Morpheus : ragukan semuanya, karena ragu pangkal cerah
Bisakah hal ini dijelaskan?
Bersikap kritis terhadap segala macem fenomena, issue, ajaran...
dan mencoba mencari tahu sendiri (read: ehipassiko) dengan cross-check, saling-silang, saling membandingkan, mencoba...
akan memberikan anda pencerahan yg jauh lebih bermakna,
dari pada sekedar menghapal en sekedar tahu
Kutipan dari No Ajahn Chah:
If your mind tries to tell you it has already attained the level of sotapanna, go and bow to a sotapanna. He'll tell you himself it's all uncertain. If you meet a sakadagami, go and pay respects to him. When he sees you, he'll simply say, Not a sure thing! If there's an anagami, go and bow to him. He'll tell you only one thing, Uncertain! If you meet even an arahant, go and bow to him. He'll tell you even more firmly, It's all even more uncertain! You'll hear the words of the Noble Ones: Everything is uncertain. Don't cling to anything!
OOT,
Quote ajahn chah itu bahasa indo nya ada di halaman depan DC, di random
juga ada ebooknya di DC
Pak Hudoyo mengatakan begini:
Pada umumnya pikiran/si aku ini tidak bisa diam, tidak mau menyerah dan mengaku:
"Saya tidak tahu." Padahal pengakuan seperti itu adalah awal dari meditasi, awal
dari kearifan (wisdom).
Any comment?
Saya rasa, ini berhubungan dengan kejujuran pada diri sendiri sebagai langkah awal meditasi agar dapat melihat segala seseuatu apa adanya tanpa asumsi2... CMIIW
tapi saya tidak mengerti hubungannya antara "Saya tidak tahu" dan keragu-raguan...
mohon penjelasannya... _/\_
Quote from: Suchamda on 14 September 2007, 10:28:59 AM
Pak Hudoyo mengatakan begini:
Pada umumnya pikiran/si aku ini tidak bisa diam, tidak mau menyerah dan mengaku:
"Saya tidak tahu." Padahal pengakuan seperti itu adalah awal dari meditasi, awal
dari kearifan (wisdom).
Any comment?
Menurut saya pengakuan "saya tidak tahu" itu mengarah pada keraguan, dan keraguan adalah awal dari pengamatan dan penyelidikan. Ini merupakan awal yang baik dalam meditasi.
Coba bandingkan dengan sikap "sok tahu" (padahal tidak tahu). Apabila mempunyai sikap "sok tahu", maka cenderung untuk mengabaikan pengamatan dan penyelidikan karena sudah merasa "tahu" (padahal belum tahu)..
Keraguan (mungkin dapat diterjemahkan menjadi
curiosity / keingintahuan) inilah yang memandu kita untuk terus mengamati dan menyelidiki sampai tahu. Jika sudah sampai tahap tahu, maka keraguan (mungkin dapat diterjemahkan menjadi
confusion / kebingungan) itu kan luntur dengan sendirinya..
Jika tidak ragu (
curious), maka tidak mengamati dan menyelidiki.
Jika tidak mengamati dan menyelediki, maka tidak tahu.
Jika tidak tahu, maka tidak "cerah"..
Kalau disingkat menjadi: ragu pangkal cerah.. :)
Bagus, bagus sekali jawaban dari kalian (kemenyan, Lex Chan, Davit,dll), suatu kontribusi yang berarti.
Semuanya benar tapi baru sebagian benar...
Coba renungkan dan amati lagi dengan lebih teliti (simak dalam batin), apakah benar faktor mental keraguan (viccikiccha) itu muncul sebagai faktor langsung pencerahan itu sendiri?
Hints :
7 faktor pencerahan yg terdapat dalam 37 bodhipakkhiyadhamma a.l adalah:
1. Mindfulness factor
2. Investigation of phenomena factor
3. Energy factor
4. Rapture factor
5. Tranquility factor
6. Concentration factor
7. Equanimity factor
Nah loh....kok 'keraguan' tidak termasuk dalam faktor2 itu, apakah sang Buddha kelupaan? ^-^
Dan juga 'tidak tahu' adalah termasuk dalam ignorance atau moha. Masa moha dipelihara? ^-^
Pls comment.
keknya penggunaannya beda konteks saja. Ragu pangkal cerah mungkin tidak pas di pakai konteks faktor pencerahan.
Mungkin konteksnya adalah dengan mulai mempertanyakan dan meragukan segala kepercayaan dan informasi yg sudah ada ataupun baru masuk, sehingga muncul penyelidikan dan usaha2x pembuktian yg mencerahkan.
Ya.
Ini memang masalahnya dah subtil. Tapi kalo orang ga belajar Dhamma bener2 dan salah tangkep, bisa jadi kebablasan dan ngawur tuh. Makanya saya angkat jadi diskusi.
Mungkin bisa lebih menjelaskan secara deskriptif bung Sumedho?
Saya tunggu dulu pendapat rekan2 yg lain.
Quote from: Lex Chan on 14 September 2007, 10:51:38 AM
Menurut saya pengakuan "saya tidak tahu" itu mengarah pada keraguan, dan keraguan adalah awal dari pengamatan dan penyelidikan. Ini merupakan awal yang baik dalam meditasi.
Jika tidak ragu (curious), maka tidak mengamati dan menyelidiki.
Jika tidak mengamati dan menyelediki, maka tidak tahu.
Jika tidak tahu, maka tidak "cerah"..
Kalau disingkat menjadi: ragu pangkal cerah.. :)
Quote from: Suchamda on 14 September 2007, 11:24:57 AM
Semuanya benar tapi baru sebagian benar...
Hints :
7 faktor pencerahan yg terdapat dalam 37 bodhipakkhiyadhamma a.l adalah:
1. Mindfulness factor
2. Investigation of phenomena factor
3. Energy factor
4. Rapture factor
5. Tranquility factor
6. Concentration factor
7. Equanimity factor
Memang baru sebagian benar kok.. baru 2 dari 7.. :P
Keraguan di sini memang bisa diartikan macam2, karena merupakan perpaduan dari:
- bingung
- tidak yakin
- tidak tahu = moha? ???
- penasaran
Sekilas moha memang mirip dengan tidak tahu.
IMO, moha bukanlah tidak tahu, melainkan tahu hal yang salah.
Tidak tahu -> tidak punya pengetahuan (
blank / kosong)
Moha -> punya pengetahuan tapi mengenai hal yang salah (salah paham / pandangan salah)
Seolah memang mirip permainan kata2..
Namun, IMO sebenarnya kita semua selalu tahu.
Bedanya kita (yang belum pencerahan) dengan mereka (yang sudah pencerahan) adalah:
kita
tahu hal yang salah, sedangkan mereka
tahu hal yang benar..
Yang bikin kita menderita adalah sikap "sok tahu" itu.
Sebenarnya tahu hal yang salah, tapi mengakunya tahu hal yang benar.
(saya masih termasuk kategori "sok tahu".. termasuk posting yang "sok tahu" ini kali ya.. :-[)
Btw, saya jadi ingin tanya lebih lanjut lagi:
7 faktor pencerahan itu merupakan
faktor untuk mencapai pencerahan atau
faktor yang dimiliki oleh pencerahan?
faktor untuk mencapai pencerahan -> faktor yang perlu dimiliki agar dapat mencapai pencerahan
faktor yang dimiliki oleh pencerahan -> faktor yang dimiliki saat sudah pencerahan
Quote from: Suchamda on 14 September 2007, 12:07:40 PM
Ya.
Ini memang masalahnya dah subtil. Tapi kalo orang ga belajar Dhamma bener2 dan salah tangkep, bisa jadi kebablasan dan ngawur tuh. Makanya saya angkat jadi diskusi.
Mungkin bisa lebih menjelaskan secara deskriptif bung Sumedho?
Saya tunggu dulu pendapat rekan2 yg lain.
Keluar jalur dulu nih, sebenarnya setiap kata yang tertulis atau diungkapkan itu masih punya potensi untuk 'salah' jalur karena kata2x itu bukanlah kebenaran. Apalagi kalau sudah menyangkut istilah2x kosmologi dicampur dengan peluasan makna kata pada suatu tempat/lokasi.
Back to laptop,
kita lihat judul asli dari topik ini, 'ragu pangkal cerah'. kata pertama dan ketiga disini bisa berbeda2x makna, tergantung dari pencerapan dan pemaknaan dari si pendengar/pembaca. Kata cerah disini juga apakah bermaksud pada kata 'pencerahan'/pembebasan ala buddhism ?
Ragu pangkal cerah menurut boros dan hemat saya, itu merupakan kata2x wong ndeso. kata2x sederhana dan simple yang bukan mengarah pada pencerahan ala buddhism. Pencerahan disini 'mungkin' berarti 'mengerti'.
Yah itu menurut gudang informasi dan pengolahan data saya saja, mungkin tiap orang beda2x. atau menurut si penulis aslinya bagaimana ? Om Morpheus ?
So, membandingkan rangkaian 3 kata tersebut dengan 7 faktor pencerahan jadi nga kelop. Seperti menggabungkan virus komputer dengan virus di biologi.
Quote from: Lex Chan on 14 September 2007, 12:47:54 PM
Btw, saya jadi ingin tanya lebih lanjut lagi:
7 faktor pencerahan itu merupakan faktor untuk mencapai pencerahan atau faktor yang dimiliki oleh pencerahan?
faktor untuk mencapai pencerahan -> faktor yang perlu dimiliki agar dapat mencapai pencerahan
faktor yang dimiliki oleh pencerahan -> faktor yang dimiliki saat sudah pencerahan
IMO, sepertinya sih itu faktor yg ada dalam sebuah pencerahan, ketika pencerahan itu terjadi. Bukan sebelum ataupun sesudah pencerahan. Kalau 7 ada, maka itulah disitulah pencerahan terjadi
Saya mah, tunggu Sdr. Morpheus saja yang menjelaskan. Dan kalau saya harus menanggapi sesuai dengan pemahaman saya, ya saya hanya bisa katakan slogan tersebut tidak sepenuhnya benar.
sorry, saya baru bisa buka dhammacitta sekarang...
semua tanggapan yg anda berikan bener...
sebenernya yg saya maksudkan "ragu pangkal cerah" adalah ringkasan dari kalama sutta untuk selalu meragukan (doubt) segala ide2 baik itu kepercayaan anda maupun pemikiran2 anda. jangan pernah menerima sesuatu sebagai sesuatu yg sudah final, sebagai "ideku", "pemikiranku", "agamaku" dan "kepercayaanku".
secara meditatif, di saat kita duduk mengamati bermeditasi, kita harus benar2 ragu akan segalanya. hanya orang yg ragu, tidak melekat pada ide, akan dapat melihat fenomena2 fisik dan batin dengan lebih jelas, apa adanya. kala seseorang bermeditasi namun dipenuhi oleh ide2, maka orang tersebut tidak lagi berada di "saat ini", namun dia berada di masa lampau yg sudah mati...
dari sebuah penelitian akademis yg (lagi2) saya dengar dari ajahn brahm, beberapa orang diperlihatkan beberapa rangkaian foto selama sepersekian detik, tidak cukup untuk dapat menangkap dengan jelas. kemudian mereka diminta untuk menebak gambar apakah itu. tentu saja tebakannya salah...
kemudian pelan2 rangkaian gambar tersebut kembali diperlihatkan. kali ini waktunya sedikit demi sedikit ditambah. orang2 yg sebelumnya telah menebak tadi, ternyata melekati tebakannya yg salah walaupun gambar2 tersebut sudah diperlihatkan dengan sangat lambat, cukup waktu bagi orang lain untuk bisa menebak yg benar. sampai akhirnya gambar tersebut diperlihatkan dengan sangaaaaat lambat, akhirnya mereka bisa merubah tebakannya yg keliru menjadi benar...
dari demonstrasi studi di atas kita bisa melihat efek dari melekati ide, pandangan, kepercayaan maupun agama. semakin kuat kemelekatannya, semakin lama kita tercerahkan. semakin ragu, semakin cepat cerah. ragu pangkal cerah ;D
Hehehehe....thankyou morph!
Anda benar sampai satu tahap tertentu, tapi...........
ditahap lain, yaitu batu loncatan menuju pencerahan itu sendiri, batin sudah tidak mengalami keraguan lagi.
Kalau saya analisa dan renungkan, sepertinya tahapan seseorang belajar Buddhism adalah sbb:
0. Awam ---> I. Faith stage---> II. Analytic stage -->III. Direct Experience ---> IV.Synthesis Stage ---> V. Enlightenment
0. Awam : anggaplah orang2 yang belum tahu ttg Buddhism, atau belum percaya betul2 pd Buddhism --> zero faith.
I. Faith Stage : disini orang2 mulai memeluk kepercayaan Buddhism, mulai belajar teori2 dan praktek2 awal yg sifatnya ritualistik --> disini mulai muncul faith, dari yang mild hingga yang fanatik.
II. Analytic Stage : disini orang mulai mempelajari Dharma dengan menganalisa hubungan2 satu konsep dengan konsep lainnya, mulai meneliti makna2 Dharma. Konsep2 Dhamma dipecah2 menjadi komponen2 kecil utk diselidiki kebenaran bagian per bagiannya --> disini dibutuhkan keraguan yg sehat (healthy scepticism) yang tentu saja harus disertai dengan praktek bhavana sehingga kecerdasannya hingga taraf menembus. Disinilah faith berubah menjadi saddha (trust).
III. Direct Experience : disini orang2 tsb mendapatkan insight2 / mencapai nyana2 dalam vipassana ataupun penembusan2 dalam jhana2 samatha. Disini sudah tidak ada kepercayaan lagi karena sudah melihat segala sesuatunya secara langsung.
IV. Synthesis Stage : Disini mereka mulai bisa memahami secara menyeluruh keterhubungan dan fungsi2nya antara 'faith' - 'scepticism'- dengan 'insight'. Disini ybs menggabungkan semua komponen ajaran Buddha menjadi suatu pemahaman yg utuh. Disini batin ragu sudah hilang sama sekali, disini pula ia mematangkan 37 faktor2 pencerahan dan puncaknya dicapai pada taraf ke V.
V. Enlightenment
Jadi, kalimat "ragu pangkal cerah" memiliki kebenarannya dalam tahap tertentu. Tetapi dapat juga dikatakan dari sudut lain bahwa bila kita masih memiliki keraguan maka tidak akan tercerahkan. Semua itu harus dilihat dari prosesnya.
37 Bodhipakkhiyadhamma (37 komponen pencerahan) yang didalamnya a.l. adalah 7 faktor pencerahan, sama sekali tidaklah bertentangan dengan kenyataan bahwa salah satu faktor pendorong untuk mencapai pencerahan adalah keyakinan (faculty of faith pada 5 pancaindriyani dan 5 pancabala).
Argumentasi mendetail tentang ini bisa kita jelaskan apabila kita membedahnya dengan paradigma Abhidhammatic. Tetapi karena terlalu teknis, maka saya cukup katakan dengan penggambaran saya di atas tentang 5 tahapan tsb.
Apa yang dijelaskan sdr.Morpheus itu benar untuk tahapan II dan III, atau untuk merangsang orang yg ditahap I agar menginjak pada tahap yg lebih tinggi (II,III, dst).
Tapi selama kita masih belum bisa mendapat pengalaman langsung yg menghilangkan keraguan kita, maka pencerahan masih jauh.
So, "ragu pangkal cerah"?.......jangan katakan hal itu pada orang di tahap 0 :)) :))
bang suchamda, kayaknya anda bener...
pangsa pasar saya emang untuk tahap2 intelektual. saya gak menulis untuk orang2 yg udah berada di jalan spiritual karena saya sendiri juga blom nyampe mana2. bukankah "pangkal" itu sendiri artinya "awal" atau "mengawali"? bukan berarti ragu itu adalah identik dengan pencerahan, namun ragu setidaknya adalah awal dari pendobrakan pemikiran2 yg dogmatis atau stage I yg anda sebutkan di atas...
penekanan kata "ragu" (doubt) yg saya pake adalah sebagai lawan kata "dogmatis", bukan ragu dalam arti "bingung" (confuse).
"I. Faith stage---> II. Analytic stage -->III. Direct Experience ---> IV.Synthesis Stage"---Ini kan bisa terbolak-balik urutannya kalau di dunia nyata. Ada yang ga pake Faith, tapi mengerti Dhamma juga. Ada yang stop di Analytical saja, karena tidak mau experience. Ada yang cuma Direct Experience aja, trus enlightened. Ada yang langsung Synthesis stage aja langsung.
Quote"I. Faith stage---> II. Analytic stage -->III. Direct Experience ---> IV.Synthesis Stage"---Ini kan bisa terbolak-balik urutannya kalau di dunia nyata. Ada yang ga pake Faith, tapi mengerti Dhamma juga. Ada yang stop di Analytical saja, karena tidak mau experience. Ada yang cuma Direct Experience aja, trus enlightened. Ada yang langsung Synthesis stage aja langsung
Bhante, itu hanya bentukan konseptual belaka untuk membantu pemahaman kita atas fenomena umum (general). Tentu dalam kenyataannya tidak terjadi ideal spt yang digambarkan. Dengan pemahaman konseptual spt itu ditujukan agar pembaca memahami mengapa skeptisisme yg sehat (keraguan) dapat diterima dalam proses tsb.
Lagipula kematangan / parami seseorang juga berbeda-beda sehingga pijakan awal dan kecepatan prosesnya juga berbeda.
Quote from: Upaseno on 25 September 2007, 07:50:05 AM
"I. Faith stage---> II. Analytic stage -->III. Direct Experience ---> IV.Synthesis Stage"---Ini kan bisa terbolak-balik urutannya kalau di dunia nyata. Ada yang ga pake Faith, tapi mengerti Dhamma juga. Ada yang stop di Analytical saja, karena tidak mau experience. Ada yang cuma Direct Experience aja, trus enlightened. Ada yang langsung Synthesis stage aja langsung.
setuju, bhante.
semuanya kembali ke kebutuhan kita masing2.
mau gmn enaknya, yg tau kan kita sendiri.
kalo masi bingung biasanya dibimbing oleh Guru.
yg penting tujuan akhirnya tercapai, ga nyasar ke tempat lain... :P
By : Zen