Ketika ada seorang umat membangga-banggakan ehipassiko yang merupakan ciri khas agama Buddha, dengan pengertian kira2 begini : Ehipassiko adalah datang dan buktikan sendiri.
Kemudian ada orang lain bertanya, coba ehipassiko tertahap nibbana.
Maksud orang itu adalah apakah menurut anda sendiri nibbana itu ada? bisakah anda ehipassiko, bisakah anda buktikan sendiri?
Jika anda adalah umat tersebut, apa tanggapannya terhadap respon seperti itu?
Mohon kasih pandangannya.
_/\_
paling-paling bilang Nibanna adalah ,,,,,, Nibanna adalah.... dstnya berbicara secara teoritis. ;D
coba kita lihat ehipassikonya sejak sekarang?!!! ;D
sobat DHAMMA
_/\_abgf
karena ehipassiko adalah pembuktian oleh diri sendiri, maka orang lain yg menanyakan " coba buktikan ....", "apakah anda sudah ehipassiko ...", dan sebagainya, berarti orang itu mengajukan pertanyaan yg salah. Karena seandainya seseorang sudah ehipassiko pun tidak ada gunanya dan tidak bisa ia membuktikan untuk orang lain.
jika seandainya saya sudah membuktikan Nibbana, tetap saja saya tidak bisa dan tidak ada gunanya berusaha membuktikan Nibbana itu kepada orang lain.
jangan kan Nibbana yang terlalu jauh, bahkan alam surga yg rendah pun seseorang di sini hanya bisa mengaku2 bahwa Bapa-nya ada di sana tanpa bisa membuktikannya.
QuoteKetika ada seorang umat membangga-banggakan ehipassiko yang merupakan ciri khas agama Buddha, dengan pengertian kira2 begini : Ehipassiko adalah datang dan buktikan sendiri.
dikit2 ehipasiko, dikit2 ehipasiko...
mungkin inilah cara umat berbangga ria dengan ehipasiko, ngomong sana sini dengan bangganya bahwa kami selalu ehipasiko. hmmmm....
lalu tiba2 :
QuoteKemudian ada orang lain bertanya, coba ehipassiko tertahap nibbana.
bingung tuh umat yang tadinya berbangga ria :))
apa lagi :
QuoteMaksud orang itu adalah apakah menurut anda sendiri nibbana itu ada? bisakah anda ehipassiko, bisakah anda buktikan sendiri?
biasanya bakal muka merah, terus ngeles sana sini.
nah apakah bro Iwan Senta sendiri sudah berehipasiko terhadap nibbana?
bagaimana caranya?
baiklah, mungkin kita sedikit kupas pengertian ehipasiko
Kata ehipassiko berasal dari kata ehipassika yang terdiri dari 3 suku kata yaitu ehi, passa dan ika. Secara harafiah 'ehipassika' berarti datang dan lihat. Ehipassikadhamma merupakan sebuah undangan kepada siapa saja untuk datang, melihat serta membuktikan sendiri kebenaran yang ada dalam Dhamma.
Salah satu sikap dari Guru Buddha yang mengajarkan ehipassiko dan memberikan kebebasan berpikir dalam menerima suatu ajaran terdapat dalam perbincangan antara Guru Buddha dengan suku Kalama berikut ini:
"Wahai, suku Kalama. Jangan begitu saja mengikuti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kata orang, koleksi kitab suci, penalaran logis, penalaran lewat kesimpulan, perenungan tentang alasan, penerimaan pandangan setelah mempertimbangkannya, pembicara yang kelihatannya meyakinkan, atau karena kalian berpikir, `Petapa itu adalah guru kami. `Tetapi setelah kalian mengetahui sendiri, `Hal-hal ini adalah bermanfaat, hal-hal ini tidak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan dan kebahagiaan`, maka sudah selayaknya kalian menerimanya. (Kalama Sutta; Anguttara Nikaya 3.65)
Sikap awal untuk tidak percaya begitu saja dengan mempertanyakan apakah suatu ajaran itu adalah bermanfaat atau tidak, tercela atau tidak tecela; dipuji oleh para bijaksana atau tidak, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan dan kebahagiaan atau tidak, adalah suatu sikap yang akan menepis kepercayaan yang membuta terhadap suatu ajaran. Dengan memiliki sikap ini maka nantinya seseorang diharapkan dapat memiliki keyakinan yang berdasarkan pada kebenaran.
