Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: Sumedho on 02 November 2008, 05:22:24 PM

Title: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Sumedho on 02 November 2008, 05:22:24 PM
Ini merupakan bahasan artikel yang ditulis oleh Willy Yandi Wijaya

Quote from: http://dhammacitta.org/artikel/willy-yandi-wijaya/diskriminasi-perempuan-buddhis
Hampir di semua peradaban besar dunia, perempuan selalu mendapat posisi ke dua setelah pria. Mungkin bagi Anda yang perempuan, saat ini Anda tidak begitu merasakan diskriminasi tersebut karena seiring berkembangnya zaman, diskriminasi mulai ditinggalkan. Saat ini yang ada hanya sisa-sisa diskriminasi perempuan yang masih halus, namun belum lenyap sepenuhnya. Di sini penulis akan memberikan gambaran diskriminasi perempuan di dalam kehidupan kehidupan umat Buddha dahulu hingga sisa-sisanya saat ini. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memojokkan suatu pihak tertentu, namun hanya memberikan gambaran realita yang ada saat ini sehingga diharapkan pola pikir atau pandangan kita dapat lebih terbuka.
...

Silahkan melanjutkan diskusinya disini (yg dari komentar perpustakaan)
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: adi lim on 02 November 2008, 06:32:56 PM
Kalau dalam peradaban dunia, mendiskriminasikan perempuan itu memang di akui ada, tapi dalam Buddha Dhamma pasti tidak ada.
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: meta_girl on 02 November 2008, 07:52:00 PM
kenapa perempuan yang di diskriminasi y???????? ??? ??? ??? ???
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Jerry on 03 November 2008, 02:57:12 AM
Karena memandang didiskriminasi jadi ya terjebak dlm dikotomi mendiskriminasi-didiskriminasi.
Dlm hal ini, masih ada sebuah diri yg memuat pandangan, persepsi dan konsepsi2 yg merasa terdiskriminasi atau mendiskriminasi. Melenceng dr makna ajaran utk melepas ego.
Apakah Egaliter itu harus berarti benar2 sama dalam segala hal? Tanpa menafikan pentingnya persamaan, perbedaanpun terasa indah kan?

Kata Gus Dur, 'gitu aja koq repott..'  ;D

mettacitena
_/\_
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: adi lim on 03 November 2008, 05:34:42 AM
Dalam peradaban kehidupan terjadi diskriminasi terhadap wanita, mengapa terjadi ? Karena setiap manusia mempunyai sifat egois yang besar, bagi kaum pria merasa lebih kuat dari kaum perempuan yang lebih lemah, keadaan ini terjadi dari jaman purbakala, karena perubahan peradaban melalui ilmu pengetahuan, pendidikan yang baik, diskriminasi sudah jarang terjadi, bahkan sudah wanita yang menjadi pemimpin negara.
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Indra on 03 November 2008, 07:35:48 AM
Sesungguhnya, pandangan tentang Diskriminasi ini adalah suatu gagasan yang tergopoh2 dari orang yang tidak memahami secara setengah2 apa yang diajarkan oleh Sang Buddha. Sekalipun ada diskriminasi, namun diskriminasi ini bukanlah untuk menomor-duakan wanita, namun justru keistimewaan yang diberikan oleh Sang Buddha kepada wanita yang memang secara fisik lebih lemah daripada pria.

misalnya dalam hal Vinaya tambahan untuk Bhikkhuni, Vinaya ekstra itu justru ditetapkan oleh Sang Buddha untuk melindungi para bhikkhuni.
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: gajeboh angek on 03 November 2008, 11:05:56 AM
Contohnya ada Arahat (Theri) yang diperkosa di dalam hutan.
Karena itu muncul larangan sendirian dalam hutan.
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Lily W on 03 November 2008, 12:34:25 PM
Quote from: adiharto on 02 November 2008, 06:32:56 PM
Kalau dalam peradaban dunia, mendiskriminasikan perempuan itu memang di akui ada, tapi dalam Buddha Dhamma pasti tidak ada.

