QuoteSebuah pengalaman mengubah cara pandang saya terhadap para pengemis yang meminta-minta di lampu merah.
Para pengemis dan pengamen yang menghampiri kendaraan yang tengah berhenti di lampu merah adalah pemandangan sehari-hari yang bisa dijumpai di kota-kota besar, termasuk Jakarta.
Tak hanya penyandang cacat, sekarang banyak anak kecil, ibu-ibu, bahkan anak remaja yang menjadi peminta-minta. Sering saya merasa tersentuh dan akhirnya memberikan sedikit uang yang saya miliki.
(Apalagi saya banyak mendengar ajaran agama yang mengatakan bahwa kita harus memberikan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan.)
Tetapi beberapa hari yang lalu, sepulang saya beribadah, saya berada di sebuah lampu merah di daerah Sawah Besar, Jakarta Barat. Saya melihat seorang anak lelaki berumur sekitar 9-10 tahun sedang meminta-minta.
Pengemudi mobil di depan saya memberikan uang dalam jumlah yang cukup besar. Uang kertas yang berwarna merah. Dengan lima angka 0.
Seketika setelah mendapat uang, anak itu mendekati remaja lain yang lebih tua. Ia menyerahkan uang kertas merah itu kepada remaja yang memakai celana jins dan kaos oblong dan nampak seperti preman itu.
Tak berapa lama, remaja itu mengeluarkan sekaleng lem Aica Aibon, mengoleskannya pada selembar handuk, dan menyerahkannya kepada si anak lelaki. Lalu anak tersebut duduk di dekat pot, sambil menghirup handuk tersebut sampai teler.
[spoiler](https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fl.yimg.com%2Fbt%2Fapi%2Fres%2F1.2%2F461jHN5MdegQzTGxmAO96Q--%2FYXBwaWQ9eW5ld3M7cT04NTt3PTYzMA--%2Fhttp%3A%2F%2Fl.yimg.com%2Fdh%2Fap%2Fap%2Fdefault%2F120613%2Flow_gw2007012904.jpg&hash=f939295c94f12c02161e1bdc48f4759c1c0725f9)[/spoiler]
Saya cukup terkejut dan berpikir. Tidak akan pernah lagi saya memberi sedekah kepada anak-anak kecil tersebut. Saya tidak mau lagi sedekah saya disalahgunakan.
Saya pernah mendengar sebuah teori yang diungkapkan oleh seorang dosen di kampus saya. Ia berkata, memberikan uang kepada anak kecil yang meminta-minta akan membuatnya terbiasa menjadi pengemis dan membentuk mentalitas yang buruk.
Hal ini tentu saja tidak baik karena akan membuat mereka memilih jalan yang jauh lebih mudah untuk mendapatkan uang, tanpa harus bekerja. Dan dalam jangka panjang, memberi sedekah terbukti tidak akan mengurangi jumlah pengemis di jalanan.
Kalau menurut Anda, bagaimana?
http://id.berita.yahoo.com
Nah, yang ingin saya bahas adalah Apakah aktifitas ngelem termasuk pelanggaran sila ke 5?
Apakah ngelem benar bisa mengakibatkan kecanduan? Bagaimana dampak ngelem terhadap kesehatan? :)
^ ^ ^
Jadi inget tayangan kick andy, ini saya copas:
[spoiler]Sabtu, 21 April 2012, 19:30:00 WIB
MENGGAPAI ASA BERSAMA
(http://www.kickandy.com/hope/archaive/read/menggapai-asa-bersama.html)
Anak bertubuh kurus itu duduk sambil menutup hidung dan mulutnya dengan bagian kerah dari jaket hitamnya yang kumal. Matanya sayu, dengan tatapan nanar. Anak 13 tahun itu sedang menikmati bau lem aibon yang telah menjadi candu bagi kehidupannya.
"Nama saya Angga," ujarnya ketika kami bertanya tentang namanya. "Saya kabur dari rumah karena saya malu, adik saya sudah kelas 5 tapi saya masih kelas 2. Gak enak dimarahin terus," ia bertutur tentang alasan keberadaannya di pasar Ciroyom, yang sudah hampir dua tahun.
Anak seperti Angga tidak sendirian, puluhan anak setiap hari bisa kita lihat di pasar Ciroyom, Bandung. Puluhan anak yang rata-rata berasal dari keluarga miskin atau hidup dengan orang tua yang bercerai. Puluhan anak mencari uang dengan berprofesi sebagai pengamen, tenaga kuli panggul, pengojek paying, hingga mengemis. Puluhan anak yang tidak memiliki tempat tinggal layak. Mereka sehari-hari menggelandang di pasar tersebut dan beristirahat di sebuah ruang yang sangat tidak layak disebut sebagai kamar.
Ruang itu berukuran 2 x 2 meter, dibuat pembatas sehingga menjadi 2 lantai, berdinding dan berlantai triplek tambal sulam. Di situlah sedikitnya 20 anak laki-laki akan tidur saling menindih satu sama lain.
