Misalkan dalam suatu komunitas Buddhis mau mendirikan sebuah vihara, dalam rapat pembentukan panitianya diputuskan bahwa seorang bhikkhu yang memprakarsai pembangunan tsb harus membuat rekening bank untuk menampung dana dari para donatur nantinya. Selain nama bhikkhu tsb, rekening ini juga memakai nama seorang umat awam untuk kontrol keuangan nantinya. Jadi satu rekening dua nama yang harus tanda tangan.
Sekarang, pertanyaannya adalah apakah ini tidak melanggar aturan Vinaya bagi bhikkhu tsb? Misalnya dianggap memegang uang karena memiliki rekening bank, walaupun dua nama. Mohon penjelasannya dari para DCers yang memahami keorganisasian Buddhis dan aturan Vinaya ini.
Terima kasih.
Sebaiknya urusan mengelola keuangan tidak dibebankan kepada bhikkhu, karena hal ini akan menyibukkan bhikkhu tersebut dengan tugas-tugas yang tidak selayaknya bagi seorang bhikkhu. Walaupun dengan 2 nama, namun kenyataannya suara bhikkhu akan lebih dominan karena adanya rasa sungkan terhadap bhikkhu. Dan hal ini dapat memberikan celah penyelewengan di pihak bhikkhu tsb yg sebenarnya dapat dihindari.
sehubungan dengan aturan vinaya:
NP 18. Should any bhikkhu accept gold and silver, or have it accepted, or consent to its being deposited (near him), it is to be forfeited and confessed.
selengkapnya
http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/bmc1/bmc1.ch07-2.html#NP18 (http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/bmc1/bmc1.ch07-2.html#NP18)
Tetapi Bhikkhu2 modern sekarang umumnya sudah menggunakan ATM, seperti misalnya yang sedang study di LN untuk memudahkan mendukung kegiatan study mereka disana, karena mereka juga membutuhkan dana utk study yang tidak kecil.
Itulah umat Buddha skrg selalu melibatkan bhikkhu dlm mengurus keuangan. Mau dijelaskan jg susah. Mereka tdk mengerti Vinaya apalagi kalo bhikkhunya jg setuju2 saja... #tepokjidat
Quote from: Shasika on 21 April 2013, 12:02:11 AM
Tetapi Bhikkhu2 modern sekarang umumnya sudah menggunakan ATM, seperti misalnya yang sedang study di LN untuk memudahkan mendukung kegiatan study mereka disana, karena mereka juga membutuhkan dana utk study yang tidak kecil.
ya udah, jangan bhikkhu modern, jadi
bhikkhu sesuai tradisi jaman Buddha, tidak usah study lagi.
cari tempat sunyi aja, hindari keramaian untuk latihan supaya lebih cepat mencapai tujuan
memiliki rekening di bank, ehhh tentu boleh....
asal rekeningnya gak punya duit...alias ZERO balance
^:)^ ^:)^ ^:)^
Quote from: Indra on 20 April 2013, 11:59:04 PM
Sebaiknya urusan mengelola keuangan tidak dibebankan kepada bhikkhu, karena hal ini akan menyibukkan bhikkhu tersebut dengan tugas-tugas yang tidak selayaknya bagi seorang bhikkhu. Walaupun dengan 2 nama, namun kenyataannya suara bhikkhu akan lebih dominan karena adanya rasa sungkan terhadap bhikkhu. Dan hal ini dapat memberikan celah penyelewengan di pihak bhikkhu tsb yg sebenarnya dapat dihindari.
sehubungan dengan aturan vinaya:
NP 18. Should any bhikkhu accept gold and silver, or have it accepted, or consent to its being deposited (near him), it is to be forfeited and confessed.
selengkapnya
http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/bmc1/bmc1.ch07-2.html#NP18 (http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/bmc1/bmc1.ch07-2.html#NP18)
Ternyata tentang penggunaan uang oleh bhikkhu juga sudah lengkap dibahas di sini: http://dhct.org/f21452.0 (http://dhct.org/f21452.0)
Yang perlu saya copas ke sini:
Quote
Bagian 3
Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan uang
Pengertian uang dalam semua aturan ini: Segala apapun yang dapat digunakan sebagai alat tukar untuk jual dan beli. Juga termasuk uang logam, catatan bank, cek, emas, dan perak.
