Pada saat pemuda Pippali (bakal Maha Kassapa) dan gadis Bhaddakapilana berpisah untuk mencari jalan spiritual, Buddha tiba di Ràjagaha setelah melewatkan vassa pertama dan (dalam tahun Beliau mencapai Pencerahan Sempurna) sedang berdiam di Vihàra Veluvana. (Sebelum Beliau melakukan perjalanan ke Kapilavatthu.) Saat ia berada di dalam Kuñã Harum, Beliau mendengar gemuruh gempa bumi. Saat Beliau merenungkan untuk siapakah gempa bumi tersebut, Beliau mengetahui, "Karena kekuatan kebajikan, pemuda Pippali dan gadis Bhaddàkàpilànã menjadi petapa setelah tanpa ragu meninggalkan kekayaan mereka, mengabdikan kehidupan mereka untuk-Ku. Gempa terjadi dipersimpangan jalan di mana mereka berpisah. Aku akan membantu mereka." Maka Beliau keluar dari Kuñã Harum, membawa sendiri mangkuk dan jubah-Nya. Dan tanpa meminta satu pun dari delapan puluh siswa untuk menyertai-Nya, Beliau melakukan perjalanan sejauh tiga gàvuta untuk menyambut mereka. Beliau duduk bersila di bawah pohon banyan yang dikenal dengan nama Bahuputtaka antara Ràjagaha dan Nàlanda.
Yang aneh adalah bahwa Beliau tidak duduk di sana seperti seorang bhikkhu tidak dikenal yang sedang berlatih dhutaïga keras; untuk meningkatkan keyakinan Yang Mulia Mahà Kassapa yang belum pernah berjumpa dengannya sebelumnya, Buddha tidak menyembunyikan kemegahan alami yang cemerlang dengan tanda-tanda besar dan kecil; sebaliknya Beliau duduk di sana, memancarkan sinar Buddha yang gilang-gemilang dan menyinari hingga jarak delapan puluh lengan. Sinar yang bergulung-gulung yang berukuran sebesar kerimbunan daun-daunan pohon yang rindang, atau sebesar roda kereta atau sebesar kubah istana, menyerbu dari satu tempat ke tempat lain, menerangi seluruh hutan seolah-olah terbit seribu bulan atau seribu matahari. Karena itu, seluruh hutan menjadi sangat indah dengan kemegahan tiga puluh dua tanda-tanda manusia luar biasa bagaikan langit yang diterangi oleh bintang-bintang, atau bagaikan permukaan air dengan lima jenis bunga teratai yang mekar berkelompok. Walaupun warna alami batang pohon banyan itu adalah putih, daunnya hijau dan daun-daunnya yang mulai layu berwarna merah, dengan kemegahan tubuh Buddha, seluruh pohon banyan Bahuputtaka dengan banyak dahannya berwarna kuning emas pada hari itu karena bermandikan cahaya tubuh Buddha.
Thera Kassapa berpikir, "Orang Mulia ini pasti adalah guruku, Buddha. Sesungguhnya aku menjadi bhikkhu, mengabdikan kebhikkhuanku kepada guru ini." Dari tempat ia berdiri dan melihat Buddha, Thera berjalan, membungkukkan badannya; mendekat. Pada seluruh tiga jarak, jauh, sedang dan dekat, ia memberi hormat kepada Buddha dan menerima status siswa dengan menyatakan tiga kali, "Satthà me Bhante Bhagavà, sàvako'hamasmi, 'Buddha Yang Agung, Engkau adalah guruku! Aku adalah siswa-Mu, Yang Mulia!"
Kemudian Buddha menjawab, "Anak-Ku Kassapa, jika engkau memberikan penghormatan yang begitu tinggi kepada bumi ini, bumi ini tidak akan mampu menahannya. Bagi-Ku, yang seperti juga para Buddha terdahulu, telah meninggalkan penghormatan tinggi seperti yang engkau perlihatkan, yang mengetahui kebesaran kualitas-kualitas-Ku, tidak akan mampu mengguncangkan bahkan sehelai bulu badan-Ku. Anak-Ku Kassapa, duduklah. Aku akan memberikan engkau warisan." (Ini adalah penjelasan dari Etadagga Vagga, Ekaka Nipàta dari Komentar Aïguttara dan Penjelasan Thera Kassapagàthà, Cattàlãsa Nipàta dari Komentar Theragàthà.)
Tetapi dalam Cãvara Sutta dari Kassapa Saÿyutta, Nidàna Vagga, disebutkan sebagai berikut: ketika Thera Kassapa dengan khidmat mengucapkan status siswanya tiga kali, Buddha berkata:
"Kassapa, jika seorang yang tidak mengenal dengan baik muridnya, mengucapkan 'Aku tahu', atau tanpa melihatnya mengatakan 'Aku melihatnya', kepalanya akan jatuh, sedangkan bagi-Ku, Aku mengatakan 'Aku tahu', karena Aku memang mengetahuinya, atau Aku mengatakan 'Aku melihatnya' karena Aku memang melihatnya."
(Di sini, arti dari: jika seorang guru di luar pengajaran para Buddha mengakui bahwa ia mengetahui atau melihat tanpa benar-benar mengetahui atau melihat seorang siswa yang penuh pengabdian dan keyakinan seperti penghormatan tinggi yang diperlihatkan oleh Thera Kassapa, kepala guru itu akan jatuh dari lehernya bagaikan buah kelapa masak yang jatuh dari tandannya. Atau kepalanya akan pecah menjadi tujuh keping.)
(Penjelasan lebih jauh: Jika Thera Kassapa memberikan penghormatan, yang didorong oleh keyakinan, kepada lautan luas, airnya akan lenyap bagaikan tetes air yang jatuh di atas panci panas. Jika ia memberikan penghormatan kepada gunung di alam semesta, gunung itu akan pecah berkeping-keping bagaikan gumpalan sekam. Jika ia mengarahkannya ke Gunung Meru, gunung itu akan hancur dan menjadi berantakan bagaikan segumpal adonan yang dipatuk oleh burung gagak. Jika ia mengarahkannya ke bumi ini, tanahnya akan berhamburan menjadi tumpukan debu yang tertiup angin. Penghormatan Thera yang begitu dahsyat tidak mampu mengguncang bahkan sehelai bulu halus di kaki Buddha, atau bahkan sehelai benang jubah yang terbuat dari kain-kain usang yang dikenakan oleh Yang Agung. Sungguh luar biasa kekuatan Buddha.)
Penahbisan Menjadi Bhikkhu Melalui Penerimaan Atas Nasihat Buddha
Setelah berkata, "Anak-Ku Kassapa, duduklah. Aku akan memberikan warisan kepadamu," Buddha memberikan tiga nasihat kepada Thera (seperti yang tertulis dalam Civara Sutta dari Kassapa Saÿyutta):
"Kassapa, engkau harus berlatih dengan pikiran: 'Aku akan selalu berdiam dalam hirã dan ottappa dalam berhubungan dengan para bhikkhu yang lebih senior, atau lebih junior, atau yang memiliki umur yang sama.'"
"Kassapa, engkau harus berlatih dengan pikiran: 'Aku akan mendengarkan semua ajaran kebaikan. Aku akan mendengarkan dengan penuh perhatian semua ajaran itu, dengan penuh hormat merenungkannya dan mengingatnya.'"
"Kassapa, engkau harus berlatih dengan pikiran: 'Perhatian atas badan jasmani (kàyagatà-sati) yang disertai dengan kebahagiaan (sukha) tidak akan meninggalkan aku!'"
Buddha memberikan tiga nasihat ini. Thera Kassapa juga menerimanya dengan penuh hormat. Tiga nasihat ini merupakan penahbisan bagi Thera. Penahbisan dengan cara ini hanya diterima olah Yang Mulia Mahà Kassapa sendiri dalam masa pengajaran Buddha, yang dikenal sebagai ovàda-pañiggahaõa upasampadà, "penahbisan melalui penerimaan atas nasihat Buddha".
