Namo Buddhaya _/\_
saya mau minta informasi tentang kasus real tentang medication error yang terjadi di apotek....
contoh kasus yang ada pemberitaannya, lebih bagus jika disertai link ke artikel....
misalnya tentang kesalahan dalam pemberian obat, kesalahan dalam pembacaan resep, peracikan, dsb...
anumodana... _/\_
kalau case ini sulit u/ dicari, karena biasanya tidak terexpos ke media, apalagi yang dicari hanya drug related problem seputar apotek. karena biasanya dokter meresepkan obat yang sesuai di apotek.
case yang cukup banyak di RS sebenarnya, karena pasien rawat inap RS biasanya memiliki komplikasi penyakit yang cukup banyak dan parah.. sehingga besar terjadi interaksi obat, salah racik, salah baca resep pun besar.. (namun hal ini juga biasa ditutup2i oleh RS ;D )
case yang pernah gw tahu pas gw lagi praktek kerja di RS padang, gara2 salah baca resep seseorang hampir meninggal karena gula darah drop. Bayangkan saja dokter menulis G_____ maksudnya Griseofulvin, terbaca dan dikasih obat Glibenklamid ;D
kalau resep "lucu" yang pernah saya dapatkan seperti meresepkan acyclovir 3 x 1 ;D (dulu kami ke RS, selalu minta ke perawat2 boleh gak minta copy resep buat dianalisa)
namun kasus yang cukup heboh dan sampe ke media.. yaitu polemik puyer pas tahun 2009 awal (februari) yang mana okezone dan RCTI gila2an memberitakan bahaya puyer dll.
Quote from: puspita_devi on 15 November 2011, 12:05:53 AM
Namo Buddhaya _/\_
saya mau minta informasi tentang kasus real tentang medication error yang terjadi di apotek....
contoh kasus yang ada pemberitaannya, lebih bagus jika disertai link ke artikel....
misalnya tentang kesalahan dalam pemberian obat, kesalahan dalam pembacaan resep, peracikan, dsb...
anumodana... _/\_
1 sebenarnya gw lebih tertarik gimana sistem pengamanan (human error, system error) yg diterapkan sehingga kesalahan dlm meracik, membaca, maupun mengkoreksi kesalahan dokter dpt dilakukan sebelum sampai ke pasien.
2 dan Hal2 apakah yg dpt pasien lakukan sehingga mengurangin kesalahan2 tsb ? apa juga selalu minta brosur obat, sambil baca2 dirumah (double check).... apakah benar obat tsb utk ....penyakit yg dimaksud...
3 Nah bagaimana kalau sewaktu meracik ? apakah ada double check oleh org yg berbeda atau gimana supaya tidak terjadi kesalahan ?
4 bagaimana hal tentang beli 1/2 resep yg sering dilakukan di Indonesia ? apakah ini cara mengirit yg benar ? dan obat jenis apa yg pass utk 1/2 resep itu?
thx atas masukannya...
Quote from: Forte on 15 November 2011, 06:33:04 AM
case yang pernah gw tahu pas gw lagi praktek kerja di RS padang, gara2 salah baca resep seseorang hampir meninggal karena gula darah drop. Bayangkan saja dokter menulis G_____ maksudnya Griseofulvin, terbaca dan dikasih obat Glibenklamid ;D
Waw membahayakan. Memang pada umumnya tulisan dokter sulit dibaca. Apa karena dokter sangat sibuk? kalau dipikir-pikir apa sulitnya meluangkan beberapa detik untuk menulis dengan lebih rapi :|
nanggepin yg no. 4 ajah:
kebanyakan klo ke dokter (yg tdk tau silsilah / sejarah sakit-nya) atau bukan dokter dekat,
- bisa saja diberi obat paling "baik" padahal sakit cman demam ringan atau flu dikasi resep dokter harus ditebus 200rb ++, atau
- bahkan bisa jadi kelinci percobaan dengan dasar si dokter memberikan obat baru dan mendapatkan komisi dari sales farmasi
jadinya pasien juga harus "smart",
so klo masi sakit bisa bli stengah resep yang tertinggal.
Quote from: johan3000 on 15 November 2011, 07:04:26 AM
1 sebenarnya gw lebih tertarik gimana sistem pengamanan (human error, system error) yg diterapkan sehingga kesalahan dlm meracik, membaca, maupun mengkoreksi kesalahan dokter dpt dilakukan sebelum sampai ke pasien.
2 dan Hal2 apakah yg dpt pasien lakukan sehingga mengurangin kesalahan2 tsb ? apa juga selalu minta brosur obat, sambil baca2 dirumah (double check).... apakah benar obat tsb utk ....penyakit yg dimaksud...
3 Nah bagaimana kalau sewaktu meracik ? apakah ada double check oleh org yg berbeda atau gimana supaya tidak terjadi kesalahan ?
4 bagaimana hal tentang beli 1/2 resep yg sering dilakukan di Indonesia ? apakah ini cara mengirit yg benar ? dan obat jenis apa yg pass utk 1/2 resep itu?
thx atas masukannya...
Quote from: johan3000 on 15 November 2011, 07:04:26 AM
1 sebenarnya gw lebih tertarik gimana sistem pengamanan (human error, system error) yg diterapkan sehingga kesalahan dlm meracik, membaca, maupun mengkoreksi kesalahan dokter dpt dilakukan sebelum sampai ke pasien.
2 dan Hal2 apakah yg dpt pasien lakukan sehingga mengurangin kesalahan2 tsb ? apa juga selalu minta brosur obat, sambil baca2 dirumah (double check).... apakah benar obat tsb utk ....penyakit yg dimaksud...
3 Nah bagaimana kalau sewaktu meracik ? apakah ada double check oleh org yg berbeda atau gimana supaya tidak terjadi kesalahan ?
4 bagaimana hal tentang beli 1/2 resep yg sering dilakukan di Indonesia ? apakah ini cara mengirit yg benar ? dan obat jenis apa yg pass utk 1/2 resep itu?
thx atas masukannya...
kalau dengan kemampuan pasien sendiri agak mustahil untuk mengecek lagi, karena kadang pasien itu bahkan apoteker sendiri bisa jadi tidak tahu apa tujuan dokter memberi zat X misalnya. dan pasien juga tidak tahu interaksi obat yang terjadi..
contoh case yang terjadi :
1. saya pernah diceritain oleh senior saya, akan pentingnya BERTANYA apa keluhan pasien sebelum memberikan informasi obat..
kejadiannya datang seorang pasien bawa resep R/ Mucopect. Senior saya langsung menjelaskan panjang lebar.. oh ini obat flu.. obat pengencer dahak blablabla.. Pasien langsung berkerut kening dan mengatakan : "saya tidak lagi batuk / flu", langsung marah2 ke dokter yang beri resep.. lalu dokter yang beri resep marah2 lagi ke senior saya dengan mengatakan "kalau tidak tahu jangan sok tahu". Ternyata tujuan dokter meresepkan mucopect untuk mengencerkan lendir bawah (Ms. V) , bukan buat lendir atas..
kalau baca etiket brosur dll, mucopect hanya ditulis buat flu.. ;D
2. Ada resep diberikan
R/ Mylanta
Ciprofloxacin
kalau dibaca orang awam, pasti langsung diminum tanpa babibu.. karena mylanta obat lambung, ciprofloxacin antibiotik..
namun kalau di tangan tenaga medis, bisa jadi obatnya diganti / jam pemakaiannya dibedakan, karena mylanta bisa mengacaukan penyerapan ciprofloxacin sehingga kadar ciprofloxacin dalam darah akan turun.. tidak mencapai dosis terapetik dikhawatirkan terjadi resistensi..
kalau double cross cek, makan waktu dan makan biaya juga.. tidak bisa dipungkiri yang paling menyebalkan di apotek bagi pasien adalah menunggu kapan nomor antriannya disebut. dan juga makan cost yang tentunya akan dibebankan ke obat.. ;D
mengenai beli 1/2 resep, biasanya apotek membolehkan setengah kalau obatnya bukan antibiotik.. namun pasien boleh koq minta.. "generik aja dok"
dengan uang sama.. bisa beli full resep .. kenapa tidak ?
Quote from: johan3000 on 15 November 2011, 07:04:26 AM
1 sebenarnya gw lebih tertarik gimana sistem pengamanan (human error, system error) yg diterapkan sehingga kesalahan dlm meracik, membaca, maupun mengkoreksi kesalahan dokter dpt dilakukan sebelum sampai ke pasien.
2 dan Hal2 apakah yg dpt pasien lakukan sehingga mengurangin kesalahan2 tsb ? apa juga selalu minta brosur obat, sambil baca2 dirumah (double check).... apakah benar obat tsb utk ....penyakit yg dimaksud...
3 Nah bagaimana kalau sewaktu meracik ? apakah ada double check oleh org yg berbeda atau gimana supaya tidak terjadi kesalahan ?
4 bagaimana hal tentang beli 1/2 resep yg sering dilakukan di Indonesia ? apakah ini cara mengirit yg benar ? dan obat jenis apa yg pass utk 1/2 resep itu?
thx atas masukannya...
Kalo setahu saya :
1 - 3 kalo untuk sistem pengamanan itu ada alur dari penerimaan resep sampai ke obat sampai pada pasien, dan sudah didesain sedemikian rupa agar ga terjadi kesalahan. jadi mulai dari yang baca resep sama yang bkin struk, orang yang meracik dengan yang baca resep beda, yang menimbang, yang menggerus, dsb, sampai pada re-chek sebelum dikasih ke pasien. dan harusnya di step terakhir itu pasien terima obat dari apoteker disertai konseling (itu idealnya), tapi di indonesia sayangnya apoteker masih banyak yang tek-kab (read : tekken-kabur), selain itu masih banyak kelalaian dari alur penerimaan resep itu, baik dari pembacaan resep sampai pada pemberian obat pada pasien.
harusnya kalo ada resep ga terbaca jelas, harus konfirmasi dulu ke dokternya, tapi biasanya karyawan apotek males buat konfirmasi. jadinya asal sebacanya aja...
mudah-mudahan di bidang ini ada peningkatan sehingga ga ada lagi medication error di apotek _/\_ sadhu...
kalo buat yang nomor 4, biasanya pasien nebus resep setengah" gara" obat yang harus ditebus itu mahal, jadinya mintanya setengah. padahal belom tentu kalo nebus setengah doank bisa sembuh karena ada beberapa obat yang harus dihabiskan seluruhnya dari resep yang diberikan (misal : antibiotik), jadi lebih baik ditawarkan pada pasien kalo mau diganti aja sama yang generik, isi dan khasiatnya toh sama, obat bisa ditebus total dan pengobatan jadi efektif.
buat om forte, makasih sharingnya... _/\_ anumodana...
iya sih, kalo di rumah sakit banyak banget. tapi saya jg dapet beberapa kasus tentang med. error di apotek. seperti sembarangan ganti obat, ada juga yang jual obat muraaaaaaaaah buangget, tau"nya isinya tepung semua. hahaha... ada" aja...
To : puspita_devi
hanya mau menanggapi saja.. ;D ;D ;D
Quotesayangnya apoteker masih banyak yang tek-kab (read : tekken-kabur), selain itu masih banyak kelalaian dari alur penerimaan resep itu, baik dari pembacaan resep sampai pada pemberian obat pada pasien.
harusnya kalo ada resep ga terbaca jelas, harus konfirmasi dulu ke dokternya, tapi biasanya karyawan apotek males buat konfirmasi. jadinya asal sebacanya aja...
mudah-mudahan di bidang ini ada peningkatan sehingga ga ada lagi medication error di apotek sadhu...
=> sebenarnya gag semua apoteker gitu non, hanya saja yang ingin diluruskan adalah banyak juga dokter yang kalau ditanya malah sewot, dulu sebuah kasus yang pernah saya hadapi di apotek waktu PKL seorang ibu membawa resep anaknya yang asma kronis karena tulisan si dokter yang parah banget dan tidak bisa terbaca alhasil para AA senior berinisiatif menanyakan ke beliau, namun ternyata beliaunya sudah pulang ke rumahnya, sialnya si dokter alamat rumahnya udah pindah namun gag diganti di informasi t4 prakteknya dan lebih sialnya dokter tersebut hari itu terakhir praktek karena keesokan harinya beliau cuti melahirkan, nah lo....
solusinya waktu itu semua AA dan apoteker sepakat memberikan obat yang kira2 sesuai untuk indikasi itu namun masih aman untuk pasien balita, karena kondisi pasien sudah sangat membutuhkan obat tersebut yang ternyata berwujud inhalasi, sehingga kasus konfirmasi ini harus dilihat dari sudut pandang apoteker juga non.... ;D ;D ;D
klo jual obat murah banget isinya tepung malahan saya tidak pernah dengar, bolehkah sharing bersama2 di sini, yang saya tahu medication error di apotek adalah apotek panel... ;D ;D ;D ;D
Quote from: DeNova on 15 November 2011, 10:09:53 PM
To : puspita_devi
hanya mau menanggapi saja.. ;D ;D ;D=> sebenarnya gag semua apoteker gitu non, hanya saja yang ingin diluruskan adalah banyak juga dokter yang kalau ditanya malah sewot, dulu sebuah kasus yang pernah saya hadapi di apotek waktu PKL seorang ibu membawa resep anaknya yang asma kronis karena tulisan si dokter yang parah banget dan tidak bisa terbaca alhasil para AA senior berinisiatif menanyakan ke beliau, namun ternyata beliaunya sudah pulang ke rumahnya, sialnya si dokter alamat rumahnya udah pindah namun gag diganti di informasi t4 prakteknya dan lebih sialnya dokter tersebut hari itu terakhir praktek karena keesokan harinya beliau cuti melahirkan, nah lo....
solusinya waktu itu semua AA dan apoteker sepakat memberikan obat yang kira2 sesuai untuk indikasi itu namun masih aman untuk pasien balita, karena kondisi pasien sudah sangat membutuhkan obat tersebut yang ternyata berwujud inhalasi, sehingga kasus konfirmasi ini harus dilihat dari sudut pandang apoteker juga non.... ;D ;D ;D
klo jual obat murah banget isinya tepung malahan saya tidak pernah dengar, bolehkah sharing bersama2 di sini, yang saya tahu medication error di apotek adalah apotek panel... ;D ;D ;D ;D
waduh, kalo begitu sih kebetulan yang betul-betul sekali... hehehe....
gawat itu bisa sampe kebeneran banget....
yah, kalo kejadian kaya gitu juga siapa yang bisa ngira... hahaha.....
emang sih harus ad kerjasama jg dari dokter... soalnya biasa dokter yang udah senior-senior gitu malah suka marah kalo pas kita tanya balik... hahaha.....
hahaha... iya ga semua... tapi masih sebagian besar seperti itu... biasanya itu apotek profesi, yang apotek bkin sendiri...
tapi banyak dosen" cerita kaya gitu, soalnya mereka sebagian jg masih ada yang seperti itu, orangnya ngajar tapi apoteknya tetep buka.... :)
ada jg yang namanya dipake doank sbagai APA, tapi apotekernya jarang dateng, cuma dateng sebulan sekali doank....
itu sih info yang saya dapat... hehehe....
kalo yang obat" isinya tepung itu, jadi kmaren saya ketemu artikel koran di internet, jadi ad anak pasien balik ke dokter marah", katanya bapaknya ga sembuh" hipertensinya, malah tensinya tambah ga karuan. dokter langsung nanya beli obatnya di apotek "X" ya, terus anak pasien itu bilang iya beli disitu, soalnya harganya murah jauh, bisa 1/3 harga di apotek biasa. dokternya langsung bilang emang udah lama curiga sama apotek itu, sampe dy wanti". terus dilaporin dan diperiksa lah itu apotek, alhasil baru ketawan itu obatnya ga memenuhi syarat semua (dalam hal kadar), bahkan ada yang total tepung!!! wkwkwk....
gimana ga gawat....
kalau cerita di atas, bisa dikategorikan sebagai 'obat palsu'. Kalau di Jakarta, "katanya" cukup marak di pramuka, tapi gak tahu juga karena jarang jalan2 ke sana..
mengenai obat palsu, memang banyak triknya, bahkan ada yang lebih kejam dengan "memperlama" obat yang sudah expired. Ini jelas sangat berbahaya, karena obat yang sudah expired tidak layak dikonsumsi apakah karena kadarnya sudah berkurang, atau senyawa yang terkandung di dalamnya sudah berubah bahkan berubah menjadi senyawa toksik.
mengenai dokter, ya kadang kala ada yang tidak senang kalau dikritik, sekedar share, dulu sewaktu PKL di rumah sakit juga sering diacuhin ama dokter, karena dokter merasa S.Farm muda (baca : calon apoteker) kerjanya cuma nyari2 kesalahan dokter :)) Namun kenyataannya memang cukup ironis, hasil penelitian bersama, di RS Padang tempat saya PKL dulu, lebih dari 50% obat yang diresepkan tidak memenuhi penggunaan obat secara rasional
dan sedikit menanggapi mengenai apotek panel, IAI secara resmi telah melarang praktek panel, bisa dilihat di website IAI. Ketika saya mengikuti seminar sosialisasi SKPA dan STRA, waktu itu Ketua IAI PC Banten Pusat bercerita ada kasus praktek panel, di mana oknumnya melarikan sejumlah uang, dan akibatnya APA-nya yang dipenjara. Berpijak dari kasus itu, supaya tidak terulang lagi, maka IAI menetapkan larangan praktek panel.
btw maaf ya.. jadi OOT.. tapi sekedar bagi2 informasi saja.. ;D
Quoteemang sih harus ad kerjasama jg dari dokter... soalnya biasa dokter yang udah senior-senior gitu malah suka marah kalo pas kita tanya balik... hahaha.....
hahaha... iya ga semua... tapi masih sebagian besar seperti itu... biasanya itu apotek profesi, yang apotek bkin sendiri...
tapi banyak dosen" cerita kaya gitu, soalnya mereka sebagian jg masih ada yang seperti itu, orangnya ngajar tapi apoteknya tetep buka....
ada jg yang namanya dipake doank sbagai APA, tapi apotekernya jarang dateng, cuma dateng sebulan sekali doank....
itu sih info yang saya dapat... hehehe....
=> ini juga bener non, tentang kedua cerita diatas, banyak juga dosen2 saya seperti itu namun dengan dikeluarkannya peraturan baru dimana "no apotheeker no service" sehingga tiap aptk harus punya min 2 apoteker untuk dapat beroperasi dari jam 8 pagi ad 9 malam, namun jika spt K24 min harus punya 3 apoteker untuk 1 outlet.... jika si APA berhalangan maka APing (apoteker pendampingnya) harus ada di aptk tsb... gitu
Quotekalo yang obat" isinya tepung itu, jadi kmaren saya ketemu artikel koran di internet, jadi ad anak pasien balik ke dokter marah", katanya bapaknya ga sembuh" hipertensinya, malah tensinya tambah ga karuan. dokter langsung nanya beli obatnya di apotek "X" ya, terus anak pasien itu bilang iya beli disitu, soalnya harganya murah jauh, bisa 1/3 harga di apotek biasa. dokternya langsung bilang emang udah lama curiga sama apotek itu, sampe dy wanti". terus dilaporin dan diperiksa lah itu apotek, alhasil baru ketawan itu obatnya ga memenuhi syarat semua (dalam hal kadar), bahkan ada yang total tepung!!! wkwkwk....
gimana ga gawat....
=> klo kasus ini di smg jarang non paling obat yang dijual kadaluarsa atau malah obat daftar g yang dijual tanpa R/ dan tidak di apotek, klo sampe dispensing sendiri isinya tepung semua mah parah itu.... isa kena pasal hak paten, percobaan pembunuhan (pada pasiennya) dan APA nya bisa dicabut STRAnya ... :-? :-? :-? :-?
Beberapa tahun belakangan ini, Elin selalu tanya ke dokter saat dia selesai tulis resep..
Nama2 obat resep yang barusan ditulis, nama nya apa?
Langsung catat ejaan nama resep nya di kertas terpisah..
Bilang ke dokter, alasan tanya begitu karena nanti biar apoteker yg baca resep nya gak salah baca utk kasih obat.. :D