Forum Dhammacitta

Komunitas => Politik, ekonomi, Sosial dan budaya Umum => Topic started by: purnama on 28 January 2009, 09:31:00 AM

Title: Imlek, Peringatan Budaya - Imlek 2560, Tahun Kerja Keras dan Panas -
Post by: purnama on 28 January 2009, 09:31:00 AM
http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=10009
Selasa, 27 Januari 2009
Imlek, Peringatan Budaya
REFLEKSI

IMLEK merupakan perayaan budaya sebuah komunitas masyarakat. Ia bukan perayaan keagamaan. Sehingga, tak haram bagi warga Tionghoa yang beragama Islam untuk turut merayakan Imlek. Etnis ini dalam kenyataannya, merupakan bagian dari warga negara Indonesia.

Demikianlah, Imlek setiap tahun diperingati sejak pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid, 2001. Dalam pelbagai kesempatan, Gus Dur mengaku memiliki aliran darah Cina dalam tubuhnya. Darah Cina itu mengalir dari Putri Campa yang menjadi selir Raja Majapahit Brawijaya V yang silsilahnya sampai pada dirinya. Putri Campa lahir di Tiongkok, lalu dibawa ke Indonesia. Dari perkawinannya dengan Brawijaya V, Putri Campa ini mempunyai dua orang putra: Tan Eng Hian yang mendirikan kerajaan Demak dan akhirnya berganti nama jadi Raden Patah dan Tan A Hok, yang akhirnya menjadi seorang Jenderal.

Namun, bukan karena alasan itu Gus Dur mengizinkan perayaan Imlek secara luas ketika menjabat presiden, melainkan demi menjaga pluralitas Indonesia. Lagi pula, budaya Cina sudah banyak mewarnai budaya-budaya di Tanah Air, salah satunya budaya Betawi dan masyarakat Minangkabau. Sedangkan budaya Betawi merupakan campur aduk antara Arab, Melayu, dan Tionghoa.
Kita menyambut baik tumbuh dan berkembangnya kebudayaan China di Indonesia sejak diizinkannya perayaan Imlek secara luas pada masa pemerintahannya. Kenyataannya, di negeri ini terdapat beragam suku bangsa, etnis dan budaya dan agama.

Memang, sejarah Imlek bagi kaum Tionghoa belum seberapa banyak diketahui. Dalam sebuah catatan, dari kitab-kitab tua berbahasa Mandarin, disebutkan, perayaan tahun baru Imlek bukanlah tradisi sekarang, tetapi sudah diwariskan ratusan tahun lalu. Dan perayaan itu awalnya dimulai dari daratan Tiongkok, seperti yang ditulis Dr Kai Kuok Liang, dalam bukunya, Festival Tradisi Budaya Tionghoa. Memang banyak versi yang menceritakan awal tradisi perayaan tahun baru Imlek, sesuai dengan daerah asalnya, namun yang lebih populer yakni dimulai pada masa Kaisar Chin Che Huang (246-210 BC).

Tahun baru Imlek dirayakan di daratan Tiongkok sudah sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan ada versi lain yang menyebutkan sebelum Kaisar Chin Che Huang pun sudah dirayakan, hanya masih belum merata di masyarakat, antara lain pada masa Huang Ti Yu (2698 BC). Hanya pada masa Kaisar Chin Che Huang, sudah merata di masyarakat Tiongkok, dengan semangat persatuan dan kesatuan.

Dan pada masa revolusi Xin-Hai, tanggal 10 Oktober 1911 yang dicetuskan oleh Dr Sun Yat Sen, yang terkenal dengan ideologinya San Min Cu I (three principles of the people) yang mengubah perayaan tahun baru imlek menjadi Festival Musim Semi (Kuo Chun Ciek). Bahkan, festival ini resmi ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari besar nasional, yang akan dirayakan setiap tahun. Dan tahun baru imlek dirayakan secara resmi mengikuti tahun baru masehi.