(Buddha menahbiskan Thera Kassapa menjadi bhikkhu dengan tiga nasihat ini. Nasihat pertama, "Anak-Ku Kassapa, engkau harus mengembangkan dua kebajikan utama hirã dan ottappa saat engkau bertemu dengan tiga kelompok bhikkhu, yang lebih senior dalam hal usia maupun penahbisan, yang lebih junior, dan yang sama denganmu." Dengan nasihat pertama ini, Thera Kassapa diajarkan untuk melenyapkan kesombongan dalam hal kelahiran, karena ia berasal dari kasta brahmana.)
(Nasihat kedua, "Anak-Ku, sewaktu engkau mendengarkan ajaran suci engkau harus penuh hormat dan penuh perhatian dengan menjulurkan kedua telingamu, telinga kebijaksanaan dan telinga jasmani, dalam tiga tahap pengajaran, pada awal, pada pertengahan, dan pada akhir." Dengan nasihat ini, Thera Kassapa diajarkan untuk melenyapkan keangkuhan yang muncul karena pengetahuannya yang luas, karena ia adalah orang yang sangat cerdas.)
(Nasihat ketiga, "Anak-Ku Kassapa, engkau harus berusaha untuk tidak melepaskan Jhàna Pertama dari proses batinmu, Jhàna yang disertai oleh perasaan bahagia (sukha vedanà) yang berasal dari perhatian terhadap badan jasmani (kàyagatà-sati) dan objek-indria napas masuk dan keluar (ànàpàna àrammaõa)." Dengan nasihat ketiga ini, Thera diajarkan untuk melepaskan cinta diri dan kemelekatan atas diri sendiri (taõhà-lobha) yang berasal dari kepribadian yang kuat (upadhi), karena ia sangat tampan.)
Setelah menahbiskan Thera Kassapa menjadi bhikkhu dengan memberikan nasihat di bawah pohon banyan Bahuputtaka, Buddha pergi dan melakukan perjalanan bersama Thera mulia sebagai pengikut-Nya. Buddha memiliki tiga puluh dua tanda-tanda makhluk luar biasa di tubuh-Nya dan terlihat megah dan agung, Thera Kassapa terlihat agung dengan tujuh tanda. Thera Kassapa mengikuti persis di belakang Buddha bagaikan sebuah perahu kecil yang mengikuti perahu emas besar. Setelah menempuh jarak tertentu, Buddha berbelok dari jalan utama dan memberikan isyarat bahwa Beliau ingin duduk di bawah pohon. Mengetahui bahwa Guru ingin duduk, Thera melipat empat jubah luarnya (yang halus) dan menghamparkannya dan berkata, "Buddha Yang Agung, silakan Buddha Yang Agung duduk di sini. Perbuatan Buddha duduk di sini akan memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepadaku dalam waktu yang lama."
Bertukar Jubah
Setelah duduk beralaskan jubah luar yang dilipat empat, Buddha meraba tepi jubah itu dengan tangannya yang berwarna seperti teratai mekar dan berkata, "Anak-Ku Kassapa, jubah luarmu ini terbuat dari sehelai kain tua yang sangat halus!"
('Mengapa Buddha mengucapkan kata-kata pujian?' Jawabannya: Karena Beliau ingin bertukar jubah dengannya.
'Mengapa Buddha ingin bertukar jubah?' Jawabannya: Karena Beliau ingin menetapkan posisi Thera sebagai pengganti Beliau.
'Bukankah penetapan posisi itu juga diberikan kepada Sàriputta dan Thera Moggallàna?' Jawabannya: Ya, mereka juga, tapi Buddha berpikir: 'Mereka berdua tidak berumur panjang. Mereka akan mencapai Parinibbàna sebelum diri-Ku. Akan tetapi, Kassapa, akan hidup hingga usia seratus dua puluh tahun. Empat bulan setelah Aku Parinibbàna, di dalam gua di mana tumbuh pohon sattapanni, ia akan mengadakan sidang (saïgàyanà) untuk membacakan dan menyepakati Dhamma dan Vinaya; ia akan melakukan sesuatu untuk Pengajaran-Ku sehingga dapat bertahan selama lima ribu tahun.' Buddha juga berpendapat bahwa 'Jika Aku menempatkannya di posisi-Ku, para bhikkhu akan mematuhinya.' Demikianlah keinginan Buddha untuk menetapkan posisi Thera dalam posisi Beliau. Karena alasan itulah Buddha ingin bertukar jubah dan karena keinginan itulah Buddha memuji Mahà Kassapa.)
