namo buddhaya,
pertanyaan simpel dari saya, sudah kita ketahui bahwa banyak umat buddha tradisi keturunan tionghoa pasti 95% memiliki altar dewa bumi, dewa langit, dkk beserta juga altar leluhur. nah, yang jadi pertanyaan saya, andaikan seorang umat buddha tradisi tersebut telah mengerti dhamma dan tidak ingin lagi berurusan dengan altar2x tersebut, bagaimana seh cara yang tepat untuk membuang altar2x itu secara buddhisme?? berbagai macam pendapat pun muncul, seperti "harus buang ke laut", "udah langsung bongkar saja", "gak boleh dibongkar, harus tetap dipasang", "harus dengan upacara khusus... ini..itu...bla..bla..bla" dan lain-lain.
yah, saya kira kita perlu membahas tentang cara untuk menyingkirkan altar2x secara budhisme karena beberapa kasus/permasalahan:
1. Terkadang kita sudah menjadi umat Buddha yang mengerti Dhamma, mungkin saja timbul perasaan aneh jika ada altar2x tersebut di rumah. Saya sendiri contohnya : rasanya kurang nyaman aja dengan kehadiran altar2x yang sama sekali tidak saya ketahui asal usulnya. kalau altar buddha, it's different bro. kalau soal altar dewa bumi,dkk.. entah kenapa kok gak nyaman aja.. rasanya seperti ada penunggunya, apalagi yg udah bertahun2x. Entah benar atau gak. yang jelas lebih nyaman deh gak ada altar2x itu. ini pendapatku secara pribadi lho..
2. Atau ada umat yang tinggal di rumah sewaan, tetapi tetap memasang altar dewa bumi, dkk. well, memang gak salah seh.. tetapi jika umat tersebut pindah rumah suatu saat karena masa kontrakan/sewaan telah habis, sering sekali umat tersebut meninggalkan begitu saja altar dewa bumi, dewa langit, dkk di rumah tersebut. yang dibawa paling2x altar leluhur. Tentunya ini sangat mengganggu bagi pemilik rumah dan calon penyewa rumah baru, apalagi calon penyewa rumah atau pemilik rumah bukanlah buddhist/tionghoa. tentunya akan menimbulkan konflik hanya gara2x umat yang otaknya gak bisa berpikir panjang dan dikendalikan oleh tradisi. Dan ini sudah terjadi di keluarga saya, oke saya langsung ceritakan saja :
STORY :
bibi saya menyewa sebuah rumah dan tinggal selama dua tahun. bibi saya ini tentu saja memasang altar dewa bumi,dewa langit, dkk. tentu tidak ketinggalan altar leluhur. nah setelah masa sewa rumahnya habis selama 2 tahun habis, bibi saya pun mencari rumah sewaan yang lain. Nah, masalahnya ini altar dewa bumi, dan dewa langit itu di tinggal di rumah tersebut. Kemudian bibi saya pindah ke rumah baru dan memasang kembali altar dewa bumi dan dewa langit yang baru. Bibi saya ini orang yang sangat ketat dengan tradisi. Walaupun ekonomi pas pasan, tak segan2x dia mengikuti tradisi yg sudah dipercaya. seolah2x bibi saya ini udah menjadi budak tradisi, walaupun dia sekolah sampai sma dan sangat cerdas selama SMA, tetapi pemikirannya tak ada bedanya dengan orang jaman dulu soal tradisi. maaf kata kolot banget deh kalau udah bicara tradisi. maaf oot dikit. back to story lagi.
Masalah muncul ketika rumah lama bibi saya ternyata sudah ada penyewa baru. dan penyewa baru itu orang K tentunya pasti sangat2x gak nyaman dengan adanya kehadiran bekas altar dewa bumi, dkk. tentunya penyewa baru komplain kepada pemilik rumah, lalu pemilik rumah pun meminta bibi saya untuk membereskan altar2x tersebut sebagai pemilik dari altar2x itu. namun jawaban dari bibi saya, "Altar itu tidak boleh di lepas, karena...bla..bla..blaa". Jadi intinya bibi saya mempunyai pemikiran "Altar yang sudah dipasang tidak boleh di lepas lagi", entah benar atau gak seh. tetapi yang jelas ini menimbulkan sedikit konflik. Mama saya yang notabene umat K berusaha menyelesaikan konflik tersebut. Saya tidak tahu persis kelanjutannya gimana, sepertinya mama saya membantu penyewa rumah baru untuk menyingkirkan altar2x tersebut. tentunya mama saya langsung menceritakan hal ini kepada saya, dan coba tebak, lagi2x kesempatan deh mama saya mempromosikan ajaran K yang dianggap simpel dan tidak repot. Lagi2x buddhisme dianggap sebagai agama yang repot dan menyusahkan. Sebal deh jadinya.. tapi saya ya coba tetap sabar aja deh.