Walaupun sudah diubah namanya sejak tahun 1911, lantaran perayaan tahun baru Imlek sudah memasyarakat, sudah membudaya ribuan tahun di masyarakat, yang dirayakan turun temurun, sehingga perayaan tahun baru Imlek tetap dilangsungkan. Sementara perayaan tahun baru masehi, tidak semeriah tahun baru Imlek pada saat itu. Dan sampai sekarang pun, perayaan tahun baru Imlek tersebut masih meriah dilaksanakan, termasuk di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia.

Itulah kenyataan masyarakat kita, yang majemuk dan multikultural. Demikianlah, kita dititahkan untuk saling mengenal. []

http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=10008
Selasa, 27 Januari 2009
Imlek 2560, Tahun Kerja Keras dan Panas
Kerbau Api Masa Kemenangan Petani
Tahun 2009 diprediksi sebagai tahun penuh intrik politik. Di tahun ini pula dua agenda nasional bakal digelar. Pemilu legislatif dan Pilpres, agenda lima tahunan yang musti diikuti rakyat.

Bersamaan itu pula sesuai hong sui tahun ini, memiliki sio Kerbau Api. Sesuai sifat hewan Kerbau Api, diprediksi ahli jiamsi (ramalan) dari Klenteng Kwan Sing Bio Tuban, sebagai tahun penuh kerja keras. Karena sifatnya api yang panas, diprediksi tahun ini bakal berjalan panas. Entah karena intrik politik, atau panas karena global warming (pemanasan global).

"Sesuai sifat Kerbau Api, tahun ini dituntut kerja keras namun harus tetap hati-hati, karena sifat api yang panas," kata ahli Jiamsi Klenteng Kwan Sing Bio, Ko Jiang, kepada wartawan di Klenteng Kwan Sing Bio, kemarin siang.
Ditinjau dari sisi ekonomi, kerbau merupakan hewan pekerja keras. Hewan ini juga berada di wilayah pedesaan, sehingga terkait dengan nasib kaum pedesaan. Yakni kalangan petani. Oleh karena itu, tahun ini merupakan tahun kejayaan dari masyarakat petani.

Kendati begitu, sifat kerbau harus diikuti dengan kerja keras. Jika menginginkan sukses secara ekonomi, di tahun bersio Kerbau Api ini masyarakat musti kerja keras dengan penuh kehati-hatian.

"Tahun ini sebenarnya tahun gemah ripah loh jinawi (sejahtera), untuk masyarakat kecil," ungkap Go Tjong Ping, Ketua TITD Klenteng Kwan Sing Bio Tuban, di tempat sama.

Tahun Kerbau Api ini sifatnya panas. Sifat kerbau api yang panas juga harus diikuti dengan kerja keras, apalagi kerbau termasuk hewan pekerja keras. Untuk mencapai sukses di tahun ini umat manusia dituntut untuk bekerja keras. Dengan kerja keras yang sifatnya serupa dengan sifat-sifat hewan kerbau, diprediksi bakal membawa kesuksesan.

Kendati begitu, kerja keras yang dilakukan tak akan membawa hasil jika tidak diiringi dengan sifat kehati-hatian. Ini untuk mengiringi sifat dari api yang panas.

Oleh karena itu, umat Klenteng Kwan Sing Bio kemarin malam, menggelar sembahyang kedamaian. Ritual di klenteng yang menghadap langsung ke laut utara ini, diharapkan bias menciptakan kedamaian selama berada di tahun Kerbau Api.

"Kami berharap doa kedamaian ini bisa membantu kedamaian, Pemilu dan Pilpres di tahun Kerbau Api nanti berjalan lancar penuh kedamaian," ungkap Go Tjong Ping yang dipercaya umat memimpin sembahyang Imlek tersbeut.