Pada umumnya, di zaman Buddha, di bawah pengaruh brahmana, perempuan tidak mendapat pengakuan yang baik. Kadangkala wanita di pandang rendah dan di anggap sebagai budak bagi pria. Buddha lah yang meningkatkan status perempuan. Terdapat beberapa kasus dimana perempuan menunjukkan pengetahuan mereka dalam persoalan filsafat. Dengan kebesaran hati dan keluhuran budi, Buddha selalu memperlakukan perempuan dengan penuh perhatian dan kesopanan, menunjukkan kepada mereka jalan menuju kedamaian, kemurnian dan kesucian. Bhagawa berkata : "Seorang ibu adalah teman bagi seseorang di rumah. Istri adalah teman yang termulia dari seorang suami."

Buddha tidak menolak undangan makan Ambapali walaupun ia memiliki reputasi yang buruk. beliau menerima makanan apapun yang dipersembahkan olehnya. Sebaliknya, Beliau membabarkan Dhammadana hadiah kebenaran kepadanya. Ambapali akhirnya yakin akan ajaran Buddha dan segera meninggalkan kehidupan duniawi yang sembrono, bergabung dengan Sangha Bhikkhuni. Dengan latihan keagamaan yang rajin dan keras, ia berhasil mencapai kesucian.

Kisagotami adalah perempuan lain yg di tolong oleh Buddha dengan belas kasihannya yang agung. Cerita Kisagotami adalah salah satu cerita yang paling mengharukan yang di catat dalam literatur kita. Masih banyak lagi contoh Buddha menolong dan menghibur para wanita yang menderita karena kondisi kehidupan yang berubah.

Sumber : Spektrum Ajaran Buddha ~ Piyadassi Mahathera

_/\_ :lotus:
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Lily W on 03 November 2008, 12:58:40 PM
Ada satu kejadian di saat Raja Kosala bercakap-cakap dengan Buddha sebagaimana kebiasaannya, ia mendapat berita bahwa istrinya, Ratu Mallika melahirkan bayi perempuan. Ketika itu Raja bingung sekali, wajahnya menunduk dan air mukanya tampak putus asa dan berduka cita. memperhatikan hal ini, Buddha berkata :
"Jangan gelisah, ya Raja,
seorang anak perempuan dapat membuktikan
merupakan keturunan yang bahkan lebih baik daripada laki-laki,
karena dia dapat tumbuh menjadi bijaksana dan berbudi,
dihormati mertuanya sebagai istri terpercaya.
Anak yang dia lahirkan kelak dapat melakukan pekerjaan besar,
memerintah negara besar. Ya, seorang anak seperti itu, dari wanita yang mulia, menjadi pembimbing negaranya"

Perbedaan jenis kelamin dalam agama Buddha tidak menghalangi pencapaian kesempurnaan yang tertinggi. Berhubungan dengan Jalan Mulia berungsur delapan, Buddha membandingkan hal itu dengan kereta tempur dan mengamati :
"Apakah itu wanita atau pria, baginya
kereta tempur itu menunggu, dengan kendaraan yang sama mereka akan sampai ke hadapan Nirwana"

Sumber : Spektrum Ajaran Buddha ~ Piyadassi Mahathera

_/\_ :lotus:
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Lily W on 03 November 2008, 01:30:16 PM
Quote from: Indra on 03 November 2008, 07:35:48 AM
Sesungguhnya, pandangan tentang Diskriminasi ini adalah suatu gagasan yang tergopoh2 dari orang yang tidak memahami secara setengah2 apa yang diajarkan oleh Sang Buddha. Sekalipun ada diskriminasi, namun diskriminasi ini bukanlah untuk menomor-duakan wanita, namun justru keistimewaan yang diberikan oleh Sang Buddha kepada wanita yang memang secara fisik lebih lemah daripada pria.

misalnya dalam hal Vinaya tambahan untuk Bhikkhuni, Vinaya ekstra itu justru ditetapkan oleh Sang Buddha untuk melindungi para bhikkhuni.

