Diambil dari milis, bukan kejadian saya sendiri... 8)
Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya,
terutama anak-anak, lansia dan bayi.
Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan RS dan title
International karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka
semakin sering uji coba pasien, penjualan obat dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS International seperti ini
tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International.
Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB, saya dengan kondisi panas
tinggi dan pusing kepala, datang ke RS. OMNI Intl dengan percaya bahwa RS
tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli
kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39
derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah
thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000, saya
diinformasikan dan ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan saya
wajib rawat inap. Dr. Indah melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample
darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit
27.000. Dr. Indah menanyakan dokter specialist mana yang akan saya
gunakan tapi saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta
dengan RS ini. Lalu referensi dr. Indah adalah dr. Henky.
Dr. Henky memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa
dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau
ijin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan
pagi, dr.Henky visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab
semalam bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?), saya
kaget tapi dr. Henky terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya
diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa ijin
pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa
sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena
demam berdarah. Saya sangat kuatir karena dirumah saya memiliki 2 anak
yang masih batita jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan
dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh
dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap
suntik tidak ada keterangan apapun dari suster perawat, dan setiap saya
meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, lebih
terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus
menerimanya. Satu box lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan
disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak, saya minta dihentikan infus dan
suntikan dan minta ketemu dengan dr. Henky namun dokter tidak datang
sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin
naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga
tidak tahu dokter apa, setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan
menunggu dr. Henky saja.
Esoknya dr. Henky datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster
untuk memberikan obat berupa suntikan lagi, saya tanyakan ke dokter
tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara.
Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah tapi dr. Henky tetap
menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan
kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang
sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun
hanya berkata menunggu dr. Henky saja. Jadi malam itu saya masih dalam
kondisi infus padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti
tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan
menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr. Henky untuk ketemu dengan kami
namun janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan
kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr. Henky mengenai sakit saya,
suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan
sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi.
Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri saya.
Dr, Henky tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan, dokter tersebut
malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan
kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat
mengenai kondisi saya dan meminta dr. Henky bertanggung jawab mengenai ini
dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja.
Dr. Henky menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang
memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai
membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat namun saya tetap tidak mau
dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi saya membutuhkan
data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan
data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis, diberikan keterangan bahwa BAB saya lancar padahal
itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow upnya
samasekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya
yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat
dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak
adalah 181.000, kepala lab saat itu adalah dr. Mimi dan setelah saya
complaint dan marah-marah, dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil
lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni maka saya desak untuk bertemu
langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan complaint tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Ogi
(customer service coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda
terima tersebut hanya ditulis saran bukan complaint, saya benar-benar
dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Ogi yang tidak ada service
nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya
meminta tanda terima pengajuan complaint tertulis.
Dalam kondisi sakit, saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen, atas
nama Ogi (customer service coordinator) dan dr. Grace (customer service
manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang
terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan
dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000
makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit
181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggung jawab masalah complaint
saya ini tidak profesional samasekali. Tidak menanggapi complaint dengan
baik, dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr.
Mimi informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen
dan dr. Henky namun tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan
ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular, menurut
analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah
parah karena sudah membengkak, kalau kena orang dewasa yang ke laki-laki
bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas
mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi
saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan
macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.
Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang
saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagiih surat hasil lab 27.000
tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan
meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan
paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang
yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya telepon dr. Grace
sebagai penanggung jawab compaint dan diberikan keterangan bahwa kurirnya
baru mau jalan ke rumah saya namun sampai jam 4 sore saya tunggu dan
ternyata belum ada juga yang datang kerumah saya. Kembali saya telepon
dr. Grace dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas
nama Rukiah, ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali,
dirumah saya tidak ada nama Rukiah, saya minta disebutkan alamat jelas
saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama.
Logikanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya
kemana kan? makanya saya sebut Manajemen Omni PEMBOHONG BESAR semua.
Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr. Grace dan Ogi, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard International yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr. Grace, akan datang ke Omni untuk mengambil surat
tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke
resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati
kami, pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan
kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan
27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang
mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? karena saya ingin
tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja
supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali
kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000
adalah FIKTIF dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak
perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah
karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan, mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan
asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal
mungkin tapi RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Ogi menyarankan saya bertemiu dengan direktur operasional RS Omni (dr.
Bina) namun saya dan suami saya terlalu lelah mengikuti permainan
kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang
selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak
jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu
yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing,
benar.... tapi apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang
dpercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan,
semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya
diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang
tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis, mudah-mudahan tidak
terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan
atau dokter atau Manajemen RS Omni, tolong sampaikan ke dr. Grace, dr.
Henky, dr. Mimi dan Ogi bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia
hanya demi perusahaan Anda.
Saya informasikan juga dr. Henky praktek di RSCM juga, saya tidak
mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari
dokter ini.
salam,
Prita Mulyasari
_/\_
ooohh ini toh email yang bikin heboh itu....
bukannya kasus ini udah lama .. ? ada perkembangan kah?
itu kan milis yang dipost si mbak Prita itu kan?
yang kemudian merembet masalah sampai panjang....
keknya case-nya udah selesai sih..
udah selesai....mbak prita nya dapet koin banyak sekali....RS. Omni nya jadi pusing 7 keliling.hahahha
Quote from: Landy Chua on 03 March 2011, 11:45:25 PM
bukannya kasus ini udah lama .. ? ada perkembangan kah?
ada perkembangannya... berkembang ke rumahsakit2 swasta lainnya di indonesia :(:
[spoiler]Kamis, 03/03/2011 07:27 WIB
Bayi Putus Jari, Investigasi Kemenkes Harus Berpihak pada Pasien
Andri Haryanto - detikNews
Jakarta - Kasus dugaan malpraktik yang terjadi di RS Awal Bros, Tanggerang, terhadap seorang bayi 8 bulan, Maureen Angela, mendapat perhatian serius dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan membuat tim investigasi. Komisi IX DPR berharap hasil investigasi berpihak pada hak pasien.
"Dalam posisi kasus seperti ini Kementerian Kesehatan setidaknya harus ada terobosan penyelesaian dari hasil investigasi yang berpihak kepada hak keluarga pasien," kata anggota Komisi IX Rieke Dyah Pitaloka, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/3/2011).
Menurut Rieke, peristiwa dugaan malpraktik seperti putus jari yang dialami Angela bukan kali pertama kali terjadi. Penyelesaian masalah selalu berujung kepada tidak bersalahnya rumah sakit.
"Investigasi harus dilakukan komprehensif, jangan membuat seolah-olah rumah sakit tidak bersalah," ujar anggota dewan yang akrab disapa Oneng ini.
Kasus ini bermula ketika keluarga yang tinggal di Jalan Besi Raya No 27 RT 05/RW 014, Perumnas II, Cibodas Baru, Kota Tangerang, pada 15 November 2010 silam membawa putri tunggalnya Angela ke RS Awal Bros di Jalan MH Thamrin, Kebon Nanas, Kota Tangerang. Angela demam dan muntah-muntah.
Angela ditangani dr RS dari RS Awal Bros dan diberi obat antimuntah, obat penurun panas, dan obat batuk. Tapi setelah minum obat, Angela malah makin panas. Dr RS merekomendasikan Angela ke UGD, lantas dipindah ke ICU.
Di ruang ICU, Linda merasa ada yang tidak beres terhadap lengan kanan anaknya yang diperban. Dia minta pada dokter jaga untuk membukanya. Saat dibuka, Linda terkejut karena lengan kanan anaknya jadi bengkak dan berwarna merah keungu-unguan. Menurut dr I yang jaga saat itu, bengkak itu akan normal kembali.
Berdasarkan keterangan dr I, bengkak tersebut diakibatkan oleh suntikan infus Bicnat yang dilakukan dokter di UGD. Menurut Linda, selama dirawat di ICU, kondisi tangan Angela semakin parah. Bahkan membengkak dan bernanah dari ujung jari hingga pergelangan tangan.
Linda bersama suaminya, Budi Kencana, sangat bingung dan panik melihat keadaan putrinya itu yang lahir 5 Juli 2010. Belum lagi biaya perawatan yang mencapai Rp 6 juta/hari. Mereka berulang kali mencoba menemui manajemen RS Awal Bros, tetapi sangat sulit. Tanggal 3 Desember 2010, mereka bisa bertemu manajemen, namun hasilnya mengecewakan.
"Manajemen hanya memberitahu kalau tindakan mereka telah benar sesuai SOP dan hanya memberi penjelasan dengan alasan-alasan yang menggunakan istilah kedokteran yang sangat saya tidak mengerti sama sekali," tutur Linda.
Jari Angela bahkan sudah melepuh, bernanah, dan rusak. Pada 20 Desember 2010 kuku jari telunjuk putrinya lepas.
Yang paling mengejutkan, pada 27 Desember 2010, dua ruas jari kelingking kanannya putus dengan sendirinya, dan menyisakan tulang yang masih menonjol di bekas putusan jarinya itu. Pada 13 Januari 2011, RS Global Medika, mengirim surat yang ditandatangani oleh Direktur RS Awal Bros Tangerang, Kuntari Retno. Dalam surat itu manajemen mengatakan bahwa permasalahan putusnya jari Angela adalah dampak dan risiko yang dapat timbul dalam suatu proses tindakan pertolongan pemulihan terhadap sakitnya pasien.Pihak Humas RS Awal Bros saat dikonfirmasi hanya membenarkan ada masalah antara pihak mereka dengan keluarga Linda. Namun mereka menolak menjelaskan lebih lanjut.
(ahy/lrn)[/spoiler]
http://www.detiknews.com/read/2011/03/03/072704/1583532/10/bayi-putus-jari-investigasi-kemenkes-harus-berpihak-pada-pasien
Apakah benar 'putusnya jari2 tangan' adalah dampak proses tindakan pertolongan pemulihan terhadap sakitnya pasien, seperti yg disampaikan direktur Awal-Bros itu dalam suratnya tsb?
::
ck..ck..ck...
serem amat :(, dan kasihan sekali anaknya itu :'(
jadi semakin menyangsikan kinerja rumah sakit di Indonesia...
ya begitulah dokter di Indo..hehehe.. cuma maunya jualan obat aja....
tapi ga terima kalo dibandingkan dengan dokter luar negeri...hehhee..
katanya dokter luar emang suka jelek2in dokter indo...
dari pengalaman saya sih ya emang dokter indo itu tidak care sama pasiennya....saya aja hampir lewat...hehhehe
wah, Bro Phang sudah hadir nih.... udah sehat sediakala Bro?
::
saya sudah lumayan skr..sudah masuk kerja lagi...
masih menyisakan sedikit masalah pada kaki kesemutan dan ga bisa jongkok...akibat infeksi wkt itu...
saya sudah bisa akfifitas lagi...Thanks ya atas support teman2 DC...
Jadi sebenarnya om phang sakit apa?
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=16210.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=16210.0)
mungkin itu bisa jadi rujukan...
semoga om Phang cepat pulih yah... :)
kalo kejadian2 gini di RS indo keknya udh biasa.. Xixixi.. sy jg dulu di RS lokal hampir pindah alam krn salah diagnosa penyakit.. ckckck.. sy dinyatakan terinfeksi penyakit tipes, trus di minta rawat inap krn memank wkt itu kondisi udh puyenk2 n sulit berdiri krn puyenk banget.. trus dikasih obat suntikan 3x, setiap 1 suntikan, setengah jam kemudian lansung muntah2 ga karuan.. kedua jg gitu n ketiga lebih parah.. setelah muntah2 ampe habis tenaga, penglihatan sy gelap, badan ga bisa lagi bergerak krn super lemes.. jantung melemah, waktu papa sy nanya susternya, dari suntikan pertama yang muntah2 itu, katanya itu memank efek obat tipes.. ckckck... namun setelah melihat kondisi saya malah memburuk dan hampir pindah alam, papa sy langsung menyuruh cabut infus dan keluar saat itu juga, tapi pihak rumah sakit ga mau krn katanya udh tengah malam, saat itu udh jam 11 malam.. tapi krn papa saya ngamuk2 akhirnya diijinkan keluar asal melunasi semua biaya nya, dan kagetnya lagi, saya di infus cm 3 botol, tp di tagihannya 15 botol infus.. weleh.. weleh... belum lg obat2 yg tidak pernah dikasih malah ada ditagihannya, yang totalnya lebih 2jt dalam waktu 2 mlm, setelah pindah ke RSUD, dokter disana kaget lihat sy, dia bilang koq bisa gini kondisi sy? lalu papa saya cerita dan dokter disana malah tambah kaget lagi, dia bilang sy cuman kena malaria tersiana yg disini umum terjadi dan hal biasa saja.. akhirnya sy langsung di infus dan dikasih obat2 ga tau apa, tp hanya dlm beberapa jam, kondisi saya membaik, bis amelihat dan bisa bergerak walo masih lemas, dalam seminggu udh sehat bugar dan keluar rumah sakit, trus biayanya \dibawah 1jt aja.. Ckckck... sumpah mati ga akan balik lagi ke rumah sakit itu...
^ rumah sakit apa?
*Sebutin,entar kami kumpulin koinn dhe. :))
bentuk pertanggung jwban dari rumah sakit juga "sangat ngak bertanggung jwb" .. ketika ada korban salah amputasi . mall praktek .. dengan sangat bangga dan menutupi kesalahan mereka cuma bilang "kami akan membebaskan semua biaya rumah sakit" ... HOIII.... INI BUKAN MASALAH UANG.. ~ ~X(
Quote from: Umat Awam on 04 March 2011, 07:53:59 PM
kalo kejadian2 gini di RS indo keknya udh biasa.. Xixixi.. sy jg dulu di RS lokal hampir pindah alam krn salah diagnosa penyakit.. ckckck.. sy dinyatakan terinfeksi penyakit tipes, trus di minta rawat inap krn memank wkt itu kondisi udh puyenk2 n sulit berdiri krn puyenk banget.. trus dikasih obat suntikan 3x, setiap 1 suntikan, setengah jam kemudian lansung muntah2 ga karuan.. kedua jg gitu n ketiga lebih parah.. setelah muntah2 ampe habis tenaga, penglihatan sy gelap, badan ga bisa lagi bergerak krn super lemes.. jantung melemah, waktu papa sy nanya susternya, dari suntikan pertama yang muntah2 itu, katanya itu memank efek obat tipes.. ckckck... namun setelah melihat kondisi saya malah memburuk dan hampir pindah alam, papa sy langsung menyuruh cabut infus dan keluar saat itu juga, tapi pihak rumah sakit ga mau krn katanya udh tengah malam, saat itu udh jam 11 malam.. tapi krn papa saya ngamuk2 akhirnya diijinkan keluar asal melunasi semua biaya nya, dan kagetnya lagi, saya di infus cm 3 botol, tp di tagihannya 15 botol infus.. weleh.. weleh... belum lg obat2 yg tidak pernah dikasih malah ada ditagihannya, yang totalnya lebih 2jt dalam waktu 2 mlm, setelah pindah ke RSUD, dokter disana kaget lihat sy, dia bilang koq bisa gini kondisi sy? lalu papa saya cerita dan dokter disana malah tambah kaget lagi, dia bilang sy cuman kena malaria tersiana yg disini umum terjadi dan hal biasa saja.. akhirnya sy langsung di infus dan dikasih obat2 ga tau apa, tp hanya dlm beberapa jam, kondisi saya membaik, bis amelihat dan bisa bergerak walo masih lemas, dalam seminggu udh sehat bugar dan keluar rumah sakit, trus biayanya \dibawah 1jt aja.. Ckckck... sumpah mati ga akan balik lagi ke rumah sakit itu...
he ? bro berobat di papua juga kan ? harusnya dokter papua tahu donk memang papua daerah malaria, jadi udah bukan rahasia lagi kalau yang mau ke papua harus makan semacam kloroquin dulu yaa buat kayak semacam prophylaxis gitu deh.. Jadi walau tipus, DBD, malaria gejalanya mirip2, tapi dari lokasi huni bro yang lama di papua, harusnya yang disuspect duluan itu adalah malaria.
untung selama berurusan dengan rumah sakit saya belum mengalami yang aneh-aneh ;D.
tapi kalo kejadian di rumah sakit yang paling sering itu,
tidur yang selalu tidak pulas,
karena sering tiba-tiba merasa ada yang ngebangunin,
baik waktu menjaga atau waktu jadi pasien ;D.