apakah si orang tua itu mempunyai kesabaran melebihi Sang Guru Agung ?
sering kami baca bahwa Sang Guru Agung hanya bersedia / tidak bersedia menjawab setelah tatiyampi (3x) ?
			
			
			
				... Contohnya dimana tuh mas tidar?
Bukannya biasanya tampa perlu tatiyampi.. Buddha akan menjawab??
			
			
			
				yang paling awal adalah memohon pembabaran dhamma oleh brahma mahasampati.
kalau berkenan, sang Buddha pasti menjawab.
selanjutnya, banyak cerita disutta, dhammapada atau bisa juga dicari di RAPB
yang langsung memberikan "jalan" adalah ketika sang Guru Agung melihat kondisi dunia dipagi hari, melihat parami siapa yang telah matang untuk mendengarkan dhamma secara langsung dari Sang Guru Agung.
			
			
			
				klo aku baca RAPB.. hal 731..itu bukan permohonan 3x (mengulang sebanyak 3x), tp permohonan sekali dgn 3 bait berbeda...
ayo contoh yg laen
yg ku tau... biasanya permohonan sekali..langsung dpt jawaban
tp orgnya ngotot..mohon sampe 3x... ada bbrp kasus..krn jawabannya sebelumnya adalah bentuk penolakan
			
			
			
				Quote from: The Ronald on 18 November 2011, 08:17:06 AM
klo aku baca RAPB.. hal 731..itu bukan permohonan 3x (mengulang sebanyak 3x), tp permohonan sekali dgn 3 bait berbeda...
ayo contoh yg laen
yg ku tau... biasanya permohonan sekali..langsung dpt jawaban
tp orgnya ngotot..mohon sampe 3x... ada bbrp kasus..krn jawabannya sebelumnya adalah bentuk penolakan
ok lah ga usah sampe sutta, Tisarana
kami juga ga paham bener sutta, hapal diluar kepala, harus cari satu persatu
			
 
			
			
				tisarana..bukan permohonan langsung kurasa....biasanya tampa ada Buddha
biasanya klo ada Buddha..kata2 nya cuma sekali...tidak di ulang2
			
			
			
				ini contohnya
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_3:_Amba%E1%B9%AD%E1%B9%ADha_Sutta
Dan Pokkharasāti, setelah melihat, mencapai, mengalami, dan menembus Dhamma, setelah melampaui keragu-raguan, melampaui ketidakpastian, setelah mencapai keyakinan sempurna dalam Ajaran Sang Guru tanpa bergantung pada yang lainnya, berkata: 'Sungguh indah, Bhagavā, sungguh menakjubkan! Bagaikan seseorang yang menegakkan apa yang terjatuh, atau menunjukkan jalan bagi ia yang tersesat, atau menyalakan pelita di dalam gelap, sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat apa yang ada di sana. Demikian pula Bhagavā Yang Terberkahi telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara ... aku bersama putraku, istriku, para menteri dan penasihatku berlindung kepada Yang Mulia Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Sangha.[26] Semoga Yang Mulia Gotama menerimaku sebagai siswa awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir hidupku! Dan kapan saja Yang Mulia Gotama mengunjungi keluarga lain di Ukkaṭṭha, sudilah Beliau juga mengunjungi keluarga Pokkharasāti! Pemuda dan pemudi yang mana pun juga akan memuliakan Yang Mulia Gotama dan berdiri di hadapan Beliau, akan memberikan tempat duduk, dan air dan akan gembira dalam hati, dan itu adalah demi kesejahteraan dan kebahagiaan untuk waktu yang lama bagi mereka.'
			
			
			
				maaf ralat... 
kesalahan dalam membaca...
kalau soal kesabaran buddha, contohnya ada di buku RAPB, di bagian yang menceritakan tentang brahmana congkak bernama saccaka...
beliau bertanya "apakah manusia memiliki kuasa atas nama-rupa nya sendiri?"
pertanyaan ini ditanyakan 2x oleh sang buddha dan tidak dijawab...
terakhir baru muncullah sakka, yang menyamar sebagai raksasa yang memegang gada untuk menakuti si brahmana, agar mau menjawab pertanyaan sang buddha...
karena kalau dia tidak menjawab pertanyaan sang buddha, kepalanya akan pecah menjadi tujuh keping...
			
			
			
				Ref: http://dhammacitta.org/dcpedia/Ud_1.10:_Bahiya_Sutta_(Thanissaro) (http://dhammacitta.org/dcpedia/Ud_1.10:_Bahiya_Sutta_(Thanissaro))
Kemudian Bahiya, dengan terburu-buru meninggalkan hutan Jeta dan memasuki Savatthi, melihat Yang Terberkahi akan mengumpulkan makanan persembahan di Savatthi — tenang, menenangkan, indria-indrianya tenang, pikirannya dalam keadaan tenang, bebas dari gangguan dan seimbang dalam artian tertinggi, telah berhasil, terlatih, terlindungi, indria-indrianya terjaga, Seorang Yang Besar (naga). Melihatnya, dia mendekati Yang Terberkahi dan, sesampainya, berlutut, dengan kepalanya pada kaki Yang Terberkahi, dan berkata, "Ajari aku Dhamma, O Yang Terberkahi! Ajari aku Dhamma, O Yang Telah Pergi, untuk kemakmuran dan kebahagiaan jangka panjangku."
Ketika hal tersebut sudah selesai dikatakan, Yang Terberkahi berkata padanya: "Ini bukan waktunya, Bahiya. Kami telah memasuki kota untuk mengumpulkan makanan persembahan."
Kedua kalinya, Bahiya berkata kepada Yang Terberkahi: "Tetapi sulit untuk mengetahui dengan pasti bahaya apa yang akan ada untuk Yang Terberkahi, atau bahaya apa yang akan ada untuk diriku. Ajari aku Dhamma, O Yang Terberkahi! Ajari aku Dhamma, O Yang Sudah Pergi, untuk kemakmuran dan kebahagiaan jangka panjangku."
Kedua kalinya, Yang Terberkahi berkata padanya: "Ini bukan waktunya, Bahiya. Kami telah memasuki kota untuk mengumpulkan makanan persembahan.
"Ketiga kalinya, Bahiya berkata pada Yang Terberkahi: "Tetapi sulit untuk mengetahui dengan pasti bahaya apa yang akan ada untuk Yang Terberkahi, atau bahaya apa yang akan ada untuk diriku. Ajari aku Dhamma, O Yang Terberkahi! Ajari aku Dhamma, O Yang Sudah Pergi, untuk kemakmuran dan kebahagiaan jangka panjangku."
"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Sehubungan dengan apa yang terlihat, hanya ada apa yang terlihat. Sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terdengar. Sehubungan dengan yang dirasakan, hanya yang dirasakan. Sehubungan dengan apa yang diketahui, hanya yang diketahui. Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu. Ketika untukmu hanya ada yang terlihat berhubungan dengan apa yg terlihat, hanya yang terdengar sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terasa sehubungan dengan apa yang terasa, hanya yang diketahui sehubungan dengan apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada dirimu sehubungan dengan itu. Ketika tidak ada engkau sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya. Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari ketidakpuasan (Dukkha)."
Melalui mendengarkan penjelasan singkat Dhamma dari Yang Terberkahi, batin Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu langsung saat itu disana terbebaskan dari kotoran karena tidak ada kemelekatan/penunjang. Setelah menganjurkan Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu dengan penjelasan singkat Dhamma, Yang Terberkahi pergi.
Lalu, tidak lama setelah Yang Terberkahi pergi, Bahiya meninggal karena diserang oleh seekor sapi dengan seekor anaknya. Kemudian Yang Terberkahi, telah pergi mengumpulkan makanan persembahan, setelah makan, kembali dari pengumpulan makanan persembahan dengan sejumlah besar bhikkhu, melihat Bahiya telah meninggal. Ketika melihatnya, beliau berkata pada para bhikkhu, "Ambil jasad Bahiya dan, letakkan pada sebuah tandu dan bawa pergi, dikremasi dan buatkanlah sebuah nisan. Sahabat dalam kehidupan sucimu telah meninggal."
"Baiklah, Yang Mulia," jawab para bhikkhu. Setelah meletakkan jasad Bahiya ada sebuah tandu, membawanya pergi, dikremasi, dan membuat sebuah nisan, mereka pergi menemui Yang Terberkahi dan, sesampainya, setelah bersujud untuknya, duduk disatu sisi. Saat mereka duduk disana, mereka bertanya pada beliau, "Jasad Bahiya telah dikremasi, Yang Mulia, dan sebuah stupa untuk mengingatnya telah dibuat. Kemanakah dia pergi? Bagaimanakah keadaannya nanti?"
"Para bhikkhu, Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu bijaksana. Dia mempraktekkan Dhamma sesuai dengan Dhamma dan tidak menggangguku dengan masalah yang berhubungan dengan Dhamma. Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu, para bhikkhu, sepenuhnya telah terbebaskan."
Kemudian, dengan menyadari pentingnya hal tersebut, Yang Terberkahi pada saat itu berseru:
Dimana air, bumi, api, & angin tidak ada tempat berpijak:
Ketika bintang-bintang tidak bersinar,
matahari tidak terlihat,
bulan tidak muncul,
kegelapan tidak ditemukan.
Ketika seorang bijaksana,
seorang brahman melalui kebijaksanaan,
telah mengetahui sendiri,
kemudian dari bentuk & tanpa bentuk,
dari kenikmatan & sakit,
dia terbebaskan
			
			
			
				Maha Pajapati Gotami yang terkenal sebagai salah satu pembentuk Sangha Bhikkhuni, berasal dari suku Koliya. Pada waktu Maha Pajapati Gotami dilahirkan, seorang peramal meramalkan bahwa jika besar nanti ia akan menjadi pemimpin dari suatu perkumpulan yang mempunyai banyak pengikut. Oleh karena itu ia diberi nama "Pajapati", yang berarti pemimpin suatu perkumpulan besar, sedangkan "Maha" merupakan suatu awalan yang berarti luar biasa.
Maha Pajapati Gotami mempunyai kakak perempuan bernama Maya, kaka beradik ini menikah dengan Raja Suddhodana, dan tinggal bersama di Kapilavattu. Kakak Maha Pajapati Gotami, Ratu Maya hamil lebih dahulu, yang kemudian melahirkan Pangeran Siddharta. Tujuh hari setelah melahirkan Pangeran Siddharta, Ratu Maya meninggal dunia.
Sudah menjadi tradisi, Maha Pajapati Gotami menggantikan kakaknya, menjadi Permaisuri dari Raja Suddhoddana. Maha Pajapati Gotami walaupun seabgai ibu tiru, beliau menyusui dan mengurus Pangeran Siddharta seperti anaknya sendiri. Dari pernikahannya dengan Raja Suddhodana melahirkan dua orang anak, yaitu seorang anak perempuan bernama Sundari nanda dan seorang anak laki-laki bernama Nanda.
Waktu berlalu, Pangeran Siddharta yang telah mencapai ke-Buddha-an datang berkunjung ke Kapilavatthu, bersemayam di nigrodharama (Taman banyan), ketika itu Raja Suddhodana telah mangkat. Mendengar kabar kedatangan Sang Buddha, Maha Pajapati Gotami bersama-sama dengan lima ratus wanita datang menemui Sang Buddha dan memohon kepada Beliau supaya wanita dapat ditahbiskan menjadi bhikkhuni, dan menganjurkan permohonan.
"Yang Mulia, akan menjadi baik, apabila seorang wanita diijinkan untuk meninggalkan kehidupan berumah tangga dan memasuki kehidupan suci, menjalani ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata."
Tanpa menjelaskan alasanNya, Sang Buddha langsung menolak, dengan berkata, "Cukup, O, Gotami jangan mengajukan permohonan suapa wanita meninggalkan kehidupan berumah tangga dan memasuki kehidupan suci, menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata."
Untuk kedua dan ketiga kalinya Maha Pajapati Gotami mengulangi permohonannya, Sang Buddha tetap memberikan jawaban yang sama.
Kemudian, ketika Sang Buddha sedang berada di Kapilavatthu dalam perjalanannya menuju Vesali, Beliau tinggal di sana pada waktu yang sesuai, saat itu beliau berada di Mahavana (Hutan Besar) di ruang Kutagara (Ruang Menara).
Ketika itu Maha Pajapati Gotami telah mencukur rambutnya, mengenakan jubah kuningnya, dengan lima ratus wanita pengikutnya, dalam perjalanan menuju Vesali mereka tiba di Ruang Kutagara Mahavana. Maha Pajapati Gotami dengan kaki yang bengkak, penuh dengan demi amat berduka, sangat sedih dan penih air mata, berdiri dengan menangis di depan pintu masuk ruangan, Yang mulia Ananda menemui mereka yang sedang menangis dan menanyakan mengapa mereka amat berduka kemudian beliau menemui Sang Buddha dan berkata :
"Lihatlah, Yang Mulia, Maha Pajapati Gotami berdiri di luar pintu, dengan kaki yang bengkak, tubuh yang berdebu dan amat sedih. Izinkanlah wanita meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci, dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Buddha adalah baik, Yang Mulia, kalau wanita diizinkan meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci."
"Cukup, Ananda, jangan meminta agar wanita meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci, dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata," jawab Sang Buddha.
Untuk kedua dan ketiga kalinya, Yang Mulia Ananda atas nama para wanita memohon kepada Sang Buddha, tetapi beliau tetap tidak mengizinkan.
"Yang Mulia, apakah wanita mempunyai kemampuan, apabila mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan memasuki kehidupan suci, menajalani ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata, dapat mencapai Tingkat Kesucian Sotapanna, Sakadagami, Anagami, mencapai Arahat?"
Sang Buddha menjawab, bahwa mereka mampu untuk mencapai tingkat-tingkat Kesucian.
Mendengar jawaban Sang Buddha ini, Yang Mulia Ananda mencoba untuk membujuk Yang Maha Sempurna dengan berkata,
"Kalau demikian, Yang Mulia, mereka mampu untuk mencapai Tingkat Kesucian Maha Pajapati Gotami telah memberikan pengorbanan yang besar kepada Yang Mulia, sebagai ibu asuh, perawat dan memberikan susunya, ia menyusui ketika ibu Yang Mulia meninggalkan dunia. Yang Mulia, adalah baik apabila wanita diizinkan untuk meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata."
Akhirnya, setelah Yang Mulia Ananda mengajukan permohonan berkali-kali, Sang Buddha lalu berkata, "Ananda, kalau Maha Pajapati Gotami mau menerima Delapan Peraturan Utama, ia harus melaksanakan peraturan ini sebagai persyaratan penahbisannya. Peraturan-peraturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung tinggi selama hidupnya dan tidak boleh dilanggar."
Yang Mulia Ananda lalu menyampaikan hal ini kepada Maha Pajapati Gotami ia dengan gembira menerima persyaratan ini, secara otomatis ia sudah menerima Penahbisan Tertinggi, menjadi Bhikkhuni.
Maha Pajapati Gotami adalah wanita yang pertama kali diterima menjadi pasamuan Bhikkhuni. Wanita yang lain diterima ke dalam pasamuan adalah Maha Pajapati Gotami oleh para bhikkhu sesuai peraturan yang telah diajarkan Sang Buddha.
 
Tambahan
Dengan munculnya Sangha Bhikkhuni, Sang Buddha lalu menyampaikan pandangan Beliau di masa yang akan datang, dengan bersabda :
"Ananda, apabila wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata, Kehidupan Suci akan berlangsung dalam masa yang lama sekali dan Dhamma Yang Mulia akan bertahan sepuluh ribu tahun lamanya. Tetapi sejak wanita diizinkan meninggalkan kehidupan duniawi, maka Kehidupan Suci tidak akan berlangsung lama dan Dhamma Yang Mulia hanya akan bertahan selama lima ribu tahun."
Sang Buddha menambahkan, "Seperti perumpamaan ini, Ananda, rumah yang dihuni oleh lebih banyak wanita dan laki-lakinya sedikit akan mudah dirampok. Demikian pula dimana Ajaran dan Peraturan yng mengizinkan wanita meninggalkan Kehidupan Suci tidak akan bertahan lama."
"Dan seperti seorang laki-laki yang akan membangun terlebih dahulu sebuah bendungan yang besar sehingga dapat menampung air, demikian pula Tathagata membentenginya dengan Delapan Peraturan Utama untuk Sangha Bhikkhuni, yang tidak boleh dilanggar selama hidup mereka."
Pernyataan ini, tentu saja tidak begitu menyenangkan bagi para wanita, Sang Buddha tidaklah bermaksud untuk menghukum, tetapi memperhitungkan hal ini karena kelemahan fisik wanita itu sendiri.
Meksipun ada beberapa alasan yang masuk akal, Sang Buddha dengan berat hati mengizinkan wanita untuk ditabhiskan menjadi bhikkhuni, hal ini menunjukkan kebesaran hati Sang Buddha, dan merupakan hal yang pertama kali di dalam sejarah dunia ini, terbentuknya Sangha Bhikkhuni dengan peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan selama hidupnya.
ref: http://bbcid.org/index.php?option=com_content&view=article&id=359:yang-ariya-maha-pajapati-gotami-theri&catid=46:mengenal-siswa-sang-buddha&Itemid=71 (http://bbcid.org/index.php?option=com_content&view=article&id=359:yang-ariya-maha-pajapati-gotami-theri&catid=46:mengenal-siswa-sang-buddha&Itemid=71)
			
			
			
				pertanyaan OOT: 
apakah jaman buddha terdahulu terbentuk sangha bhikkhuni ?
			
			
			
				mas tidar... saat permohonan pertama Bahiya telah mendapat jawaban...
Melihatnya, dia mendekati Yang Terberkahi dan, sesampainya, berlutut, dengan kepalanya pada kaki Yang Terberkahi, dan berkata, "Ajari aku Dhamma, O Yang Terberkahi! Ajari aku Dhamma, O Yang Telah Pergi, untuk kemakmuran dan kebahagiaan jangka panjangku."
Ketika hal tersebut sudah selesai dikatakan, Yang Terberkahi berkata padanya: "Ini bukan waktunya, Bahiya. Kami telah memasuki kota untuk mengumpulkan makanan persembahan."
itu jawaban loh...
begitu pula
"Yang Mulia, akan menjadi baik, apabila seorang wanita diijinkan untuk meninggalkan kehidupan berumah tangga dan memasuki kehidupan suci, menjalani ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata."
Tanpa menjelaskan alasanNya, Sang Buddha langsung menolak, dengan berkata, "Cukup, O, Gotami jangan mengajukan permohonan suapa wanita meninggalkan kehidupan berumah tangga dan memasuki kehidupan suci, menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata."
ini juga jawaban
Lihatlah, Yang Mulia, Maha Pajapati Gotami berdiri di luar pintu, dengan kaki yang bengkak, tubuh yang berdebu dan amat sedih. Izinkanlah wanita meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci, dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Buddha adalah baik, Yang Mulia, kalau wanita diizinkan meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci."
"Cukup, Ananda, jangan meminta agar wanita meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci, dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata," jawab Sang Buddha.
itu juga jawaban..
jd aku ulangi sekali lagi..biasanya Buddha memberi jawaban... bukan tidak menjawab (apa lg sampe 3x), hanya jawaban Buddha adalah bentuk penolakan
oleh sebabnya mereka yg ngotot.. tanya berulang2...
jd yang di maksud jawaban bukan sama dengan mengiyakan....bedaloh
tp jika masih bertahan bahwa Buddha harus di tanya 3x baru menjawab..tolong kasih kisah2 yang laen :D
ya pada Buddha2 sebelumnya muncul sangha bhikkuni
			
			
			
				Quote
"Dan seperti seorang laki-laki yang akan membangun terlebih dahulu sebuah bendungan yang besar sehingga dapat menampung air, demikian pula Tathagata membentenginya dengan Delapan Peraturan Utama untuk Sangha Bhikkhuni, yang tidak boleh dilanggar selama hidup mereka."
disini saya agak bingung....
dikatakan sejak diterimanya sangha bhikkhuni, kehidupan suci hanya akan berlangsung selama 5.000 tahun..
tetapi sang buddha kemudian membuat 8 garudhamma bagi para bhikkhuni...
apakah dengan begitu kehidupan suci akan berlangsung selama 10.000 tahun lagi, atau tetap 5.000 tahun??
			
 
			
			
				yah yg And tulis benar, ttg mendapatkan jawaban.
yg lebih kami tekankan disini adalah kesempatan 
Emas  berupa jawaban untuk mencapai pencerahan dengan petunjuk langsung dari Sang Buddha.
kami beranggapan bahwa dengan kurun waktu hidup sang Buddha hanya 45 (untuk pembabaran dhamma) sungguh teramat singkat, unt kita dapat mendengarkannya secara langsung.
ada perbedaan penekanan dan sudut pandang diantara kita dalam merepresentasikan tulisan yang ada, mohon maklum.
Quote from: The Ronald on 18 November 2011, 08:21:18 PM
mas tidar... saat permohonan pertama Bahiya telah mendapat jawaban...
Melihatnya, dia mendekati Yang Terberkahi dan, sesampainya, berlutut, dengan kepalanya pada kaki Yang Terberkahi, dan berkata, "Ajari aku Dhamma, O Yang Terberkahi! Ajari aku Dhamma, O Yang Telah Pergi, untuk kemakmuran dan kebahagiaan jangka panjangku."
Ketika hal tersebut sudah selesai dikatakan, Yang Terberkahi berkata padanya: "Ini bukan waktunya, Bahiya. Kami telah memasuki kota untuk mengumpulkan makanan persembahan."
itu jawaban loh...
begitu pula
"Yang Mulia, akan menjadi baik, apabila seorang wanita diijinkan untuk meninggalkan kehidupan berumah tangga dan memasuki kehidupan suci, menjalani ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata."
Tanpa menjelaskan alasanNya, Sang Buddha langsung menolak, dengan berkata, "Cukup, O, Gotami jangan mengajukan permohonan suapa wanita meninggalkan kehidupan berumah tangga dan memasuki kehidupan suci, menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata."
ini juga jawaban
Lihatlah, Yang Mulia, Maha Pajapati Gotami berdiri di luar pintu, dengan kaki yang bengkak, tubuh yang berdebu dan amat sedih. Izinkanlah wanita meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci, dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Buddha adalah baik, Yang Mulia, kalau wanita diizinkan meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci."
"Cukup, Ananda, jangan meminta agar wanita meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci, dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata," jawab Sang Buddha.
itu juga jawaban..
jd aku ulangi sekali lagi..biasanya Buddha memberi jawaban... bukan tidak menjawab (apa lg sampe 3x), hanya jawaban Buddha adalah bentuk penolakan
oleh sebabnya mereka yg ngotot.. tanya berulang2...
jd yang di maksud jawaban bukan sama dengan mengiyakan....bedaloh
tp jika masih bertahan bahwa Buddha harus di tanya 3x baru menjawab..tolong kasih kisah2 yang laen :D
ya pada Buddha2 sebelumnya muncul sangha bhikkuni
			 
			
			
				kesempatan emas berupa jawaban? mungkin maksud anda persetujuan??
			
			
			
				yah sekiranya sperti itu
kesempatan emas mendapatkan jawaban berupa petunjuk langsung dr Sang Buddha