani hidup cacat. Idealnya ya disadari dan diterima, kecuali misal membahayakan nyawa ibu maka terpaksa harus dilakukan aborsi medikasi.
mana yang lebih baik kammanya, melahirkan anak itu dan menerimanya apa adanya?
pilihan yang sangat sulit. dan mungkin tersulit yah..
semoga tidak apa2 dan selamat dan berbahagia
Quote from: fran on 09 February 2009, 09:23:33 AM
Mana lebih berat karma buruk, menggugurkan kandungan agar janin bisa tumimbal lahir lagi ato membiarkannya lahir cacat dan menderita ?
Seperti penjelasan sdr.Forte... bahwa karma buruk itu pasti akan diterima (selama seseorang itu masih bertumimbal lahir), walaupun tidak pada kehidupan sebagai janin yang dimaksud sekarang, dan apabila jika di aborsi / digugurkan, dan "entitas" tersebut yang seharusnya terlahir cacat (menerima karma buruknya) itu akan kembali terlahirkan di rahim orang lain "mungkin" dengan kondisi yang sama (cacat)...
Point yang ingin saya sampaikan adalah
1. Dari sisi si calon bayi, bahwa si calon bayi itu yang ternyata harus dan pasti menjalani karma buruknya untuk terlahir sebagai anak cacat dan memiliki keterbatasan, dimanapun dilahirkan, baik sebagai anak kita, ataupun anak orang lain akan tetap terlahir cacat (jika konsep hukum karma tetap konsisten, dan menurut saya tetap konsisten).
2. Dari sisi kita sebagai calon orang tua, bahwa memiliki anak yang cacat (si anak menderita), dan kita sebagai orang tua juga akan mengalami penderitaan juga (penderitaan mental dsbnya), adalah juga sebagai karma buruk kita. Si anak menerima karma buruk terlahir sebagai anak cacat, sedangkan kita sebagai orang tua menerima karma buruk mendapat anak cacat (yang mungkin butuh ekstra perhatian dan ekstra materi). Jadi ketika kita sebagai orang tua menerima karma buruk kita (katakanlah balasan), menurut hemat saya, janganlah lagi berbuat kesalahan lagi (dengan melakuan penghilangan kehidupan / melanggar sila ke-1), dimana ketika kita meng-aborsi dan menghilangkan nyawa si anak, dengan demikian kita terhindari dari penerimaan karma buruk sebagai orang tua dari anak cacat pada kehidupan ini, mungkin akan kita terima lagi di kehidupan kehidupan yang lain PLUS dengan karma buruk kita dari melakukan pembunuhan.
Bagaimana jika janin tersebut terus dilanjutkan kehidupannya dan terlahir cacat (walaupun kita sudah mengetahuinya)... Adalah suatu sikap penerimaan yang sangat baik, dimana kita menerima karma vipaka (balasan) atas perbuatan kita dimasa lampau sehingga berbuah dengan memiliki anak cacat, dan dengan pemahaman kita atas hukum karma dan ajaran buddha, kita dapat memberikan suatu kehidupan yang baik baik si calon anak (mungkin kalau si anak terlahir di keluarga yang tidak mengenal ajaran yang baik, akan lebih menderita lagi).
dan kembali lagi... SEMOGA SAYA TIDAK DIHADAPKAN PADA PERSOALAN YANG SULIT SEPERTI INI... SADHU SADHU SADHU...
Thanks u/ bro Dilbert yang telah melengkapi..
Inti dari post saya di atas, daripada sibuk memikirkan bagaimana cara lolos dari "ulangan", ada baiknya kita belajar agar bisa dalam ulangan itu. Kalau bisa ya dapat nilai 100, tapi ya kalau tidak bisa dapat 100, ya dapat 80 ya disyukuri juga. Setidaknya tidak dapat nilai 0 karena tidak belajar akibat sibuk mengurus bagaimana cara lolos ulangan, dan bisa jadi mengakibatkan tinggal kelas.
