Lobha Dosa Moha (kita singkat LDM aja ya supaya memudahkan)
berangkat dari thread ini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21056.0
yang awalnya membahas tentang sebuah tradisi, ujung2nya malah nyenggol mengenai LDM
makin dibahas kok rasanya topik LDM menjadi semakin menarik, seolah menjadi dasar atas setiap perbuatan.
mengutip pernyataan dari Senior Kelana
Quote from: Kelana on 07 September 2011, 05:30:46 PM
Menurut saya,
Hanya pikiran bersekutu dengan dosa (kebencian), loba (keserakahan), dan moha (kebodohan batin) maka tindakan akan dikatakan perbuatan buruk.
Jika suatu tradisi hanya mewariskan hal yang tidak bermanfaat kepada generasi berikut mungkin akan mudah ditinggalkan, namun jika juga berdampak menggerogoti kualitas mental?
Sungguh ironis, kadang kita ingin memberikan pandangan benar kepada anak kita, namun justru kita menjejelnya juga dengan suatu hal yang membebani mental mereka.
Terus terang, saya melihat topik ini berdasarkan pada kekhawatiran TS pada menjalankan tradisi orang tua, apakah nanti kalau tidak diikuti akan berakibat buruk atau tidak, serta "kutukan-kutukan" orang tua menyelimuti tradisi tesebut. Semua inilah yang saya sebut sebagai warisan. Saya tidak tahu apakah anda juga akan memaki dan mengutuk anak anda sebagai anak durhaka jika anak anda tidak melakuan tradisi yang sama.
Sekali lagi, tidak ada yang bisa melarang anda melakukan tradisi.
dan
Quote from: Kelana on 08 September 2011, 12:09:21 PM
Pertama, saya tidak yakin cetak buku agama adalah tradisi khas Buddhis, karena agama lain juga melakukannya, meskipun ya ada dalam literatur yang disebut sutra.
Tradisi adalah perbuatan atau tindakan yang menjadi kebiasaan. Dan perbuatan selalu diawali dengan niat. Niat inilah yang berhubungan dengan dosa, lobha, dan moha. Jika di awali dengan niat yang bersekutu dengan LDM dan diteruskan, maka akan menjadi kebiasaan/tradisi yang tentunya tidak baik. Dan tentu saja cara dalam melakukan perbuatan juga membentuk sifat dari perbuatan itu sendiri, baik atau buruk.
Apa sih esensi awal terbentuknya tradisi cetak buku agama ini? Apa sih tujuan/niat awal dari melakukan cetak buku agama/sutra? Inilah yang perlu dikaji. Saat ini saya tidak pada posisi mengkajinya karena cakupannya cukup luas, Sdr. Ryu. Jadi harap maklum.
dan
Quote from: Kelana on 08 September 2011, 12:12:49 PM
Sebuah perbuatan buruk bisa diawali dengan dosa saja, lobha saja, moha saja, atau rangkaian dua di antaranya, ataupun rangkaian ketiganya. Jadi saat moha muncul pada pikiran meskipun sendiri maka bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak baik. Bahkan dari apa yang pernah saya dengar (cmiiw), moha adalah kekotoran batin yang paling sulit dibanding dengan lobha dan dosa, karena dalam moha seseorang tidak lagi bisa melihat dan menilai baik sebagai baik dan buruk sebagai buruk, kadang menjadi seseorang yang keras kepala.
Sebagai orang awam yang senior-senior di DC menyebutnya sebagai puthujjana, kadang kala kita tidak menyadari bahwa kita sedang membenci/tidak menyukai sesuatu dengan menutupinya dengan melakukan perbuatan yang kelihatannya tidak membenci. Salah satu kasusnya dapat terjadi pada euthanasia. Seseorang memutuskan melakukan eutanasia kepada kerabatnya yang koma berbulan-bulan karena merasa kasihan, tidak tega kerabatnya menderita sakit terus. Sepertinya ini adalah perbuatan baik dimana membantu orang lain agar tidak menderita lagi. Padahal dibalik itu semua ada rasa benci, ketidaksukaan terhadap kondisi yang terjadi pada kerabatnya. Ia tidak suka kerabatnya menahan sakit, ia tidak suka melihat kerabatnya diinfus, bahkan tidak suka dengan bayaran tagihan rumah sakit yang membengkak.
Kita tidak suka anak kita nanti jatuh, kita tidak suka nanti anak kita sakit, tidak suka anak kita menangis pada malam hari, dst, bahkan tidak suka dimarahi orang tua dan dianggap anak durhaka. Berusaha menutupi ketidaksukaan ini kita melakukan perbuatan yang dianggap dapat melindungi anak dari jatuh, sakit dan menangis, dan dapat menghindar dari omelan orang tua, dalam hal ini kita melakukan tradisi pai cheng bu.
Jika bukan berlandaskan pada rasa tidak suka anak kita nanti jatuh, sakit dan menangis serta omelan orang tua, lalu apa dasarnya melakukan pai cheng bu? Apakah untuk mendapatkan pengakuan/penghargaan karena telah melakukan pelestarian budaya? Ini ujung-ujungnya adalah lobha, kehausan akan penghargaan dan kehormatan.
Inilah dosa, lobha dan moha yang terselubung, yang sebagai puthujjana kadang kala kita tidak melihatnya. Hanya para Arya saja yang telah bebas dari LDM. Untuk pembahasan LDM lebih mendalam saya persilahkan untuk menanyakannya pada senior-senior.
Demikian Sdr. Rico. Dan saya rasa sudah cukup saya menyampaikan pendapat saya mengenai tradisi pai cheng bu yang dikaitkan dengan Buddhisme sesuai dengan yang ditanyakan TS pada awal topik.
evam
kemudian atas ketertarikan saya, maka saya buka topic ini untuk dibahas bersama
saya sungguh terkesan atas dhamma yang disebar oleh senior2 di DC ini, saya sungguh belajar makin banyak disini.
jadi back to LDM
apa pengertian dasar dari LDM?
apa yang mengkondisikan LDM?
apa yang mendasari? cetana? atau apa?
berangkat dari kutipan Senior Ryu mengenai Moha
tahu salah dilakukan juga
tahu salah tidak dilakukan
tahu benar tidak dilakukan
tahu benar langsung melaksanakan
mohon para senior dan teman2 sekalian memberikan sumbangsih dharma di topic ini.
_/\_ _/\_
bro, ikutan nimbrung ya, biar rame... :)
yang paling susah di deteksi itu lobha pada tingkatan halus
setelah uda mulai besar, nah bisa menjurus jurus ke sombongan
Lobha itu biasa diserta-i dengan Moha
Dosa itu juga biasa diserta-i dengan Moha juga
cuma Moha yang tidak bersekutu dengan Lobha & Dosa (alias bisa berdiri sendiri :p)
contoh nya :
kalau sudah tau bahwa berdana makanan kepada bhikhu (jasa dan pahala nya lebih besar)
maka tidak mo berdana makanan kepada pengemis (krn jasa dan pahala nya lebih kecil)
mengambil kutipan Master Chen Yen:
"jangan karena mengerti, malah menambah Lobha Dosa dan Moha
justru karena mengerti, harusnya melemahkan Lobha Dosa dan Moha"
dalam hal ini berarti Moha lah yang harus ditundukkan terlebih dahulu?
atau semua sejalan, harus dilemahkan bersamaan dengan usaha keras?
oh ya... hampir lupa.
saya mohon maaf pada senior Kelana, karena tanpa seizin anda saya mencantumkan post anda dengan menQuote pada thread ini.
dan sekalian saya mohon izin anda untuk itu.
kalau dipikir2 saya sungguh teledor, tanpa tanya persetujuan dulu langsung lakukan yang menurut saya sendiri.
mohon maaf yang sebesar2nya.
karena setelah terPost kok gak bisa di robah ya?
tapi pada reply bisa diedit/robah.
apa pada starter topic tidak bisa dirobah?
Quote from: Rico Tsiau on 09 September 2011, 10:54:59 AM
Lobha Dosa Moha (kita singkat LDM aja ya supaya memudahkan)
berangkat dari thread ini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21056.0
yang awalnya membahas tentang sebuah tradisi, ujung2nya malah nyenggol mengenai LDM
makin dibahas kok rasanya topik LDM menjadi semakin menarik, seolah menjadi dasar atas setiap perbuatan.
mengutip pernyataan dari Senior Kelana
dan
dan
kemudian atas ketertarikan saya, maka saya buka topic ini untuk dibahas bersama
saya sungguh terkesan atas dhamma yang disebar oleh senior2 di DC ini, saya sungguh belajar makin banyak disini.
jadi back to LDM
apa pengertian dasar dari LDM?
apa yang mengkondisikan LDM?
apa yang mendasari? cetana? atau apa?
berangkat dari kutipan Senior Ryu mengenai Moha
tahu salah dilakukan juga
tahu salah tidak dilakukan
tahu benar tidak dilakukan
tahu benar langsung melaksanakan
mohon para senior dan teman2 sekalian memberikan sumbangsih dharma di topic ini.
_/\_ _/\_
_/\_ Untuk mengikis LDM, ada baiknnya jika suatu Creature merenungkan 4 kasunyatan mulia &
Melaksanakan jalan mulia berunsur 8 yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.
_/\_ Ada baiknnya jg jika suatu Creature melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya(bkn ada apannya), tidak terpengaruh terhadap kondisi² luar.
_/\_ Menyelediki ke dalam diri sendiri utk melenyapkan Ego&Ketidaktahuaan utk merealisasikan Nibbana.
_/\_ sy pamit dl Koko Rico, siYuegen ;)
_/\_ SSBS
Quote from: naviscope on 09 September 2011, 11:15:38 AM
bro, ikutan nimbrung ya, biar rame... :)
yang paling susah di deteksi itu lobha pada tingkatan halus
setelah uda mulai besar, nah bisa menjurus jurus ke sombongan
Lobha itu biasa diserta-i dengan Moha
Dosa itu juga biasa diserta-i dengan Moha juga
cuma Moha yang tidak bersekutu dengan Lobha & Dosa (alias bisa berdiri sendiri :p)
contoh nya :
kalau sudah tau bahwa berdana makanan kepada bhikhu (jasa dan pahala nya lebih besar)
maka tidak mo berdana makanan kepada pengemis (krn jasa dan pahala nya lebih kecil)
mengambil kutipan Master Chen Yen:
"jangan karena mengerti, malah menambah Lobha Dosa dan Moha
justru karena mengerti, harusnya melemahkan Lobha Dosa dan Moha"
Quote from: naviscope on 09 September 2011, 11:15:38 AM
bro, ikutan nimbrung ya, biar rame... :)
yang paling susah di deteksi itu lobha pada tingkatan halus
setelah uda mulai besar, nah bisa menjurus jurus ke sombongan
Lobha itu biasa diserta-i dengan Moha
Dosa itu juga biasa diserta-i dengan Moha juga
cuma Moha yang tidak bersekutu dengan Lobha & Dosa (alias bisa berdiri sendiri :p)
contoh nya :
kalau sudah tau bahwa berdana makanan kepada bhikhu (jasa dan pahala nya lebih besar)
maka tidak mo berdana makanan kepada pengemis (krn jasa dan pahala nya lebih kecil)
mengambil kutipan Master Chen Yen:
"jangan karena mengerti, malah menambah Lobha Dosa dan Moha
justru karena mengerti, harusnya melemahkan Lobha Dosa dan Moha"
mungkin banyak manusia yg begitu supaya dapat berkah, egois buat diri sendiri dan tidak perduli dengan yg lain..
tapi jika ini mungkin masi bisa normal kali ya:
mau memberi sumbangan kepada pengemis karena lebih butuh yg terima si pengemis..
tidak mau memberi sumbangan kepada yg kaya karena yg kaya sudah kaya..
dari pada:
mau memberi sumbangan kepada pengemis karena karma baik lebih besar daripada beri yg kaya..
tidak mau memberi sumbangan kepada yg kaya karena karma baik lebih kecil daripada beri yg pengemis..
Quote from: naviscope on 09 September 2011, 11:15:38 AM
bro, ikutan nimbrung ya, biar rame... :)
yang paling susah di deteksi itu lobha pada tingkatan halus
setelah uda mulai besar, nah bisa menjurus jurus ke sombongan
Lobha itu biasa diserta-i dengan Moha
Dosa itu juga biasa diserta-i dengan Moha juga
cuma Moha yang tidak bersekutu dengan Lobha & Dosa (alias bisa berdiri sendiri :p)
contoh nya :
kalau sudah tau bahwa berdana makanan kepada bhikhu (jasa dan pahala nya lebih besar)
maka tidak mo berdana makanan kepada pengemis (krn jasa dan pahala nya lebih kecil)
mengambil kutipan Master Chen Yen:
"jangan karena mengerti, malah menambah Lobha Dosa dan Moha
justru karena mengerti, harusnya melemahkan Lobha Dosa dan Moha"
ada definisi Moha secara terperinci ? dan sikap sikap apa yang digolongkan kepada Moha ?
Quote from: naviscope on 09 September 2011, 11:15:38 AM
bro, ikutan nimbrung ya, biar rame... :)
yang paling susah di deteksi itu lobha pada tingkatan halus
setelah uda mulai besar, nah bisa menjurus jurus ke sombongan
Lobha itu biasa diserta-i dengan Moha
Dosa itu juga biasa diserta-i dengan Moha juga
cuma Moha yang tidak bersekutu dengan Lobha & Dosa (alias bisa berdiri sendiri :p)
contoh nya :
kalau sudah tau bahwa berdana makanan kepada bhikhu (jasa dan pahala nya lebih besar)
maka tidak mo berdana makanan kepada pengemis (krn jasa dan pahala nya lebih kecil)
berdana kepada Sangha tentunya lebih bagus dari pada kepada Bhikkhu(pribadi)
Bhavana, perbuatan baik yang tertinggi setelah praktek sila dan berdana.
:backtotopic:
Quote from: Rico Tsiau on 09 September 2011, 11:37:41 AM
dalam hal ini berarti Moha lah yang harus ditundukkan terlebih dahulu?
atau semua sejalan, harus dilemahkan bersamaan dengan usaha keras?
sebenarnya bukan moha tapi avijja ;D.
avijja itu kegelapan batin, selama diselimuti oleh kegelapan batin maka semua yang dilakukan itu hanya akan berputar-putar tanpa arah saja, karena pengaruh dari kebenaran yang relatif, kebenaran oleh masing-masing individu bukannya kebenaran yang mutak ;D.
nah untuk mengikisnya yang diperlukan adalah pandangan dan pikiran benar ;D. pandangan dan pikiran yang mengacu pada 4 kebenaran mulia tentang dukkha ;D. sehingga dengan memahami ini maka kita senantiasa menjaga pikiran kita untuk tetap terarah ;D.
caranya dengan menjalankan sila pada kehidupan sehari-hari, yang sebenarnya menjalankan sila ini sama saja dengan meditasi, dimana dalam menjalankan sila dalam kehidupan sehari-hari kita memerlukan konsenterasi, perhatian dan daya upaya yang benar ;D.
selain sila, ada juga samadhi (konsenterasi, perhatian dan daya upaya benar) ini dilakukan ketika kegiatan umat awam (kita) sudah selesai pada aktivitas sehari-hari / mengisi sela-sela waktu kita / sebelum memulai aktivitas ;D.
jadi dengan menjalankan sila dan samadhi ini maka tidak sekejap pun pikiran kita meninggalkan sang jalan, sehingga panna kita (pandangan dan pikiran benar) menjadi lebih kokoh lagi, hingga akhirnya kita bisa melihat kotoran-kotoran batin menjadi lebih halus lagi untuk terus kita bersihkan ;D.
jadi segalanya dimulai dari pandangan yang benar terlebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan dengan usaha yang benar ;D.
---------------
kemudian yang mengkondisikan LDM,
hal ini juga berawal dari avijja, sehingga kita tidak mengetahui mana yang bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat ;D. selama itu pula kita selalu tunduk pada kebenaran indera kita, selama indera kita senang berarti hal yang kita lakukan sudah benar ;D. padahal perasaan senang atau bahagia atau positif yang dihasilkan oleh indera kita sifatnya itu sementara ;D.
nah dari sana muncullah nafsu keinginan, nafsu menginginkan kebahagiaan, kesenangan, rasa positif lebih banyak lagi ;D.
ketika nafsu ini muncul maka LDM seperti akar serabut tanaman, menyebar ke segala arah seiring dengan pertumbuhan akar tunjangnya (nafsu keinginan) sehingga mengokohkan pandangan salah kita ;D.
-----------------
jadi kurang lebih begitu, kalo mau memadamkan LDM, kita benahi dulu pandangan benar kita dan sebaliknya, kalo mau menyuburkan LDM kita pupuk terus si nafsu keinginan ;D.
moha itu bersinonim dengan avijja.
Quote from: dilbert on 09 September 2011, 12:12:37 PM
ada definisi Moha secara terperinci ? dan sikap sikap apa yang digolongkan kepada Moha ?
hehehe.... harus buka kitab abhidhamma lagi bro... lupa2 ingat... tar ya :)
Quote from: No Pain No Gain on 10 September 2011, 03:23:31 PM
moha itu bersinonim dengan avijja.
dalam paticcasamupada, terminonologi avijja berdiri sendiri tanpa diikuti oleh Lobha dan Dosa...
Quote from: No Pain No Gain on 10 September 2011, 03:23:31 PM
moha itu bersinonim dengan avijja.
memang mirip sih, tapi menurut saya itu berbeda, moha itu bagian dari avijja ;D.
kalo dicontohin,
si a sudah mengetahui makan es krim itu bisa menggemukkan karena gulanya tinggi hingga kalorinya juga tinggi ;D. di sini adalah mengenai avijja atau sudah mengetahui dan belum mengetahui ;D.
kemudian karena nafsu keinginan, maka si a ingin mencicipi sedikit.
tapi karena enak dan belom puas, dengan bodohnya dicicipi es krim itu oleh si a hingga seminggu penuh dan akhirnya si a menjadi beneran gemuk ;D.
nah di sini adalah mengenai moha atau kebodohan ;D.
Quote from: bawel on 10 September 2011, 05:52:43 PM
memang mirip sih, tapi menurut saya itu berbeda, moha itu bagian dari avijja ;D.
kalo dicontohin,
si a sudah mengetahui makan es krim itu bisa menggemukkan karena gulanya tinggi hingga kalorinya juga tinggi ;D. di sini adalah mengenai avijja atau sudah mengetahui dan belum mengetahui ;D.
kemudian karena nafsu keinginan, maka si a ingin mencicipi sedikit.
tapi karena enak dan belom puas, dengan bodohnya dicicipi es krim itu oleh si a hingga seminggu penuh dan akhirnya si a menjadi beneran gemuk ;D.
nah di sini adalah mengenai moha atau kebodohan ;D.
orang yang avijja itu bersekutu dengan LDM... sedangkan orang yang tidak avijja lagi tidak bersekutu dengan LDM...
Mungkin seperti ini ?
Quote from: dilbert on 10 September 2011, 05:55:08 PM
orang yang avijja itu bersekutu dengan LDM... sedangkan orang yang tidak avijja lagi tidak bersekutu dengan LDM...
Mungkin seperti ini ?
hm.. iya kira-kira seperti itu, saya juga ragu :P.
ketika avijja maka LDM pasti timbul, tapi ketika tidak avijja maka LDM mulai terkikis ;D.
Quote from: bawel on 10 September 2011, 06:02:38 PM
hm.. iya kira-kira seperti itu, saya juga ragu :P.
ketika avijja maka LDM pasti timbul, tapi ketika tidak avijja maka LDM mulai terkikis ;D.
saya juga sejalan dengan pemikiran ini... seharusnya avijja lebih luas spektrum-nya tidak hanya berkaitan dengan moha saja...
ternyata pembahasan LDM tidak sesederhana pemikiran awal saya yach?
banyak cakupan dan kaitan yang berhubungan dengannya.
saya coba bongkar sana sini dan tanya sama mbah dukun google, trus dikasih ini :
saya kutip dari sebuah web
Akusala Citta
Akusala citta adalah kesadaran / pikiran yang mengandung akusala hetu.
Di dalam Buddha Dhamma dikenal ada 6 hetu (akar), yaitu:
1. Kusala hetu 3: Alobha, Adosa, dan Amoha.
3. Akusala hetu 3: Lobha, Dosa, dan Moha.
Pengertian masing-masing hetu di dalam Paramattha Dhamma:
1. Alobha adalah sikap batin yang tidak melekat terhadap objek.
Catatan: sikap batin tidak melekat terhadap objek bukan berarti menolak objek.
2. Adosa adalah sikap batin yang tidak menolak terhadap objek.
Catatan: sikap batin tidak menolak terhadap objek bukan berarti melekat terhadap objek.
3. Amoha adalah sikap batin bijaksana / panna.
4. Lobha adalah sikap batin yang melekat terhadap objek.
5. Dosa adalah sikap batin yang menolak terhadap objek.
6. Moha adalah sikap batin yang tidak bijaksana, tak dapat membedakan kusala dan akusala, tak dapat
berpegang teguh pada objek serta tak dapat menetapkan hati atas kebenaran.
Di dalam maha kusala citta, maha vipaka citta, dan maha kiriya citta, telah dibahas mengenai peran kusala hetu, yaitu alobha, adosa, dan amoha; dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pada saat alobha muncul, pasti adosa juga muncul bersama (kedua sikap batin ini muncul selalu muncul bersama di dalam citta yang sama). Sebagai contoh: pada saat seorang sedang memaafkan (adosa) pasti saat itu ia tidak melekat (alobha).
Pada saat alobha dan adosa muncul, belum tentu disertai Amoha. Sebagai contoh: pada saat seorang sedang memaafkan (adosa) dan tidak melekat (alobha) belum tentu berhubungan dengan pengetahuan benar (belum tentu orang itu mengerti hakekat perbuatannya itu).
Pada saat pikiran / kesadaran tidak berhubungan dengan pengetahuan benar, tidaklah berarti pikiran / kesadaran itu memiliki pandangan keliru.
Di dalam akusala citta, maka hetu yang terlibat (akusala hetu) berperan dengan prinsip-prinsip, sebagai berikut:
Pada saat lobha muncul, pasti adosa tidak muncul bersama.
Pada saat lobha muncul, pasti moha muncul bersama.
Pada saat dosa muncul, pasti moha muncul bersama
Jenis Akusala citta:
Lobha-mula-citta, yaitu kesadaran / pikiran akusala yang dipimpin oleh lobha
Dosa-mula-citta, yaitu kesadaran / pikiran akusala yang dipimpin oleh dosa
Moha-mula-citta, yaitu kesadaran / pikiran akusala yang dipimpin oleh moha
Terdapat delapan jenis lobha-mula-citta , yaitu:
No. Disertai perasaan Persekutuan dengan Spontan / Dgn. ajakan
(vedana) Pandangan keliru
1. Senang Dengan pandangan keliru Spontan
2. Senang Dengan pandangan keliru Dengan ajakan
3. Senang Tanpa pandangan keliru Spontan
4. Senang Tanpa pandangan keliru Dengan ajakan
5. Netral Dengan pandangan keliru Spontan
6. Netral Dengan pandangan keliru Dengan ajakan
7. Netral Tanpa pandangan keliru Spontan
8. Netral Tanpa pandangan keliru Dengan ajakan
Contoh nomor 1: Dengan perasaan senang dan spontan, pikiran seorang anak menyebabkan memakan bakso dengan lahap, dengan pandangan bahwa perbuatannya ini bukan kamma buruk.
Contoh nomor 3: Dengan perasaan senang dan spontan, pikiran seorang anak menyebabkan memakan bakso dengan lahap.
Perhatikan:
Satu pikiran / kesadaran lobha yang disertai perasaan senang akan memberikan efek / akibat lebih berat dibandingkan dengan yang disertai perasaan netral
Satu pikiran / kesadaran lobha yang bersekutu dengan pandangan keliru akan memberikan efek / akibat lebih berat dibandingkan dengan tidak bersekutu dengan pandangan keliru
Satu pikiran / kesadaran lobha yang muncul spontan akan memberikan efek / akibat lebih berat dibandingkan dengan yang muncul dengan ajakan.
Setelah kita membahas mengenai pikiran / kesadaran lobha dan jika diperbandingkan dengan pikiran maha kusala / maha vipaka dan maha kiriya, maka perlu kita perhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Perasaan senang dapat muncul baik di dalam kusala citta maupun di dalam akusala citta. Jadi perasaan senang tidak selalu bersifat kusala.
Perasaan senang patut dikembangkan apabila menyertai pikiran / kesadaran kusala, sedangkan perasaan senang tidak patut dikembangkan apabila menyertai pikiran / kesadaran akusala.
Apabila terpaksa berpikiran lobha, maka harus berupaya agar kecenderungan pikiran lobha tersebut hanya disertai perasaan netral, jadi tidak bergembira di dalam berpikiran lobha.
Contoh kasus: Ketika bangun pagi, terdengar suara burung bersiul. Amir (bukan nama sebenarnya) tersenyum mendengar suara burung bersiul tersebut dengan pandangan bahwa kamma burung tersebut telah menyebabkan burung tersebut gembira. Namun, Amat (juga bukan nama sebenarnya) tersenyum mendengar suara burung bersiul tersebut dengan pandangan betapa senangnya menikmati pagi hari yang indah ceria itu. Kedua orang itu memiliki pikiran yang disertai perasaan senang, namun kualitas pikiran / kesadarannya tersebut berbeda. Amir berpikiran kusala dan disertai dengan pandangan benar, sedangkan Amat berpikiran akusala.
Jenis-jenis senyum dan tertawa
Dari perasaan senang, maka mengkondisikan senyuman atau tertawa. Senyuman atau tertawa dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan tingkatan batin seseorang, yaitu:
Sita = senyuman tidak terlihat gigi dari seorang Buddha
Hasita = senyuman terlihat gigi, yang mungkin dialami oleh Arahat, Anagami, Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam
Vihasita = tertawa dengan suara perlahan dari Anagami, Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam.
Atihasita = tertawa dengan suara besar dari Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam.
Apahasita = tertawa sampai badan berguncang dari mahluk awam.
Upahasita = tertawa sampai mengeluarkan air mata dari mahluk awam.
Penyebab yang mengkondisikan lobha-mula-citta:
Tumimbal lahir dengan kekuatan kamma yang memiliki lobha sebagai pengiring.
Meninggal dari alam yang dominan diliputi lobha.
Selalu dapat mencerap objek yang baik.
Dapat mengalami objek yang menjadi kesenangannya.
Penyebab yang mengkondisikan pandangan keliru:
Mempunyai kebiasaan berpandangan keliru
Suka bergaul dengan mahluk / orang yang selalu berpandangan keliru.
Tidak suka belajar Dhamma.
Suka berpikir pada hal yang keliru.
Tidak mempertimbangkan objek secara seksama dan sesuai keadaan yang sesungguhnya.
copas dari : http://www.buddhistonline.com/dsgb/ad09.shtml