Saya telah berkeluarga dan punya anak, namun saya berkeinginan menjadi Bhikku. Apa yang bisa saya lakukan? saya bukanlah orang kaya yang bisa memberikan jaminan perekonomian yang layak bagi anak dan istri saya, saya adalah pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga. karena yang saya tahu selain mendapat persetujuan dari keluarga salah satu syarat untuk bisa meninggalkan kehidupan berumah tangga adalah bisa memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi keluarga yang ditinggalkan. sodara2ku adakah yang bisa memberikan solusi untuk hal ini...? terkadang saya menangis ketika saya teringat akan cita2 luhur yang tidak bisa saya laksanakan ini, tapi saya juga tidak bisa meninggalkan keluarga saya begitu saja.
Kalau masih menangis memang baiknya di rumah saja.
Quote from: Rajoharanam on 06 April 2011, 08:41:42 PM
Saya telah berkeluarga dan punya anak, namun saya berkeinginan menjadi Bhikku. Apa yang bisa saya lakukan? saya bukanlah orang kaya yang bisa memberikan jaminan perekonomian yang layak bagi anak dan istri saya, saya adalah pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga. karena yang saya tahu selain mendapat persetujuan dari keluarga salah satu syarat untuk bisa meninggalkan kehidupan berumah tangga adalah bisa memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi keluarga yang ditinggalkan. sodara2ku adakah yang bisa memberikan solusi untuk hal ini...? terkadang saya menangis ketika saya teringat akan cita2 luhur yang tidak bisa saya laksanakan ini, tapi saya juga tidak bisa meninggalkan keluarga saya begitu saja.
apa tujuan anda menjadi bhikkhu? apa cita2 luhur yg anda maksud?
cita2 luhur bro rajo jadi bikkhu
kalo mang udah punya niat luhur napa harus nikah n berkeluarga? kalo mang dah terlanjur berkeluarga y harus tanggung jawab sampe anak2 dewasa donk
mang kalo bro tinggalin keluarga ada yang bisa nafkahin? kan bro yang bialng tulang punggung keluarga..
ada juga kasus bikkhu yang br di upasampada setelah status dikeluarga dipanggil 'kakek', tidak ada kata terlambat daripada tidak sama sekali
Sebelum mengambil keputusan tersebut, mesti memikirkan terlebih dahulu berbagai faktor, terutama masalah tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga dan bagaimana perasaan keluarga yg akan anda tinggalkan..
Dan apakah anda siap menjalani 227 sila ?? saya pernah mendengar sebuah kalimat dari seorang Romo bahwa untuk mempraktikkan Dhamma tidak harus menjadi Bhikkhu. Karena itu, agar mengurangi "hasrat" anda untuk menjadi Bhikkhu, sebaiknya laksanakan dulu 5 sila atau 8 sila atau bahkan 10 sila dalam kehidupan sehari2 anda dan rutin melatih Meditasi.. Jika anda sudah mampu melaksanakan hal tersebut dengan baik, maka anda boleh memilikrkan kembali untuk menjadi Bhikkhu..
CMIIW ^:)^
keinginan asalnya dari dalam diri Anda.
Tentu Anda yang paling tahu mengapa Anda ingin menjadi Bhikkhu dan jangan bohongi diri Anda sendiri.
Ke-ingin-an itu tidak pernah ada habis-nya, kecuali Anda telah menjadi Arahat
tunggulah 10 atau 20 tahun lagi, lihat apakah setelahnya anda masih berkeinginan untuk menjadi bhikkhu. jika setelah 20 tahun dan anda masih berkeinginan menjadi bhikkhu, tinggalkanlah keluarga anda dengan persetujuan istri dan anak tentunya, pada saat itu anak anda pasti sudah bekerja dan dapat menghidupi ibunya
Kenapa tidak menjadi "bhikkhu" di keluarga anda saja?