Ketika Buddha menyetujui Maha Prajapati Gotami untuk memasuki kehidupan pertapaan mengikuti Dhamma dan Vinaya yang diajarkan oleh Bhagawa, Sang Buddha dengan kebijaksana Nya memandang jauh ke depan dan melihat bahaya dan kesukaran yang tersembunyi pada kesejajaran fungsi kedua sangha. Oleh karenanya Buddha menetapkan syarat-syarat tertentu dan merumuskan peraturan2 tertentu bagi sangha bhikkhuni dengan tujuan untuk melindungi dan menjaga masa depan kedua sangha itu. Syarat-syarat yg di tentukan sbb :
1. Seorang Bhikkhuni meskipun telah di tahbiskan (upasampada) selama 100 tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu, bangkit untuk menghormati dan melaksanakan tugas-tugas yang pantas baginya, meskipun bhikkhu tersebut baru di tahbiskan pada hari itu juga
2. Seorang bhikkhuni tidak boleh melaksanakan retret (vassa) di tempat yang tidak ada bhikkhunya
3. Dua minggu sekali seorang bhikkhuni harus bertanya kepada sangha Bhikkhu mengenai waktu untuk pertemuan uposhatha, dan di waktu itu seorang bhikkhu akan hadir memperingatkan mereka
4. Pavarana, upacara setelah masa vassa harus diadakan oleh seorang bhikkhuni dengan dihadiri bhikkhu-bhikkhu dan bhikkhuni-bhikkhuni (untuk menyelidiki apakah melalui ketiga cara, melihat, mendengar atau menduga, sebuah kesalahan dilakukan)
5. Seorang Bhikkhuni yang telah melakukan pelanggaran berat harus melaksanakan manatta dengan dihadiri kedua Sangha, Bhikkhu dan Bhikkuni
6. Seorang wanita yang menjalani masa percobaan (sikhamana), yang dilatih mengikuti 6 peraturan untuk masa 2 tahun, harus menerima penahbisan yang lebih tinggi dari kedua sangha, bhikkhu dan bhikkhuni
7. Bagaimanapun juga seorang bhikkhuni tidak boleh mencaci maki atau memperlakukan seorang bhikkhu dengan kasar.
8. Mulai hari ini Bhikkhuni tidak boleh memberi teguran kepada bhikkhu, tetapi bhikkhu boleh menegur bhikkhuni.

_/\_ :lotus:
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: markosprawira on 03 November 2008, 02:41:05 PM
pandangan yang objektif dari sis lily.....

anumodana
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Jerry on 04 November 2008, 12:44:55 AM
Anumodana utk penjelasan yg berimbang dan apa adanya dr Ci Lily..  _/\_

mettacitena
_/\_
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: gister on 04 November 2008, 08:17:29 AM
Peraturan untuk bhikkhuni lebih banyak dari bhikkhu adalah hal yang WAJAR-WAJAR saja. Ini jelas bukan diskriminasi. Umat Buddha biasa perempuan saja banyak peraturan. Bagi umat awam wanita di rumah tentu lebih banyak peraturan dari umat laki-laki di rumah. Contoh: seorang anak perempuan tidak boleh sembarangan pergi sendirian, kalau duduk harus ada aturan menutup kedua kaki, dan lain sebagainya. Sekali lagi BUKAN DISKRIMINASI. Ini adalah untuk melidungi para bhikkhuni secara fisik maupun secara batin. Jangan sampai ada umat yang mengaku umat Buddha tetapi meragukan kebijaksanaan Sang Buddha (Vicikiccha).
Bhikkhuni yang sudah senior tidak boleh menegur bhikkhu yang walaupun baru ditabhiskan. Ini adalah untuk melindungi bhikkhuni dari sifat ego dan sombong "menguasai laki-laki". Dalam Anguttara Nikaya dan Majjhima Nikaya ada disebutkan tentang sifat negatif wanita yang salah satunya adalah "menguasai" laki-laki. Kalau sudah mendapat kesempatan menguasai dan mengatur laki-laki, seseorang sulit mencapai kesucian. Contoh saja PM Margaret Thatcer (PM Inggris tahun 80-an) yang memerintah dengan strength. Contoh lain Hartati Murdaya yang menguasai banyak laki-laki (sehingga banyak yang takut dan nurut). 
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Pisa Kendro on 04 November 2008, 12:16:25 PM
Quote from: http://dhammacitta.org/artikel/willy-yandi-wijaya/diskriminasi-perempuan-buddhis
Halim Says:
Bro Pisa,
Itu kan cuma opini pribadi Anda...
Anda tidak akan dapat memprediksi bagaimana perspektif umat Buddha secara global beberapa dekade mendatang...

Atas permintaan Moderator, saya jawab pertanyaan sdr. Halim di forum ini. Saya memang tidak bisa memprediksikan masa depan. Namun saya rasa perspektif umat Buddha masa depan tidak bisa dilakukan secara semena2 tanpa memperdulikan ajaran Sang Buddha dan sejarah yang menyertai Nya.

