Halo....
Aku pendatang baru...
Perlu bantuan informasi tentang proses2 jadi Bhiksu? Lebih detail lebih baik :)
Ada link yang bisa membantu atau mungkin member2 ada yang familiar dan bisa share?
Thank you!!
_/\_ yuuchan
biksuni ?
lol... bukan buat aku kok :P
Quote from: yuuchan on 21 January 2012, 08:17:24 AM
Halo....
Aku pendatang baru...
Perlu bantuan informasi tentang proses2 jadi Bhiksu? Lebih detail lebih baik :)
Ada link yang bisa membantu atau mungkin member2 ada yang familiar dan bisa share?
Thank you!!
_/\_ yuuchan
test drive ikut program PABAJA dulu, kalau cocok, ya langsung TANCAP GASSS...
pabaja = latihan +/- 2 minggu utk menjadi samanera/ri
Informasi lengkap tentang persyaratan menjadi samanera dan atthasilani serta berbagai keterangan lainnya dapat diperoleh dari pengurus vihara tempat penyelenggaraan pabbajja samanera.
Alamat lengkap vihara tempat pelaksanaan Pabbaja Samanera dapat dilihat di :
http://www.samaggi-phala.or.id/sangha-theravada-indonesia/vihara-sti/
Jenis Kegiatan Tempat Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan
01. Pabbajja Samanera Sementara Umum L
Vihara Buddhagaya Watugong, Semarang 22 April – 07 Mei 2012
02. Pabbajja Samanera Sementara Remaja-Pelajar XXII dan Atthasilani
Vihara Jaya Manggala Jambi 10 Juni – 24 Juni 2012
03. Pabbajja Samanera Sementara Remaja-Pelajar XXIII dan Attasilani
Vihara Ratanavana Arama Lasem 17 Juni – 01 Juli 2012
04. Pabbajja Samanera Sementara Umum LI
Vihara Mahasampati Medan 17 Juni – 01 Juli 2012
05. Pabbajja Samanera Sementara Remaja Pelajar XXIV
Mandala Wangi Arama Serang 24 Juni – 08 Juli 2012
06. Pabbajja Samanera Sementara Umum LII dan Atthasilani
Vihara Karuna Dipa Palu 24 Juni – 08 Juli 2012
07. Pabbajja Samanera Sementara Umum LIII dan Atthasilani
Vihara Mendut Mungkid, Magelang 19 Juli – 03 Agustus 2012
08. Pabbajja Samanera Sementara Mahasiswa dan Sarjana XVII
Saung Paramita Ciapus, Bogor 22 Juli – 05 Agustur 2012
09. Pabbajja Samanera Sementara Umum LIV dan Atthasilani
Mahavihara Buddha Manggala Balikpapan 12 Agustus – 26 Agustus 2012
10. Pabbajja Samanera Sementara Umum Tiga Bulan
Saung Paramita Ciapus, Bogor 09 September – 09 Desember 2012
11. Pabbajja Samanera Tetap
Padepokan Dhammadipa Arama Batu 09 Desember 2012
12. Pabbajja Samanera Sementara Umum LV
Wisma Vipassana Kusalacitta Bekasi 23 Desember 2012 – 06 Januari 2013
Thank you untuk respon2nya...
Tapi... aku cm perlu info buat dibaca... krn bukan buat aku... ;D
_/\_
Quote from: yuuchan on 21 January 2012, 08:17:24 AM
Perlu bantuan informasi tentang proses2 jadi Bhiksu? Lebih detail lebih baik :)
Dalam kitab Mahavagga, ada disinggung mengenai aturan pentahbisan bhikkhu atau upasampada.
Berikut cara-cara dan syarat-syarat Upasampada:
1. Ehi bhikkhu upasampadaEhi bhikkhu upasampada adalah pentahbisan bhikkhu yang dilakukan lansung oleh Sang Buddha dengan menyatakan "Ehi bhikkhu" (yang artinya mari bhikkhu). Para bhikkhu yang ditahbiskan dengan cara ini antara lain 5 bhikkhu pertama (Kondanna, Bhaddiya, Mahanama, Vappa, Assaji).
2. Tisaranagamana UpasampadaTisaranagamana upasampada adalah cara pentahbisan bhikkhu yang dilakukan oleh seorang Bhikkhu yang berperan sebagai upajjhaya (bhikkhu yang mentahbiskan). Seorang calon bhikkhu harus mencukur rambutnya dan menyediakan jubah dan mangkok terlebih dahulu. Bhikkhu tersebut harus menirukan kata-kata dari upajjhaya.
3. Natthicattutthakamma UpasampadaNatthicattutthakamma upasampada adalah pentahbisan dimana Sang Buddha telah memberikan wewenang sepenuhnya kepada para Bhikkhu. Ada 4 syarat :
1. Watthu sampatti (kesempurnaan calon) Seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Harus manusia
2. Umur paling sedikit 20 tahun
3. Tidak cacat tubuh
4. Harus seorang laki-laki, tidak boleh banci (untuk perempuan/bhikkhuni diatur lebih lanjut)
5. Tidak dikenal sebagai kriminal berat
6. Tidak berhutang
7. Bukan pelarian militer atau penjara (buronan)
2. Parisa sampatti (kesempurnaan Sangha) Bhikkhu yang mentahbiskan minimal 5 orang bhikkhu, 1 orang bhikkhu sebagai upajjhaya.
3. Sima sampatti (kesempurnaan sima/tempat) Upasampada harus dilakukan di sima (tempat/lokasi yang mempunyai battas-batas tertentu yang ditetapkan oleh vinaya). Bhikkhu-bhikkhu lain yang tidak mengikuti upasampada tidak boleh memasuki sima atau upasampada dianggap tidak sah.
4. Kammavaca sampatti (kesempurnaan pernyataan) • Natti sampatti (kesempurnaan pengusulan
Pengusulan samanera menjadi bhikkhu harus diusulkan oleh seorang upajjhaya.
• Anusavana sampatti (kesempurnaan pengumuman)
Setelah diusulkan oleh upajjhaya, bila disetujui oleh Sangha.
Menurut vinaya, maka samanera itu menjidi bhikkhu.
Source :
http://scienza-lie.blogspot.com/2010/02/vinaya-pitaka.html (http://scienza-lie.blogspot.com/2010/02/vinaya-pitaka.html)
Quote from: yuuchan on 21 January 2012, 08:17:24 AM
Perlu bantuan informasi tentang proses2 jadi Bhiksu? Lebih detail lebih baik :)
Ringkasan Upasampada Bhikkhu Menurut Vinaya Pitaka Pali
Vinaya Pitaka adalah bagian kitab suci Tipitaka yang membahas mengenai aturan-aturan kebhikkhuan termasuk syarat-syarat serta proses pentahbisan atau upasampada seorang bhikkhu.
Sebagai umat awam tidak ada salahnya bagi kita untuk mengetahui isi Vinaya Pitaka. Pada kesempatan kali ini, kita akan mengulas mengenai seluk beluk upasampada seorang bhikkhu menurut Vinaya Pitaka Pali.
Tiga jenis metode upasampada dalam sejarah Buddhadhamma :
1. Ehi-bhikkhu upasampadaPentahbisan oleh Buddha dengan ucapan, "Ehi bhikkhu, svakkhato dhammo caro brahmacariyam samma dukkhasa antakiriyaya" - "Marilah bhikkhu,Dhamma telah dibabarkan dengan baik, hiduplah sebagai brahmacariya untuk mengakhiri dukkha ini selamanya." Setelah ucapan itu diperdengarkan,orang yang berminat menjadi bhikkhu itu diterima dan bergabung dengan Sangha. Pentahbisan ini dikenal sebagai Ehi-bhikkhu upasampada yang berarti "Pentahbisan dengan ucapan Marilah Bhikkhu!"
2. TisaranagamanupasampadaPentahbisan dilakukan di hadapan para siswa utama Buddha. Para calon bhikkhu diharuskan mencukur terlebih dahulu rambut dan janggut mereka serta mengenakan jubah kasaya (berwarna kuning) sebagai pertanda niat mereka untuk bergabung dengan Sangha. Selanjutnya, mereka mengucapkan dengan tulus rumusan Berlindung Pada Tiga Permata dengan sikap hormat. Setelah melakukan tatacara ini, calon bhikkhu diterima dan bergabung dengan Sangha sebagai bhikkhu seutuhnya. Oleh karena itu, pentahbisan semacam ini disebut Tisaranagamanupasampada, yang berarti Pentahbisan dengan Berlindung pada Tiga Permata.
3. Natti-catutthakamma-upasampadaPentahbisan dilakukan di hadapan anggota Sangha, dimana kumpulan sejumlah bhikkhu yang jumlahnya ditentukan berdasarkan tugasnya berkumpul dalam sebuah sima (yakni suatu tempat dengan batasan-batasan tertentu). Mereka memaklumkan penerimaan calon bhikkhu ke dalam anggota Sangha yang kemudian disetujui oleh para bhikkhu lainnya.
Berdasarkan ketiga metode di atas, kita mengenal tiga jenis bhikkhu berdasarkan metode pentahbisannya; yakni bhikkhu yang diupasampadakan dengan metode pertama, kedua,dan ketiga.
Lima syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat diupasampadakan (sampatti):
- Orang yang berhasrat untuk menerima upasampada haruslah pria.
- Ia harus mencapai usia 20 tahun sebagaimana yang disyaratkan, dimana usia ini dihitung semenjak mulainya pembuahan (dengan menganggap bahwa janin berada dalam kandungan ibunya selama 6 bulan menurut penanggalan lunar).
- Tubuh orang itu hendaknya mencerminkan seorang pria yang sempurna. Seorang kasim dengan demikian tidak diizinkan menjadi bhikkhu. Selain itu, organ-organ tubuh lainnya harus sempurna dan lengkap. Inilah yang dimaksud dengan terbebas dari kecacatan.
- Ia hendaknya tidak pernah melakukan kejahatan-kejahatan sangat berat, seperti membunuh ibu, membunuh ayah, dan lain sebagainya.
- Ia hendaknya tidak pernah melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dianggap berat oleh Buddhasasana, seperti melanggar aturan aturan parajika sebelum ditahbiskan sebagai bhikkhu. Atau, kendati ia sebelumnya pernah menjadi bhikkhu, tetapi memiliki pandangan salah dan menganut keyakinan lainnya.
Langkah-langkah menuju kesempurnaan upasampadaAgar upasampada seorang bhikkhu dapat dikatakan sempurna masih ada beberapa hal lagi yang harus dipertimbangkan:
a. Vatthu-sampatiJika seseorang pernah melakukan pelanggaran serius atau terlahir sebagai seorang wanita, maka orang itu tidak dapat menerima upasampada dan pentahbisan mereka disebut sebagai vatthu-vipatti,yang secara harafiah berarti "tidak sempurna atau rusak secara materil."
Apabila sangha dengan sadar atau atau tidak sadar mentahbiskan orang-orang yang tidak memenuhi kelima kriteria di atas secara sempurna,maka penerima upasampada itu tidak akan menjadi bhikkhu yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan Sang Buddha. Begitu sangha mengetahui adanya pelanggaran terhadap kriteria di atas, orang yang telah "ditahbiskan" tersebut harus diusir dari sangha.
Sebaliknya, orang yang memenuhi kelima kriteria di atas disebut vatthu-sampatti (sempurnanya seluruh kriteria) dan boleh diupasampada oleh sangha. Meskipun demikian, seseorang telah memenuhi kriteria di atas tetap harus diuji lebih lanjut secara seksama oleh sangha sebelum upasampada diberikan, demi menghindari ditahbiskannya para pencuri, penjahat, atau orang orang yang bereputasi buruk di tengah-tengah masyarakat.
Selanjutnya, yang perlu pula dihindari adalah orang-orang yang memiliki rajah-rajah (tatto) pada tubuhnya (sebagai tanda hukuman di zaman dahulu) sesuai dengan kejahatan yang telah mereka lakukan,atau memiliki luka-luka akibat cambukan pada punggungnya, dan begitu pula dengan orang yang menderita cacat fisik atau penyakit kronis sehingga tidak dapat mengemban tugas mereka sebagai bhikkhu.
Orang yang memiliki penyakit menular atau berada di bawah perlindungan dan kekuasaan orang lain, seperti orang tua, pemerintah, pejabat, majikan,dan pemberi hutang, juga tidak dapat menerima upasampada. Namun, bila mereka diberi izin oleh pemberi perlindungan atau orang yang berkuasa atas mereka, barulah upasampada dapat diberikan.
Sebagai contoh adalah seorang anak yang telah mendapat restu orang tuanya, pejabat pemerintah yang berwenang memberikan izin baginya, sang majikan membebas-tugaskannya, atau orang itu telah melunasi segenap hutang-hutangnya.
Orang-orang semacam ini tidaklah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk ditahbiskan sebagai bhikkhu (berbeda dengan orang yang tidak memenuhi kelima kriteria wajib di atas),dan bila sangha secara tidak sadar telah mentahbiskan orang-orang semacam itu, maka upasampadanya tetap sah dan mereka tidak perlu diusir dari sangha.
b. Parisa-sampattiBila sangha hendak memberikan upasampadanya,para bhikkhu yang telah ditetapkan jumlahnya haruslah hadir, inilah yang disebut parisa-sampatti (sempurnanya jumlah bhikkhu yang diperlukan).
Tetapi, bila jumlah bhikkhu yang hadir kurang dari yang seharusnya, hal ini disebut parisa-vipatti (ketidak-sempurnaan dalam hal jumlah), dan konsekuensinya upasampada juga tidak dapat dilangsungkan.
c. Sima-sampattiUpasampada adalah suatu kegiatan dimana seluruh bhikkhu harus berperan serta di dalamnya.Apabila di dalam suatu daerah yang telah ditentukan batas-batasnya (sima), terdapat bhikkhu-bhikkhu dengan jumlah lebih banyak dibandingkan dengan yang telah ditetapkan, tetapi mereka tidak seluruhnya mengikuti acara upasampada itu dan tidak pula peduli dengannya, maka meskipun jumlah bhikkhu telah memadai, upasampada tetap tidak dapat diberikan. Inilah yang disebut dengan simavipatti(ketidak sempurnaan dalam hal sima).
Karenanya, anggota sangha dengan jumlah yang sesuai dengan ketentuan haruslah berkumpul dalam suatu tempat yang telah ditetapkan batas-batasnya pula. Dengan demikian barulah upasampada akan menjadi sah, dimana hal ini disebut sebagai simasampatti(sempurnanya sima).
d. Kammavaca-sampattiSebelum upasampada dapat dilangsungkan,masih ada lagi langkah pendahuluan yang perlu diambil. Orang yang berniat menjadi bhikkhu harus diuji terlebih dahulu kualitas pribadinya (dimana dalam pengujian ini sangha harus disertai oleh satu atau dua acariya, yakni guru yang membacakan pertanyaannya). Pertanyaan yang ditanyakan oleh guru itu meliputi satu kelompok pelanggaran pelanggaran saja. Mungkin juga pertanyaan pertanyaan [mengenai pelanggaran] paling serius telah dipilih (untuk ditanyakan di hadapan sangha).
Barangkali pada masa awal perkembangannya, hanya pelanggaran-pelanggaran sangat berat semacam ini sajalah yang ditanyakan pada calon bhikkhu,sedangkan pelanggaran lain yang lebih ringan ditambahkan kemudian.
Seorang calon penerima upasampada memerlukan seorang bhikkhu untuk merekomendasikan dan membawa dirinya ke hadapan sangha, dimana bhikkhu ini disebut upajjhaya.
Seorang upajjhaya hendaknya seorang bhikkhu senior yang mumpuni, sehingga dapat mengajar bhikkhu baru tersebut setelah ia diupasampadakan. Selain itu, ia juga harus menanyakan apakah kebutuhan-kebutuhan wajib atau parikkhara sang calon, seperti jubah dan mangkuk, telah tersedia. Jika belum, ia harus mengusahakannya. Sangha harus memerintahkan seorang bhikkhu untuk menanyakan pada calon bhikkhu mengenai barang-barang keperluan ini.Upasampada hanya boleh diberikan bila orang itu memang bersedia menerimanya dan tidak dapat dipaksakan. Sudah menjadi tradisi bahwa seorang calon bhikkhu mengutarakan permohonannya agar diterima sebagai anggota sangha.
Semua ini adalah langkah-langkah pendahuluan sebelum upasampada dapat dilangsungkan. Jika syarat-syarat pendahuan ini ada yang kurang sempurna, tetapi calon tidak pernah melakukan pelanggaran-pelanggaran serius,upasampada-nya tetap dianggap sah, hanya saja tidak sesuai dengan tradisi.
Ketika segala sesuatunya telah sempurna(sampatti), tibalah saatnya untuk mengumumkan penerimaan calon bhikkhu ke dalam komunitas sangha. Seorang bhikkhu yang memiliki pengetahuan memadai ditugaskan untuk membacakan pernyataan itu di hadapan sangha. Pernyataan itu sendiri dibagi menjadi empat tahap.
Pertama-tama disampaikan pemberitahuan(natti) bagi sangha serta permohonan agar calon diterima. Ketiga pernyataan berikutnya disebut dengan anusavana, yang berisikan hasil perundingan antar anggota sangha, dimana masing-masing anggota berhak untuk berbicara. Apabila ada salah seorang bhikkhu yang menentang permohonan itu,penerimaan akan dibatalkan tetapi bila seluruh anggota sangha berdiam diri, hal itu dapat diartikan bahwa mereka semua telah sepakat menerima sang calon ke dalam komunitas sangha.
Jika seluruh anggota telah sepakat, pernyataan penerimaan oleh sangha diumumkan dan seorang guru (atau dua orang guru bila kedua acariya yang membacakannya) mengatakan bahwa ia akan mengingat hal ini. Pada kesempatan tersebut, nama calon bhikkhu serta upajjhaya yang merekomendasikannya kepada sangha, dan juga sangha itu sendiri tidak boleh lupa disebutkan. Ini merupakan suatu keharusan dan bukan sebaliknya.
Bila segenap hal ini telah dilakukan dengan benar dan sempurna, barulah dapat disebut sebagai Kammavaca-sampatti (sempurnanya segenap pernyataan). Sangha yang hendak memberikan upasampada haruslah melaksanakannya berdasarkan kelima sampatti ini, sehingga tatacara pentahbisan tersebut selaras dengan apa yang telah ditetapkan oleh Sang Buddha.
Rangkuman Empat Kondisi yang Harus Dipenuhi1. Vatthu-sampatti - berkenaan dengan kualitas pribadi calon bhikkhu
2. Parisa-sampatti - berkenaan dengan jumlah para bhikkhunya
3. Sima-sampatti - berkenaan dengan tempat pentahbisan yang telah ditetapkan batasannya(sima)
4. Kammavaca-sampatti - berkenaan dengan pernyataan penerimaan
Sementara itu, butir terakhir dapat dibagi menjadi dua, sehingga secara keseluruhan terdapat lima sampatti:
4. Natti-sampatti - berkenaan dengan permohonan
5. Anusavana-sampatti - berkenaan dengan penerimaan calon bhikkhu tersebut
Disarikan dari buku The Entrance to The Vinaya(Vinayamukha) jilid 1 oleh Somdetch Phra Maha Samana Chao Krom Phraya Vajirananavarorasa. Source :
http://www.ceriwis.us/showthread.php?t=87242 (http://www.ceriwis.us/showthread.php?t=87242)
gunting rambut...
Quote from: andry on 21 January 2012, 04:14:12 PM
gunting rambut...
maksudnya cukur rambut... 8)
kalau cuma digunting, tidak bisa sampai plontos.. ^-^
btw, ini nanya prosesnya atau syarat2nya? :-?
Quote from: Lex Chan on 22 January 2012, 07:10:00 PM
maksudnya cukur rambut... 8)
kalau cuma digunting, tidak bisa sampai plontos.. ^-^
btw, ini nanya prosesnya atau syarat2nya? :-?
Proses :)
Makasih...
Quote from: yuuchan on 23 January 2012, 02:52:48 PM
Proses :)
Makasih...
kalau begitu yang diposting sis Elin sudah cukup jelas.. :)
Quote from: yuuchan on 21 January 2012, 08:17:24 AM
Halo....
Aku pendatang baru...
Perlu bantuan informasi tentang proses2 jadi Bhiksu? Lebih detail lebih baik :)
Ada link yang bisa membantu atau mungkin member2 ada yang familiar dan bisa share?
Thank you!!
_/\_ yuuchan
Klo dalam tradisi mahayana she ada nama nya samanera 3 bulan. Jd gk perlu tunggu ada program pabajja samanera dl... Nanti stlh 3 bulan, klo memank enjoy, ya silahkan lanjut. Klo dirasa sudah cukup, bs lepas jubah....
Quote from: Lex Chan on 23 January 2012, 08:27:09 PM
kalau begitu yang diposting sis Elin sudah cukup jelas.. :)
Lex Chan ada tau ttg proses jadi Bhiksu dalam perkumpulan Dalai Lama?
Ada bedanya gk ama yg laen?
Makasih... :)
_/\_
Quote from: shandy8487 on 24 January 2012, 11:03:27 AM
Klo dalam tradisi mahayana she ada nama nya samanera 3 bulan. Jd gk perlu tunggu ada program pabajja samanera dl... Nanti stlh 3 bulan, klo memank enjoy, ya silahkan lanjut. Klo dirasa sudah cukup, bs lepas jubah....
3 bulan aja? Aku denger ada yg 2 tahun latihan?
kalau di Indonesia, yg Theravada latihan samanera 2 tahun.
Untuk Dalai lama, coba liat2 official website nya
http://www.dalailama.com/
pusatnya di Dharamsala di India
sepertinya calon samanera/bhikkhu di ordain di sana
======================================================
His Holiness the Dalai Lama Bestows Ordination Vows
March 15th 2010
Dharamsala, India, March 15th 2010 - Today, His Holiness the Dalai Lama gave a group of monks full ordination according to the Mulasarvastivada Vinaya tradition that was established in Tibet by the Indian Abbot Shantarakshita in the eighth century CE at the behest of the Tibetan Emperor Trisong Deutsan.
During the last 51 years of exile in Over the last 51 years that he has lived in exile in India His Holiness has ordained more than 7,795 Bhikshus, including the 32 who were ordained today. Vinaya, the Buddhist code of monastic discipline, is observed in both the Foundational Vehicle (Hinayana) and the Great Vehicle (Mahayana) traditions and is the foundation of the Buddhist practices of concentration and wisdom. Therefore, those who have received Bhikshu ordination rejoice at the opportunity they have to lay this foundation within themselves personally, in addition to the service they render the Dharma by becoming fully ordained.
Prior to the ordination His Holiness and the senior Bhikshus who assisted him performed the ceremony of confession and restoration, confessing and purifying any infractions of their own vows in preparation for granting the ordination to others.
At the beginning of the ordination ceremony, His Holiness advised the prospective Bhikshus to offer flowers to the Teacher Buddha and the senior Bhikshu Sangha participating in the ordination to celebrate the occasion, which they all did. Likewise, the would-be Bhikshus followed His Holiness's instructions to prostrate to the Buddha, the founder of the Buddhist tradition, to His Holiness as the Abbot of the ordination and to the ten other Senior Bhikshus present at the ordination, who included Venerable Jhado Rinpoche, former Abbot of Namgyal Monastery, and Venerable Tromthok Rinpocher, the present Abbot of Namgyal Monastery, who acted as the Activity Master and Master of the Secret respectively.
His Holiness also blessed the two yellow robes, lower robes and mats for the monks. They were instructed not to separate themselves from these robes during the night. They were advised that should they be parted from these robes etc for that period of time, they should have them blessed again by a qualified Bhikshu. During the actual ordination groups of three monks are ordained together while the rest of the monks close their ears. This follows the established tradition.
The monks were served lunch at the ordination place, which was their last meal of the day. Monks and nuns take a vow to avoid eating after lunch. The Abbot of the ordination instructed the Bhikshus to keep their vows purely without allowing infractions to occur. The necessary advice concerning how to keep their vows was given.
On this particular occasion, His Holiness invited a Sri Lankan Bhikshu Ven. B. Dhammaratana Maha Thero to witness the ordination of monks as Bhikshus in the Mulasarvastivadin tradition
==========================================================
Ordination in the Tibetan Buddhist Tradition
His Holiness the Dalai Lama feels that it is important to know that nuns and monks ordained in the Tibetan tradition follow the vows set forth in the Mulasarvastivadin school of monastic codes. The gelong/gelongma (bhikshu/bhikshuni--the fully ordained monk/nun) level are recorded in the Mulasarvastivadin school's Individual Liberation Sutras. Interspersed throughout their Tibetan translation is an easy to remember set of chantable verses summarising the gelong or gelongma vows. These versified mnemonics are known as the "Interleaved Summaries of the Vinaya Discours".
In 1973 His Holiness the Dalai Lama wrote the "Direct Instruction From Shakyamuni Buddha -- A Gelong's Training in Brief" (1), a vinaya text based on the Interleaved Summaries presenting the fully ordained monk's vows. In this commentary His Holiness comments on the 253 vows of a fully ordained monk according to the Mulasarvativadin school of Vinaya.
Mulasarvativadin school of Vinaya was brought to Tibet by the Indian Abbot Shantarakshita in the 8th century who visited there at the invitation of the Tibetan Monarch Trisong Deutsan. At the request of the Tibetans he founded the first monastic community by first ordaining seven young and promising Tibetans. Gradually monks more were ordained by him, thereby establishing the Buddhist monastic order of the Mulasarvastivadin system in Tibet. We are now in the 2554th year since the Buddha passed away beyond sorrow. Ever since the Buddhist monastic lineage of this tradition was established in Tibet it has continued unbroken despite great difficulties in the century following Udum Tsanpo's persecution of Buddhist monastics and Buddhists during his reign.
The getsuls/getsulmas (novice monks and nuns) keep vows similar to the fully ordained monks. All the eight different pratimoksha vows are meant for a whole life from and not just a part of one's life, except for the one-day fasting upavasa vows. Therefore, the motivation must be for the rest of one's life while taking the getsul, getsulma, and gelong ordinations.
The 253 vows of a fully ordained monk--these are the ones explicitly prescribed for the ordained persons by the Buddha himself in the vinaya scriptures--in the Mulasarvastivadin school of vinaya are broadly divided into five categories or classes with sets of ten, twenty and so forth as you can see below:
I. Fist Class: 4 Defeats
1. Unchasity; 2. stealing; 3. omicide; and 4. ying speech
II. Second Class: 13 Remainders
1. Emission of semen 2. lustfully making a physical contact 3. speaking words to do with sex 4. commending services 5. baseless accusation 6. subverting the lay folk 7. displeased with advice, and so forth.
III. Third Class: 120 Downfalls
30 Forfeiting Dowfalls:
Forfeiting downfalls, first set of ten: e.g. retaining cloth for 10 days; being separate from one's dharma robes; receiving cloth from gelongma (bhikshuni), etc.
Forfeiting downfalls, second set of ten: e.g. making a silk rug; making a rug of only black wool; not patching with a hand span; transporting wool; taking gold and silver; engaging in financial dealings, etc.
Forfeiting downfalls, third set of ten: e.g. 1. retaining and 2. seeking out an alms bowl; 3. engaging a weaver to weave a cloth and 4. increasing the woven, 5. reclaiming a gift, and so forth
90 Simple Downfalls:
Simple downfalls, first set of ten: e.g. 1. telling a lie 2. criticising another gelong 3. divisive speech 4. reviving a dispute 5. falsely accusing of showing favouritism, etc.
Simple downfalls, second set of ten: e.g. 1. destroying seeds or a plant, 2. deaf to advice; 3. of eviction, etc.
Simple downfalls, third set of ten: e.g.: teaching the dharma unappointed, teaching dharma beyond sun set, etc.
Simple downfalls, fourth set of ten: e.g. 1. eating many meals, 2. taking more than two or three alms bowlfuls, 3. eating at the wrong time ; etc.
Simple downfalls, fifth set of ten: e.g. 1. using water with creatures in it 2. standing near a place where lay men and women are preparing for a sex act, etc.
Simple downfalls, sixth set of ten: e.g. 1. causing food to be cut off 2. touching fire 3. withdrawing consent, etc.