Kehidupan mereka memang keras. Tak aneh jika bahasa kasar menjadi cara berkomunikasi satu sama lain. Satu hal yang mungkin patut dipuji adalah cara mereka mencari uang untuk melanjutkan hidup. Ketika waktunya bongkar muat barang, mereka bisa bekerja sebagai kuli angkut. Ketika musim hujan, mereka menjadi pengojek payung. Kadang lain mereka mengamen atau mengemis. "Ya daripada nyolong, mending ngamen atau ngemis aja," ujar Acung, salah satu anak jalanan itu.
Target pendapatan mereka rata-rata hanya Rp 5000 saja. Uang tersebut dialokasikan untuk membeli makan Rp.3000 dan sisanya Rp.2000 untuk membeli lem aibon! Ya, lem aibon menjadi bagian penting dalam kesenangan mereka sehari-hari. Dan ketika mereka tak ingin ketahuan ngelem, maka dengan sigap mereka akan menyelipkannya di ketiak, atau dibalik lengan baju panjangnya. Anak jalanan Ciroyom, Bandung, memang terkenal dengan kebiasaan ngelemnya.
Beruntunglah di tengah ketragisan nasib dan kebiasaan buruk mereka, ada segelintir orang yang datang untuk memberi oase kehidupan. Sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas di Bandung sudah sejak 2008 mendirikan Rumah Belajar Sahaja Ciroyom (RBSC). Saat ini ada sekitar 10 relawan yang bergabung di RBSC.
Setiap hari Sabtu dan Minggu anak-anak jalanan Ciroyom, belajar bersama pelajaran membaca dan menghitung. Pelajaran dilaksanakan di atap pasar Ciroyom, secara lesehan. Sekitar 40 anak jalanan bersemangat untuk belajar, meski sesekali masih sambil menghirup lem aibonnya. Selain belajar membaca dan menulis, mereka juga belajar tentang budi pekerti, hingga menari. "Saya sekarang dapat nilai 100 terus untuk berhitung," kata Noor, seorang anak jalanan perempuan itu dengan nada bangga. Melalui RBSC, Noor dan anak-anak jalanan lainnya mulai merajut asa menuju masa depan yang lebih baik.
Dalam perjalanannya, RBSC rupanya telah menjadi cikal bakal berdirinya rumah belajar untuk anak jalanan lainnya yang tersebar di empat titik di Kota Bandung yaitu Rumah Belajar Sahaja Cimahi, Rumah Belajar Sahaja Cihampelas, dan yang baru dibentuk adalah Rumah Belajar Sahaja Cimindi. Hampir semua dari rumah belajar tersebut telah mendapatkan dukungan dari pemerintah setempat. Diantara empat rumah belajar itu rumah belajar Ciroyom yang masih tersendat-sendat dalam pendanaan dan membimbing anak-anak disana.
Meski demikian, Rumah Belajar Sahaja sudah memberi banyak arti bagi anak-anak jalanan Ciroyom. Bagi anak-anak yang sudah bisa belajar normal, biasanya mereka ditransfer ke sebuah sekolah di Depok, agar bisa belajar secara normal dan terhindar dari kebiasaan buruknya, ngelem.
[....][/spoiler]
___________________
yupp... ngelem bisa jadi candu. Ada seorang anak yang bilang, kalo stres mikirin hidup, dia ngelem. Banyak yang ikut-ikutan temannya ngelem, lama-lama kecanduan. Bahkan ada pihak tertentu yang jadi supplier lem untuk anak-anak ini.
Di antara sesama anak jalanan pecandu lem, kalau ada yang ga punya uang, mereka saling membagikan lem satu sama lain.
Yang saya salut dari Rumah Belajar Sahaja Ciroyom (RBSC), selain mengajar pelajaran sekolah (termasuk keterampilan seperti menari, dst), mereka juga berkeinginan agar anak-anak ini punya rumah (anak-anak ini biasanya tidur di mana saja, kadang berdesakan dalam suatu ruangan kecil), mereka juga ingin anak-anak ini bersih (mandi setiap hari), dan mereka juga ingin anak-anak berhenti ngelem (tapi yang namanya kecanduan, ya butuh proses, tidak bisa dipaksakan juga).
Anak-anak itu ditanya: "seandainya Rumah Belajar ini berhasil mendapatkan rumah untuk kalian, apa kalian mau berhenti ngelem?" mereka bilang: "mau, kak.."
Selama ini memang RBSC ingin punya rumah untuk anak-anak ini, tapi dana tidak cukup. Tapi untunglah, karena acara kick andy, ada yang sumbangin uang yang mudah-mudahan cukup membantu RBSC membeli rumah ;D
Tentang dampak buruk ngelem, ini saya copas lagi:
Seperti halnya narkotika, menghirup aroma lem menyebabkan ketagihan. Menghirup lem secara terus-menerus dapat menimbulkan resiko gangguan kesehatan. Secara fisik saja, dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas, lesu dan nafsu makan berkurang. Pada tahapan lebih lanjut dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan sakit saat menelan. Sementara secara psikologis, ngelem dapat menimbulkan dis-orientasi, seperti lambat dalam berpikir dan kerap berhalusinasi.
