Namo Buddhaya,
Saya juga bermaksud melontarkan lagi suatu topik diskusi yang saya kira menarik. Pertanyaan saya adalah mungkinkah terjadi pertumbuhan ekonomi tanpa disertai keserakahan? Jika manusia mengikuti anjuran dalam Karaniya Metta Sutta untuk mudah puas, mungkinkah ekonomi mengalami kemajuan? Apakah Buddhadhamma memiliki solusi konkrit dan nyata bagi hal ini. Jadi yang saya maksud adalah bukan hanya sekedar teori-teori atau slogan semata. Silakan didiskusikan. Anumodana.
Salam,
Tan
			
			
			
				Saya rasa susah tuh, masalahnya menyangkut banyak orang jadi ngaturnya susah :)
			
			
			
				Apakah saya akan tetap tumbuh jika saya tidak serakah makan ?
Apakah saya akan tetap tumbuh jika saya serakah makan?
Apa akibatnya/efek bagi saya jika saya tumbuh karena serakah makan?
Apa akibatnya/efek bagi saya jika saya tumbuh karena tidak serakah makan?
			
			
			
				keserakahan kan bukan hanya pada uang dan berhubungan dengan ekonomi.
			
			
			
				Keserakahan itu halus sekali..
Aye seringkali kebablasan.. ;D
			
			
			
				gak ada jawaban yg pasti di sini.
masalahnya pengukuran2 yg ada di buddhism itu berbeda dengan pengukuran yg ada di luaran.
pengukuran kemajuan di luaran adalah gdp/gnp, pendapatan perkapita, profit.
dalam buddhism, parameter2 itu tidak relevan. buat yg kurang mengerti arti kata "tidak relevan" (peace hehehe), itu artinya dalam buddhism parameter2 itu tidak begitu penting, tidak menggambarkan kemajuan yg sesungguhnya. mau naik mau turun, tidak banyak artinya. bukan artinya menerima atau menolak parameter2 tersebut. buddhism menggunakan parameter2 psikologis, dalam hal ini tingkat kebahagiaan.
saya pikir ini yg sering menjadi salah persepsi buat buddhis sendiri. saya tau sendiri ada beberapa (katakanlah oknum) buddhis yg agak anti pada kekayaan. mereka mengidentifikasikan kekayaan sebagai keserakahan. padahal dalam hal ini kekayaan materi tidak relevan dengan tingkat keserakahan. bisa aja kaya tapi gak serakah, bisa juga gak kaya tapi serakah. keserakahan adalah sesuatu yg ada di dalam, sedangkan kekayaan adalah sesuatu yg ada di luar. bagi yg bisa melihat ke dalam, ada kebebasan untuk memilih di antara kekayaan dan keserakahan. kebebasan untuk memutuskan apa tujuannya mengakumulasi kekayaan dan untuk apa penggunaan kekayaannya...
jadi kalo balik ke pertanyaannya, apakah mungkin pertumbuhan ekonomi tanpa keserakahan? 
gak relevan tuh hehehe... bisa ya, bisa tidak, gak ada hubungannya...
			
			
			
				Quote from: Tan on 14 August 2008, 01:22:14 AM
Namo Buddhaya,
Saya juga bermaksud melontarkan lagi suatu topik diskusi yang saya kira menarik. Pertanyaan saya adalah mungkinkah terjadi pertumbuhan ekonomi tanpa disertai keserakahan? Jika manusia mengikuti anjuran dalam Karaniya Metta Sutta untuk mudah puas, mungkinkah ekonomi mengalami kemajuan? Apakah Buddhadhamma memiliki solusi konkrit dan nyata bagi hal ini. Jadi yang saya maksud adalah bukan hanya sekedar teori-teori atau slogan semata. Silakan didiskusikan. Anumodana.
Salam,
Tan
kita bisa menjawab pertanyaan ini dengan mengkecilkan skop-nya.
Tanya ke diri sendiri: "Mungkinkah meningkatkan ekonomi saya tanpa disertai keserakahan?"
::
			
 
			
			
				jawaban saya pribadi : Tidak bisa _/\_
			
			
			
				 [at]  Tan, topik ini tidak bisa dihubungkan dengan Karaniya Metta Sutta, Sutta ini adalah bagi mereka ingin ketenangan, dst.seperti dalam bait pertama Sutta ini, bukan ditujukan untuk orang yang ingin kaya.
			