Salah satu tujuan praktik selibat adalah mengurangi/melenyapkan kemelekatan terhadap enam indra,nah anda bisa berlatih mengurangi kemelekatan enam indra dirumah dengan status suami dan ayah,(berlatih meditasi salah satunya....)gampang tho....
Jika anda merasa alergi terhadap lingkungan anda,baca kutipan Ajahn chah;
"jika anda merasa alergi pada suatu tempat,Anda akan merasa alergi di semua tempat. Namun bukan tempat di luar anda yang menyebabkan masalah,melainkan "tempat" di dalam Anda."
Kalo boleh tahu apa motivasi anda ingin jadi bhikkhu?
ya kalau mau begitu jangan berkeluarga.
boleh tau bro Rajoharanam udah pernah ikut PABAJA ?
Jalanin dulu aja pelatihan Pabajja .... seperti kata Sacheng ;D
ato bisa mengikuti retreat2 meditasi
hati-hati... menjadi bhikkhu itu bukan pelarian dari tanggung jawab ya... ;D
emank perlu waktu, jangan buru2, sekarang memang tidak bisa karena tanggung jawab keluarga.
jadi lah umat yang baik dengan praktek 5 sila, belajar Dhamma dan latihan Bhavana
hari uposatha latihan praktek 8 sila
jika ada waktu lebih lagi, boleh latihan Pabbaja :jempol:
nangis tidak akan menyelesaikan derita/masalah !
malah menambah penderitaan !
_/\_
buda aja bisa, km jg harus bisa, ayo lakukan saja =))
Quote from: ryu on 07 April 2011, 07:22:53 AM
buda aja bisa, km jg harus bisa, ayo lakukan saja =))
:hammer:
Quote from: ryu on 07 April 2011, 07:22:53 AM
buda aja bisa, km jg harus bisa, ayo lakukan saja =))
:hammer:
Quote from: ryu on 07 April 2011, 07:22:53 AM
buda aja bisa, km jg harus bisa, ayo lakukan saja =))
Bedanya adalah keluarga Bodhisatta ini keluarga kerajaan, tentu tidak perlu dikhawatirkan dalam menghidupi istri dan anaknya secara layak.
Ghatikara, seorang pengrajin tembikar, tidak bisa menjadi bhikkhu karena harus merawat orang tuanya yg jompo dan buta. namun walaupun tidak menjadi bhikkhu, Ghatikara berhasil mematahkan lima belenggu yg lebih rendah dan menjadi seorang Anagami.
baca kisah lengkapnya di MN 81 Ghaṭīkāra Sutta (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg293199#msg293199)
Dari kisah Ghatikara ini, bukankah lebih baik menjadi seorang perumah tangga yg menjalani kehidupan suci daripada menjadi seorang bhikkhu yg terbelenggu oleh kenikmatan duniawi?
Quote from: Indra on 07 April 2011, 07:24:58 AM
:hammer:
Quote from: andry on 07 April 2011, 08:31:24 AM
:hammer:
:hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer:
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 08:46:25 AM
Bedanya adalah keluarga Bodhisatta ini keluarga kerajaan, tentu tidak perlu dikhawatirkan dalam menghidupi istri dan anaknya secara layak.
tetap saja secara perasaan sama aja, anaknya khan di tinggalin dari kecil ;D istrinyapun ditinggalin secara diam2 ;D
Quote from: ryu on 07 April 2011, 09:03:37 AM
:hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: :hammer: tetap saja secara perasaan sama aja, anaknya khan di tinggalin dari kecil ;D istrinyapun ditinggalin secara diam2 ;D
maksudnya nafkah batin? :hammer:
Quote from: ryu on 07 April 2011, 09:03:37 AM
tetap saja secara perasaan sama aja, anaknya khan di tinggalin dari kecil ;D istrinyapun ditinggalin secara diam2 ;D
Bukan masalah perasaannya yang saya maksud, tapi masalah tanggungjawabnya.
Quote from: Rajoharanam on 06 April 2011, 08:41:42 PM
Saya telah berkeluarga dan punya anak, namun saya berkeinginan menjadi Bhikku. Apa yang bisa saya lakukan? saya bukanlah orang kaya yang bisa memberikan jaminan perekonomian yang layak bagi anak dan istri saya, saya adalah pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga. karena yang saya tahu selain mendapat persetujuan dari keluarga salah satu syarat untuk bisa meninggalkan kehidupan berumah tangga adalah bisa memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi keluarga yang ditinggalkan. sodara2ku adakah yang bisa memberikan solusi untuk hal ini...? terkadang saya menangis ketika saya teringat akan cita2 luhur yang tidak bisa saya laksanakan ini, tapi saya juga tidak bisa meninggalkan keluarga saya begitu saja.
[at] Rajoharanam
Cita-cita luhur kalau menurut Buddha bukan semata-mata menjadi bhikkhu saja. Merawat orang tua, setia pada satu istri, berpenghidupan benar, selalu menjaga sila, mengembangkan samadhi & panna, semua adalah cita-cita luhur yang juga bisa dijalankan selama menjadi seorang perumahtangga.
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 09:05:53 AM
Bukan masalah perasaannya yang saya maksud, tapi masalah tanggungjawabnya.
ketika buda meninggalkan pun menunjukan tidak ada tanggung jawabnya sebagai suami ;D
Quote from: ryu on 07 April 2011, 09:12:20 AM
ketika buda meninggalkan pun menunjukan tidak ada tanggung jawabnya sebagai suami ;D
buda tidak meninggalkan keluarga, Siddhartha lah yang meninggalkan keluarga..
kupu2 jangan disamakan dengan ulat bulu.. 8)
Quote from: Lex Chan on 07 April 2011, 09:16:56 AM
buda tidak meninggalkan keluarga, Siddhartha lah yang meninggalkan keluarga..
kupu2 jangan disamakan dengan ulat bulu.. 8)
tetap aja orang yang sama ;D
Quote from: ryu on 07 April 2011, 09:12:20 AM
ketika buda meninggalkan pun menunjukan tidak ada tanggung jawabnya sebagai suami ;D
Ini saya pernah ditanya oleh seorang Kathol1k. Kalau suami meninggalkan anak-istri untuk bersenang-senang sendiri, untuk lari dari kewajibannya sebagai suami, maka ia memang tidak bertanggungjawab. Tetapi kalau suami melihat anak-istri sakit, lalu pergi meninggalkan mereka untuk mencari obat di tempat jauh untuk menyembuhkan keluarganya, apakah cocok dikatakan lari dari tanggungjawab?
Pangeran Siddhatta kabur dari istana bukan karena kurang puas atau mencari kesenangan di luar, tetapi ia melihat bahwa dirinya sendiri, keluarganya, bahkan semua orang terkondisi oleh tua, sakit, dan mati. Karena keterkondisian tersebut, maka itu adalah dukkha, dan ia berniat mencari jalan keluar dari keterkondisian tersebut dengan menjadi petapa.
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 09:29:35 AM
Ini saya pernah ditanya oleh seorang Kathol1k. Kalau suami meninggalkan anak-istri untuk bersenang-senang sendiri, untuk lari dari kewajibannya sebagai suami, maka ia memang tidak bertanggungjawab. Tetapi kalau suami melihat anak-istri sakit, lalu pergi meninggalkan mereka untuk mencari obat di tempat jauh untuk menyembuhkan keluarganya, apakah cocok dikatakan lari dari tanggungjawab?
Pangeran Siddhatta kabur dari istana bukan karena kurang puas atau mencari kesenangan di luar, tetapi ia melihat bahwa dirinya sendiri, keluarganya, bahkan semua orang terkondisi oleh tua, sakit, dan mati. Karena keterkondisian tersebut, maka itu adalah dukkha, dan ia berniat mencari jalan keluar dari keterkondisian tersebut dengan menjadi petapa.
betul, dan alasan itu pun bisa dipakai oleh Rajoharanam ;D
Quote from: ryu on 07 April 2011, 09:34:54 AM
betul, dan alasan itu pun bisa dipakai oleh Rajoharanam ;D
Obatnya sudah ditemukan oleh Buddha Gotama, apa lagi yang mau dicari?
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 09:29:35 AM
Ini saya pernah ditanya oleh seorang Kathol1k. Kalau suami meninggalkan anak-istri untuk bersenang-senang sendiri, untuk lari dari kewajibannya sebagai suami, maka ia memang tidak bertanggungjawab. Tetapi kalau suami melihat anak-istri sakit, lalu pergi meninggalkan mereka untuk mencari obat di tempat jauh untuk menyembuhkan keluarganya, apakah cocok dikatakan lari dari tanggungjawab?
Pangeran Siddhatta kabur dari istana bukan karena kurang puas atau mencari kesenangan di luar, tetapi ia melihat bahwa dirinya sendiri, keluarganya, bahkan semua orang terkondisi oleh tua, sakit, dan mati. Karena keterkondisian tersebut, maka itu adalah dukkha, dan ia berniat mencari jalan keluar dari keterkondisian tersebut dengan menjadi petapa.
ada referensi sutta bahwa siddharta mencari obat / jalan keluar untuk menyembuhkan anak istrinya atau keluarganya?
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 09:41:06 AM
Obatnya sudah ditemukan oleh Buddha Gotama, apa lagi yang mau dicari?
obatnya mau di makan ;D , kalau dalam kondisi rumah tangga keknya lebih susah di bandingkan dengan kondisi jadi biku, lebih banyak rintangannya ;D
Quote from: morpheus on 07 April 2011, 09:44:49 AM
ada referensi sutta bahwa siddharta mencari obat / jalan keluar untuk menyembuhkan anak istrinya atau keluarganya?
Secara spesifik untuk orang lain (termasuk anak-istri) saya belum ketemu, tapi tentang kesadarannya akan keterkondisan tersebut sehingga ia meninggalkan kehidupan perumahtangga (walaupun ditangisi oleh keluarganya) ada di MN 26, Ariyapariyesanasutta.
Quote from: ryu on 07 April 2011, 09:45:46 AM
obatnya mau di makan ;D , kalau dalam kondisi rumah tangga keknya lebih susah di bandingkan dengan kondisi jadi biku, lebih banyak rintangannya ;D
Seperti saya bilang, menurut Buddha, 'makan obat' tidak harus selalu di kehidupan petapa.
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 09:58:43 AM
Seperti saya bilang, menurut Buddha, 'makan obat' tidak harus selalu di kehidupan petapa.
artinya buda boleh meninggalkan istri dan anak, orang lain tidak boleh ya?
**jangan2 rajoharanam cloningan nya ncek ry* =))
Quote from: ryu on 07 April 2011, 10:01:31 AM
artinya buda boleh meninggalkan istri dan anak, orang lain tidak boleh ya?
Boleh, tapi gak boleh asal.
Quote from: ryu on 07 April 2011, 10:01:31 AM
artinya buda boleh meninggalkan istri dan anak, orang lain tidak boleh ya?
Tidak ada larangan tentang itu. Semua fenomena diawali dengan pikiran. Apakah niat seseorang untuk mencapai sesuatu yang mulia, ataukah keinginan rendah meninggalkan tanggungjawab, siapa yang tahu? Siapa pula yang bisa paksa? Maka seperti sering Buddha katakan, "kerjakanlah apa yang kau anggap sesuai."
Quote from: Mr.Jhonz on 07 April 2011, 10:10:25 AM
**jangan2 rajoharanam cloningan nya ncek ry* =))
:hammer: :hammer: :hammer:
fitnah lebih kejam dari .....
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 10:14:51 AM
Tidak ada larangan tentang itu. Semua fenomena diawali dengan pikiran. Apakah niat seseorang untuk mencapai sesuatu yang mulia, ataukah keinginan rendah meninggalkan tanggungjawab, siapa yang tahu? Siapa pula yang bisa paksa? Maka seperti sering Buddha katakan, "kerjakanlah apa yang kau anggap sesuai."
betul, itulah yang terjadi, "kerjakanlah apa yang kau anggap sesuai." ;D
Quote from: ryu on 07 April 2011, 10:01:31 AM
artinya buda boleh meninggalkan istri dan anak, orang lain tidak boleh ya?
Sang Buddha terlahir di keluarga raja yg punya banyak harta....itu merupakan kondisi yg cocok bagi beliau menjadi seorang pertapa....beliau meninggalkan anak istri nya krn tau bahwa hidup mereka akan tercukupi dalam keluarga raja yg cukup banyak hartanya...
bila anda mau jadi bhikku pastikan keluarga anda mapan secara materi dan ada yg membiayai hidup anda selama menjadi bhikku...bgt seharusnya.... _/\_
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 10:30:28 AM
Sang Buddha terlahir di keluarga raja yg punya banyak harta....itu merupakan kondisi yg cocok bagi beliau menjadi seorang pertapa....beliau meninggalkan anak istri nya krn tau bahwa hidup mereka akan tercukupi dalam keluarga raja yg cukup banyak hartanya...
bila anda mau jadi bhikku pastikan keluarga anda mapan secara materi dan ada yg membiayai hidup anda selama menjadi bhikku...bgt seharusnya.... _/\_
jadi ibaratnya kalau keluarga belum mapan jangan jadi biku?
apakah syarat seorang jadi biku harus mapan dulu?
Quote from: ryu on 07 April 2011, 10:35:32 AM
jadi ibaratnya kalau keluarga belum mapan jangan jadi biku?
apakah syarat seorang jadi biku harus mapan dulu?
Paling baik kalau belum mapan dan mau jadi bhikkhu, jangan nikah dulu. Kalau sudah nikah belum mapan, jangan pikirkan bhikkhu dulu. Keadaan menikah atau tidak juga adalah keputusan kita sendiri, maka kita sendiri harus bertanggungjawab atas pilihan itu.
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 10:44:35 AM
Paling baik kalau belum mapan dan mau jadi bhikkhu, jangan nikah dulu. Kalau sudah nikah belum mapan, jangan pikirkan bhikkhu dulu. Keadaan menikah atau tidak juga adalah keputusan kita sendiri, maka kita sendiri harus bertanggungjawab atas pilihan itu.
soal mapan tidak akan ada habisnya, ada yang mengatakan :
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
--
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
--
kalau nunggu tumibal lahir tar kha ga tau jadi apa nanti, mending kalau jadi budis lagi kalau jadi umat lain khan susah lagi tuh :))
Quote from: ryu on 07 April 2011, 10:35:32 AM
jadi ibaratnya kalau keluarga belum mapan jangan jadi biku?
apakah syarat seorang jadi biku harus mapan dulu?
tidak mutlak kok, ttp ingat
kekurangan materi akan mendatangkan masalah jg...sehingga mengganggu proses kebhikkuan
tahukah anda bahwa Shariputra dan Mogalana berasal dari keluarga brahmana yang kaya raya ?
Quote from: ryu on 07 April 2011, 10:49:01 AM
soal mapan tidak akan ada habisnya, ada yang mengatakan :
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
--
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
--
kalau nunggu tumibal lahir tar kha ga tau jadi apa nanti, mending kalau jadi budis lagi kalau jadi umat lain khan susah lagi tuh :))
lha kok nyangkut kesini ?...inikan agama lain...? ~X( :o :'( :'( :'(
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 10:54:48 AM
lha kok nyangkut kesini ?...inikan agama lain...? ~X( :o :'( :'( :'(
males nyari suta nya, jadi mending ini aja yang gampang =))
Quote from: ryu on 07 April 2011, 10:49:01 AM
soal mapan tidak akan ada habisnya, ada yang mengatakan :
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
--
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
--kalau nunggu tumibal lahir tar kha ga tau jadi apa nanti, mending kalau jadi budis lagi kalau jadi umat lain khan susah lagi tuh :))
Yang dihindari adalah mengumpulkan harta di sini (=kekayaan duniawi) tapi tidak tidak mengumpulkan harta di sorga (yaitu dengan perbuatan baik). Saya rasa tidak ada salahnya seseorang mengumpulkan keduanya.