Jelas sekali bahwa Sangha Bhikkhuni yang Sang Buddha dirikan sudah punah. Bagaimana bisa umat Buddha menghidupkan kembali Sangha Bhikkhuni, kecuali kalau diantara mereka adalah seorang Sammasambuddha?

Perspektif boleh saja didengungkan, namun umat Buddha janganlah lupa bahwa agama Buddha didirikan dan bersumber sepenuhnya pada Sang Buddha. Tidaklah patut umat Buddha memaksakan diri demi kepentingan dirinya sendiri lalu menodai ajaran Sang Buddha dan sejarah Nya. Benar2 egois!

Ingat Bung! Agama Buddha bukanlah sebuah negara, dan Sang Buddha bukanlah presiden atau perdana menteri yang dengan mudah digulingkan oleh rakyatnya karena demokrasi.

Agama Buddha adalah sebuah Jalan menuju Kebahagiaan. Sang Buddha adalah Penunjuk Jalan menuju Kebahagiaan. Sedangkan umat Buddha bukanlah rakyat, melainkan orang2 yang ingin belajar berjalan mengikuti Jalan menuju Kebahagiaan.

Jadi, jika umat Buddha tidak setuju dengan ajaran Sang Buddha dan sejarah Nya, ya tidak usah jadi umat Buddha lagi. Silahkan mencari ajaran lainnya. Beres toh?

Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: morpheus on 04 November 2008, 04:58:09 PM
:)
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: kiman on 04 November 2008, 10:06:19 PM
coba kalian google mengenai Arya Tara. Beliau dari perempuan, bs mencapai pencerahan. Beliau juga menentang diskriminasi ini sehingga Beliau menunjukkan kepada orang2 bahwa perempuan pun bisa mencapai pencerahan sempurna.
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Indra on 04 November 2008, 10:25:51 PM
yg dianggap sbg diskriminasi (padahal bukan) sama sekali tidak ada hubungannya dengan pencerahan, pada masa Sang Buddha banyak sekali Bhikkhuni yang mencapak kesucian Arahat. Perempuan mempunyai peluang yg sama dengan laki-laki dalam hal pencapaian Kesucian
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: EonStrife on 01 March 2011, 06:35:09 PM
Quote from: gister on 04 November 2008, 08:17:29 AM
Bhikkhuni yang sudah senior tidak boleh menegur bhikkhu yang walaupun baru ditabhiskan. Ini adalah untuk melindungi bhikkhuni dari sifat ego dan sombong "menguasai laki-laki". Dalam Anguttara Nikaya dan Majjhima Nikaya ada disebutkan tentang sifat negatif wanita yang salah satunya adalah "menguasai" laki-laki. Kalau sudah mendapat kesempatan menguasai dan mengatur laki-laki, seseorang sulit mencapai kesucian. Contoh saja PM Margaret Thatcer (PM Inggris tahun 80-an) yang memerintah dengan strength. Contoh lain Hartati Murdaya yang menguasai banyak laki-laki (sehingga banyak yang takut dan nurut).

Atau ini untuk melindungi Bhikkuni supaya gak ditonjok oleh para Bhikku pemula (yg masih fresh di benaknya pemikiran pria >>>>> wanita) :))
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: kweeCheng on 09 March 2011, 12:07:36 AM
Quote from: gister on 04 November 2008, 08:17:29 AM
Bhikkhuni yang sudah senior tidak boleh menegur bhikkhu yang walaupun baru ditabhiskan. Ini adalah untuk melindungi bhikkhuni dari sifat ego dan sombong "menguasai laki-laki". Dalam Anguttara Nikaya dan Majjhima Nikaya ada disebutkan tentang sifat negatif wanita yang salah satunya adalah "menguasai" laki-laki. Kalau sudah mendapat kesempatan menguasai dan mengatur laki-laki, seseorang sulit mencapai kesucian. Contoh saja PM Margaret Thatcer (PM Inggris tahun 80-an) yang memerintah dengan strength. Contoh lain Hartati Murdaya yang menguasai banyak laki-laki (sehingga banyak yang takut dan nurut). 