Jika seseorang dengan penuh kekaguman menyatakan kualitas baik dari mangkuk atau jubah, sudah menjadi kebiasaan bagi Thera mulia untuk menjawab, "Silakan terima mangkuk ini, Yang Mulia," atau "Silakan terima jubah ini, Yang Mulia," Oleh karena itu, mengetahui isyarat bahwa 'Buddha Yang Agung ingin mengenakan jubah luarku, karena ia memuji kehalusannya,' Thera berkata, "Buddha Yang Agung, sudilah Yang Mulia mengenakan jubah luar ini." "Anak-Ku Kassapa, jubah apa yang akan engkau pakai kalau begitu?" Buddha bertanya. "Jika aku boleh memiliki jubah yang Engkau pakai, aku akan memakainya," jawab Thera. Kemudian Buddha berkata, "Anak-Ku Kassapa, dapatkah engkau melakukan hal itu? Jubah ini yang terbuat dari potongan kain usang yang sudah sangat tua karena telah lama Kupakai. Sesungguhnya, saat Aku memungut kain itu, pada hari itu terjadi gempa bumi yang berguncang hingga ke bawah batas air. Mereka yang kurang mulia tidak akan mampu mengenakan jubah usang ini. Hanya mereka yang selalu berdiam di dalam praktik Dhamma dan mereka yang secara alami memiliki kemuliaan itu yang layak memakainya." Setelah berkata demikian Buddha menyerahkan jubah-Nya kepada Thera Kassapa. Setelah bertukar jubah, Buddha memakai jubah Thera dan Thera memakai jubah Buddha. Pada waktu itu terjadi gempa bumi dahsyat yang berguncang hingga ke bawah batas air seolah-olah mengatakan, "Buddha Yang Agung, Engkau telah melakukan suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Tidak pernah ada sebelumnya seorang Buddha menyerahkan jubah-Nya kepada siswa-Nya. Aku tidak dapat menahan kemuliaan-Mu."
Pencapaian spiritualitas dan gelar Etadagga
Pada Yang Mulia Thera Kassapa, tidak pernah ada keangkuhan muncul dalam dirinya karena mendapatkan jubah Buddha; ia tidak pernah berpikir, "Sekarang aku mendapatkan jubah yang sebelumnya digunakan oleh Buddha; aku tidak perlu lagi berusaha untuk mencapai Jalan dan Buah yang lebih tinggi." Sebaliknya, ia bertekad untuk melatih tiga belas praktik keras (dhutaïga) dengan gembira seperti yang diajarkan oleh Buddha. Karena ia berusaha keras dalam mengembangkan praktik Dhamma pertapaan, hanya tujuh hari ia menjadi seorang awam dan pada hari kedelapan, saat dini hari, ia mencapai Kearahattaan lengkap dengan empat Pengetahuan Analitis (Pañisambhidà-Magga ¥àna).
Dengan Thera ini sebagai teladan, Buddha membabarkan banyak khotbah seperti yang terdapat dalam Nidànavagga Kassapa Samyutta.
Buddha memuji Thera dalam banyak sutta seperti Cand'åpama-Sutta, di mana Buddha mengatakan, "Kassapo bhikkhave candåpamo kulàni upasaïkamati" "Para bhikkhu, Thera Kassapa mendekati penyumbangnya yang terdiri dari empat golongan dengan mengendalikan perbuatan, perkataan, dan pikirannya bagaikan bulan, yaitu, dengan terbebas dari perbuatan, ucapan, dan pikiran yang kasar, ia mendekati penyumbangnya." Selanjutnya Buddha menganugerahkan gelar Etadagga dengan memuji praktik dhutaïga Thera mulia seperti tertulis dalam Kassapa Saÿyutta dengan ucapan:
"Etadaggam bhikkhave mama sàvakànam bhikkhånam dhutavàdànam yadidam Mahàkassapo."