			
			
				Sekalian nimbrung, numpang tempel pertanyaan.
Orang-orang sering bilang kalo spiritual dan ekonomi selalu berjalan pada arah yang berlawanan, benarkah?
Soale, saya pikir pernyataan Sdr. Indra ada benarnya (dari sudut persepsi saya)...
Karaniya Metta Sutta itu sudah masuk dalam kategori batin, dan dalam kategori batin, keserakahan akan materi itu tentulah sudah melemah.
Mohon maaf bila ada salah penyampaian,
CMIW.
Deepest Bow,
Vince
			
			
			
				Semakin tinggi pohon semakin banyak terpaan badai  ;D
			
			
			
				Quote from: bond on 14 August 2008, 12:56:46 PM
Semakin tinggi pohon semakin banyak terpaan badai  ;D
yap, dan Yesus bersabda: "lebih mudah bagi seekor unta untuk bisa lolos dari lubang jarum ketimbang orang-orang kaya untuk masuk surga...."
Ryu mode: On  ;D
::
			
 
			
			
				haa....
( Hendra Mode : On )
_/\_ :lotus:
			
			
			
				Perumbuhan ekonomi adalah agregat dari pertumbuhan ekonomi mikro, yaitu pertumbuhan dari masing-masing perusahaan maupun perorangan. Seperti yang disampaikan rekan Willibordus, lebih baik kita fokus ke mikro daripada melihat makronya. Saya setuju dengan bang morpheus, bahwa kekayaan dan keserakahan tidak punya korelasi yang positif. Kalau serakah maka kaya, kalau kaya maka serakah, kalau tidak serakah maka miskin, kalau miskin maka tidak serakah?
Buddha Dhamma tidak pernah melarang orang menjadi kaya selama kekayaan itu dicapai dengan upaya yang benar. Kaya juga merupakah buah dari kamma dan dengan kekayaan bisa ada kesempatan untuk membuat kamma baik lainnya.
Jadi, silahkan menjadi kaya dan pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.
			
			
			
				Ada yg bisa jabarkan definisi dari : tumbuh, kaya, miskin dan serakah ?
			
			
			
				Quote from: fran on 14 August 2008, 04:32:41 PM
Ada yg bisa jabarkan definisi dari : tumbuh, kaya, miskin dan serakah ?
tumbuh = lebih baik/besar/banyak dari sebelumnya
kaya = besar tiang dari pada pasak
miskin = besar pasak dari pada tiang
serakah = tidak pernah cukup
;D
			
 
			
			
				SANGAT MUNGKIN
Setuju banget dengan Saudara Fran
Apakah saya akan tetap tumbuh jika saya tidak serakah makan ?
Apakah saya akan tetap tumbuh jika saya serakah makan?
Apa akibatnya/efek bagi saya jika saya tumbuh karena serakah makan?
Apa akibatnya/efek bagi saya jika saya tumbuh karena tidak serakah makan?
			
			
			
				tadi salah, ke quote, .....tapi udah di modify dengan postingan dibawah
			
			
			