Menurut pandangan saya, apabila seseorang melakukan tindakan yg salah (tanpa membedakan jenis kelamin dan jabatan seseorang) selayaknya ditegur dan diberitahu. Dengan harapan yang ditegur menyadari dan memperbaiki kesalahanya.
Apakah akan kita biarkan seseorang terus melakukan kesalahan hanya karena jenis kelaminya?
Lagi pula menegur dalam logika saya bukan merupakan suatu kesalahan, tujuanya kan baik (merubah yg salah menjadi benar)

Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: wang ai lie on 09 March 2011, 12:21:11 AM
tapi bukannya jaman sekarang diskriminasi terhadap perempuan sudah hilang, contoh pekerjaan pria sekarang pun di kerjakan wanita, baik jadi supir bus, tukang bangunan dll. dan banyak juga wanita yg lebih dominan menguasai atau mengatur laki2 (dalam rumah tangga ataupun pekerjaan) boleh di kata malah mulai kebalik diskriminasi mulai muncul terhadap pria. :-?
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: NOYA on 02 April 2011, 06:46:01 PM
UNEK UNEK SAYA SEBAGAI WANITA  :))

Sang Buddah tidak diskriminatif, tidak gender bias! Ini kunci yang perlu kita pegang.

Dibandingkan dengan ajaran agama lain, agama Buddha paling respect terhadap wanita. Pengakuan bahwa  kesempatan wanita dalam merealisasi tujuan tertinggi (Nibbāna) oleh Sang Buddha adalah point yang luar biasa.

Kalaupun ada "SLIGHT diskriminasi" adalah pada masa selanjutnya oleh umat Buddha dan dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya dimana agama Buddha berkembang. Misalnya saja, sekarang ini ada  praktek bahwa wanita tidak boleh naik ke areal pohon Bodhi (bisa ditanyakan kepada para bhikkhu yang tinggal di Sri Lanka). Tetapi ini bukanlah Sang Buddha dan bukan agama Buddha yang mengajarkan demikian. Ini adalah praktek yang sudah dipengaruhi kultur daerah.


Pada saat membaca beberapa Buddhis literature (tentang ajaran yang mengatakan bahwa sasana akan berumur 500 tahun karena wanita menjadi bhikkhuni,  tentang ketidakmungkinan wanita menjadi Buddha dan menjadi cakkavati) memang kadang saya bertanya "oh...apakah ini karena wanita lebih rendah dari pria?" Misalnya pada saat membaca konsep Raja Cakkavatti. Dikatakan dengan tegas bahwa wanita tidak bisa menjadi raja cakkavatti (Aṭṭhānametaṃ, bhikkhave, anavakāso yaṃ itthī rājā assa cakkavattī. Netaṃ ṭhānaṃ vijjati. Ṭhānañca kho etaṃ, bhikkhave, vijjati yaṃ puriso rājā assa cakkavattī. Ṭhānametaṃ vijjatī''. A.N. I. 28.)

Hal ini harus disikapi dengan cara positive thinking oleh wanita. Pertama, Sang Buddha tidak melarang wanita menjadi Raja. Nah konsep ini yang harus dimaknai secara positive oleh wanita bahwa kita bisa menjadi pemimpin. Walaupun tidak dapat mendapat julukan cakkavatti, tetapi wanita dapat menjadi raja besar.  Dalam teori tentang kepemimpinan, Sang Buddha mengajarkan bahwa semua raja (raja pria dan wanita) memenuhi kewajiban dengan baik seperti: berlaku sesuai Dhamma dan menyejahterakan rakyatnya (dhammikaṃ-rakkhāvaraṇāguttiṃ. A.N.I. 109) pastilah akan dicintai rakyatnya dan menjadi raja besar.

Melihat konsep bahwa wanita tidak bisa menjadi Buddha (A.N. I. 28), hal ini tidak berati bahwa wanita tidak bisa mencapai kesucian tertinggi. Tentu banyak sutta dan cerita di Therigātha yang dapat dijadikan bukti.

So, para wanita mari berpikir positif. Dan kepada semuanya (pria dan wanita), mari menjadi sadar gender. Gender adalah membedakan wanita dan pria berdasarkan cultur sosial. Secara faktor bilogi, memang kita berbeda, tetapi kita tetap mempunyai potensi yang sama untuk merealisasi kebenaran. 

Pria dan wanita kan sama-sama kumpulan pancakkhandha yang sedang berjuang mencapai Nibbāna.  :-?
Title: Re: Diskriminasi Perempuan Buddhis
Post by: Aui on 03 April 2011, 03:48:43 PM
wah ga bole tuu, .  . ;D