"Para bhikkhu, di antara para bhikkhu siswa-Ku, yang mempraktikkan dan menasihati yang lainnya untuk mempraktikkan dhutanga yang mulia yang meruntuhkan kotoran moral (kilesa), Thera Kassapa adalah yang terbaik."
Sumber : Buddhavamsa (Riwayat Agung Para Buddha)
Dalam tradisi Buddhisme Zen, dikenal tradisi pewarisan Jubah sesepuh yang menandakan pewarisan "tunggal" sesepuh Zen dari generasi ke generasi. Jubah dan Mangkok (pindapata/mengemis makanan) inilah yang diwariskan dari generasi ke generasi. Literatur-literatur BUDDHIS baik dari mahzab Theravada dan Mahayana (Zen) menyatakan bahwa Jubah yang diwariskan dari generasi ke generasi tersebut adalah JUBAH milik BUDDHA GOTAMA yang di-tukarkan kepada Maha Kassapa (sebagai sesepuh Buddhisme Zen pertama India).
Karena Jubah dan Mangkok tersebut hanya ada 1 set, maka secara harfiah bahwa pewaris Jubah dan mangkok tersebut juga secara de-facto adalah pewaris tunggal dalam tradisi Zen/Chan. Tradisi pewarisan ini bertahan sampai kepada Patriakh Zen ke-enam Hui Neng, yang ternyata didalam pengajarannya berhasil "menurunkan" 5 orang murid yang dapat dikategorikan sebagai Master Zen. Setelah era Master Hui Neng, pewarisan Jubah terhenti.
Quote from: dilbert on 22 November 2008, 04:06:54 PM
Dalam tradisi Buddhisme Zen, dikenal tradisi pewarisan Jubah sesepuh yang menandakan pewarisan "tunggal" sesepuh Zen dari generasi ke generasi. Jubah dan Mangkok (pindapata/mengemis makanan) inilah yang diwariskan dari generasi ke generasi. Literatur-literatur BUDDHIS baik dari mahzab Theravada dan Mahayana (Zen) menyatakan bahwa Jubah yang diwariskan dari generasi ke generasi tersebut adalah JUBAH milik BUDDHA GOTAMA yang di-tukarkan kepada Maha Kassapa (sebagai sesepuh Buddhisme Zen pertama India).
Karena Jubah dan Mangkok tersebut hanya ada 1 set, maka secara harfiah bahwa pewaris Jubah dan mangkok tersebut juga secara de-facto adalah pewaris tunggal dalam tradisi Zen/Chan. Tradisi pewarisan ini bertahan sampai kepada Patriakh Zen ke-enam Hui Neng, yang ternyata didalam pengajarannya berhasil "menurunkan" 5 orang murid yang dapat dikategorikan sebagai Master Zen. Setelah era Master Hui Neng, pewarisan Jubah terhenti.
Berarti jubahnya ala India dong??
Tapi klo saya lihat kok jubahnya Huineng ala Tionghoa??
::) ::)
_/\_
The Siddha Wanderer
Quote from: GandalfTheElder on 22 November 2008, 09:40:40 PM
Quote from: dilbert on 22 November 2008, 04:06:54 PM
Dalam tradisi Buddhisme Zen, dikenal tradisi pewarisan Jubah sesepuh yang menandakan pewarisan "tunggal" sesepuh Zen dari generasi ke generasi. Jubah dan Mangkok (pindapata/mengemis makanan) inilah yang diwariskan dari generasi ke generasi. Literatur-literatur BUDDHIS baik dari mahzab Theravada dan Mahayana (Zen) menyatakan bahwa Jubah yang diwariskan dari generasi ke generasi tersebut adalah JUBAH milik BUDDHA GOTAMA yang di-tukarkan kepada Maha Kassapa (sebagai sesepuh Buddhisme Zen pertama India).