Mengapa cek tidak diperbolehkan? Cek tidak diperbolehkan karena terkadang masih diperhitungkan dan juga karena cek adalah perintah kepada bank untuk memberikan uang kepada orang yang pembawa cek. Ini biasanya dikatakan seperti pembayaran sejumlah 100 dollar kepada pembawa cek, bhikkhu Dhamminda. Maka dari itu cek ditulis untuk bhikkhu dengan perintah untuk memberikan uang kepada bhikkhu itu dan jika ia menerimanya maka ia akan menerimanya dari bank. Ini sama saja dengan penerimaan uang secara tidak langsung. 'Di tempat semacam ini dan seperti ini ada uang dan itu adalah milikku, dan itu kuberikan padamu.' Maka daripada itu pemberian uang melalui cek haruslah dihindari.
Bhikkhu yang menulis cek melanggar satu pelanggaran karena memberi perintah pemberian uang. Jika ia menerima uang sebelumnya maka itu adalah Nissaggiya Päcittiya, atau jika dana tersebut diterima lewat kappiya dengan jalan yang benar itu adalah dukkaèa karena kesalahan pengaturan.
Seorang sämaêera diminta untuk menjalankan sepuluh sila yang mana pada sila ke- sepuluh menghindari penerimaan emas, perak atau uang. Dengan melatih ini berarti seorang sämaêera mematuhi peraturan yang berhubungan dengan uang sama seperti yang dilakukan bhikkhu.
Bagi bhikkhu ada empat aturan pokok yang berhubungan dengan uang yang dapat ditemukan dalam Vinaya:
1. Rupiya Sikkhäpada ( Nissaggiya Päcittiya no.18)
2. Meêéaka Sikkhäpada (Vinaya Mahävagga Bhesajjä)
3. Räja Sikkhäpada (Nissaggiya Päcittiya no.10)
4. Rüpiya Saóvohära Sikkhäpada (Nissaggiya Päcittiya no.19)
Terjemahan untuk dua dan tiga sudah diberikan di atas sedangkan untuk satu dan empat seperti berikut:
1. Rüpiya Sikkhäpada
Bhikkhu manapun yang dirinya menerima uang atau menyebabkan orang lain menerima uang untuknya, atau menyetujui uang itu ditaruh didekatnya atau disimpan untuknya maka ia melanggar Nissaggiya Päcittiya.
4. Rüpiya Saóvohära Sikkhäpada
Bhikkhu manapun yang terlibat dalam aksi jual-beli dengan menggunakan emas, perak atau uang telah melanggar Nissagiyya Päcittiya.
Rüpiya Sikkhäpada masih perlu ditindaklanjuti agar dimengerti karena jika dipahami dengan baik atau sesuai seorang bhikkhu tidak akan salah mengartikan aturan lainnya yang berhubungan dengan uang. Dalam hal ini melarang para bhikkhu dalam melakukan tiga hal:
1. Menerimanya sendiri secara langsung.
2. Menyebabkan orang lain menerima uang untuknya.
3. Menyetujui uang yang diletakkan di dekatnya atau disimpan untuknya.
Komentar dari Kaòkhävitaraêï menjelaskan tiga hal di atas sebagai berikut:
1. Dia menerima langsung ketika diserahkan atau ia mengambilnya di tempat manapun ketika ia menemukan dan tiada pemiliknya.
2. Sebagai contoh (ketika itu diserahkan atau ia menemukannya) dia menyebabkan orang lain untuk mengambilkannya.
3. Jika dengan membawa uang seorang pendonor mengatakan di hadapannya, ' Ini untuk anda' atau apabila uang tersebut disimpan di suatu tempat lainnya mereka mengatakan 'Di tempat ini dan itu ada uang dan itu milik saya dan saya serahkan untuk anda'. Kemudian jika mereka berkomunikasi tentang dan tersebut dengan cara pembicaraan singkat atau dengan isyarat tangan dan bhikkhu tersebut tidak menolaknya baik melalui isyarat tubuh atau ucapan dan menerimanya dalam hati maka hal ini dikatakan 'menyetujuinya'.
Jika ia dalam hatinya setuju dan berkeinginan untuk menerima, tapi baik melalui ucapan atau tindakan menolak dengan berkata, ' Ini tidak layak' atau kalau dia tidak menolak baik melalui tindakan atau ucapan tapi dengan pikiran yang bersih tidak menyetujuinya dengan berpikir, 'Ini tidak layak bagi kami', maka ini menjadi layak (tidak termasuk atau dikatakan sebagai menyetujui uang)
Dengan aturan ini Sang Buddha telah melarang semua cara yang memungkinkan agar däna uang dapat diterima. Jika seseorang mencoba untuk memberikan uang kepada bhikkhu maka dalam tiga hal ini ia tidak boleh mengatakan, 'Orang ini atau itu adalah kappiya saya'.
'Berikan uang itu pada kappiya saya. Ambil uang itu untuk saya. Taruh uangnya di sana.' Semua yang bisa ia lakukan hanyalah menolaknya dan mengatakan, ' Ini adalah tidak layak'. Penolakan adalah satu-satunya tindakan yang perlu ia ingat.
Kitab komentar Samanta Päsädikä menjelaskan bahwa tidak hanya tidak layak untuk menerima uang dengan satu dari tiga cara di atas bagi dirinya sendiri, tapi juga jika uang diterima untuk Saògha, sebuah perkumpulan, orang lain, pagoda, Vihära, atau untuk apapun juga.
Baru-baru ini ditulis sebuah buku tentang Vinaya yang mana telah menyajikan sebuah cara pandang yang keliru.
Seseorang diperbolehkan untuk menyebabkan disimpannya uang untuk Vihära, däna untuk kebutuhan däna sosial (misal, yatim piatu), tetapi bukan untuk bhikkhu tertentu. Contohnya seorang pendonor memberikan uang untuk kuil diinstruksikan untuk menaruh dalam kotak däna atau menaruhnya di nomor rekening ini, meskipun uang tersebut tidak diterima ke tangan bhikkhu, Saògha atau orang yang ditugaskan sebelumnya dapat mengatur penggunaan däna tersebut bahkan mengatakan, 'Beli ini' atau 'Dapatkan itu'
Telah ditunjukkan di atas bahwa tidak layak untuk menyebabkan penerimaan atau peyimpanan uang untuk kuil atau untuk lainnya. Untuk itu, pandangan ini tidak bersesuaian dengan Vinaya.
Soal ini (bhikkhu memiliki rekening bank) memang sebuah dilema bagi umat, donatur maupun bhikkhu sendiri.
Gw pernah beberapa kali berbincang dengan bhikkhu tentang hal ini meskipun hanya secara umum dan tidak mengacu ke satu pribadi. Realita dan kejadian nyata di masyarakat memang kadang membuat semua pilihan menjadi sulit.
Pernahkah anda mendengar dana (utk vihara, dll) yg disimpan atas nama umat kemudian dibawa lari atau diakui sebagai uangnya pribadi? Juga sumbangan lain non uang seperti tanah/bangunan yang kemudian diatasnamakan umat dan menjadi sengketa di kemudian hari?
Semua pilihan serba salah:
- Mau dana dipegang umat? Bisa dibawa lari/diakui sebagai miliknya pribadi.
- Dipegang bhikkhu pribadi? Melanggar vinaya
- Rekening bersama a/n. bhikkhu & umat? Tetap disalahkan.
Mungkin yg terbaik adalah seperti jaman Buddha, umat kaya raya langsung bangun vihara dan langsung hibahkan kepada sangha. Beres. Tidak ada bhikkhu yg pegang dana pembangunan, dan dana donatur juga tidak ditilep yang menyimpannya. Tapi apa masih mungkin untuk sekarang ini?
Quote from: sanjiva on 21 April 2013, 10:21:00 AM
Soal ini (bhikkhu memiliki rekening bank) memang sebuah dilema bagi umat, donatur maupun bhikkhu sendiri.
Gw pernah beberapa kali berbincang dengan bhikkhu tentang hal ini meskipun hanya secara umum dan tidak mengacu ke satu pribadi. Realita dan kejadian nyata di masyarakat memang kadang membuat semua pilihan menjadi sulit.