Arti dari ilustrasi di atas adalah jika ini merupakan kisah nyata, ada baiknya kita lebih membahas dari segi kesehatan saja, yaitu bagaimana caranya agar calon anak yang bakal lahir bisa berkurang penderitaannya dengan tidak terlahir cacat, atau pun misalnya terlahir cacat setidaknya tidak cacat pada bagian2 yang fatal yang nantinya akan menyebabkan penderitaan pada masa dewasanya.
Pesan moral yang perlu saya sampaikan, orang cacat bukan berarti tidak bisa sukses. Janganlah orang cacat dianggap suatu beban. Kadang mereka juga punya secret power yang tidak diketahui, yang penting bagaimana cara kita dan ybs menyikapinya. Banyak orang cacat yang sukses juga asal ada mau kemauan untuk berusaha. Lihat saja Hirotada Ototake, yang tidak memiliki tangan kaki, dapat menuliskan kisah hidupnya dalam Buku No One's Perfect, dan dari negara ini, sebut saja Eko Ramaditya (ada juga bukunya berjudul Blind Power) yang menderita buta namun bisa menjadi Game Music Composer dan pernah dikontrak oleh perusahaan game raksasa seperti Nintendo. Saya pribadi pernah bertemu beliau tahun lalu, sungguh luar biasa bisa mengoperasikan Laptop dan berbahasa Inggris dengan fasih layaknya orang normal.
Mungkin bagi kita yang tidak mengalaminya mudah untuk mengatakan "jangan dibunuh!". Sedangkan mereka yang mengalaminya akan mendapatkan gangguan batin yang luar biasa. Tapi memang itulah yang seharusnya dilakukan, yaitu semaksimal mungkin mempertahankan kehidupan. Banyak dari kita yang menyelimuti rasa benci, rasa malu kita dengan dalih rasa kasihan, membunuh calon bayi yang cacat dengan dalih kasihan tetapi sebenarnya karena tidak ingin merasa malu dari gunjingan masyarakat.
Ini adalah hal yang sulit tapi dengan masalah seperti inilah manusia dilihat kelapangan dadanya dan dilatih kebesaran "hati" nya.
Evam.
Quote from: Kelana on 09 February 2009, 12:51:04 PM
Mungkin bagi kita yang tidak mengalaminya mudah untuk mengatakan "jangan dibunuh!". Sedangkan mereka yang mengalaminya akan mendapatkan gangguan batin yang luar biasa. Tapi memang itulah yang seharusnya dilakukan, yaitu semaksimal mungkin mempertahankan kehidupan. Banyak dari kita yang menyelimuti rasa benci, rasa malu kita dengan dalih rasa kasihan, membunuh calon bayi yang cacat dengan dalih kasihan tetapi sebenarnya karena tidak ingin merasa malu dari gunjingan masyarakat.
Ini adalah hal yang sulit tapi dengan masalah seperti inilah manusia dilihat kelapangan dadanya dan dilatih kebesaran "hati" nya.
Evam.
setuju... karena kita belum "menghadapi-nya", dengan mudah kita mengatakan kita bakalan ini dan itu... dan memang benar bagi individu yang menghadapi-nya akan mengalami pertentangan bathin yang luar biasa... MAKANYA, saya katakan bahwa... SEMOGA SAYA TIDAK MENGHADAPI MASALAH PELIK SEPERTI INI... Karena jika nantinya ketemu, masih belum tahu lagi apa yang bakalan saya lakukan...
Saya memiliki sedikit pandangan yang berbeda..
Karena memang case seperti ini sangatlah pelik.. maka sangat rentan sekali akan terjadi pengulangan karma buruk yang telah dilakukan sebelumnya baik di kehidupan ini atau pun di kehidupan lampau. Jadi idealnya agar pengulangan penanaman karma buruk dengan membunuh janin tidak terjadi lagi, idealnya diperlukan sikap saling mengingatkan antarteman, walau saya sendiri secara pribadi mungkin hanya mengalami sepersekian dari kesulitan ini.
Quote from: Forte on 09 February 2009, 01:43:57 PM
Saya memiliki sedikit pandangan yang berbeda..