Karena Jubah dan Mangkok tersebut hanya ada 1 set, maka secara harfiah bahwa pewaris Jubah dan mangkok tersebut juga secara de-facto adalah pewaris tunggal dalam tradisi Zen/Chan. Tradisi pewarisan ini bertahan sampai kepada Patriakh Zen ke-enam Hui Neng, yang ternyata didalam pengajarannya berhasil "menurunkan" 5 orang murid yang dapat dikategorikan sebagai Master Zen. Setelah era Master Hui Neng, pewarisan Jubah terhenti.
Berarti jubahnya ala India dong??
Tapi klo saya lihat kok jubahnya Huineng ala Tionghoa??
::) ::)
_/\_
The Siddha Wanderer
hmm... memang kalau HUI NENG itu digambarkan menggunakan jubah ala TIONGKOK yang beda dengan JUBAH ala INDIA. Sama juga dengan BODHIDHARMA yang sering digambarkan menggunakan jubah warna putih yang jelas jelas beda dengan JUBAH-NYA BUDDHA GOTAMA waktu dulu. Tetapi kalau menilik cerita pewarisan jubah, seharusnya jubah yang diwariskan bukan hanya sekedar simbolis saja, Kemungkinan memang jubah BUDDHA GOTAMA yang diwariskan dari generasi ke generasi tetapi TIDAK DIPAKAI oleh PARA SESEPUH dan disimpan untuk kemudian diwariskan kepada MURID yang BERHAK. Bayangkan Satu jubah dipakai terus selama beratus-ratus tahun... Dari jaman BUDDHA sampai HUI NENG mah hampir 1000 tahun.
Quote from: GandalfTheElder on 22 November 2008, 09:40:40 PM
Berarti jubahnya ala India dong??
Tapi klo saya lihat kok jubahnya Huineng ala Tionghoa??
::) ::)
_/\_
The Siddha Wanderer
Mungkin setelah sampe di Tiongkok dijahit ulang dan dipermak :)) :)) :))
Quote from: sobat-dharma on 02 June 2010, 07:05:23 PM
Quote from: GandalfTheElder on 22 November 2008, 09:40:40 PM
Berarti jubahnya ala India dong??
Tapi klo saya lihat kok jubahnya Huineng ala Tionghoa??
::) ::)
_/\_
The Siddha Wanderer
Mungkin setelah sampe di Tiongkok dijahit ulang dan dipermak :)) :)) :))
Gimana ya kira kira, jubah Sang Buddha semasa hidup-nya ? ada literatur-nya ?
kain yg 1000 tahun kira kira gimana model nya tuh? hhehehehe..50 tahun saja sudah lain lain bentuk nya...hahaha
Setelah di Hui Neng, kemana jubah dan mangkoknya,kan sudah tidak diwariskan lagi? Di sutra Maitreya dikatakan jubah dan mangkok bukannya dipegang Maha Kassapa dan akan diserahkan ke Maitreya? cmiiw
Quote from: cetera_zhang on 04 June 2010, 11:29:45 AM
Setelah di Hui Neng, kemana jubah dan mangkoknya,kan sudah tidak diwariskan lagi? Di sutra Maitreya dikatakan jubah dan mangkok bukannya dipegang Maha Kassapa dan akan diserahkan ke Maitreya? cmiiw
konon kata-nya... masih Legenda, Maha Kassapa in deep meditation di gunung apa gitu, nunggu maitreya tumimbal lahir.
hanya cerita toh,, apa gak berlebihan ya?
Quote from: pemula on 04 June 2010, 01:38:20 PM
hanya cerita toh,, apa gak berlebihan ya?
Gak tahu juga apa berlebihan atau tidak... Mungkin karena Maha Kassapa merupakan salah satu Thera yang kisah parinibbana-nya tidak ada (sedangkan yang lain lain ada, dan bahkan meninggalkan relik), muncul cerita atau kisah tentang Maha Kassapa sedang in deep meditation di dalam gunung kaki ayam untuk menunggu munculnya sammasambuddha berikutnya Maitreya.
Quote from: dilbert on 04 June 2010, 02:15:05 PM
Quote from: pemula on 04 June 2010, 01:38:20 PM
hanya cerita toh,, apa gak berlebihan ya?