				yap, ada bedanya antara serakah dan keinginan.
Ada perbedaan  antara:
~ Keinginan  untuk memakmurkan ekonomi keluarga
dan
~ Keserakahan untuk memperkaya ekonomi keluarga
Persamaannya adalah:
~ Sama-sama berusaha dan bekerja semaksimal mungkin
Sedangkan perbedaanya adalah:
~ Perbedaan pertama, yakni pada keserakahan, biasanya akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Sedangkan pada keinginan yg wajar, untuk mencapai tujuannya, dia masih mempertimbangkan kesejahteraan dan hak2 orang lain.
~ Perbedaan kedua terletak pada bagaimana kita bereaksi ketika kenyataan yg terjadi tidak sesuai dengan keinginan. Jika keinginan tsb tidak dilekati, apapun hasilnya, meskipun sudah berusaha semaksimal mungkin, kita akan dapat menerima dengan baik dan tenang. Namun jika serakah (melekat), ketika hasil yg terjadi tidak sesuai dengan ekspektasi awal, maka biasanya kita akan bereaksi negatif  (kecewa berat, frustasi, stress, putus asa, dan biasanya akan dilanjutkan dengan action negatif lainnya, misalnya: menjadi pemarah, mabuk2an, bunuh diri, menyiapkan balas dendam, dll). Bahasa simple-nya: Sesuatu yg dilekati akan menimbulkan dukkha.
---
Uraian kawan2 diatas, bahwa harta duniawi akan menjerat dan menyulitkan spiritualitas kita ada benarnya. Banyak orang yg ketika semakin mempunyai uang maka akan semakin stress hidupnya. Banyak orang yg ketika semakin kaya maka semakin susah tidur dan waktu terasa semakin sempit, padahal ketika hidup pas2an dulu, dia bisa tidur nyenyak dan banyak waktu untuk keluarga. 
Kecenderungan umum diatas, bisa dikecualikan jika kita memahami fenomena kehidupan dengan baik. Buddha telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara untuk menyikapi hidup ini, baik ketika kita berada / tidak berada, baik ketika kita sedang senang / susah, ketika muda / tua. Memahami dan mempraktikkan dhamma dengan rajin akan membantu kita menghadapi hidup dengan lebih baik.
----
Jadi, jawaban sy atas pertanyaan topik ini, apakah mungkin perekonomian akan tumbuh tanpa keserakahan? Jawab saya: Perekonomian akan tumbuh dengan baik jika dilandasi oleh keinginan yg benar dan sebaliknya, perekonomian akan runtuh jika dilandasi oleh keserakahan.
Sesuai dengan hukum sebab akibat, apa yg ditanam akan menghasilkan akibat yg sesuai.
Keserakahan akan menghasilkan penderitaan.
Contoh yg gampang, lihat saja Amerika, yg terlalu serakah ingin menguasai minyak dunia, sekarang Amerika mengalami masa2 sulit, perekonomiannya terancam dan terorisme mengintai Amerikan dimana-mana. Biaya yg dikeluarkan Amerika untuk mengamankan kehidupannya dari serangan lawan mungkin sudah amat mahal dan hidup orang2 amerika sudah tidak aman lagi. Semuanya diakibatkan oleh keserakahan Amerika. Memang penyebabnya tidak sesederhana ini dan sangat kompleks, tapi secara umum, cukup dapat kita jadikan renungan.
Perekonomian akan dapat tumbuh dengan kuat dan aman jika diniati oleh keinginan yg benar, yakni: demi kesejahteraan orang banyak dan memperhatikan hak2 bangsa lain juga.
::
 
			
			
			
				Kalau dari 2 ekstrem disuruh pilih antara jadi orang miskin atau kaya pilih mana?  ;D
			
			
			
				Keserakahan dan pertumbuhan ekonomi sama sekali tidak berhubungan. Pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi keserakahan dan keserakahnan tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Semua kembali pada manusia masing2. 
Apakah orang miskin tidak bisa serakah? Apakah orang kaya selalu pelit (tidak bisa melepas)? Rasanya tidak. 
Kemudian, apakah keserakahan menyebabkan orang menjadi kaya? Atau banyak melepas bisa bikin miskin? Rasanya tidak juga. 
			
			
			
				Kenapa Kita di anjurkan untuk Berdana?
Berdana bisa di bilang kan bertentangan dengan keserakahan.
Berdana dengan bijaksana malah mendatangkan kemakmuran.
Coba baca tread tentang cakka vati.
 :-[ cari sendiri ya wa lupa dan ngak tau gimana paste kemari _/\_
			
			
			
				Kenapa Kita di anjurkan untuk Berdana?
Berdana bisa di bilang kan bertentangan dengan keserakahan.
Berdana dengan bijaksana malah mendatangkan kemakmuran.
Coba baca tread tentang cakka vati.
 Embarrassed cari sendiri ya wa lupa dan ngak tau gimana paste kemari 
thx bro
			
			
			
				Quote from: Tan on 14 August 2008, 01:22:14 AM
Namo Buddhaya,
Saya juga bermaksud melontarkan lagi suatu topik diskusi yang saya kira menarik. Pertanyaan saya adalah mungkinkah terjadi pertumbuhan ekonomi tanpa disertai keserakahan? Jika manusia mengikuti anjuran dalam Karaniya Metta Sutta untuk mudah puas, mungkinkah ekonomi mengalami kemajuan? Apakah Buddhadhamma memiliki solusi konkrit dan nyata bagi hal ini. Jadi yang saya maksud adalah bukan hanya sekedar teori-teori atau slogan semata. Silakan didiskusikan. Anumodana.
Salam,
Tan
tidak ada yang tidak mungkin.
namun dalam hal ini, kayanya falsafahnya tidak berlaku.
biar dijaman Sang Buddha pun, gak bakal mungkin.
"dunia ini penuh dengan duri
 kita tidak bisa menutupi 
 seluruh dunia, 
 dengan karpet anti duri.
 namun kita bisa berjalan,
 memakai sepatu anti duri".
			
 
			
			
				wah... agak susah juga ya.. tapi menurut saya sih sangat susah ya (mungkin salah juga). soalnya keserakahan itu halus sekali. kadang2 orang berbuat baik pun motifnya secara tidak langsung adalah keserakahan. berharap supaya tambah rejeki, di kelahiran berikutnya menjadi orang yang berkecukupan. jadi walaupun dia berbuat baik, tetapi sebenarnya dia memuaskan keserakahannya.. menurut saya sih begitu.. 
			
			
			
				Quote from: Tan on 14 August 2008, 01:22:14 AM
Namo Buddhaya,
Saya juga bermaksud melontarkan lagi suatu topik diskusi yang saya kira menarik. Pertanyaan saya adalah mungkinkah terjadi pertumbuhan ekonomi tanpa disertai keserakahan? Jika manusia mengikuti anjuran dalam Karaniya Metta Sutta untuk mudah puas, mungkinkah ekonomi mengalami kemajuan? Apakah Buddhadhamma memiliki solusi konkrit dan nyata bagi hal ini. Jadi yang saya maksud adalah bukan hanya sekedar teori-teori atau slogan semata. Silakan didiskusikan. Anumodana.
Salam,
Tan
Namo Buddhaya,
Kenapa pertumbuhan ekonomi harus selalu berhubungan dengan keserakahan??? Menurut pendapat saya kebanyakan orang2 kaya bukan karena serakah (walaupun ada juga yang serakah) malahan menurut saya yang banyak serakah justru yang tidak benar2 kaya, Kenapa kok saya bisa berpandangan seperti itu???
Seperti yang kita tahu kalau karma baik akan menghasilkan pahala yang baik juga, tentu saja orang menjadi kaya karena melakukan kebajikan sebelumnya, bisa di kelahiran yang sekarang atau dikelahiran yang lampau, dan tentu saja kebajikan dikelahiran yang sekaranglah yang akan lebih banyak memicu seseorang menjadi kaya.... (pertanyaannya kok bisa??? bukankah mereka cari duit kayak orang gila yang serakah , makanya bisa kaya).
Tapi benarkah demikian??? Menurut saya sebagian besar orang-orang kaya adalah justru orang2 yang peduli dan orang2 yang suka berbagi dan memberi, karena itulah modal paling dasar bagi seseorang untuk mulai berusaha. Coba bayangkan anda takut berbagi, anda punya usaha terus karena serakah dan tidak mau berbagi pendapatan dengan yang lain, akhirnya anda hanya mengerjakan semuanya sendiri , darimana anda bisa jadi benar2 kaya dengan cara mengerjakan semuanya sendiri??? bukankah dengan mempekerjakan orang lain sudah termasuk melakukan kebajikan bila dibandingkan dengan orang yang dipekerjakan?
Seandainya anda tidak punya kepedulian terhadap sesama / terhadap orang lain, mungkinkah anda akan menghasilkan produk2 yang baik ??? Kalau anda tidak punya produk yang baik bagaimana usaha anda mau maju??? Justru banyak orang yang tidak peduli dan menghasilkan produk yang buruklah yang akhirnya gagal.....
Seandainya anda tidak penuh kebajikan, dalam bertindak selalu didasari oleh curiga, bagaimana anda bisa bermitra dengan para customer??? bila tidak ada kepercayaan disana, bagaimana bisnis bisa berjalan??? Bila bisnis tidak berjalan tentunya orang tersebut tidak akan bisa menjadi kaya...
Justru bila kita mendalami "Karaniya Metta Sutta" maka kita barulah bisa menjadi seorang pengusaha yang sukses, karena semua rumus sukses sudah ada disana.....
Yang kita hindari adalah menjadi terikat dengan kekayaan tersebut, takut kehilangan , takut ini , takut itu.... itulah permasalahan yang sesungguhnya.....
Bila ada orang bilang orang kaya lebih susah masuk surga dari kedelai masuk lubang jarum maka saya berani katakan orang itu pasti salah besar, dan pasti memiliki pandangan yang sesempit lubang jarum.
Note : saya bukanlah orang kaya dan saya juga bukanlah termasuk kelas menengah, saya masih masuk dikelompok orang susah, tapi saya terus berusaha untuk menjadi kaya dengan cara membagi , memberi dan bermanfaat bagi orang lain......
Saran saya berusahalah untuk menjadi kaya dengan lebih banyak melakukan kebajikan, (contoh : membuka peluang kerja, memberikan nilai tambah bagi orang lain, membantu para customer, memperbaiki lingkung, menghasilkan produk yang bisa bermanfaat bagi yang lain , dll)
salam,
Sariputta
			
 
			
			
				Quote from: Sariputta on 31 August 2008, 04:34:42 PM
Namo Buddhaya,
Kenapa pertumbuhan ekonomi harus selalu berhubungan dengan keserakahan??? Menurut pendapat saya kebanyakan orang2 kaya bukan karena serakah (walaupun ada juga yang serakah) malahan menurut saya yang banyak serakah justru yang tidak benar2 kaya, Kenapa kok saya bisa berpandangan seperti itu???
Seperti yang kita tahu kalau karma baik akan menghasilkan pahala yang baik juga, tentu saja orang menjadi kaya karena melakukan kebajikan sebelumnya, bisa di kelahiran yang sekarang atau dikelahiran yang lampau, dan tentu saja kebajikan dikelahiran yang sekaranglah yang akan lebih banyak memicu seseorang menjadi kaya.... (pertanyaannya kok bisa??? bukankah mereka cari duit kayak orang gila yang serakah , makanya bisa kaya).
Tapi benarkah demikian??? Menurut saya sebagian besar orang-orang kaya adalah justru orang2 yang peduli dan orang2 yang suka berbagi dan memberi, karena itulah modal paling dasar bagi seseorang untuk mulai berusaha. Coba bayangkan anda takut berbagi, anda punya usaha terus karena serakah dan tidak mau berbagi pendapatan dengan yang lain, akhirnya anda hanya mengerjakan semuanya sendiri , darimana anda bisa jadi benar2 kaya dengan cara mengerjakan semuanya sendiri??? bukankah dengan mempekerjakan orang lain sudah termasuk melakukan kebajikan bila dibandingkan dengan orang yang dipekerjakan?
Seandainya anda tidak punya kepedulian terhadap sesama / terhadap orang lain, mungkinkah anda akan menghasilkan produk2 yang baik ??? Kalau anda tidak punya produk yang baik bagaimana usaha anda mau maju??? Justru banyak orang yang tidak peduli dan menghasilkan produk yang buruklah yang akhirnya gagal.....
Seandainya anda tidak penuh kebajikan, dalam bertindak selalu didasari oleh curiga, bagaimana anda bisa bermitra dengan para customer??? bila tidak ada kepercayaan disana, bagaimana bisnis bisa berjalan??? Bila bisnis tidak berjalan tentunya orang tersebut tidak akan bisa menjadi kaya...
Justru bila kita mendalami "Karaniya Metta Sutta" maka kita barulah bisa menjadi seorang pengusaha yang sukses, karena semua rumus sukses sudah ada disana.....
Yang kita hindari adalah menjadi terikat dengan kekayaan tersebut, takut kehilangan , takut ini , takut itu.... itulah permasalahan yang sesungguhnya.....
Ulasan yg sangat menarik.
Salam kenal Bro Sariputta  :)
Pada dasarnya saya setuju dengan semua uraian Bro.
Cuma mo nambahin saja: Segala yg kita terima adalah hasil perbuatan kita, 'orang kaya' berarti kekayaannya tsb adalah hasil gabungan perbuatan lampaunya dan kondisi2 lain yg mendukung. 
Masalahnya, bagaimanakah dia menyikapi kekayaannya tsb? Jika 
kekayaannya tsb ia lekati, maka pasti akan menjadi masalah baginya. ia akan bersifat serakah untuk melindungi hartanya dan bahkan menambahnya lagi atau jika kekayaannya ludes ia akan merana sekali. 
Quote
Bila ada orang bilang orang kaya lebih susah masuk surga dari kedelai masuk lubang jarum maka saya berani katakan orang itu pasti salah besar, dan pasti memiliki pandangan yang sesempit lubang jarum.
 :)) 
Saya ada mengutip kalimat ini di postingan atas... kalimat tsb saya kutip dari Yesus. 
Kita tidak tau apa maksud Yesus mengatakan hal itu, tapi sy pikir Beliau bermaksud menerangkan seperti yg sy terangkan diatas, yakni kalau kita kaya kita cenderung akan terikat oleh kekayaan kita.
Quote
Saran saya berusahalah untuk menjadi kaya dengan lebih banyak melakukan kebajikan, (contoh : membuka peluang kerja, memberikan nilai tambah bagi orang lain, membantu para customer, memperbaiki lingkung, menghasilkan produk yang bisa bermanfaat bagi yang lain , dll)
Ini merupakan nasihat yg paling bagus dan benar sekali.
Saya sependapat.
::
			
