Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: dilbert on 19 December 2008, 11:02:13 PM

Title: Milinda Panha : Tentang Diskusi...
Post by: dilbert on 19 December 2008, 11:02:13 PM
BAB DELAPAN
PEMECAHAN DILEMA

Setelah merenungkan semalaman mengenai diskusinya dengan Nagasena, sang raja membuat delapan sumpah untuk dirinya sendiri: "Selama tujuh hari mendatang ini aku tidak akan memutuskan masalah hukum apa pun juga, aku tidak akan memelihara pikiran yang berisi nafsu keinginan, pikiran yang berisi kebencian atau pikiran yang berisi pandangan keliru. Terhadap semua pelayan dan mereka yang bergantung padaku aku akan bersikap rendah hati. Aku akan memperhatikan dengan seksama setiap perilaku tubuh serta enam inderaku. Aku akan mengisi pikiranku dengan cinta kasih bagi semua makhluk."

Kemudian Raja Milinda bermaksud berbicara kepada Nagasena seorang diri. Raja mengatakan, "Ada delapan tempat yang harus dihindari oleh orang yang ingin berdiskusi secara mendalam:

1. landasan pikiran yang tidak mantap di mana masalah yang didiskusikan menjadi tercerai-berai, bertele-tele, kabur dan tidak ada hasilnya;
2. tempat yang tidak aman di mana pikiran menjadi terganggu oleh rasa takut sehingga tidak dapat mencerap maknanya dengan jelas;
3. tempat yang berangin di mana suara menjadi tidak jelas;
4. tempat terpencil yang mungkin ada orang yang mencuri dengar;
5. tempat yang sakral di mana pokok pembicaraan mungkin menjadi terbelok ke situasi sekitarnya yang khidmat;
6. jalanan di mana pembicaraan mungkin menjadi dangkal;
7. jembatan di mana pikiran mungkin menjadi tidak stabil dan goyah; dan
8. tempat mandi umum di mana pembicaraan akan menjadi omongan sehari-hari.

"Juga ada delapan jenis orang, Nagasena, yang cenderung merusak suatu diskusi:
1. orang yang penuh nafsu,
2. orang yang pemarah,
3. orang yang diselimuti pandangan salah,
4. orang yang sombong,
5. orang yang iri hati,
6. orang yang malas,
7. orang yang hanya punya satu ide (fanatik buta), dan
8. orang tolol yang patut dikasihani.

Delapan jenis ini adalah perusak perdebatan tingkat tinggi.

"Ada delapan penyebab, Nagasena, yang menyebabkan berkembang dan matangnya kebijaksanaan:

1. berlalunya waktu,
2. bertumbuhnya reputasi,
3. seringnya bertanya,
4. berhubungan dengan pembimbing spiritual,
5. penalaran di dalam diri sendiri,
6. diskusi,
7. berhubungan dengan orang-orang yang berbudi luhur, dan
8. berdiam di tempat yang sesuai.

Tidak ada keberatan tentang tempat di sini ini, jadi kita dapat berdiskusi. Aku adalah murid teladan, aku dapat memegang rahasia dan pandangan terangku telah masak.

"Inilah, Nagasena, dua puluh lima tugas seorang guru terhadap muridnya yang baik:

1. Guru harus selalu melindungi muridnya,
2. memberitahukan apa yang harus dikembangkan,
3. memberitahukan apa yang harus dihindari,
4. memberitahukan apa yang harus ditekuni,
5. memberitahukan apa yang harus diabaikan.
6. Guru harus mengajar pentingnya tidur;
7. mengajar agar muridnya menjaga kesehatan,
8. mengajar tentang makanan apa yang harus dimakan atau dihindari,
9. mengajar agar tidak makan berlebihan,
10. membagi apa yang diperoleh di dalam mangkuknya.
11. Guru harus membesarkan hati muridnya yang lemah semangat, dan
12. menasihatinya tentang teman yang cocok,
13. menasihatinya tentang desa dan vihara mana yang patut dikunjungi.
14. Guru tidak boleh terseret di dalam canda atau percakapan tolol yang tak keruan dengan muridnya.
15. Bila guru melihat kelemahan muridnya, dia harus sabar terhadapnya.
16. Guru harus rajin,
17. harus hidup sesuai dengan moralitas,
18. harus patut dihormati, dan
19. harus berhati lapang.
20. Guru harus memperlakukan muridnya bagaikan anak kandungnya,
21. berjuang untuk membuatnya maju,
22. menguatkannya dalam pengetahuan,
23. mencintainya dan tidak pernah meninggalkannya saat dibutuhkan,
24. tidak pernah melalaikan tugas apa pun, dan
25. membawa muridnya kembali ke jalan yang benar bila dia khilaf."

"O, baginda, untuk murid awam, ada sepuluh sifat ini:

1. Dia harus berbagi suka dan duka Sangha,
2. memegang Dhamma sebagai pembimbingnya,
3. bersukacita di dalam memberi sejauh dia mampu, dan
4. harus berjuang untuk mengembangkan agamanya jika mulai pudar.
5. Dia memiliki pandangan benar, dan
6. setelah terbebas dari kesenangan merayakan pesta,1 dia tidak mengejar guru yang lain sekalipun demi kehidupannya.
7. Dia terus mengamati pikiran, perkataan dan perbuatannya,
8. Dia bersukacita di dalam keselarasan, dan
9. tidak penuh prasangka.
10. Karena tidak munafik, dia berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha.