ketika saya berpikir tentang aku lalu saya berpikir mereka berpikir tentang dia yang disebut aku, mengapa aku begini kata ku, mengapa aku begini kata dia, lalu dimana kah aku dan siapa dia? atau memang tidak ada aku dalam diriku, atau tidak ada dia yang disebut aku dalam dirinya?
ternyata sungguh tidak ada aku dan dia
hehehe
jangan berkhayal!!!
kamu ada.
siapa bilang kamu tidak ada...?!!!
dan mereka yang lainpun juga ada. malah masing-masing memiliki ciri unik masing-masing yang tiada duanya.
bahkan para Budhhapun ada, sama sebagai makhluk pribadi unik seperti kita masing-masing.
makanya Ia (guru Buddha Sakya) saat kehidupan di bumi mengajarkan pengetahuan pandangan terang kepada Ananda, Kassapa, dllsbgnya
menandakan bahkan kita ada, dan unik sebagai setiap pribadi makhluk kehidupan. bukan ketiadaan kosong atau nihil.
_/\_abgf
sobat DHAMMA.
kalo terlalu sering mikir begini, kayaknya bisa bingung sendiri ntar..
dua yang paling atas emang udah bingung....
Quote from: pengemis on 08 August 2012, 03:01:05 PM
ketika saya berpikir tentang aku lalu saya berpikir mereka berpikir tentang dia yang disebut aku, mengapa aku begini kata ku, mengapa aku begini kata dia, lalu dimana kah aku dan siapa dia? atau memang tidak ada aku dalam diriku, atau tidak ada dia yang disebut aku dalam dirinya?
ternyata sungguh tidak ada aku dan dia
hehehe
bagus kok :)
di waktu suatu mahkluk mulai mencari apa yg sebenarnya yg menjadi eksistensinya, bahwa
dia ada,
lantas apakah dia?
atau mungkin malah yg menjadi eksistensinya itu cuma sebuah delusi.
jika pencarian itu macet, pasti jatuh pada nama maupun rupa, yg dipaksa sebagai diri.
namun jika bisa melihat nanti akan ada pengetahuan *** sakkaya-ditthi akan runtuh dg sendirinya.
_/\_
Quote from: pengemis on 08 August 2012, 03:01:05 PM
ketika saya berpikir tentang aku lalu saya berpikir mereka berpikir tentang dia yang disebut aku, mengapa aku begini kata ku, mengapa aku begini kata dia, lalu dimana kah aku dan siapa dia? atau memang tidak ada aku dalam diriku, atau tidak ada dia yang disebut aku dalam dirinya?
ternyata sungguh tidak ada aku dan dia
hehehe
Pikiran yang membodohi diri, atau diri yang bodoh?
Quote from: pengemis on 08 August 2012, 03:01:05 PM
ketika saya berpikir tentang aku lalu saya berpikir mereka berpikir tentang dia yang disebut aku, mengapa aku begini kata ku, mengapa aku begini kata dia, lalu dimana kah aku dan siapa dia? atau memang tidak ada aku dalam diriku, atau tidak ada dia yang disebut aku dalam dirinya?
ternyata sungguh tidak ada aku dan dia
hehehe
ada pendapat dari satu tradisi buddhis : aku ini kosong
Quote from: tesla on 08 August 2012, 05:47:02 PM
bagus kok :)
di waktu suatu mahkluk mulai mencari apa yg sebenarnya yg menjadi eksistensinya, bahwa dia ada,
lantas apakah dia?
atau mungkin malah yg menjadi eksistensinya itu cuma sebuah delusi.
jika pencarian itu macet, pasti jatuh pada nama maupun rupa, yg dipaksa sebagai diri.
namun jika bisa melihat nanti akan ada pengetahuan *** sakkaya-ditthi akan runtuh dg sendirinya.
_/\_
ada benarnya juga...
Quote from: adi lim on 10 August 2012, 05:58:38 AM
ada pendapat dari satu tradisi buddhis : aku ini kosong
kesimpulan yang sangat dangkal dan tidak mengerti.
penilaian yang berasal dari penuh kemelekatan yang duniawi.
sunyata bukan kosong...
_/\_ abgf
sobat DHAMMA
Untuk TS ("pengemis"):
Ini saya copas. Copas-an ini hanya untuk bahan perenungan aja, karena hanya dengan membaca saja, kita belum tentu bisa menembusnya secara langsung. Butuh proses juga (melalui praktik perhatian).
121 ( 8 ) Nasihat kepada Rahula
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapiṇḍika. Kemudian selagi Sang Bhagava sedang sendirian dalam keterasingan, suatu
Perenungan muncul dalam pikiran-Nya sebagai berikut: "Kondisi-kondisi yang masak dalam kebebasan telah matang dalam diri Rahula. Aku akan membimbingnya lebih jauh pada penghancuran noda-noda."
Kemudian, pagi harinya, Sang Bhagava merapikan jubah dan membawa mangkuk dan jubah-Nya, berjalan menuju Savatthi untuk menerima dana makanan. Ketika Beliau telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan ia berkata kepada Yang Mulia Rahula sebagai berikut:
"Ambillah alas duduk, Rahula, kita pergi ke Hutan Orang Buta untuk melewatkan hari."
"Baik, Yang Mulia," Yang Mulia Rahula menjawab, dan setelah mengambil alas duduk, ia mengikuti persis di belakang Sang Bhagava. Pada saat itu ribuan devata mengikuti Sang Bhagava dengan pikiran:
"Hari ini Sang Bhagava akan membimbing Yang Mulia Rahula lebih jauh pada penghancuran noda-noda."
Kemudian Sang Bhagava memasuki Hutan Orang Buta dan duduk di bawah sebatang pohon di atas alas duduk yang dipersiapkan untuk-Nya. Yang Mulia Rahula memberi hormat kepada Sang Bhagava dan duduk di satu sisi. [106] Kemudian Sang Bhagava berkata kepadanya:
"Bagaimana menurutmu, Rahula, apakah mata adalah kekal atau tidak kekal?" – "Tidak kekal, Yang Mulia." – "Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?" – "Penderitaan, Yang Mulia." – "Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: 'ini milikku, ini aku, ini diriku'?" – "Tidak, Yang Mulia."
"Apakah bentuk-bentuk adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah kesadaran-mata ... apakah kontak-mata ... Apakah segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi adalah kekal atau tidak kekal?" – "Tidak kekal, Yang Mulia." (Selanjutnya sama dengan paragraf sebelumnya.)
[spoiler]"Apakah telinga ... pikiran adalah kekal atau tidak kekal? ... [107] ... apakah fenomena-fenomena pikiran ... Apakah kesadaran-pikiran ... Apakah kontak-pikiran ... Apakah segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi adalah kekal atau tidak kekal?" – "Tidak kekal, Yang Mulia." – "Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?" – "Penderitaan, Yang Mulia."– "Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: 'ini milikku, ini aku, ini diriku'?" – "Tidak, Yang Mulia."
"Melihat demikian, Rahula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap mata, kejijikan terhadap bentuk-bentuk, kejijikan terhadap kesadaran-mata, kejijikan terhadap kontak-mata; kejijikan terhadap segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi. Ia mengalami kejijikan terhadap telinga... terhadap pikiran ... terhadap segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi.
"Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan, maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: 'Terbebaskan.'
Ia memahami: 'Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.'"
Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Senang, Yang Mulia Rahula gembira mendengar kata-kata Sang Bhagava. Dan sewaktu khotbah ini dibabarkan, batin Yang Mulia Rahula terbebaskan dari noda-noda melalui ketidakmelekatan, dan pada ribuan devata muncullah penglihatan Dhamma yang tanpa noda, yang bebas dari debu: "Apa pun yang berasal-mula semuanya akan lenyap."
Sumber:http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%204%20-%20Sayalatana%20Vagga.pdf[/spoiler]
Note: Untuk kata "kejijikan", sepertinya lebih tepat kalo dibilang "keengganan". Karena kata "jijik" sepertinya menyiratkan kebencian atau mungkin keinginan untuk menghancurkan/melenyapkan. Sedangkan "keengganan" itu, ibarat orang yang terkesima dengan suatu tipuan sulap, tapi setelah ia tau trik sulap itu, ia tidak terkesima lagi. Tidak ada rasa benci, tapi hanya sebatas hilangnya minat.
Quote from: dhammadinna on 10 August 2012, 10:41:56 AM
Untuk TS ("pengemis"):
Ini saya copas. Copas-an ini hanya untuk bahan perenungan aja, karena hanya dengan membaca saja, kita belum tentu bisa menembusnya secara langsung. Butuh proses juga (melalui praktik perhatian).
121 ( 8 ) Nasihat kepada Rahula
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapiṇḍika. Kemudian selagi Sang Bhagava sedang sendirian dalam keterasingan, suatu
Perenungan muncul dalam pikiran-Nya sebagai berikut: "Kondisi-kondisi yang masak dalam kebebasan telah matang dalam diri Rahula. Aku akan membimbingnya lebih jauh pada penghancuran noda-noda."
Kemudian, pagi harinya, Sang Bhagava merapikan jubah dan membawa mangkuk dan jubah-Nya, berjalan menuju Savatthi untuk menerima dana makanan. Ketika Beliau telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan ia berkata kepada Yang Mulia Rahula sebagai berikut:
"Ambillah alas duduk, Rahula, kita pergi ke Hutan Orang Buta untuk melewatkan hari."
"Baik, Yang Mulia," Yang Mulia Rahula menjawab, dan setelah mengambil alas duduk, ia mengikuti persis di belakang Sang Bhagava. Pada saat itu ribuan devata mengikuti Sang Bhagava dengan pikiran:
"Hari ini Sang Bhagava akan membimbing Yang Mulia Rahula lebih jauh pada penghancuran noda-noda."
Kemudian Sang Bhagava memasuki Hutan Orang Buta dan duduk di bawah sebatang pohon di atas alas duduk yang dipersiapkan untuk-Nya. Yang Mulia Rahula memberi hormat kepada Sang Bhagava dan duduk di satu sisi. [106] Kemudian Sang Bhagava berkata kepadanya:
"Bagaimana menurutmu, Rahula, apakah mata adalah kekal atau tidak kekal?" – "Tidak kekal, Yang Mulia." – "Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?" – "Penderitaan, Yang Mulia." – "Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: 'ini milikku, ini aku, ini diriku'?" – "Tidak, Yang Mulia."
"Apakah bentuk-bentuk adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah kesadaran-mata ... apakah kontak-mata ... Apakah segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi adalah kekal atau tidak kekal?" – "Tidak kekal, Yang Mulia." (Selanjutnya sama dengan paragraf sebelumnya.)
[spoiler]"Apakah telinga ... pikiran adalah kekal atau tidak kekal? ... [107] ... apakah fenomena-fenomena pikiran ... Apakah kesadaran-pikiran ... Apakah kontak-pikiran ... Apakah segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi adalah kekal atau tidak kekal?" – "Tidak kekal, Yang Mulia." – "Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?" – "Penderitaan, Yang Mulia."– "Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: 'ini milikku, ini aku, ini diriku'?" – "Tidak, Yang Mulia."
"Melihat demikian, Rahula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap mata, kejijikan terhadap bentuk-bentuk, kejijikan terhadap kesadaran-mata, kejijikan terhadap kontak-mata; kejijikan terhadap segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi. Ia mengalami kejijikan terhadap telinga... terhadap pikiran ... terhadap segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi.
"Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan, maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: 'Terbebaskan.'
Ia memahami: 'Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.'"
Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Senang, Yang Mulia Rahula gembira mendengar kata-kata Sang Bhagava. Dan sewaktu khotbah ini dibabarkan, batin Yang Mulia Rahula terbebaskan dari noda-noda melalui ketidakmelekatan, dan pada ribuan devata muncullah penglihatan Dhamma yang tanpa noda, yang bebas dari debu: "Apa pun yang berasal-mula semuanya akan lenyap."
Sumber:http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%204%20-%20Sayalatana%20Vagga.pdf[/spoiler]
Note: Untuk kata "kejijikan", sepertinya lebih tepat kalo dibilang "keengganan". Karena kata "jijik" sepertinya menyiratkan kebencian atau mungkin keinginan untuk menghancurkan/melenyapkan. Sedangkan "keengganan" itu, ibarat orang yang terkesima dengan suatu tipuan sulap, tapi setelah ia tau trik sulap itu, ia tidak terkesima lagi. Tidak ada rasa benci, tapi hanya sebatas hilangnya minat.
petunjuk
coeda abgf
pencerahan itu adalah melihat apa yang sepatutnya dilihat.
Budhha melihat apa yang sepatutnya dilihat
bukan musnah, juga bukan kosong melompong.
Buddha tidak musnah. kehidupan tidak hilang.
bisakah umat menjawab, apa buktinya dari tulisan dhammadina bahwa tiada kekosongan belaka yang selama ini disalah artikan oleh umat buddhist sedunia melihat keberadaan kehidupan? dan melihat apa yang sepatutnya dilihat. :)
oh... siapakah umat yang menjadi Buddha?!!!!! :'(
_/\_ abgf
sobat DHAMMA.
Quote from: abgf on 10 August 2012, 10:51:50 AM
petunjuk coeda abgf
pencerahan itu adalah melihat apa yang sepatutnya dilihat.
Budhha melihat apa yang sepatutnya dilihat
ngawur... Yathabhutam Nyanadassanam = melihat apa adanya.
ajaran baru itu, kalau harus pilah2 "
ini yg sepatut dilihat", jadi ada yg ga patut diliat??
Quote from: tesla on 10 August 2012, 11:16:06 AM
ngawur... Yathabhutam Nyanadassanam = melihat apa adanya.
ajaran baru itu, kalau harus pilah2 "ini yg sepatut dilihat", jadi ada yg ga patut diliat??
terima kasih buat tanggapan diskusinya....
mana lagi nih opini khususnya senior yang lainnya....
_/\_ abgf
sobat DHAMMA
Quote from: abgf on 10 August 2012, 12:46:39 PM
terima kasih buat tanggapan diskusinya....
mana lagi nih opini khususnya senior yang lainnya....
_/\_ abgf
sobat DHAMMA
jadi pernyataannya bener atau salah?
yang ini belum kelar kok minta bumbu lagi...
Ajaran sesat bertebaran, kalau tidak waspada 8->
Quote from: abgf on 10 August 2012, 10:51:50 AM
petunjuk coeda abgf
pencerahan itu adalah melihat apa yang sepatutnya dilihat.
Budhha melihat apa yang sepatutnya dilihat
bukan musnah, juga bukan kosong melompong.
Buddha tidak musnah. kehidupan tidak hilang.
bisakah umat menjawab, apa buktinya dari tulisan dhammadina bahwa tiada kekosongan belaka yang selama ini disalah artikan oleh umat buddhist sedunia melihat keberadaan kehidupan? dan melihat apa yang sepatutnya dilihat. :)
oh... siapakah umat yang menjadi Buddha?!!!!! :'(
_/\_ abgf
sobat DHAMMA.
Tentang Anatta, saya rasa penjelasan yang di sutta itu sudah cukup jelas... bagian mana yang sulit km terima? bisa dituliskan secara spesifik?
Quote from: abgf on 10 August 2012, 09:56:00 AM
sunyata bukan kosong...
_/\_ abgf
sobat DHAMMA
kosong bukan sunyata ... :whistle:
anatta = khayalan kalau 'aku' ada, salah satu akibatnya suka berkhayal tentang macam2
kalau kita memikirkan anatta,
ya berkhayal di atas khayalan
kapan tidak berkhayal?
saat tidak ada lagi khayalan kalau 'aku' ada
maka akan melihat sesuatu dengan jelas, benar, murni, sempurna
it's so simply,
cukup tahu tentang itu
seiring pengamalan, pemahaman bertambah
hingga tiada lagi keragu2am
Aku ada scara konvensional, tapi tdk scara absolut.
Pemahaman "tanpa diri" ini sangat bermanfaat meskipun bagi umat biasa. Misalnya bagi org yg sakit, dg mempertahankan pemahaman tsb dlm pikiran dpt mengurangi penderitaannya, dg berpikir "penderitaan itu ada, tp tdk ada yg mngalami".