Dengan ngelem, korban bisa kehilangan kesadaran. Lamanya efek ini sekitar 15 menit sampai beberapa jam. Kalau dosisnya petroleum dan toluene besar, akan meniimbulkan efek kejang-kejang, koma, dan bahkan kematian. Kematian bisa terjadi kerena kecelakaan, seperti kesulitan bernafas sewaktu menghirup lem yang berada di kantong plastik.
[...]
Sayangnya, terkadang ngelem dijadikan semacam syarat bagi anak untuk diterima dalam pergaulan ataupun komunitas tertentu. Jika tidak ngelem akan dijuluki pengecut atau tidak gaul. Ada semacam tekanan sosiokultural seperti bangga bila ngelem. Ngelem memungkinkan secara fisik untuk menghilangkan rasa lapar, kelelahan dan juga rasa sakit terhadap penyakit yang dideritanya. Sementara secara psikis bisa menghilangkan rasa cemas, depresi dan stres.
Halusinasi dan fantasi yang diperoleh dari ngelem, tak lepas dari kandungan zat kimia dalam lem tersebut. Satu kaleng lem mengandung volatile hidrokarbon termasuk di antaranya, toluene aceton, alifatik acetat, benzine, petroleum naftat, perklorethylen, trikloretane dan karbontetraklorida. Selain itu juga mengandung volatile hidrokarbon, diethyleter, kloroform, nitrous oxyda, aerosol dan insektiside.
Bahan-bahan kimia ini bersifat menekan system susunan saraf pusat (SSP depresstant) yang sebanding dengan efek alkohol meskipun gejalanya berbeda. Umumnya efek akut bahan ini serupa dengan inhalasi ether atau mitrous oxyda (obat anastesi/bius umum) yang berupa euforia ringan, mabuk, pusing kepala tapi masih dapat menguasai diri. Sesudah itu korban akan fly dan merasa dapat melakukan apa saja tindakan impulsif dan agresif. Kalau ini berkelanjutan maka akan timbul gejala psikotik akut seperti delirium, eksitasi, disorientasi, halusinasi dengan kesadaran berkabut dan amnesia, yakni kondisi terganggunya daya ingat.
sumber: http://testingduadua.blogspot.com/2009/03/12-tekun-berlatih-di-rumah-musik.html
Quote from: hemayanti on 17 July 2012, 08:06:53 AM
Nah, yang ingin saya bahas adalah Apakah aktifitas ngelem termasuk pelanggaran sila ke 5?
Apakah ngelem benar bisa mengakibatkan kecanduan? Bagaimana dampak ngelem terhadap kesehatan? :)
Gw berpendapat melanggar.
Ya. Kecanduan.
Kecanduan akan sensasi telernya akibat menghirup uapnya lem itu.
Dampaknya thd kesehatan kayaknya seperti menghirup bensin dan thinner (pelarut cat). Kena ke paru2 dan mungkin syaraf otak yg mendapat sensasi dari hirupan zat kimia itu. IMHO.
saya setuju,melanggar sila 5, karena dengan sengaja memabukkan diri.
Sila ke 5 : saya bertekad melatih diri untuk menghindari perbuatan yang melemahkan kesadaran atau memabukkan.
Jelas bahwa mereka 'melatih' melemahkan kesadaran akibatnya bahaya bagi nyawa sendiri.
Quote from: hemayanti on 17 July 2012, 08:06:53 AM
Nah, yang ingin saya bahas adalah Apakah aktifitas ngelem termasuk pelanggaran sila ke 5?
Apakah ngelem benar bisa mengakibatkan kecanduan? Bagaimana dampak ngelem terhadap kesehatan? :)
sungguh LDM benar-benar meningkatkan inovasi dan ke-kreativitas-an umat manusia =))
wah yang tayangan kick andy itu jujur udah lama saya pengen tau. waktu ujian akhir juga sempat ditanya soal tayangan itu. ;D
sayangnya pas itu saya g tau.
_/\_ anumodana yah, berkat cc dhammadina akhirnya tercapai juga keinginan lama saya. ;D
dari semua jawaban sepertinya memang melanggar sila ke-5 ya.
tapi jujur cukup penasaran, ada yang tau dari mana awal mulanya aktifitas ngelem itu?
Quotetapi jujur cukup penasaran, ada yang tau dari mana awal mulanya aktifitas ngelem itu?
IMO: karena gag mampu beli temen2nya yang mahal belinya aica aibon aja yang murah meriah, kalau ganja boleh ditanam bebas maybe pakenya ganja :whistle: :whistle: :whistle: