Karena sekarang amino umat makin tinggi untuk jadi bhikkhu..
Mohon di share dunk SUKA-DUKAnya hidup selibat(jadi bikhhku)..
Aye mulai duluan..
Duka; sudah diwarning sama sang buddha;
"sadarlah bhikkhu,jangan lengah. Janganlah membiarkan pikiranmu terhanyut oleh kenikmatan indria. Apabila kamu membiarkannya maka kamu akan terjatuh ke alam neraka dimana kamu akan menelan bola besi yang panas membara. Ketika itu kamu akan mengeluh "inilah penderitaan" oleh karena itu, janganlah membiarkan hal itu terjadi."dhammapada 371
**Kalo jadi bhikkhu tapi masih senang mengumbar kesenagan indria siap2 masuk ke alam menderita
SUKA; "kegembiaraannya tidak terhingga,ia berbahagia di dalam ajaran sang buddha. Bhikkhu seperti itu akan mencapai ketenangan dan kedamaian sempurna ﹑nibbana,melalui terhentinya kesenangan yang terkondisi
***semoga bermanfaat bagi yg berniat jadi samana ;D
suka duka, fisik / batin ?
Quote from: Mr.Jhonz on 06 April 2011, 10:02:23 PM
Karena sekarang amino umat makin tinggi untuk jadi bhikkhu..Mohon di share dunk SUKA-DUKAnya hidup selibat(jadi bikhhku).
MAAF OOT
saya kira tidak tinggi.
upasampada Bhikkhu STI tahun 2011 baru 2 orang.
malah perkembangan Bhikkhu Indonesia termasuk lamban,
ini bisa dilihat dari jumlah Bhikkhu Indonesia dibandingkan dengan vihara2 dan umat Theravadin
:backtotopic:
^tapi banyak yg buka thread di DC :hammer:
*betul juga ya..
[at] mas tidar
Suka duka fisik dan batin juga boleh ;D
Quote from: Mr.Jhonz on 06 April 2011, 10:02:23 PM
Karena sekarang amino umat makin tinggi untuk jadi bhikkhu..
Mohon di share dunk SUKA-DUKAnya hidup selibat(jadi bikhhku)..
Aye mulai duluan..
Duka; sudah diwarning sama sang buddha;
"sadarlah bhikkhu,jangan lengah. Janganlah membiarkan pikiranmu terhanyut oleh kenikmatan indria. Apabila kamu membiarkannya maka kamu akan terjatuh ke alam neraka dimana kamu akan menelan bola besi yang panas membara. Ketika itu kamu akan mengeluh "inilah penderitaan" oleh karena itu, janganlah membiarkan hal itu terjadi."dhammapada 371
**Kalo jadi bhikkhu tapi masih senang mengumbar kesenagan indria siap2 masuk ke alam menderita
SUKA; "kegembiaraannya tidak terhingga,ia berbahagia di dalam ajaran sang buddha. Bhikkhu seperti itu akan mencapai ketenangan dan kedamaian sempurna ﹑nibbana,melalui terhentinya kesenangan yang terkondisi
***semoga bermanfaat bagi yg berniat jadi samana ;D
Mungkin maksudnya "animo"?
Kalau suka duka itu sepertinya tergantung pola pikir saja. Bagi orang yang cenderung pada kesederhanaan, justru melihat kehidupan yang jauh dari kesenangan indriah, akan merasa senang.
hati-hati.. bisa jadi, ini ibarat lift..
maksudnya:
yang berada di luar lift sedang menunggu ingin masuk ke dalam lift..
yang berada di dalam lift, tidak sabar ingin segera keluar lift.. ;D
barangkali yang belum pernah atau tidak sedang menjalani ke-bhikkhu-an, tidak bisa share secara blak-blakan karena belum mengalami sendiri.
alangkah baiknya, orang yang melakukan sharing adalah orang yang sudah pernah atau sedang menjadi bhikkhu.
saya sendiri tidak qualified karena tidak termasuk ke dalam kategori "pernah menjalani" atau "sedang menjalani".. 8)
Mungkin saya sedikit kualified hahaha
Saya telah menjadi samanera sejak 26 November 2000. Itu berarti sudah lebih dari 10 tahun. Tiga tahun saya lewati di Indonesia dan selebihnya berada di Sri Lanka. Kalau ditanya suka-dukkha menjadi bhikkhu tentu saya juga tidak bisa menjawab tetapi kalau suka-duka menjadi samanera tentu saya mengerti. Karena itu, ini mungkin OOT tetapi saya ingin sharing bagaimana suka-duka menjadi samanera.
Di Indonenesia, tidaklah begitu dihormati karena umat selalu mengharapkan seorang samanera segera mendapatkan upasampada. Karena itu, setiap bertemu samanera, tipikal pertanyaan yang diajukan adalah "Kapan diupasampada?" "Kapan menjadi bhikkhu?" "Mengapa tidak menjadi bhikkhu?" Selama 3 tahun berada di Indonesia, bahkan ketika pulang, saya sering mendapatkan pertanyaan semacam itu. Selama ini umat tidak mengerti dampak psikologis yang dialami oleh samanera. Apa yang diketahui oleh umat hanyalah samanera itu perlu segera mendapatkan upasampada dan menjadi bhikkhu. Dampaknya fatal. Para samanera ingin sesegera mungkin mendapatkan upasampada; kalau STI dianggap lamban untuk memberikan upasampada, mereka tidak segan-segan lari ke luar negeri untuk mendapatkan upasampada. Saya rasa umat juga perlu memikirkan implikasi semacam ini.
Selain dihujani dengan pertanyaan yang tanpa disadari oleh umat mendesak samanera untuk segera mendapatkan upasampada, samanera juga harus turut berperan aktif dalam membina umat. Samanera harus terjun ke daerah-daerah untuk memberikan ceramah. Ketika sedang memberikan ceramah, belum tentu umat memberikan rasa hormat yang sama seperti saat seorang bhikkhu memberikan ceramah. Sering kali saya menemukan, umat merasa ada sesuatu yang kurang apabila seorang samanera yang memberikan ceramah. Ada baiknya pola pikir semacam ini perlu diubah. Saat seseorang sedang memberikan ceramah, janganlah respect kepada orangnya, entah itu bhikkhu, samanera atau romo atau umat biasa. Tetapi, respectlah kepada Dhamma. Saya masih ingat, suatu ketika Pandita Sayadaw dikritik karena vihara beliau sangat mewah. Ruangan Dhammasala kedap suara, didindingi dengan kaca import yang sangat mewah dari luar negeri. Apa komentar beliau? "Kemewahan itu bukan untuk saya, tetapi untuk Dhamma."
Sikap umat Buddha Indonesia sangat berbeda dengan di Sri Lanka. Selama tujuh tahun lebih berada di Sri Lanka, tidak ada satu pun umat yang pernah bertanya kepada saya apakah saya bhikkhu atau samanera. Para profesor dan pembimbing private yang sangat dekat tidak pernah menanyakan hal itu. Apa yang mereka ketahui saya mengenakan jubah. Itu sudah lebih dari cukup untuk mereka. Lalu bagaimana mereka memanggil saya? Bagi mereka yang berbahasa Inggris, mereka memanggil saya "Reverend" atau "Venerable". Bagi yang berbahasa Sinhala, mereka memanggil saya "Sadhu" atau "hamdruwo" atau Swamivahanse". Panggilan semacam ini adalah umum untuk semuanya, baik para bhikkhu maupun samanera. Tidak ada yang dibedakan.
Para Samanera di Sri Lanka, tidak dituntuk untuk segera mendapatkan upasampada. Ada salah seorang samanera di hutan yang telah menjadi samanera sejak tahun 1975. Hingga beberapa tahun lalu, dia tetap menjadi samanera, dan dia sangat menikmati kehidupan menjadi samanera. Dengan menjadi samanera, dia dapat mengembara dengan bebas dari satu hutan ke hutan yang lain. Untuk mendaptkan upasampada juga tidak mudah. Biasanya, di setiap group, upasampada hanya dilakukan sekali dalam setahun. Dan sebelum upasampada, setiap samanera yang ingin mendapatkan upasampada perlu menjalani test. Bagi para samanera yang tinggal di kota, dia perlu hafal seluruh syair dalam Dhammapada beserta artinya. Tidak hanya itu, dia juga harus mampu menggunakan setiap syair untuk bahan ceramah. Apabila mereka lulus tes ini, barulah mereka bisa mendapatkan upasampada. Bagi para samanera di hutan, mereka harus lulus tes meditasi secara praktik dan vinaya secara tertulis. Untuk tes meditasi, mereka harus bermeditasi minimal 6 bulan saat menjadi pandupalasa dan dilanjutkan saat setelah menjadi samanera. Setelah para bhikkhu puas, mereka harus diberi pelajaran vinaya baik vinaya para bhikkhu maupun bhikkhuni. Untuk bisa lulus tes, mereka harus menguasai minimal 35% vinaya para bhikkhu dan bhikkhuni.
Saya sangat menikmati kehidupan saya di Sri Lanka. Saya tidak perlu ceramah. Tugas utama saya, hanya mendampingi para bhikkhu untuk menghadiri undangan makan, baca paritta dan menghadiri acara funeral. Kalau saya tidak bisa membaca paritta, ya saya cukup diam. Tidak masalah. Kalau di hutan justru jauh lebih baik. Saya tidak perlu membaca paritta, saya tidak perlu ikut acara undangan makan, juga tidak perlu menghadiri funeral. Tugas utama saya, cukup menjadi asisten guru meditasi, membantu beliau membersihkan kamarnya, menata buku di perpustakaan atau melakukan sesuatu yang lain bila ada yang perlu dilakukan. Selebihnya, waktu adalah milik saya. Saya boleh bermeditasi dan wajib bermeditasi. Oleh karena itu, saya tidak suka tinggal di Indonesia. Saya lebih senang tinggal di Sri Lanka, tetapi sayang STI tidak mengizinkan saya untuk tinggal di Sri Lanka selamanya.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang para samanera juga diminta untuk memberikan ceramah. Namun, orang Sri Lanka sangat respect saat mereka mendengarkan ceramah. Prof. A.A. Jayasuriya adalah seorang profesor yang telah membuat banyak muridnya menjadi guru besar di universitas terkenal, nama mereka bahkan terkenal di dunia. Namun, setiap hari uposatha dia duduk dengan tenang dari pagi jam 6 hingga sore jam 6. Selama 12 jam, dia akan mendengarkan ceramah siapa pun yang berceramah. Dia tidak pernah mengkritik siapa pun penceramahnya. Banyak juga profesor lain yang juga sangat hebat dalam menguasai agama Buddha mendengarkan ceramah dengan penuh ketulusan dan rasa respect. Mungkin di sinilah perbedaan antara orang yang telah mengerti banyak tentang Dhamma dan mana yang belum.
suka-dukha itu masih tingkat pemikiran umat awam...
jadi jadi samanera/bhiku adalah melatih pikiran ini
bila latihan pikiran ini maju (pesat) maka org tsb akan merasakan "kebahagiaan" sedangkan kalau tidak maju ataupun berjalan ditempat, maka pikiran ini membandingkan ini dan itu, orang bilang ini dan itu... yg akhirnya menjadi "menderita".
kalau jadi samanera ya... pass lagi terik matahari, nah kepalanya terasa panas banget... soalnya kan TIDAK ADA PENANGKIS.... ada KUCING MULUS lewat...arahan mata udah gak boleh MENGIKUTIN....
lagi mau ngantuk..... wiukkks ada umat memantau... wahhh gak jadi tidur dehhhh
enaknya masih bisa online....hahahahaa
IMHO, jadi samanera/bhiku, coba pikiran apa yg anda lakukan akan memberikan dampak paling besar atas penyebaran dhamma.
shadu 3X
[at] Johan: Sebagai samanera, saya masih dalam tahap latihan. Saya membandingkan juga merasa tidak ada salahnya. Bahkan, kalau Johan lihat, masih banyak sekali Sang Buddha menggunakan konsep perbandingan agar orang lebih tahu mana yang baik dan aman yang buruk.
Kemudian soal ngantuk, saya tidak kuatir ngantuk di hadapan umat. Telah beberapa kali saya menjadi asisten guru saya. Saya duduk di sampin guru saya saat beliau sedang memberikan ceramah. Saya ngantuk, saya mungkin malah tertidur di hadapan umat. Dan apakah Johan tahu dari mana saja umatnya? Umatnya ada yang dari Singapura, Australia, Jerman, UK, Amerika dan juga Sri Lanka. Apakah saya merasa malu? Tidak. Mengapa saya harus malu? Kenyataannya saya memang ngantuk. Kenyataannya saya memang ingin tidur. So What?
Saya menjadi samanera tidak bermaksud untuk menyebarkan Dhamma. Tujuan saya menjadi samanera adalah untuk kesejahteraan pribadi saya: Bagaimana saya bisa hidup bahagia, bagaimana saya bisa mengikis kekotoran batin yang ada dalam diri ini. Bagi saya, umat adalah tanggung jawab umat itu sendiri. Kalau mereka ingin bahagia, mereka harus berusaha.
nah pass didepan orang banyak, biasanya sehabis makan kan memang rasa ngantuk bertambah.
adakah solusi "trik" gimana menjadi tidak ngantuk ? mohon bantuannya...
sehingga bagi yg di kantoran dpt bermanfaat atas trik ini? (sorry sedikit OOT)
Ga jadi deh >.<
[at] om johan
Tarik daun telingga,mengertakan gigi,dan ke toilet cuci muka..
tapi,biasanya rasa kantuk juga anicca,bisa datang dan pergi..
Quote from: Mr.Jhonz on 07 April 2011, 04:57:13 PM
[at] om johan
Tarik daun telingga,mengertakan gigi,dan ke toilet cuci muka..
tapi,biasanya rasa kantuk juga anicca,bisa datang dan pergi..
didepan umat bro Jhonz tarik daun telinga, mengertakan gigi?... trus ke toilet?
gw rasa ini bukan contoh yg baik bagi samanera. (sewaktu Bhiku membabarkan dhamma)
mohon solusi yg lebih baik lagi.
Quote from: johan3000 on 07 April 2011, 06:22:00 PM
didepan umat bro Jhonz tarik daun telinga, mengertakan gigi?... trus ke toilet?
gw rasa ini bukan contoh yg baik bagi samanera. (sewaktu Bhiku membabarkan dhamma)
mohon solusi yg lebih baik lagi.
Keknya seorang samana tidak harus tampil sempurna di depan umat lhoo..
Quote from: Mr.Jhonz on 07 April 2011, 07:20:13 PM
Keknya seorang samana tidak harus tampil sempurna di depan umat lhoo..
memang tidak harus tampil sempurna,
tapi kalau ngantuk sewaktu bhiku ceramah sebaiknya dihindarin dehhh
bagaimana menurut yg lain?
Saya ngantuk setiap malam selama retreat ketika bhante sedang ceramah. Saya merasa tidak perlu menghindari rasa ngantuk itu. Saya ngantuk karena saya tidak mengerti apa yang bhante ceramahkan. Ceramah itu dalam bahasa Sinhala meski pesertanya dari berbagai negara.
apakah ada penterjemahnya utk Sinhala ? apakah turis atau dari berbagai negara mengerti bhs tsb? nah kalau malam tidurnya cukup apa masih bakal ngantuk ?
Quote from: johan3000 on 07 April 2011, 11:48:39 AM
suka-dukha itu masih tingkat pemikiran umat awam...
jadi jadi samanera/bhiku adalah melatih pikiran ini
bila latihan pikiran ini maju (pesat) maka org tsb akan merasakan "kebahagiaan" sedangkan kalau tidak maju ataupun berjalan ditempat, maka pikiran ini membandingkan ini dan itu, orang bilang ini dan itu... yg akhirnya menjadi "menderita".
kalau jadi samanera ya... pass lagi terik matahari, nah kepalanya terasa panas banget... soalnya kan TIDAK ADA PENANGKIS.... ada KUCING MULUS lewat...arahan mata udah gak boleh MENGIKUTIN....
lagi mau ngantuk..... wiukkks ada umat memantau... wahhh gak jadi tidur dehhhh
enaknya masih bisa online....hahahahaa
IMHO, jadi samanera/bhiku, coba pikiran apa yg anda lakukan akan memberikan dampak paling besar atas penyebaran dhamma.
shadu 3X
klo komentar tentang samanera n bhikkhu, saceng lancar oi... kemarin di tawari ikut pabbaja, malah nolak2, seribu alasan... tiket pp udah disiapkan, akomodasi jg ada yg nalangi... panitia tinggal di telp, beres dah, eh dia nya kabur...
sekarang komentar nya jago banget... coba dulu ikut pabbaja, ga usa jd samanera tetap... hehehe... ;D
Quote from: dhammasiri on 07 April 2011, 11:05:05 AM
Mungkin saya sedikit kualified hahaha
Saya telah menjadi samanera sejak 26 November 2000. Itu berarti sudah lebih dari 10 tahun. Tiga tahun saya lewati di Indonesia dan selebihnya berada di Sri Lanka. Kalau ditanya suka-dukkha menjadi bhikkhu tentu saya juga tidak bisa menjawab tetapi kalau suka-duka menjadi samanera tentu saya mengerti. Karena itu, ini mungkin OOT tetapi saya ingin sharing bagaimana suka-duka menjadi samanera.
Di Indonenesia, tidaklah begitu dihormati karena umat selalu mengharapkan seorang samanera segera mendapatkan upasampada. Karena itu, setiap bertemu samanera, tipikal pertanyaan yang diajukan adalah "Kapan diupasampada?" "Kapan menjadi bhikkhu?" "Mengapa tidak menjadi bhikkhu?" Selama 3 tahun berada di Indonesia, bahkan ketika pulang, saya sering mendapatkan pertanyaan semacam itu. Selama ini umat tidak mengerti dampak psikologis yang dialami oleh samanera. Apa yang diketahui oleh umat hanyalah samanera itu perlu segera mendapatkan upasampada dan menjadi bhikkhu. Dampaknya fatal. Para samanera ingin sesegera mungkin mendapatkan upasampada; kalau STI dianggap lamban untuk memberikan upasampada, mereka tidak segan-segan lari ke luar negeri untuk mendapatkan upasampada. Saya rasa umat juga perlu memikirkan implikasi semacam ini.
Selain dihujani dengan pertanyaan yang tanpa disadari oleh umat mendesak samanera untuk segera mendapatkan upasampada, samanera juga harus turut berperan aktif dalam membina umat. Samanera harus terjun ke daerah-daerah untuk memberikan ceramah. Ketika sedang memberikan ceramah, belum tentu umat memberikan rasa hormat yang sama seperti saat seorang bhikkhu memberikan ceramah. Sering kali saya menemukan, umat merasa ada sesuatu yang kurang apabila seorang samanera yang memberikan ceramah. Ada baiknya pola pikir semacam ini perlu diubah. Saat seseorang sedang memberikan ceramah, janganlah respect kepada orangnya, entah itu bhikkhu, samanera atau romo atau umat biasa. Tetapi, respectlah kepada Dhamma. Saya masih ingat, suatu ketika Pandita Sayadaw dikritik karena vihara beliau sangat mewah. Ruangan Dhammasala kedap suara, didindingi dengan kaca import yang sangat mewah dari luar negeri. Apa komentar beliau? "Kemewahan itu bukan untuk saya, tetapi untuk Dhamma."
Sikap umat Buddha Indonesia sangat berbeda dengan di Sri Lanka. Selama tujuh tahun lebih berada di Sri Lanka, tidak ada satu pun umat yang pernah bertanya kepada saya apakah saya bhikkhu atau samanera. Para profesor dan pembimbing private yang sangat dekat tidak pernah menanyakan hal itu. Apa yang mereka ketahui saya mengenakan jubah. Itu sudah lebih dari cukup untuk mereka. Lalu bagaimana mereka memanggil saya? Bagi mereka yang berbahasa Inggris, mereka memanggil saya "Reverend" atau "Venerable". Bagi yang berbahasa Sinhala, mereka memanggil saya "Sadhu" atau "hamdruwo" atau Swamivahanse". Panggilan semacam ini adalah umum untuk semuanya, baik para bhikkhu maupun samanera. Tidak ada yang dibedakan.
Para Samanera di Sri Lanka, tidak dituntuk untuk segera mendapatkan upasampada. Ada salah seorang samanera di hutan yang telah menjadi samanera sejak tahun 1975. Hingga beberapa tahun lalu, dia tetap menjadi samanera, dan dia sangat menikmati kehidupan menjadi samanera. Dengan menjadi samanera, dia dapat mengembara dengan bebas dari satu hutan ke hutan yang lain. Untuk mendaptkan upasampada juga tidak mudah. Biasanya, di setiap group, upasampada hanya dilakukan sekali dalam setahun. Dan sebelum upasampada, setiap samanera yang ingin mendapatkan upasampada perlu menjalani test. Bagi para samanera yang tinggal di kota, dia perlu hafal seluruh syair dalam Dhammapada beserta artinya. Tidak hanya itu, dia juga harus mampu menggunakan setiap syair untuk bahan ceramah. Apabila mereka lulus tes ini, barulah mereka bisa mendapatkan upasampada. Bagi para samanera di hutan, mereka harus lulus tes meditasi secara praktik dan vinaya secara tertulis. Untuk tes meditasi, mereka harus bermeditasi minimal 6 bulan saat menjadi pandupalasa dan dilanjutkan saat setelah menjadi samanera. Setelah para bhikkhu puas, mereka harus diberi pelajaran vinaya baik vinaya para bhikkhu maupun bhikkhuni. Untuk bisa lulus tes, mereka harus menguasai minimal 35% vinaya para bhikkhu dan bhikkhuni.
Saya sangat menikmati kehidupan saya di Sri Lanka. Saya tidak perlu ceramah. Tugas utama saya, hanya mendampingi para bhikkhu untuk menghadiri undangan makan, baca paritta dan menghadiri acara funeral. Kalau saya tidak bisa membaca paritta, ya saya cukup diam. Tidak masalah. Kalau di hutan justru jauh lebih baik. Saya tidak perlu membaca paritta, saya tidak perlu ikut acara undangan makan, juga tidak perlu menghadiri funeral. Tugas utama saya, cukup menjadi asisten guru meditasi, membantu beliau membersihkan kamarnya, menata buku di perpustakaan atau melakukan sesuatu yang lain bila ada yang perlu dilakukan. Selebihnya, waktu adalah milik saya. Saya boleh bermeditasi dan wajib bermeditasi. Oleh karena itu, saya tidak suka tinggal di Indonesia. Saya lebih senang tinggal di Sri Lanka, tetapi sayang STI tidak mengizinkan saya untuk tinggal di Sri Lanka selamanya.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang para samanera juga diminta untuk memberikan ceramah. Namun, orang Sri Lanka sangat respect saat mereka mendengarkan ceramah. Prof. A.A. Jayasuriya adalah seorang profesor yang telah membuat banyak muridnya menjadi guru besar di universitas terkenal, nama mereka bahkan terkenal di dunia. Namun, setiap hari uposatha dia duduk dengan tenang dari pagi jam 6 hingga sore jam 6. Selama 12 jam, dia akan mendengarkan ceramah siapa pun yang berceramah. Dia tidak pernah mengkritik siapa pun penceramahnya. Banyak juga profesor lain yang juga sangat hebat dalam menguasai agama Buddha mendengarkan ceramah dengan penuh ketulusan dan rasa respect. Mungkin di sinilah perbedaan antara orang yang telah mengerti banyak tentang Dhamma dan mana yang belum.
hahaha maklum kan di indonesia para bhikku nya cuma sedikit daripada disrilanka jadi wa rasa tanggapan umat awam indonesia seperti itu masih dalam kategori wajar wajar saja, justru bila mereka tidak menanyakan perihal tersebut tidak wajar kenapa karena artinya mereka tidak peduli terhadap perkembangan Buddha Dhamma di Indonesia.
kalau di srilanka kan lain Bhikku nya sudah cukup banyak jadi mereka tidak menanyakan hanya memberi hormat saja cukup wajar menurut ku, dan hal ini bukan berarti mereka tidak memerhatikan para anggota sangha lohh.
Quoteapakah ada penterjemahnya utk Sinhala ? apakah turis atau dari berbagai negara mengerti bhs tsb? nah kalau malam tidurnya cukup apa masih bakal ngantuk ?
Tidak ada penerjemahnya. Meski pun mereka dari berbagai negara, mereka bisa berbahasa Sinhala karena mereka adalah orang Sinhala yang telah menjadi warga negara asing. Apakah saya tidur cukup atau tidak, apabila saya tinggal di tempat yang udaranya kurang lancar atau sirkulasi udara kurang dan ruangan itu agak panas, saya akn mudah ngantuk. Saya tidak tahu sebabnya. Sampai saat ini saya tidak bisa mengatasi masalah ini. Saya juga alergi tinggal di ruang ber-AC. Yang sangat cocok buat saya adalah ruangan terbuka, di mana udara mengalir dengan bebas. Di tempat itu, saya akan sulit ngantuk.
Quoteklo komentar tentang samanera n bhikkhu, saceng lancar oi... kemarin di tawari ikut pabbaja, malah nolak2, seribu alasan... tiket pp udah disiapkan, akomodasi jg ada yg nalangi... panitia tinggal di telp, beres dah, eh dia nya kabur...
sekarang komentar nya jago banget... coba dulu ikut pabbaja, ga usa jd samanera tetap... hehehe... ;D
Emang benar umat Indonesia lebih hebat dalam mengkritik tetapi ketika mereka diminta untuk terjun sendiri, mereka kabur, mereka tidak punya nyali untuk mencoba. Kalau mencoba juga tidak ada keseriusan. Karena itu, betapa pun jeleknya seorang samanera/bhikkhu, mereka tetap punya keberanian untuk mencoba. Saya sangat menghargai keberaniannya itu.
Quotehahaha maklum kan di indonesia para bhikku nya cuma sedikit daripada disrilanka jadi wa rasa tanggapan umat awam indonesia seperti itu masih dalam kategori wajar wajar saja, justru bila mereka tidak menanyakan perihal tersebut tidak wajar kenapa karena artinya mereka tidak peduli terhadap perkembangan Buddha Dhamma di Indonesia.
kalau di srilanka kan lain Bhikku nya sudah cukup banyak jadi mereka tidak menanyakan hanya memberi hormat saja cukup wajar menurut ku, dan hal ini bukan berarti mereka tidak memerhatikan para anggota sangha lohh.
Kalau memang itu adalah tanda bahwa mereka peduli terhadap perkembangan Buddha Dhamma di Indonesia, berarti hanya para bhikkhu saja yang dapat berperan untuk perkembangan Buddha Dhamma. Kalau memang begitu, untuk apa pula para samanera terjun ke lapangan untuk membabarkan Dhamma, memberikan ceramah? Saya yakin, ini bukan karena jumlah bhikkhu yang menjadi alasan, tetapi inii adalah karena budaya. Buddhaya masyarakat Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh Thailand. Di Thailand menjadi bhikkhu snagat gampang, dan upasampada dapat dilakukan setiap saat sehingga samanera dianggap tidak ada harganya, samanera hanyalah anak bawang. Di Sri Lanka para samanera berperan aktif, bahkan beberapa abad silam, yang meneyelamatkan agama Buddha di Sri Lanka adalah para samanera, termasuk yang berdebat dengan agama kr****n dan memenangkan debat adalah para samanera. Peran nyata semacam itu, telah membuka mata umat Sri Lanka bahwa samanera dan bhikkhu berjalan bersama.
Meski pun kondisi di Indonesia seperti itu, apakah saya akan segera minta diupasampada setelah pulang ke Indonesia? Tidak. Saya tetap akan menikmati kehidupan saya sebagai samanera. Mungkin saya akan tetap menjadi samanera selama saya mengenakan jubah ini.
dari sejauh cerita Sami ceritakan tampaknya Sri Langka merupakan tempat yang cocok unt menjalankan vinaya dengan baik.
boleh PM saya alamat vihara-nya ?
Anumodana _/|\_
Quotedari sejauh cerita Sami ceritakan tampaknya Sri Langka merupakan tempat yang cocok unt menjalankan vinaya dengan baik.
boleh PM saya alamat vihara-nya ?
Anumodana _/|\_
Jangan beranggapan bahwa semua vihara di Sri Lanka baik. Kalau di kota ya, mungkin Indonesia lebih dalam menjalankan vinaya. Tetapi, ingat tidak semua vihara kota itu jelek. Ada yang baik. Ada yang menjalankan vinaya dengan sangat baik meski di kota. Kalau ingin benar-benar yang strik dalam menjalankan vinaya, saya lebih menyarankan ke hutan. Masih banyak sekali vihara hutan yang sangat bagus di Sri Lanka. Sebenarnya saya tidak suka tinggal di kota tetapi karena saya harus melakukan sesuatu, saya harus tinggal di kota. Tidak perlu di PM alamat saya karena beberapa waktu yang lalu juga telah saya publikasikan alamat vihara saya. Ini adalah alamat lengkap saya:
S. Dhammasiri of Indonesia
c/o: Bellanwila Rajamaha Vihara
Boralesgamuwa,
Sri Lanka 10290
Quote from: dhammasiri on 08 April 2011, 06:55:49 AM
Di Sri Lanka para samanera berperan aktif, bahkan beberapa abad silam, yang meneyelamatkan agama Buddha di Sri Lanka adalah para samanera, termasuk yang berdebat dengan agama kr****n dan memenangkan debat adalah para samanera. Peran nyata semacam itu, telah membuka mata umat Sri Lanka bahwa samanera dan bhikkhu berjalan bersama.
Bukannya yang debat itu bhikku ya ? Migettuwatte Gunananda Thero itu samanera atau bhikku ?
QuoteBukannya yang debat itu bhikku ya ? Migettuwatte Gunananda Thero itu samanera atau bhikku ?
Waktu berdebat masih samanera.
Quote from: dhammasiri on 08 April 2011, 06:21:04 PM
Waktu berdebat masih samanera.
WOW, hebat ya masih samanera sudah sangat mahir dalam literatur Buddhis...
saya cari kok tidak ada transkrip debatnya? seru ya katanya? ada yang tau teks debatnya? thx
Quote from: dhammasiri on 08 April 2011, 11:46:33 AM
Jangan beranggapan bahwa semua vihara di Sri Lanka baik. Kalau di kota ya, mungkin Indonesia lebih dalam menjalankan vinaya. Tetapi, ingat tidak semua vihara kota itu jelek. Ada yang baik. Ada yang menjalankan vinaya dengan sangat baik meski di kota. Kalau ingin benar-benar yang strik dalam menjalankan vinaya, saya lebih menyarankan ke hutan. Masih banyak sekali vihara hutan yang sangat bagus di Sri Lanka. Sebenarnya saya tidak suka tinggal di kota tetapi karena saya harus melakukan sesuatu, saya harus tinggal di kota. Tidak perlu di PM alamat saya karena beberapa waktu yang lalu juga telah saya publikasikan alamat vihara saya. Ini adalah alamat lengkap saya:
S. Dhammasiri of Indonesia
c/o: Bellanwila Rajamaha Vihara
Boralesgamuwa,
Sri Lanka 10290
mau tanya samanera...