 
			
			
				oh ya sedikit tambahan dari pengamatan pribadi, sering kali saya kalau bertemu dengan orang bila orang tersebut semakin kaya dari segi materi, lebih sering saya jumpai orang tersebut juga lebih sopan, lebih lembut, lebih mudah bergaul , lebih enak diajak berteman dan lebih baik secara pribadi, begitu juga sebaliknya , ketika saya berjumpa dengan orang2 yang makin kurang secara materi, maka justru sering saya jumpai kondisi yang sebaliknya, secara ke sopanan akan berkurang, kebijaksanaan juga berkurang dan keserakahan justru bertambah... 
Note : memang tidak semua seperti itu, tapi secara umum saya bisa simpulkan seperti itu.
			
			
			
				Quote from: willibordus on 31 August 2008, 04:50:17 PM
Ulasan yg sangat menarik.
Salam kenal Bro Sariputta  :)
Salam kenal juga :)
Quote
Pada dasarnya saya setuju dengan semua uraian Bro.
Cuma mo nambahin saja: Segala yg kita terima adalah hasil perbuatan kita, 'orang kaya' berarti kekayaannya tsb adalah hasil gabungan perbuatan lampaunya dan kondisi2 lain yg mendukung. Masalahnya, bagaimanakah dia menyikapi kekayaannya tsb? Jika kekayaannya tsb ia lekati, maka pasti akan menjadi masalah baginya. ia akan bersifat serakah untuk melindungi hartanya dan bahkan menambahnya lagi atau jika kekayaannya ludes ia akan merana sekali. 
Saya juga setuju dengan pendapat bro yang ini, hanya saya mau tambahkan dari pengalaman pribadi saja, ketika saya masih SMA saya punya teman sebangku yang orang tua termasuk lumayan kaya, dan tinggalnya di komplek orang kaya tentunya, permasalahan timbul ketika indonesia ditimpa krisis ekonomi, Usaha ortunya banyak mengalami masalah karena banyak customer yang tidak sanggup membayar hutang ke mereka, dan akhirnya mereka pun jatuh bangkrut sampai semua hartanya disita sama bank. Tapi apakah mereka merana terus ??? secara logika mungkin kita akan berpikir seperti itu, tapi sesungguhnya mereka hanya bersedih sebentar dan dengan segera memulai kembali usaha yang baru, dan saat ini sudah lumayan lagi. Tapi Coba kita tanyakan bila hal itu terjadi dengan orang2 susah..... coba kita lihat para korban bencana aceh, korban gempa yogja, korban lumpur lapindo.... apakah mereka bisa segera bangkit ??? Saya yakin banyak pengusaha yang jatuh setelah krisis dan kasus mei 98 tapi dengan cepat juga mereka bangkit kembali..... (kalau mereka masih terikat dengan kekayaan yang lama tentu mereka tidak akan bisa bangkit, dan hanya bisa meratapi yang sudah hilang saja bukan?)
Note : memang tidak semua seperti itu, tapi kasus seperti itu kan banyak juga bisa kita lihat...
Quote
Quote
Bila ada orang bilang orang kaya lebih susah masuk surga dari kedelai masuk lubang jarum maka saya berani katakan orang itu pasti salah besar, dan pasti memiliki pandangan yang sesempit lubang jarum.
 :)) 
Saya ada mengutip kalimat ini di postingan atas... kalimat tsb saya kutip dari Yesus. 
Kita tidak tau apa maksud Yesus mengatakan hal itu, tapi sy pikir Beliau bermaksud menerangkan seperti yg sy terangkan diatas, yakni kalau kita kaya kita cenderung akan terikat oleh kekayaan kita.
Sori tidak bermaksud untuk menyakiti siapapun, hanya untuk membuka wawasan berpikir saja, memang kecenderungan itu ada, bahkan dengan kekayaan yang sedikitpun seseorang bisa terikat, bukankah kita pernah baca dikoran kalau ada yang dibunuh karena urusan 50 rupiah saja.