Gak tahu juga apa berlebihan atau tidak... Mungkin karena Maha Kassapa merupakan salah satu Thera yang kisah parinibbana-nya tidak ada (sedangkan yang lain lain ada, dan bahkan meninggalkan relik), muncul cerita atau kisah tentang Maha Kassapa sedang in deep meditation di dalam gunung kaki ayam untuk menunggu munculnya sammasambuddha berikutnya Maitreya.
menurut Tipitaka sudah parinibbana, menurut mahayana belom...
Tidak ada kisah dalam kanon Pali tentang Parinibbana Mahakassapa seperti yang dikutipkan di bawah ini:
QuoteAfter the holding of the First Council, the high regard in which the venerable Maha Kassapa was held grew still greater, and he was seen as the de facto head of the Sangha. His seniority would have contributed to this, as he was then one of the oldest living disciples.[The commentaries say that Maha Kassapa was 120 years old at the time of the First Council, but as this chronology would mean that he was forty years older than the Buddha and thus already an old man of at least seventy-five when he met the Master, such a statement is hardly acceptable.]
Later on, the venerable Maha Kassapa handed over the Buddha's almsbowl to Ananda, as a symbol of continuing the faithful preservation of the Dhamma. Thus Maha Kassapa, who had been generally recognized in the Order as the worthiest in succession, chose on his part Ananda as being the worthiest after him.
There is no report in the Pali literature about the time and circumstances of his death.
Sumber: http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel345.html#ch8 (http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel345.html#ch8)
Menariknya menurut DPPN (Dictionary of Pali Proper Names), Mahakassapa memang meninggal pada usia 120 tahun disamping menyebutkan bahwa menurut versi lain Mahakassapa tidak Parinibbana. Selain itu, diyakini relik gigi beliau tersimpan di salah satu vihara di Sri Lanka.
QuoteKassapa lived to be very old, and, when he died, had not lain on a bed for one hundred and twenty years. DA.ii.413; AA.ii.596; he was one hundred and twenty at the time of the First Recital (SA.ii.130). According, to northern sources, Kassapa did not die; he dwells in the Kukkutagiri Mountains, wrapt in samādhi, awaiting the arrival of Metteyya Buddha (Beal, op. cit., ii.142f.). A tooth of Mahā Kassapa was enshrined in the Bhīmatittha vihāra in Ceylon (Cv.lxxxv.81).
Sumber: http://www.palikanon.com/english/pali_names/maha/maha_kassapa_th.htm (http://www.palikanon.com/english/pali_names/maha/maha_kassapa_th.htm)
menurut buku 10 murid utama Buddha (lupa karangan dan terbitan sapa tapi disana ada tertulis tuh yang arya maha kassapa bermeditasi di gunung kaki ayam menunggu kedatangan Buddha berikutnya )
Jadi mana yang bener jangan jangan ada dua orang yang punya nama kassapa pada waktu itu?
Di dalam RAPB (Riwayat Agung Para Buddha) juga tidak ditemukan kisah parinibbana-nya Maha Kassapa.
Buddha Gotama menerima jubah dari siapa?
Quote from: tesla on 05 June 2010, 04:51:28 PM
Buddha Gotama menerima jubah dari siapa?
kan tukeran, Mahaakassapa terima dari Sang Buddha dan Sang Buddha terima dari Mahakassapa
walah jaman dahulu kala pada masa sang Buddha tuh dah ada yang namanya sangha dana.
Quote from: tesla on 05 June 2010, 04:51:28 PM
Buddha Gotama menerima jubah dari siapa?
Mungkin maksudnya saat meninggalkan istana, Pertapa Gotama menerima jubah dan perlengkapan seorang bhikkhu dari siapa?