Karena memang case seperti ini sangatlah pelik.. maka sangat rentan sekali akan terjadi pengulangan karma buruk yang telah dilakukan sebelumnya baik di kehidupan ini atau pun di kehidupan lampau. Jadi idealnya agar pengulangan penanaman karma buruk dengan membunuh janin tidak terjadi lagi, idealnya diperlukan sikap saling mengingatkan antarteman, walau saya sendiri secara pribadi mungkin hanya mengalami sepersekian dari kesulitan ini.
Teman memberikan nasehat dan masukan, selanjutnya keputusan tetap di tangan yang "mengalami"... cocok itu...
Numpang tanya om forte... katanya kemungkinan mengalami hal sedemikian hanya sepersekian... Apakah memutuskan hidup selibat ? jadi gak mungkin berkeluarga apalagi memiliki anak/bayi ? hehehehe
hidup selibat juga harus minta ijin ke orang tua atau istri "kata Buddha" loh :P
Untuk saat ini saya masih umat awam, dan masih tertarik untuk berkeluarga..
Walau saya sudah mengalami hal itu sepersekian :) Saya mencoba untuk terus menyadari itu adalah sesuatu yang harus saya jalani dan mencintai diri sendiri itu juga penting walau diri ini banyak kekurangan.
kalau dilahirkan memang 100% bakalan cacat yah..
ada yang pernah ketemu yang rubella ngelahirkan tidak cacat gak?
diindonesia kayanya belum ada specialis rubella yah bos
Quote from: N1AR on 09 February 2009, 03:36:03 PM
kalau dilahirkan memang 100% bakalan cacat yah..
ada yang pernah ketemu yang rubella ngelahirkan tidak cacat gak?
diindonesia kayanya belum ada specialis rubella yah bos
FYI, Rubella ini merupakan virus RNA. Jadi belum ada pengobatan yang spesifik untuk virus ini. Biasanya pengobatannya lebih terkait dengan sistem kekebalan tubuh yaitu IVIG (pemberian Immunoglobulin secara intravena) bagi yang sudah terkena penyakit ini. Bagi yang belum terkena dan khususnya untuk calon ibu, biasanya dilakukan upaya pencegahan dengan memberikan vaksin agar si ibu dapat membentuk antibodi sendiri untuk menangkal virus ini.
gw punyah teman yang pas hamil divonis kena rubella..
yg gw tau dia berobat kesingapura soalnya di rumah sakit di indonesia belum bisa katanya
dan dikorek gitu / maksudnya digugurin saja perlu biaya yg besar.
kalau sudah divonis rubella memang gak ada obatnya yah bos?
Akankah sang anak yg lahir cacat itu menyalahkan org tuanya karena membiarkan dia hidup menderita cacat ?
Bagaimana caranya tuk menyikapi hal ini ?
Quote from: fran on 09 February 2009, 04:36:46 PM
Akankah sang anak yg lahir cacat itu menyalahkan org tuanya karena membiarkan dia hidup menderita cacat ?
Bagaimana caranya tuk menyikapi hal ini ?
kalau sang anak diberi pelajaran dhamma yang baik, kemungkinan untuk menyalahkan orang tuanya karena membiarkan sang anak untuk terlahir di dunia dan menjalani hidup sebagai orang cacat tidak akan terjadi. Karena sadar bahwa semua-nya itu adalah KARMA sendiri.
Quote from: dilbert on 09 February 2009, 05:03:47 PM
Quote from: fran on 09 February 2009, 04:36:46 PM
Akankah sang anak yg lahir cacat itu menyalahkan org tuanya karena membiarkan dia hidup menderita cacat ?
Bagaimana caranya tuk menyikapi hal ini ?
kalau sang anak diberi pelajaran dhamma yang baik, kemungkinan untuk menyalahkan orang tuanya karena membiarkan sang anak untuk terlahir di dunia dan menjalani hidup sebagai orang cacat tidak akan terjadi. Karena sadar bahwa semua-nya itu adalah KARMA sendiri.
:jempol:
Quote from: fran on 09 February 2009, 04:36:46 PM
Akankah sang anak yg lahir cacat itu menyalahkan org tuanya karena membiarkan dia hidup menderita cacat ?
Bagaimana caranya tuk menyikapi hal ini ?
Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha.
Dhammapada 182 _/\_
[at] Virya
Mantap. :)
Semutnya kok pink...? ;D