Intinya, kesalahan saya anggap bersumber dari bibi saya. Saya tidak menyalahkan tradisi. Kita memang punya hak untuk melakukan tradisi, tetapi orang lain juga punya hak yang sama untuk tidak mengikuti tradisi tersebut. Dalam kasus tersebut, bibi saya memang punya hak untuk memasang altar di rumah sewaan selama masa sewa rumah masih berlaku. Tetapi ketika masa sewa rumah habis, bibi saya juga seharusnya wajib menghormati hak penyewa rumah baru yang tentunya tidak ingin mengikuti tradisi tersebut dengan cara membereskan altar2x yang telah dipasang, jadi biar lebih fair.
QUESTION :
Saya pun secara pribadi jika menjadi penyewa rumah atau pembeli rumah, tidak akan mau deh mendapatkan rumah dengan kondisi altar2x tak jelas yang di tinggalkan oleh pemilik lama. Tetapi andaikan jika, saya lagi apes/sial dapat rumah dengan kondisi terpasang altar2x gak jelas kayak gitu. kira2x gimana ya cara membuang altar tersebut secara buddhisme. Belum lagi ada altar2x dewa bumi,dkk yang sudah cukup berumur dan takutnya ada penunggunya pula tuh. katanya seh, entah benar atau gak. Dan belum lagi, kita jga belum tentu tahu aktivitas apa2x aja yang dilakukan pemilik lama terhadap altar tersebut.. bisa2x saja altar tersebut bekas praktik perdukunan, upacara yg aneh2x, dsb. nah ini yang buat saya bingung, jadi intinya gimana carannya menyingkirkan altar2x tersebut dengan cara yang sopan dan tentunya sesuai dengan buddhisme. agar tidak meninggalkan efek buruk pada kita di kemudian hari. mohon sarannya dan kalau ada pengalaman mohon share...
oke sepertinya itu dulu deh masalahnya. mohon bantuannya.
Terima kasih
namo Buddhaya
_/\_ salam kenal
saya mempunyai jawaban yang simple dengan penulisan yang simple pula, keluarga saya hidup dengan beragam keyakinan, buddha(saya) , kr****n (kakak saya dan suami) ka****k (orangtua saya dan kakak saya juga) , dan di rumah saya (kontrakan) ada altar kongco hian thian siang tee , kongco kwankong , altar boddhisatva alokistesvara . tapi tidak ada yg mempersalahkan , apalagi saya sebagai umat buddha saya juga biasa2 saja tidak merasa risi atau terganggu, agamaku ya agamaku, agama mereka ya agama mereka, kita saling menghormati,saling menghargai, disaat mertua saya datang dan tingal di tempat saya , dia seorang kr****n juga memasang salib di kamarnya. itu bukan hal yang patut di perdebatkan menurut saya.
soal altar yang di tinggalkan, baru kali ini saya tau orang yg meninggalkan altar di tempat sewaan (kontrakan),bahkan orang yg percaya tentang adat istiadat tidak akan pernah mengganti altar dan rupang dewa bumi dll.
saya menyewa rumah, kemanapun saya pergi altar beserta lain2nya selalu saya bawa, dan tidak pernah saya membeli rupang / kimsin yang baru, soal memindahkan altar dan rupang tinggal anda berikan saja ke klenteng.. untuk apa hal seperti itu dibesar2 kan _/\_
mohon maaf jika ada perkataan yg kurang berkenan dihati anda
na paro param ni kubbetha, natimannetha kattacinam kanci, byarosana patighasanna dukkhamicheyya_/\_
Quote from: Kitaro Kurosaki on 19 April 2011, 02:09:59 AM
namo buddhaya,
QUESTION :
Saya pun secara pribadi jika menjadi penyewa rumah atau pembeli rumah, tidak akan mau deh mendapatkan rumah dengan kondisi altar2x tak jelas yang di tinggalkan oleh pemilik lama. Tetapi andaikan jika, saya lagi apes/sial dapat rumah dengan kondisi terpasang altar2x gak jelas kayak gitu. kira2x gimana ya cara membuang altar tersebut secara buddhisme. Belum lagi ada altar2x dewa bumi,dkk yang sudah cukup berumur dan takutnya ada penunggunya pula tuh. katanya seh, entah benar atau gak. Dan belum lagi, kita jga belum tentu tahu aktivitas apa2x aja yang dilakukan pemilik lama terhadap altar tersebut.. bisa2x saja altar tersebut bekas praktik perdukunan, upacara yg aneh2x, dsb. nah ini yang buat saya bingung, jadi intinya gimana carannya menyingkirkan altar2x tersebut dengan cara yang sopan dan tentunya sesuai dengan buddhisme. agar tidak meninggalkan efek buruk pada kita di kemudian hari. mohon sarannya dan kalau ada pengalaman mohon share...
oke sepertinya itu dulu deh masalahnya. mohon bantuannya.
Terima kasih
namo Buddhaya
bongkar kemudian di bakar, lakukan semua dengan niat yang baik dan benar.
selesai.
Kalau memang mau dipindahkan. Saran saya ya minta izin sama dewa yang bersangkutan dulu kalau mau membongkar, sampaikan niat dengan tulus, karena para dewa pasti akan membantu anda kalau memang anda pengikut Sang Buddha dan Triratna. =)
Altarnya bisa disumbang atau dibakar, terserah anda. Rupangnya bisa juga kalau mau ditaruh di kelenteng.
Memang dalam paham Buddhis, objek perlindungan harus ditinjau secara matang. Tidak sembarangan dewa bisa masuk ke dalam suatu altar Buddhis. Misalnya dalam pohon silsilah Gelug atau Kagyu, hanya beberapa dewa yang memang benar-benar menjadi pelindung Dharma Sang Bhagava yang bisa masuk ke dalam jajaran altar Triratna, misal: Mahakala, Tseringma dsb. Kalau secara Mahayana Tionghoa, biasa ada altar dewa Sangharama (Guan Gong), 32 dewa(India) yang ada dalam sutra" Mahayana. Di Mahayana Jepang, dewi Amaterasu dan dewa Hachiman pun bisa masuk dalam jajaran mandala perlindungan karena mereka berikrar untuk melindungi Buddha Dharma.
Di samping semua itu, kalau anda punya rupang Buddha Sakyamuni saja, itu sudah sangat sangat cukup sebagai simbol penghormatan, tanpa ditambahi dewa A atau dewi B. Tapi kalau mau variasi, ya bolehlah ditambah dengan Bodhisattva, apalagi kalau memang anda ada kejodohan dengan Bodhisattva atau Pelindung Dharma tertentu, maka baik sekali kalau punya rupang atau gambar-Nya sebagai simbol penghormatan.
_/\_
The Siddha Wanderer
Quote from: Kitaro Kurosaki on 19 April 2011, 02:09:59 AM
namo buddhaya,
pertanyaan simpel dari saya, sudah kita ketahui bahwa banyak umat buddha tradisi keturunan tionghoa pasti 95% memiliki altar dewa bumi, dewa langit, dkk beserta juga altar leluhur. nah, yang jadi pertanyaan saya, andaikan seorang umat buddha tradisi tersebut telah mengerti dhamma dan tidak ingin lagi berurusan dengan altar2x tersebut, bagaimana seh cara yang tepat untuk membuang altar2x itu secara buddhisme?? berbagai macam pendapat pun muncul, seperti "harus buang ke laut", "udah langsung bongkar saja", "gak boleh dibongkar, harus tetap dipasang", "harus dengan upacara khusus... ini..itu...bla..bla..bla" dan lain-lain.
yah, saya kira kita perlu membahas tentang cara untuk menyingkirkan altar2x secara budhisme karena beberapa kasus/permasalahan:
1. Terkadang kita sudah menjadi umat Buddha yang mengerti Dhamma, mungkin saja timbul perasaan aneh jika ada altar2x tersebut di rumah. Saya sendiri contohnya : rasanya kurang nyaman aja dengan kehadiran altar2x yang sama sekali tidak saya ketahui asal usulnya. kalau altar buddha, it's different bro. kalau soal altar dewa bumi,dkk.. entah kenapa kok gak nyaman aja.. rasanya seperti ada penunggunya, apalagi yg udah bertahun2x. Entah benar atau gak. yang jelas lebih nyaman deh gak ada altar2x itu. ini pendapatku secara pribadi lho..
2. Atau ada umat yang tinggal di rumah sewaan, tetapi tetap memasang altar dewa bumi, dkk. well, memang gak salah seh.. tetapi jika umat tersebut pindah rumah suatu saat karena masa kontrakan/sewaan telah habis, sering sekali umat tersebut meninggalkan begitu saja altar dewa bumi, dewa langit, dkk di rumah tersebut. yang dibawa paling2x altar leluhur. Tentunya ini sangat mengganggu bagi pemilik rumah dan calon penyewa rumah baru, apalagi calon penyewa rumah atau pemilik rumah bukanlah buddhist/tionghoa. tentunya akan menimbulkan konflik hanya gara2x umat yang otaknya gak bisa berpikir panjang dan dikendalikan oleh tradisi. Dan ini sudah terjadi di keluarga saya, oke saya langsung ceritakan saja :
STORY :
bibi saya menyewa sebuah rumah dan tinggal selama dua tahun. bibi saya ini tentu saja memasang altar dewa bumi,dewa langit, dkk. tentu tidak ketinggalan altar leluhur. nah setelah masa sewa rumahnya habis selama 2 tahun habis, bibi saya pun mencari rumah sewaan yang lain. Nah, masalahnya ini altar dewa bumi, dan dewa langit itu di tinggal di rumah tersebut. Kemudian bibi saya pindah ke rumah baru dan memasang kembali altar dewa bumi dan dewa langit yang baru. Bibi saya ini orang yang sangat ketat dengan tradisi. Walaupun ekonomi pas pasan, tak segan2x dia mengikuti tradisi yg sudah dipercaya. seolah2x bibi saya ini udah menjadi budak tradisi, walaupun dia sekolah sampai sma dan sangat cerdas selama SMA, tetapi pemikirannya tak ada bedanya dengan orang jaman dulu soal tradisi. maaf kata kolot banget deh kalau udah bicara tradisi. maaf oot dikit. back to story lagi.
Masalah muncul ketika rumah lama bibi saya ternyata sudah ada penyewa baru. dan penyewa baru itu orang K tentunya pasti sangat2x gak nyaman dengan adanya kehadiran bekas altar dewa bumi, dkk. tentunya penyewa baru komplain kepada pemilik rumah, lalu pemilik rumah pun meminta bibi saya untuk membereskan altar2x tersebut sebagai pemilik dari altar2x itu. namun jawaban dari bibi saya, "Altar itu tidak boleh di lepas, karena...bla..bla..blaa". Jadi intinya bibi saya mempunyai pemikiran "Altar yang sudah dipasang tidak boleh di lepas lagi", entah benar atau gak seh. tetapi yang jelas ini menimbulkan sedikit konflik. Mama saya yang notabene umat K berusaha menyelesaikan konflik tersebut. Saya tidak tahu persis kelanjutannya gimana, sepertinya mama saya membantu penyewa rumah baru untuk menyingkirkan altar2x tersebut. tentunya mama saya langsung menceritakan hal ini kepada saya, dan coba tebak, lagi2x kesempatan deh mama saya mempromosikan ajaran K yang dianggap simpel dan tidak repot. Lagi2x buddhisme dianggap sebagai agama yang repot dan menyusahkan. Sebal deh jadinya.. tapi saya ya coba tetap sabar aja deh.
Intinya, kesalahan saya anggap bersumber dari bibi saya. Saya tidak menyalahkan tradisi. Kita memang punya hak untuk melakukan tradisi, tetapi orang lain juga punya hak yang sama untuk tidak mengikuti tradisi tersebut. Dalam kasus tersebut, bibi saya memang punya hak untuk memasang altar di rumah sewaan selama masa sewa rumah masih berlaku. Tetapi ketika masa sewa rumah habis, bibi saya juga seharusnya wajib menghormati hak penyewa rumah baru yang tentunya tidak ingin mengikuti tradisi tersebut dengan cara membereskan altar2x yang telah dipasang, jadi biar lebih fair.
QUESTION :
Saya pun secara pribadi jika menjadi penyewa rumah atau pembeli rumah, tidak akan mau deh mendapatkan rumah dengan kondisi altar2x tak jelas yang di tinggalkan oleh pemilik lama. Tetapi andaikan jika, saya lagi apes/sial dapat rumah dengan kondisi terpasang altar2x gak jelas kayak gitu. kira2x gimana ya cara membuang altar tersebut secara buddhisme. Belum lagi ada altar2x dewa bumi,dkk yang sudah cukup berumur dan takutnya ada penunggunya pula tuh. katanya seh, entah benar atau gak. Dan belum lagi, kita jga belum tentu tahu aktivitas apa2x aja yang dilakukan pemilik lama terhadap altar tersebut.. bisa2x saja altar tersebut bekas praktik perdukunan, upacara yg aneh2x, dsb. nah ini yang buat saya bingung, jadi intinya gimana carannya menyingkirkan altar2x tersebut dengan cara yang sopan dan tentunya sesuai dengan buddhisme. agar tidak meninggalkan efek buruk pada kita di kemudian hari. mohon sarannya dan kalau ada pengalaman mohon share...
oke sepertinya itu dulu deh masalahnya. mohon bantuannya.
Terima kasih
namo Buddhaya
Dimanapun seorang bijaksana membangun rumahnya,
Disitu ia sepantasnya memberi makan ke orang bijak,
Yang terkendali dalam menjalani kehidupan suci.
Juga kepada para Dewata di sana,
Dia harus memberikan persembahan.
Bila ia hormat, mereka akan menghormatinya.
Bila ia menghargai, mereka akan menghargainya.
Mereka akan menunjukkan kasih sayang kepadanya,
Seperti seorang Ibu kepada anaknya sendiri.
Seseorang yang dikasihi oleh para Dewata,
Selalu mempunyai keberuntungan yang baik.
(Udana VIII,6)
_/\_
saya siap menampung. dan mengganti ongkirnya+biaya yg anda bebankan
_/\_
Quotebongkar kemudian di bakar, lakukan semua dengan niat yang baik dan benar.
selesai.
jadi boleh dong, main bongkar dan bakar begitu aja.
QuoteKalau memang mau dipindahkan. Saran saya ya minta izin sama dewa yang bersangkutan dulu kalau mau membongkar, sampaikan niat dengan tulus, karena para dewa pasti akan membantu anda kalau memang anda pengikut Sang Buddha dan Triratna. =)
Altarnya bisa disumbang atau dibakar, terserah anda. Rupangnya bisa juga kalau mau ditaruh di kelenteng.
minta izinnya itu yg buat saya bingung.. dan makhluk yg bersemayam di altar itu apakah uda 100 % pasti dewa ?? :-? Apa perlu di tambah baca paritta y supaya makhluk tersebut senantiasa berbahagia ??
Quoteitu bukan hal yang patut di perdebatkan menurut saya.
bukan mau berdebat bro, cma mau tahu aja gimana cara yg benar dan tepat untuk membongkar altar. karena bisa saja'kan terjadi lagi kasus yg serupa?? kalau ada kasus serupa, jadi bisa langsung kasih solusi. lagi pula umat buddha gak wajib toh punya altar2x kayak gitu.
Quote
1. Terkadang kita sudah menjadi umat Buddha yang mengerti Dhamma, mungkin saja timbul perasaan aneh jika ada altar2x tersebut di rumah. Saya sendiri contohnya : rasanya kurang nyaman aja dengan kehadiran altar2x yang sama sekali tidak saya ketahui asal usulnya. kalau altar buddha, it's different bro. kalau soal altar dewa bumi,dkk.. entah kenapa kok gak nyaman aja.. rasanya seperti ada penunggunya, apalagi yg udah bertahun2x. Entah benar atau gak. yang jelas lebih nyaman deh gak ada altar2x itu. ini pendapatku secara pribadi lho..
justru saya heran kok umat buddha merasa aneh kalau ada altar dewa bumi? wajar mah
be flexible aja lagi........sy aja biasa cari masukan lewat cam si.
Quoteminta izinnya itu yg buat saya bingung.. dan makhluk yg bersemayam di altar itu apakah uda 100 % pasti dewa ?? :-? Apa perlu di tambah baca paritta y supaya makhluk tersebut senantiasa berbahagia ??
mau dewa atau penunggu nya peta, tetap harus di hormati...
misalkan kasus saya, di toko gudang sering ada tuyul 2 orang berkeliaran....nah tuyul tersebut masuk ke gudang karena izin dari penunggu di gudang saya,,tuyul tersebut juga bantu bisa bantu jagain barang....hahahaha tanpa bayaran lagi.
paling setiap tahun sogokan nya pisang 1 sisir sama onde ondel.. :))
Mau minta-minta sama patung dewa dewa atau minta sama siapa saja, kalau memang kondisi memungkinkan, bisa tercapai...
Hanya satu saja yang tidak bisa diminta, KESUCIAN... Bahkan Buddha-pun tidak bisa menolong kita untuk mencapai kesucian.
Buddha had shown his path to liberation, we must journey the path ourselves.
Quote from: Kitaro Kurosaki on 19 April 2011, 10:10:40 AM
jadi boleh dong, main bongkar dan bakar begitu aja.
kenapa tidak boleh ? siapa larang ? emang ada petunjuk yang sesuai utk tidak boleh bongkar !
Dutiyampi, tapi lakukan semua dengan niat yang baik dan benar.
Quote from: dilbert on 19 April 2011, 10:22:06 AM
Mau minta-minta sama patung dewa dewa atau minta sama siapa saja, kalau memang kondisi memungkinkan, bisa tercapai...
Hanya satu saja yang tidak bisa diminta, KESUCIAN... Bahkan Buddha-pun tidak bisa menolong kita untuk mencapai kesucian.
Buddha had shown his path to liberation, we must journey the path ourselves.
andaikan tidak minta2 pun,
memang kondisi memungkinkan, tetaplah bisa tercapai.
kammadayada, kammasaka, kammayoni, kammabandhu, kammapatisarana 8)
Quote from: adi lim on 19 April 2011, 10:57:50 AM
andaikan tidak minta2 pun,
memang kondisi memungkinkan, tetaplah bisa tercapai.
kammadayada, kammasaka, kammayoni, kammabandhu, kammapatisarana 8)
minta-minta ibarat karbit buah... tapi harus kondisi-nya memang buah-nya menuju matang.... jadi begitu di karbit, bisa lebih cepat matang... kalau buah-nya sudah rusak (tidak bertumbuh lagi), maka di karbit-pun
Quote from: adi lim on 19 April 2011, 10:57:50 AM
andaikan tidak minta2 pun,
memang kondisi memungkinkan, tetaplah bisa tercapai.
kammadayada, kammasaka, kammayoni, kammabandhu, kammapatisarana 8)
jadi tetap boleh minta-minta atau tidak berguna minta-minta, tunggu saja... kalau kondisi memungkinkan, tetap bisa tercapai ?
Quote from: dilbert on 19 April 2011, 11:24:50 AM
minta-minta ibarat karbit buah... tapi harus kondisi-nya memang buah-nya menuju matang.... jadi begitu di karbit, bisa lebih cepat matang... kalau buah-nya sudah rusak (tidak bertumbuh lagi), maka di karbit-pun
jadi tetap boleh minta-minta atau tidak berguna minta-minta, tunggu saja... kalau kondisi memungkinkan, tetap bisa tercapai ?
kammadayada, kammasaka, kammayoni, kammabandhu, kammapatisarana
bold, pasti bisa _/\_
sayank kemampuan kita terbatas 8->
hanya Sammasambuddha yang bisa menjelaskan secara detail :jempol:
Quote from: adi lim on 19 April 2011, 01:30:36 PM
kammadayada, kammasaka, kammayoni, kammabandhu, kammapatisarana
bold, pasti bisa _/\_
sayank kemampuan kita terbatas 8->
hanya Sammasambuddha yang bisa menjelaskan secara detail :jempol:
Kalau saya lagi membutuhkan bantuan, saya minta-minta bantuan sama orang-orang... ada kemungkinan ditolak, ada kemungkinan di-bantu...
kalau minta minta sama dewa-dewi ?
Quote from: adi lim on 19 April 2011, 01:30:36 PM
kammadayada, kammasaka, kammayoni, kammabandhu, kammapatisarana
bold, pasti bisa _/\_
sayank kemampuan kita terbatas 8->
hanya Sammasambuddha yang bisa menjelaskan secara detail :jempol:
ketika umat buddha ditanya tentang hal2 yang rumit (spt hubungan kamma), mungkin jawaban umat buddha akan sama dgn umat tetangga, yakni hanya seorang sammasambuddha yang dapat mengetahuinya..
trus bedanya dengan umat teangga: hanya tuhan yang tau..? loh beda nya apa nih? ;D
Quote from: No Pain No Gain on 19 April 2011, 02:40:42 PM
ketika umat buddha ditanya tentang hal2 yang rumit (spt hubungan kamma), mungkin jawaban umat buddha akan sama dgn umat tetangga, yakni hanya seorang sammasambuddha yang dapat mengetahuinya..
Aneh dan juga lucu kalau ada umat lain yg menjawab "hanya seorang
sammasambuddha yg dapat mengetahuinya", hal ini menyiratkan bahwa umat lain itu juga berkeyakinan pada seorang sammasambuddha
Quote from: Indra on 19 April 2011, 02:46:07 PM
Aneh dan juga lucu kalau ada umat lain yg menjawab "hanya seorang sammasambuddha yg dapat mengetahuinya", hal ini menyiratkan bahwa umat lain itu juga berkeyakinan pada seorang sammasambuddha
sptnya anda tau mksd saya..yah walaupun kalimat saya amburadul..(maaf saya bukan guru bhs indonesia dan jrg menggunakan bhs indonesia, apalagi penerjemah inggris-indonesia..jadi ga punya KBBI..dan ditambah nilai bhs indo saya selalu jelek) ;D
Quote from: No Pain No Gain on 19 April 2011, 02:51:48 PM
sptnya anda tau mksd saya..yah walaupun kalimat saya amburadul..(maaf saya bukan guru bhs indonesia dan jrg menggunakan bhs indonesia, apalagi penerjemah inggris-indonesia..jadi ga punya KBBI) ;D
kalau semua yg nulis di forum harus guru bhs indonesia, jadi siapa muridnya? tidak perlu guru, cukup gunakan apa yg pernah dipalajri semasa sekolah sudah cukup.
KBBI dapat diakses melalui pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi (http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi), gratis
Hidup ini... TRY and ERROR...
Quote from: Indra on 19 April 2011, 02:53:35 PM
kalau semua yg nulis di forum harus guru bhs indonesia, jadi siapa muridnya? tidak perlu guru, cukup gunakan apa yg pernah dipalajri semasa sekolah sudah cukup.
KBBI dapat diakses melalui pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi (http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi), gratis
sdh dibilang bhs indo saya nilainya jelek dl..dan saya paling benci pelajaran bhs indo..jd mohon dimaklumin kalo ada kalimat yang salah.. (lagipula gw ga sepintar dan ga serajin bro indra yang setiap kalimat dikritisi satu2)..karena saya orangnya yang sangat malas maka walaupun dikasih link saya tidak akan baca tuh KBBI (paling nanya ke orang yang expert saja)..
Quote from: Indra on 19 April 2011, 02:46:07 PM
Aneh dan juga lucu kalau ada umat lain yg menjawab "hanya seorang sammasambuddha yg dapat mengetahuinya", hal ini menyiratkan bahwa umat lain itu juga berkeyakinan pada seorang sammasambuddha
Maksud bro NPWP gini, ketika umat Buddha ditanya hal hal yg rumit, mungkin jawaban umat buddha akan sama dgn umat tetangga, yakni hanya seorang sammasambuddha yang dapat mengetahuinya.. artinya umat Buddha jawabnya hanya Samma Sambuddha, sedangkan umat lain dr kepercayaan lain ya jawabnya hanya Tuhan atau penguasa tertinggi menurut ajaran mereka
:outoftopic:
maaf bro apa sudah mengisi board perkenalan _/\_
:backtotopic:
Quote from: No Pain No Gain on 19 April 2011, 02:40:42 PM
ketika umat buddha ditanya tentang hal2 yang rumit (spt hubungan kamma), mungkin jawaban umat buddha akan sama dgn umat tetangga, yakni hanya seorang sammasambuddha yang dapat mengetahuinya..
trus bedanya dengan umat teangga: hanya tuhan yang tau..? loh beda nya apa nih? ;D
dalam beberapa sutta, bahkan Arahat pun tidak bisa menjelaskan mengenai kamma yg dilakukan seseorang sehingga terlahir di alam tertentu, sering kali Sang Buddha lah yg menjelaskan. jawaban "hanya seorang sammasambuddha yg dapat mengetahuinya" bukan dimaksudkan untuk menghindar dari pertanyaan tsb, tapi memang begitulah kenyataannya, bahwa jika arahat pun tidak dapat menjelaskan, apalagi para puthujjana?
perbedaannya dengan umat lain: umat Buddha mengatakan yg sebenarnya ketika mengatakan "hanya seorang sammasambuddha yg dapat mengetahuinya, sedangkan umat lain yg mengatakan "hanya tuhan yg tau" tidak mengatakan yg sebenarnya, karena bahkan tuhan pun tidak tau
Quote from: No Pain No Gain on 19 April 2011, 02:40:42 PM
ketika umat buddha ditanya tentang hal2 yang rumit (spt hubungan kamma), mungkin jawaban umat buddha akan sama dgn umat tetangga, yakni hanya seorang sammasambuddha yang dapat mengetahuinya..
trus bedanya dengan umat teangga: hanya tuhan yang tau..? loh beda nya apa nih? ;D
Dua-duanya sebetulnya tidak tahu dan hanya berkeyakinan saja.
Bedanya? Yang satu membentuk pola pikir yang kita lakukan tidak berguna karena semua telah ditentukan. Sedangkan satu lagi membentuk pola pikir bahwa kita bisa mengubah 'takdir'.
Quote from: Kitaro Kurosaki on 19 April 2011, 02:09:59 AM
QUESTION :
Saya pun secara pribadi jika menjadi penyewa rumah atau pembeli rumah, tidak akan mau deh mendapatkan rumah dengan kondisi altar2x tak jelas yang di tinggalkan oleh pemilik lama. Tetapi andaikan jika, saya lagi apes/sial dapat rumah dengan kondisi terpasang altar2x gak jelas kayak gitu. kira2x gimana ya cara membuang altar tersebut secara buddhisme. Belum lagi ada altar2x dewa bumi,dkk yang sudah cukup berumur dan takutnya ada penunggunya pula tuh. katanya seh, entah benar atau gak. Dan belum lagi, kita jga belum tentu tahu aktivitas apa2x aja yang dilakukan pemilik lama terhadap altar tersebut.. bisa2x saja altar tersebut bekas praktik perdukunan, upacara yg aneh2x, dsb. nah ini yang buat saya bingung, jadi intinya gimana carannya menyingkirkan altar2x tersebut dengan cara yang sopan dan tentunya sesuai dengan buddhisme. agar tidak meninggalkan efek buruk pada kita di kemudian hari. mohon sarannya dan kalau ada pengalaman mohon share...
oke sepertinya itu dulu deh masalahnya. mohon bantuannya.
Terima kasih
namo Buddhaya
_/\_
Setelah saya baca permasalahan di atas, saya berpendapat bahwa hal ini hanyalah masalah rasa nyaman dan tidak nyaman. Solusinya, menurut saya, jika kita merasa tidak nyaman meninggalkan altar tersebut ya bawa serta kalau hendak pindah. Jika merasa tidak nyaman karena berpendapat bahwa ada penunggunya dan perlu minta izin , maka ya minta izin sebelum membongkarnya, jika nyaman-nyaman saja tanpa minta izin, ya tidak perlu minta izin. Jika merasa nyaman altar itu dibakar ya bakar saja, jika nyamannya di sumbangkan, ya sumbangkan.
Quote from: Kelana on 19 April 2011, 03:39:01 PM
_/\_
Setelah saya baca permasalahan di atas, saya berpendapat bahwa hal ini hanyalah masalah rasa nyaman dan tidak nyaman. Solusinya, menurut saya, jika kita merasa tidak nyaman meninggalkan altar tersebut ya bawa serta kalau hendak pindah. Jika merasa tidak nyaman karena berpendapat bahwa ada penunggunya dan perlu minta izin , maka ya minta izin sebelum membongkarnya, jika nyaman-nyaman saja tanpa minta izin, ya tidak perlu minta izin. Jika merasa nyaman altar itu dibakar ya bakar saja, jika nyamannya di sumbangkan, ya sumbangkan.
TRY and ERROR... Kalau Buddha Gautama masih hidup, bisa minta petunjuk...
Quote from: No Pain No Gain on 19 April 2011, 02:40:42 PM
ketika umat buddha ditanya tentang hal2 yang rumit (spt hubungan kamma), mungkin jawaban umat buddha akan sama dgn umat tetangga, yakni hanya seorang sammasambuddha yang dapat mengetahuinya..
trus bedanya dengan umat teangga: hanya tuhan yang tau..? loh beda nya apa nih? ;D
bedanya..
kalau umat buddha bisa aja bilang "skrg memang gua gak tahu, tapi nanti kl gue uda jadi sammasambuddha baru bisa gua jawab" yah tunggu aja kl mau sabar..
kalau umat tetangga bilangnya "hanya tuhan yg tahu, kl die gak mau kasi tau, ya uda gak bisa dah :'( :'( "
kita umat buddha jika sungguh2, benar2 sungguh2 bertekad menjadi sammasambuddha, maka kita bisa. dan bisa menjawab pertanyaan rumit itu kelak (meski ratusan ribu kalpa Y_Y). sedangkan umat tetangga gak akan bisa jadi Tuhan kelak, untuk menjawab semua pertanyaan rumit itu..
kira2 gitu gmn? huehue
Quote from: dilbert on 19 April 2011, 02:34:46 PM
Kalau saya lagi membutuhkan bantuan, saya minta-minta bantuan sama orang-orang... ada kemungkinan ditolak, ada kemungkinan di-bantu...
kalau minta minta sama dewa-dewi ?
tidak ada larangan minta !
yang pasti apa yang ditanam hasilnya bisa dinikmati oleh penanam ! ;D
Quote from: adi lim on 19 April 2011, 05:08:01 PM
tidak ada larangan minta !
yang pasti tidak minta juga akan berbuah kalau memang sudah masak ! ;D
apakah meminta-minta = mempercepat pengkondisian ?
Quote from: dilbert on 19 April 2011, 05:09:00 PM
apakah meminta-minta = mempercepat pengkondisian ?
tidak !
perbuatan yang bisa mendorong kondisi akan 'berbuah' lebih baik atau lebih buruk
Quote from: dilbert on 19 April 2011, 05:09:00 PM
apakah meminta-minta = mempercepat pengkondisian ?
mungkin saja, misalnya, seorang pengemis yg meminta memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan uang daripada pengemis yg duduk diam2
Quote from: adi lim on 19 April 2011, 05:10:55 PM
tidak
misalnya begini...
Kalau saya lagi ada masalah, apakah
1. saya keluar mencari bantuan termasuk mungkin meminta minta ?
2. saya diam di kamar terus, sambil berharap karma saya matang dengan sendiri-nya, sehingga ada yang mengetuk pintu kamar saya, dan menawarkan bantuan ?
Quote from: Indra on 19 April 2011, 05:14:01 PM
mungkin saja, misalnya, seorang pengemis yg meminta memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan uang daripada pengemis yg duduk diam2
apalagi kalau duduk di dalam kamar, sambil berharap karma matang dengan sendiri-nya dan ada tiba tiba BATARA INDRA mengetuk kamar-nya dan memberikan sedekah... wkwkwkwkwkwkw
Quote from: dilbert on 19 April 2011, 05:14:40 PM
misalnya begini...
Kalau saya lagi ada masalah, apakah
1. saya keluar mencari bantuan termasuk mungkin meminta minta ?
2. saya diam di kamar terus, sambil berharap karma saya matang dengan sendiri-nya, sehingga ada yang mengetuk pintu kamar saya, dan menawarkan bantuan ?
perbuatan yang bisa mendorong kondisi akan 'berbuah' lebih baik atau lebih buruk
Quote from: adi lim on 19 April 2011, 05:16:18 PM
perbuatan yang bisa mendorong kondisi akan 'berbuah' lebih baik atau lebih buruk
jadi meminta-minta itu tidak termasuk perbuatan (yang ada kamma-nya)... Kalau saya "meminta-minta" di depan patung dewa dewi, saya minta-kan kebahagiaan dan kesejahteraan buat saya, buat keluarga saya, buat teman saya.... Hampir tidak pernah saya (seingat saya) di depan patung dewa dewi saya mengutuk orang, mengharapkan orang celaka dan sejenisnya.
Quote from: dilbert on 19 April 2011, 05:18:38 PM
jadi meminta-minta itu tidak termasuk perbuatan (yang ada kamma-nya)... Kalau saya "meminta-minta" di depan patung dewa dewi, saya minta-kan kebahagiaan dan kesejahteraan buat saya, buat keluarga saya, buat teman saya.... Hampir tidak pernah saya (seingat saya) di depan patung dewa dewi saya mengutuk orang, mengharapkan orang celaka dan sejenisnya.
kok bisa perbuatan yg tidak ada kamma nya ?? kamsudnya?
Quote from: dilbert on 19 April 2011, 03:56:41 PM
TRY and ERROR... Kalau Buddha Gautama masih hidup, bisa minta petunjuk...
Ya mungkin saja kita bisa meminta petunjuk, tapi tidak menutup kemungkinan juga Beliau tidak menjawab hal-hal seperti ini, minimal Beliau menjawab dengan tidak lugas, karena hal ini berkaitan dengan batin seseorang dan keputusannya ada di tangan pribadi masing-masing, menurut kepantasan pribadi masing-masing.