Menurut Buddhavamsa (RAPB), jubah tersebut diberikan oleh Brahma Ghatikara yang merupakan sahabat Bodhisatta saat terlahir kembali sebagai Jotipala pada masa Buddha Kassapa:
QuoteMenjadi Petapa Dengan Perlengkapan yang Dipersembahkan Oleh Brahmà Ghatikàra
Selanjutnya, Bodhisatta merenungkan, "Busana-Ku ini buatan Negeri Kàsi yang sangat mahal. Tidak sesuai untuk seorang petapa." Kemudian Brahmà Ghatikàra, yang merupakan sahabat-Nya sewaktu dalam kehidupan-Nya pada masa kehidupan Buddha Kassapa merenungkan melalui Mettà-nya yang mulia yang telah ada selama buddhantara kappa, "Ah, hari ini sahabatku Bodhisatta, melihat bahaya dalam fenomena menyedihkan seperti kelahiran, dan lain-lain telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dalam kemuliaan, melepaskan keduniawian Mahàbhinikkhamana. Aku akan pergi, membawakan perlengkapan bertapa untuk sahabatku, Bodhisatta Pangeran." Demikianlah ia membawakan delapan perlengkapan yaitu, (1) sebuah jubah besar, (2) sebuah jubah atas yang disebut ekacci, (3) sebuah jubah bawah, (4) sebuah korset (empat kebutuhan yang melekat di badan), (5) sebuah jarum dan benang, (6) sebuah pisau yang digunakan untuk menyerut kayu pembersih gigi, (7) sebuah mangkuk dan wadahnya, dan ( 8 ) sebuah saringan air, (empat perlengkapan yang tidak melekat di badan) dan kemudian menyerahkannya kepada Bodhisatta.
Selanjutnya Bodhisatta telah berpenampilan seperti seorang petapa setelah mengenakan jubah-Nya dengan baik—jubah yang dapat disebut sebagai sebuah spanduk Arahatta-Phala dan yang dipersembahkan oleh brahmà. Kemudian Beliau melemparkan busana-Nya (busana orang biasa) ke angkasa.
Quote from: daimond on 05 June 2010, 07:28:28 PM
walah jaman dahulu kala pada masa sang Buddha tuh dah ada yang namanya sangha dana.
Sangha dana sudah ada sejak zaman Sang Buddha. Dalam Dakkhinavibhanga Sutta (Majjhima Nikaya 142) dikisahkan bahwa Mahapajapati Gotami, ibu tiri Siddhattha Gotama, membuatkan 1 set jubah untuk didanakan kepada Sang Buddha. Namun Buddha menolaknya sampai 3 kali dan menyarankan agar jubah tersebut didanakan kepada Sangha. Kemudian Sang Buddha menjelaskan 14 jenis dana yang diberikan kepada perseorangan/individu dan 7 jenis dana yang diberikan kepada Sangha serta manfaat yang besar dari dana yang diberikan kepada Sangha. Lihat http://www.thisismyanmar.com/nibbana/uparidak.htm (http://www.thisismyanmar.com/nibbana/uparidak.htm) untuk lebih jelasnya.
berarti masih misteri kalo Thera Kassapa itu udah Parinibbana ato belum?
Hmmm... Kalo menurut MLDD, pada masa master HuiNeng mengasingkan diri, dia memberikan jubah dan mangkuk tersebut kepada seseorang yang merupakan patriat MLDD. Katanya mrk, inilah transmisi dharma hati firman Tuhan... :-? Jadi, tranmisi tersebut tetap berjalan, tidak berhenti sampe ke Master HuiNeng. Inilah awal lahirnya Zen Dhyana kebaktian - Dhyana Sukhavati (Zen Jodo)
^
Gimana menurut anak-anak DC ?
Quote from: rooney on 17 August 2010, 04:37:50 AM
Hmmm... Kalo menurut MLDD, pada masa master HuiNeng mengasingkan diri, dia memberikan jubah dan mangkuk tersebut kepada seseorang yang merupakan patriat MLDD. Katanya mrk, inilah transmisi dharma hati firman Tuhan... :-? Jadi, tranmisi tersebut tetap berjalan, tidak berhenti sampe ke Master HuiNeng. Inilah awal lahirnya Zen Dhyana kebaktian - Dhyana Sukhavati (Zen Jodo)
^
Gimana menurut anak-anak DC ?
MLDD termasuk dalam kepercayaan lain, bukan buddhism, jadi tidak bisa dikaitkan dengan buddhism