Ajaran ehipassiko yang diajarkan oleh Guru Buddha juga harus diterapkan secara bijaksana. Meskipun ehipassiko berarti datang dan buktikan bukanlah berarti selamanya seseorang menjadikan dirinya objek percobaan. Sebagai contoh, ketika seseorang ingin membuktikan bahwa menggunakan narkoba itu merugikan, merusak, bukan berarti orang tersebut harus terlebih dulu menggunakan narkoba tersebut. Sikap ini adalah sikap yang salah dalam menerapkan ajaran ehipassiko. Untuk membuktikan bahwa menggunakan narkoba itu merugikan, merusak, seseorang cukup melihat orang lain yang menjadi korban karena menggunakan narkoba. Melihat dan menyaksikan sendiri orang lain mengalami penderitaan karena penggunaan narkoba, itu pun suatu pengalaman, suatu pembuktian..
(ehipasiko) sebagai umat kita harusnya mengerti dan hendaknya bijaksana dalam penerapannya, kita tahu teori/pengertian paling sederhana dari nibbana adalah lenyapnya dukkha, nah bagaimana cara melenyapkan dukkha? Guru Agung Buddha Gotama telah menguraikannya yaitu kebenaran mulia yang ke empat, mengenai jalan menuju lenyapnya dukkha, Jalan Mulia Berunsur/ruas 8 yang dalam penyederhanaannya dikelompokkan sebagai sila, samadhi dan panna.
pertanyaannya apa anda mengikuti petunjuk Guru Buddha dan mempraktekkan JMB8 ini? jika anda menjalankannya, berarti anda sedang berehipasiko terhadap nibbana.
nah sehingga :
QuoteJika anda adalah umat tersebut, apa tanggapannya terhadap respon seperti itu?
kalau saya umat itu, saya akan bilang "lha ini saya sedang ehipasiko"
QuoteMohon kasih pandangannya.
semoga bermanfaat
Quote_/\_
_/\_
Thanks All.
Dari pemaparan bro Rico Tsiau yang lengkap dan menarik itu, mungkin kita bisa jawab seperti ini.
awam : coba ehipassiko terhadap nibbana?
umat : anda mungkin mau bertanya, apakah nibbana itu ada? dan bisa dibuktikan? jawaban saya, ada dong, itu adalah satu realita yang sudah dibuktikan oleh Buddha.
awam : bukannya kamu yang harus ehipassiko [buktikan] sendiri?
umat : betul. sebagai umat Buddha, saya sedang ehipassiko juga akan hal itu. Tapi ehipassiko butuh proses juga bukan?
Pandangan lain dari member2, dipersilakan ya.
_/\_
QuoteMaksud orang itu adalah apakah menurut anda sendiri nibbana itu ada? bisakah anda ehipassiko, bisakah anda buktikan sendiri?
namo buddhaya _/\_
sekedar memberi tahu pendapat dari guru agama gw yg membuat gw memotivasikan diri gw dalam perkataan ehipasiko ini ..
singkat aj tanpa basa basi ,, menyuruh org ehipasiko itu sama dengan membuktikan sendiri .. kita ga bsa ehipasikoin buat org lain .. ibarat rasa ,, klw lu blg ke org yg blm tau rasa" .. "eh bro,, ternyata gula itu manis loh"
klw org yg ga tau rasa manis .. maka ia akan bertanya "manis itu rasanya bagaimana sih ?"
maka org yg mengetahui rasa itu harus berkata dengan bijak .. "ehipasiko dong (datang dan buktikan)"
jadi intinya suruh org yg mw tau rasa manis itu .. untuk mencoba gula itu ,, dan ketika ia mencobanya .. baru lah ia mengerti ,, "ohh .. ternyata ini toh rasa manis" tapi ketika disuruh menjelaskan rasanya .. nda mungkin bisa dijelaskan
itulah ketidakmampuan manusia :))
setuju sama om indra..
mantappp skali jawabannya. :jempol:
g udah debat panjang lebar, langsung ehipasiko aja. :)
oya sobat2,,,
perkara nibbana ini,,,
ay mau tanya.
dari beberapa sumber yang ay baca, beberapa mendefinisikan nibbana sebagai a state of mind tanpa LDM sementara yang lainnya menganggap telah terlepas dari belenggu tumimbal lahir. mengapa berbeda? apakah tiap tradisi memiliki konsep nibbana sendiri2? mohon pencerahannya _/\_
tanpa LDM artinya kan g akan terlahir lagi.
dalam penjelasan yang berbeda, tapi intinya sama.
Quote from: hemayanti on 08 July 2012, 09:31:25 PM
tanpa LDM artinya kan g akan terlahir lagi.
dalam penjelasan yang berbeda, tapi intinya sama.
makasih sebelumnya _/\_
iya intinya sama, tapi sepenangkapan ay masing2 berada pada konteks yang berbeda.
a state of mind tanpa LDM: masih hidup
telah terlepas dari belenggu tumimbal lahir: sudah mati dan tak lahir lagi
mungkin ay kurang fokus saat membaca jadinya ya heri begini ^:)^
nibbana itu g terikat oleh hidup dan mati.
nibbana pada saat masih hidup pun juga nibbana, g harus mati dulu baru bisa dikatakan mencapai nibbana.
orang yang telah terbebas dari LDM (mencapai nibbana) setelah meninggal disebut painibbana.
kalo g salah ingat ya, pelajaran SMP apa SMA nih, udah agak lupa ;D
nibbana terbagi 2:
1. saupadisesa nibbana, pencapaian nibbana dengan masih adanya sisa tubuh (dalam arti masih hidup)
2. anupadisesa nibbana, nibbana tanpa sisa (saat udah meninggal maka bisa disebut anupadisesa nibbana)
tapi keduanya adalah kondisi yang sama, terbebas dari LDM.
IMO, terlepas dari belenggu tumimbal lahir bukan berarti sudah mati, tapi tidak akan terlahir lagi. masih hidup, tapi itu adalah kehidupan terlahir yang akan dijalani. setelah kehidupan ini berakhir maka tidak akan ada lagi kehidupan selanjutnya karna akar dari kelahiran kembali itu telah dimusnahkan.
Quote from: hemayanti on 09 July 2012, 07:24:14 PM
nibbana itu g terikat oleh hidup dan mati.
nibbana pada saat masih hidup pun juga nibbana, g harus mati dulu baru bisa dikatakan mencapai nibbana.
orang yang telah terbebas dari LDM (mencapai nibbana) setelah meninggal disebut painibbana.
kalo g salah ingat ya, pelajaran SMP apa SMA nih, udah agak lupa ;D
nibbana terbagi 2:
1. saupadisesa nibbana, pencapaian nibbana dengan masih adanya sisa tubuh (dalam arti masih hidup)
2. anupadisesa nibbana, nibbana tanpa sisa (saat udah meninggal maka bisa disebut anupadisesa nibbana)
tapi keduanya adalah kondisi yang sama, terbebas dari LDM.
IMO, terlepas dari belenggu tumimbal lahir bukan berarti sudah mati, tapi tidak akan terlahir lagi. masih hidup, tapi itu adalah kehidupan terlahir yang akan dijalani. setelah kehidupan ini berakhir maka tidak akan ada lagi kehidupan selanjutnya karna akar dari kelahiran kembali itu telah dimusnahkan.
Ooh begitu... iya pas kubaca lagi artikelnya ternyata sama dengan penjelasan cc. matur thank you atas pelurusannya ^:)^