1. Di Srilanka terjadi perang antara tamil dan pemerintah. Bagaimana posisi para Bhikkhu dengan kenyataan ini? Apakah para pejuang Tamil mengganggu para Bhikkhu atau kah tidak? Dan Bagaimana posisi Bhikkhu terhadap peperangan dua kelompok ini? Bisa bantu di sharing, terutama posisi Bhikkhu hutan yg mungkin saja sering ketemu dengan para pejuang Tamil.
2. apakah perbedaan paling nyata antara Bhikkhu kota dan Bhikkhu hutan? Karena begini, saya membayangkan seandainya saya menjadi Bhikkhu, saya akan memilih untuk menjadi Bhikkhu hutan, yg jauh dari hiruk pikuk kota dan hidup lebih sederhana (meski pasti lebih keras). Dan apakah Bhikkhu hutan masih wajib berkeliling sibuk berceramah ke umat awam?
anumodana
::
Quote from: Mahadeva on 15 April 2011, 02:09:24 PM
saya cari kok tidak ada transkrip debatnya? seru ya katanya? ada yang tau teks debatnya? thx
Iya, saya juga cari transkripnya tapi ga dapet...
Quote from: rooney on 15 April 2011, 02:35:42 PM
Iya, saya juga cari transkripnya tapi ga dapet...
ni saya barusan ketemu, lumayan biarpun dirangkum....tapi di amazon ada bukunya kok...
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=7062.0
Quote1. Di Srilanka terjadi perang antara tamil dan pemerintah. Bagaimana posisi para Bhikkhu dengan kenyataan ini? Apakah para pejuang Tamil mengganggu para Bhikkhu atau kah tidak? Dan Bagaimana posisi Bhikkhu terhadap peperangan dua kelompok ini? Bisa bantu di sharing, terutama posisi Bhikkhu hutan yg mungkin saja sering ketemu dengan para pejuang Tamil.
Ada bhikkhu yang mendukung pemerintah dan ada bhikkhu yang bersikap netral. Mereka mendukung pemerintah karena mereka merasa capek melihat bom yang selalu menghantui kehidupan masyarakat. Sikap LTTE terhadap para bhikkhu sebenarnya tergantung sikap bhikkhu itu sendiri. Kalau para bhikkhu tersebut bertindak membantu pemerintah, LTTE akan membunuh dan menyakiti mereka. Pernah juga ada satu bus bhikkhu dan samanera yang dihabisi dan hanya satu yang bertahan hidup. Untuk bhikkhu-bhikkhu hutan, mereka bersikap netral sehingga tidak menjadi target LTTE.
Quote2. apakah perbedaan paling nyata antara Bhikkhu kota dan Bhikkhu hutan? Karena begini, saya membayangkan seandainya saya menjadi Bhikkhu, saya akan memilih untuk menjadi Bhikkhu hutan, yg jauh dari hiruk pikuk kota dan hidup lebih sederhana (meski pasti lebih keras). Dan apakah Bhikkhu hutan masih wajib berkeliling sibuk berceramah ke umat awam?
Yang paling nyata adalah bhikkhu kota sibuk melayani umat dan bhikkhu hutan lebih fokus ke praktik. Untuk bhikkhu hutan, yang sibuk hanya kepala vihara dan guru meditasi. Yang lainnya, ceramah hanya saat dibutuhkan, juga bukan kewajiban.
Quote from: rooney on 15 April 2011, 02:35:42 PM
Iya, saya juga cari transkripnya tapi ga dapet...
Coba tanya anak Patria berikut ini:
http://www.facebook.com/#!/laurens.kwoo
Dulu waktu ke Sri Lanka saya beri 2 buku. Mungkin dia bisa memberikan foto kopinya.
Baca biograpi Ven. Gunananda di wikipedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Migettuwatte_Gunananda_Thera
memang kehidupan kebhikkhuan tidaklah mudah.. di tempat2 yang sudah banyak bhikkhu maupun yang masih sedikit bhikkhunya.. selalu ada saja kesulitan-kesulitan yang dihadapi...
jadi berpikir kembali... :-?
nice post.. thanks for share~ _/\_ _/\_