Simple downfalls, seventh set of ten: e.g. 1. killing an animal, 2. creating regret, 3. tickling 4. playing in water, etc.
Simple downfalls, eighth set of ten: e.g. 1. going along a road in company of a thief 2. conferring full ordination on someone not yet twenty years, etc.
Simple downfalls, ninth set of ten: e.g 1. visiting a king's palace at night, 2. deprecating 3. fabricating a needle case, etc.
IV. Fourth Class: 4 matters to be confessed individually
E.g. 1. the matter to be confessed of receiving food from a gelongma, 2. the matter to be confessed of breaking the training in entering a house, etc.
V. Fifth Class: 112 Misdeeds
Misdeeds, first set of ten: arising from the wearing of robes: e.g. the misdeeds of not wearing the monastic shamtab (lower robe) round, wearing it hitched up high, knees not covered, hung loe, covering the ankles, stretching down on one side like an elephant trunk, top folded above navel, etc. Also, the misdeeds of wearing the upper robes not round, wearing it hitched up high and wearing it low.
Misdeeds, second set of twenty: going to houses: e.g. Going to houses without maintaining mindfulness, etc.; going with dharma robes hoisted up, etc. ; going jumping, etc.; going swinging the arms, etc. Misdeeds, third set of nine: sitting in houses: e.g. sitting down on a seat without checking, sitting by dropping down heavily, etc;
Misdeeds, fourth set of eight: receiving food: e.g. not receiving food properly, receiving level with the brim of the bowl, etc.
Misdeeds, fifth set of twenty-one: eating food: e.g. not eating with good manners, eating in big gulps, etc.
Misdeeds, sixth set of fourteen: using the alms bowls: e.g. denigrating another's begging bowl, etc.; putting left over food in the bowl, etc.
Misdeeds, seventh set of twenty-six: teaching the Dharma: e.g. teaching the dharma while standing to the seated, etc.; teaching the dharma to one whose head is covered with a cloth and so forth, etc.
Misdeeds, eighth set of three: to be performed; and ninth set of one: going: e.g. discharging urine, faeces, and so forth into water, etc.; and climbing tree above a man's height with necessity.
These are the two hundred fifty three infractions which a gelong must guard against. For the actual infractions to occur fourteen of these infractions require a gelongma (bhikshuni) as a factor. To novice monks and nuns the actual infractions don't occur but something similar to them occur.
In the Mulasarvastivadin vinaya tradition, like the Theravada tradition, we follow the rules of ordination such as taking vows not yet taken, the ways of guarding them without causing degeneration and the ways to restore them if they degenerate. The ordained monks and nuns study and practice vinaya; they take part in the bi-monthly confession and restoration ceremony, etc.
In order to ordain people, the Tibetan tradition strictly follows the prescribed ordination guidelines and procedures for the novice and fully ordained monastics. Monasticism is regarded with highest reverence as the foundation of the teaching of the Buddha. His Holiness the Dalai Lama says:
In particular the moral code of individual liberation is the essence of Buddha's teachings, such that it is said that wherever there is gelong, a holder of the Vinaya, there the teachings of Buddha abide and that place is not devoid of the Teacher himself.(2)
Lord Buddha himself says in the Vinaya Bases:
Wherever there is a gelong, a holder of the vinaya, that place is luminous; that place is illuminated. See that place as not devoid of me. I also abide unperturbed in that place.(3)
Sutra Beloved of Monks reads:
For some morality is joy.
For some morality is pain.
Morality possessed in joy.
Morality transgressed is pain.
In order to keep morality pure the monastics must know these four doors through which infractions occur and close them off:
1. Not knowing
2. Disrespect
3. Heedlessness
4. Abundance of afflictions
Morality is the foundation of Buddhadharma. It is essential to the trainings of higher concentration and higher wisdom. Therefore, it is important to guard morality to progress through the dharma path and reach the ultimate goal of enlightenment.
"If we go right to the very base and foundation of all the good qualities set out above, we come down just to morality. Therefore, the exceptional basis and foundation for fulfilling the twin purposes of yourself and others is the moral code of individual liberation in your continuum, please endeavour with every effort to maintain purely, unsoiled by the faults of the stains of misdemeanours or infractions."(4)