Pernahkah anda mendengar dana (utk vihara, dll) yg disimpan atas nama umat kemudian dibawa lari atau diakui sebagai uangnya pribadi? Juga sumbangan lain non uang seperti tanah/bangunan yang kemudian diatasnamakan umat dan menjadi sengketa di kemudian hari?
Semua pilihan serba salah:
- Mau dana dipegang umat? Bisa dibawa lari/diakui sebagai miliknya pribadi.
- Dipegang bhikkhu pribadi? Melanggar vinaya
- Rekening bersama a/n. bhikkhu & umat? Tetap disalahkan.
Mungkin yg terbaik adalah seperti jaman Buddha, umat kaya raya langsung bangun vihara dan langsung hibahkan kepada sangha. Beres. Tidak ada bhikkhu yg pegang dana pembangunan, dan dana donatur juga tidak ditilep yang menyimpannya. Tapi apa masih mungkin untuk sekarang ini?
Ya, saya juga menyadari adanya dilema spt itu, makanya bertanya bagaimana bagusnya dari sisi organisasi tanpa melanggar Vinaya....
Saya setuju dengan hal tsb, tetapi kenyataannya umat kaya itu tahunya cuma kasih dana, gak mau tahu soal bagaimana bangunnya, semuanya diserahkan kepada orang-orang vihara/organisasi/Sangha dan akibatnya melibatkan para bhikkhu.
Quote from: sanjiva on 21 April 2013, 10:21:00 AM
Mungkin yg terbaik adalah seperti jaman Buddha, umat kaya raya langsung bangun vihara dan langsung hibahkan kepada sangha. Beres. Tidak ada bhikkhu yg pegang dana pembangunan, dan dana donatur juga tidak ditilep yang menyimpannya.
harusnya demikian
Quote
Tapi apa masih mungkin untuk sekarang ini?
mungkin aja jika umat pendana memang berlatih melepas kepemilikan
Quote from: adi lim on 21 April 2013, 12:36:50 PM
harusnya demikian
mungkin aja jika umat pendana memang berlatih melepas kepemilikan
Saya rasa ini dikarenakan kurangnya pengetahuan umat (kaya) tentang vinaya para bhikkhu.
Quote from: Sunyata on 21 April 2013, 01:13:05 PM
Saya rasa ini dikarenakan kurangnya pengetahuan umat (kaya) tentang vinaya para bhikkhu.
Kalo bhikkhunya sendiri merasa tidak masalah punya rekening, karena tidak merasa memegang uang secara fisik?
Quote from: ariyakumara on 21 April 2013, 01:33:06 PM
Kalo bhikkhunya sendiri merasa tidak masalah punya rekening, karena tidak merasa memegang uang secara fisik?
Sebenarnya saya juga kurang pengetahuan soal vinaya. Tapi mungkin bhikkhunya kurang pemahaman, sungkan menolak, atau memang cinta uang. Peace. ;D
Quote from: sanjiva on 21 April 2013, 10:21:00 AM
Semua pilihan serba salah:
- Mau dana dipegang umat? Bisa dibawa lari/diakui sebagai miliknya pribadi.
- Dipegang bhikkhu pribadi? Melanggar vinaya
- Rekening bersama a/n. bhikkhu & umat? Tetap disalahkan.
kalau atas nama organisasi atau yayasan bgmana?
Masih ada kemungkinan dikorupsi.
Kalo pakai nama organisasi tetapi 2 atau 3 nama (umat awam) yang tanda tangan mungkin lebih baik, walaupun ada kemungkinan persengkolan juga di antara org2 yang ditunjuk tsb
Quote from: ariyakumara on 21 April 2013, 04:14:04 PM
Kalo pakai nama organisasi tetapi 2 atau 3 nama (umat awam) yang tanda tangan mungkin lebih baik, walaupun ada kemungkinan persengkolan juga di antara org2 yang ditunjuk tsb
semuanya aja tanda tangan. :))
jadi kayak spanduk demo. :hammer:
Quote from: hemayanti on 21 April 2013, 07:32:21 PM
semuanya aja tanda tangan. :))
jadi kayak spanduk demo. :hammer:
:hammer: :hammer: :hammer:
Quote from: hemayanti on 21 April 2013, 07:32:21 PM
semuanya aja tanda tangan. :))
jadi kayak spanduk demo. :hammer:
:)) :)) :))
Kayaknya rekening bank maksimal cuma 3-4 tandatangan deh. ::)
Quote from: sanjiva on 21 April 2013, 08:07:07 PM
:)) :)) :))
Kayaknya rekening bank maksimal cuma 3-4 tandatangan deh. ::)
Ya, maksimal 4 ttd, gw kok lupa ya.... #tepokjidat
Quote from: ariyakumara on 21 April 2013, 08:46:46 PM
Ya, maksimal 4 ttd, gw kok lupa ya.... #tepokjidat
ya udah setidaknya lbh aman daripada satu orang. kalo dibagi 4 jg mungkin gak terlalu besar. :))
sebenarnya gak ada alasan yg cukup masuk akal untuk memakai nama bhante di rekening sosial. :)
Masalah kepercayaan, umat lbh percaya ke bhikkhu drpd sesama umat...
Quote from: ariyakumara on 21 April 2013, 10:03:19 PM
Masalah kepercayaan, umat lbh percaya ke bhikkhu drpd sesama umat...
tapi umat akan lebih percaya lagi kepada bhikkhu yg taat vinaya
Namun umatnya tidak ngerti Vinaya #tepokjidat
Quote from: ariyakumara on 22 April 2013, 05:58:05 AM
Namun umatnya tidak ngerti Vinaya #tepokjidat
tidak masalah, cukuplah jika si bhikkhu saja yg ngerti vinaya. karena bukan umat yg mengendalikan perilaku bhikkhu melainkan bhikkhu itu sendiri yg harus mengendalikan perilakunya sesuai vinaya.
Quote from: Indra on 22 April 2013, 06:37:48 AM
tidak masalah, cukuplah jika si bhikkhu saja yg ngerti vinaya. karena bukan umat yg mengendalikan perilaku bhikkhu melainkan bhikkhu itu sendiri yg harus mengendalikan perilakunya sesuai vinaya.
boleh nih om, segera daftar aja. ;D
[spoiler]jadi bhikkhu[/spoiler]
Quote from: hemayanti on 22 April 2013, 09:39:53 AM
boleh nih om, segera daftar aja. ;D
[spoiler]jadi bhikkhu[/spoiler]
gak ngerti, bisa dijelaskan maksudnya?
Jadi bhikkhu trus mempelajari Vinaya utk ngajari bhikkhu yg gak ngerti ;D
Quote from: ariyakumara on 22 April 2013, 09:50:40 AM
Jadi bhikkhu trus mempelajari Vinaya utk ngajari bhikkhu yg gak ngerti ;D
semua orang yg gak buta huruf bisa mempelajari vinaya, yg diperlukan cuma baca, gue gak ngerti di mana sulitnya memahami kalimat2 dalam vinaya itu.
Quote from: Indra on 22 April 2013, 09:41:42 AM
gak ngerti, bisa dijelaskan maksudnya?
jadi bhikku dan menjalankan vinaya dengan benar.
Quote from: hemayanti on 22 April 2013, 10:29:05 AM
jadi bhikku dan menjalankan vinaya dengan benar.
why? apakah menjadi umat awam dan menjalankan sila dengan benar tidak cukup?
dan daripada menjadi bhikkhu yg tidak mampu menjalankan vinaya, bukankah lebih baik menjadi umat awam yg mampu menjalankan sila?
Quote from: Indra on 22 April 2013, 11:01:11 AM
why? apakah menjadi umat awam dan menjalankan sila dengan benar tidak cukup?
dan daripada menjadi bhikkhu yg tidak mampu menjalankan vinaya, bukankah lebih baik menjadi umat awam yg mampu menjalankan sila?
tidak cukup om.
yes, of course.
tapi kalo ini lebih baik yang mana, umat awam yang menjalankan sila dengan benar atau bhikkhu yang menjalankan vinaya dengan benar?
Quote from: hemayanti on 22 April 2013, 11:04:48 AM
tidak cukup om.
yes, of course.
tapi kalo ini lebih baik yang mana, umat awam yang menjalankan sila dengan benar atau bhikkhu yang menjalankan vinaya dengan benar?
tentu saja lebih baik bhikkhu yg menjalankan vinaya dengan benar. tapi jika dilihat dari faktor kesulitannya, mana yg lebih mudah dilakukan? seseorang seharusnya bisa menilai kemampuan diri sendiri, jika tidak mampu menjalankan yg berat, biarlah ia melakukan yg lebih enteng semampunya.
Quote from: Indra on 22 April 2013, 11:01:11 AM
why? apakah menjadi umat awam dan menjalankan sila dengan benar tidak cukup?
dan daripada menjadi bhikkhu yg tidak mampu menjalankan vinaya, bukankah lebih baik menjadi umat awam yg mampu menjalankan sila?
Mampu menjalankan sila bagaimana? Udah sotapana dong :whistle:
Quote from: sanjiva on 22 April 2013, 11:48:12 AM
Mampu menjalankan sila bagaimana? Udah sotapana dong :whistle:
siapa ya?
dan jika menjalankan sila saja tidak mampu maka ini seharusnya menjadi alasan untuk tidak sok2an menjadi bhikkhu
Quote from: sanjiva on 22 April 2013, 11:48:12 AM
Mampu menjalankan sila bagaimana? Udah sotapana dong :whistle:
hahaha... iya juga yah. ;D
Quote from: Indra on 22 April 2013, 11:49:36 AM
dan jika menjalankan sila saja tidak mampu maka ini seharusnya menjadi alasan untuk tidak sok2an menjadi bhikkhu
^:)^
[at] Indra: Kalo cuma baca Vinaya saja semua org yg tdk buta huruf bisa, tetapi penafsirannya bermacam2 spt dlm kasus rekening bank ini. Coba lihat komentar/subkomentar Vinaya ttg aturan uang ini, banyak sekali celahnya. Tanya kenapa???
Quote from: ariyakumara on 22 April 2013, 06:15:57 PM
[at] Indra: Kalo cuma baca Vinaya saja semua org yg tdk buta huruf bisa, tetapi penafsirannya bermacam2 spt dlm kasus rekening bank ini. Coba lihat komentar/subkomentar Vinaya ttg aturan uang ini, banyak sekali celahnya. Tanya kenapa???
NP 18. "Should any bhikkhu accept gold and silver, or have it accepted, or consent to its being deposited (near him), it is to be forfeited and confessed."
saya tidak melihat bagaimana kalimat di atas bisa ditafsirkan bermacam2:
emas dan perak dalam aturan itu jelas merujuk pada alat tukar moneter (uang), yg jika diterima atau disimpan di dekatnya (disimpan dalam rekening adalah tempat terdekat), maka tindakan ini telah memenuhi syarat aturan vinaya ini.
Quote from: Indra on 22 April 2013, 11:01:11 AM
why? apakah menjadi umat awam dan menjalankan sila dengan benar tidak cukup?
dan daripada menjadi bhikkhu yg tidak mampu menjalankan vinaya, bukankah lebih baik menjadi umat awam yg mampu menjalankan sila?
:jempol:
[at] Indra: Menurut saya, yg dlm kurung (near him) tdk usah dibaca baru menunjuk pd rekening bank. Krn bank blm tentu tmpt penyimpanan yg terdekat, bentuk simpanan fisiknya saja blm tentu ada krn hanya data saja....
Quote from: ariyakumara on 22 April 2013, 08:02:17 PM
[at] Indra: Menurut saya, yg dlm kurung (near him) tdk usah dibaca baru menunjuk pd rekening bank. Krn bank blm tentu tmpt penyimpanan yg terdekat, bentuk simpanan fisiknya saja blm tentu ada krn hanya data saja....
dekat tentu saja dalam hal aksesibilitas, mudah terjangkau, uangnya secara fisik memang tidak dekat (atau bahkan tidak ada), tapi setiap saat hanya dengan menekan remote kita bisa me-utilisasi uang itu.
Hmmm... Boleh jg penafsirannya thd aksesibilitas rekening bank, jd seakan2 di simpan d tmpt yg dekat...