Wakil Ketua DPRD Tuban dari PDIP yang baru dibebaskan Mahkamah Agung (MA) dalam kasus kerusuhan paska Pilkada Tuban 2006 lalu itu, menambahkan pihaknya berharap masyarakat tetap bekerja keras dalam menyambut tahun Kerbau Api. Dia tetap berpesan agar kedamaian tetap melingkupi tanah air, sekalipun bakal ada agenda Pemilu dan Pilpres bertepatan di tahun Kerbau Api. (*)

http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=10023
Selasa, 27 Januari 2009
Barongsai, Opera Lilin dan Pengemis
Hari Raya Imlek sepertinya tak bisa lepas dari seni Barongsai, Leang Leong serta Opera Lilin. Namun di tengah susana hingar bingar dan kekhusyukan persembahyangan, ada tangan-tangan tengadah yang berharap kejatuhan angpao.

——————————————————————

Pertunjukan seni asal negeri Tirai Bambu yang keberadannya sudah tak asing lagi bagi penduduk Jatim, yakni Barongsai dan Leang-leong, menjadi pertunjukan pamungkas dalam parade acara yang digelar tujuan Wisata Jatim Park di Kota Batu yang digelar sejak libur Imlek, kemarin. Ragam acara dalam rangka memperingati tahun baru imlek 2.560, membuat Jatim Park dibanjiri pengunjung. Kemarin, tak kurang 10 ribu orang memenuhi tempat wisata favorit keluarga Jawa Timur ini. Hingga kemarin sore, diperkirakan 7.000 orang masih memadati jatim park.

Menurut Titik, Humas Jatim Park, hiburan menyambut libur Imlek ini memang beragam. Mulai dari tari tradisional hingga musik modern. Semisal Rock Band Classic dan Rock n Roses, tampil di hari Sabtu. Smemtara hari berikutnya, menampilkan Kids Rock Band dan Opera Balada Kera menghiasi amphytheater vulcano. Sedangkan Puncak acaranya yakni Senin, digelar Barongsai dan Leang-leong.

Para pemainnya menghibur para pengunjung dengan berkeliling beberapa wahana, sembari mengambil amplop angpao yang sebelumnya sudah diisi dengan uang dari para pengunjung. Sementara, perayaan tahun baru Imlek, Tempat Ibadat Tri Dharma (TITD) Hwie Ing Kiong di Jalan Cokroaminoto, Kota Madiun, diserbu para pengemis yang ingin mendapatkan "angpao".

Suyati (49), pengemis asal Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, mengaku sudah sejak pagi dirinya beserta delapan orang pengemis lainnya mendekati kelenteng untuk mememperoleh uang dari jemaat yang melakukan persembahyangan merayakan Imlek.

Dia mengatakan, banyaknya pemberi angpao pada hari imlek, membuatnya rela meninggalkan keluarga di rumah untuk menjadi pengemis. "Lumayan rezeki sekali setahun. Makanya saya rela jauh-jauh datang kemari, bahkan saya akan bermalam di sekitar klenteng, agar besok pagi bisa dapat tempat di depan untuk berebut angpao," terang ibu lima anak ini.

Meski harus bersaing dengan pengemis lainnya, saat perayaan imlek tahun-tahun lalu, Suyati bisa mengumpulkan uang antara Rp50 ribu hingga Rp80 ribu. Jumlah tersebut dirasa cukup banyak dibanding harus menjadi buruh tani ladang tebu di desanya yang merupakan pekerjaannya dahulu, yakni sebesar Rp25 ribu/perhari.

Rencananya, uang hasil mengemis tersebut, akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. "Sebentar lagi anak saya harus kembali ke sekolah setelah liburan ini berakhir. Dari hasil mengemis ini saya rasa dapat sedikit membantu anak saya untuk membeli keperluan sekolah," imbuh dia sembari berharap agar anaknya kelak tidak bernasib seperti dirinya. (han,ag)