Mengenai 'semua akan ditambahkan kepadamu', saya melihat bahwa pengikut 'orang yang mengatakan hal tersebut' juga ada yang miskin. Sebaliknya, yang bukan pengikutnya juga ada yang kaya. Jadi kurang kredibel perkataannya.
Kembali ke lingkungan Buddhisme, seperti saya bilang, untuk melaksanakan cita-cita luhur dalam agama Buddha tidak selalu harus jadi bhikkhu, jadi tidak perlu tunggu tumimbal lahir dan lainnya.
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 11:05:00 AM
Yang dihindari adalah mengumpulkan harta di sini (=kekayaan duniawi) tapi tidak tidak mengumpulkan harta di sorga (yaitu dengan perbuatan baik). Saya rasa tidak ada salahnya seseorang mengumpulkan keduanya.
Mengenai 'semua akan ditambahkan kepadamu', saya melihat bahwa pengikut 'orang yang mengatakan hal tersebut' juga ada yang miskin. Sebaliknya, yang bukan pengikutnya juga ada yang kaya. Jadi kurang kredibel perkataannya.
Kembali ke lingkungan Buddhisme, seperti saya bilang, untuk melaksanakan cita-cita luhur dalam agama Buddha tidak selalu harus jadi bhikkhu, jadi tidak perlu tunggu tumimbal lahir dan lainnya.
kalau dalam lingkungan budis, carilah kerajaan dan kebenarannya, "jadi biku juga bisa" mungkin karena "jadi biku" siapa tau akan ditambahkan semuanya "padamu dan keluarganya"
Quote from: ryu on 07 April 2011, 11:10:40 AM
kalau dalam lingkungan budis, carilah kerajaan dan kebenarannya, "jadi biku juga bisa" mungkin karena "jadi biku" siapa tau akan ditambahkan semuanya "padamu dan keluarganya"
Kalau dalam Buddhisme, semua adalah sebab dan akibat, tidak ada pihak ke tiga yang 'menambahkan kepadamu'.
Quote from: Rajoharanam on 06 April 2011, 08:41:42 PM
Saya telah berkeluarga dan punya anak, namun saya berkeinginan menjadi Bhikku. Apa yang bisa saya lakukan? saya bukanlah orang kaya yang bisa memberikan jaminan perekonomian yang layak bagi anak dan istri saya, saya adalah pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga. karena yang saya tahu selain mendapat persetujuan dari keluarga salah satu syarat untuk bisa meninggalkan kehidupan berumah tangga adalah bisa memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi keluarga yang ditinggalkan. sodara2ku adakah yang bisa memberikan solusi untuk hal ini...? terkadang saya menangis ketika saya teringat akan cita2 luhur yang tidak bisa saya laksanakan ini, tapi saya juga tidak bisa meninggalkan keluarga saya begitu saja.
kondisi anda memang cukup rumit....ttp tahukah anda tanpa harus mjd bhikku anda bisa mencapai Pencerahan ?
krn di Mahayana Tibetan...umat awam pun bisa mencapai Pencerahan kok.... ;D
Quote from: Kainyn_Kutho on 07 April 2011, 11:12:10 AM
Kalau dalam Buddhisme, semua adalah sebab dan akibat, tidak ada pihak ke tiga yang 'menambahkan kepadamu'.
iya khan akibat itu khan karma ;D
karma = niat
buah karma = akibat
Kisah Hukuman Penjara
DHAMMAPADA XXIV, 12-13
Suatu hari, tiga puluh bhikkhu datang ke Savatthi untuk berpindapatta. Ketika mereka sedang mengumpulkan dana makanan, mereka melihat beberapa tawanan sedang diangkut dengan kaki dan tangan terikat rantai. Ketika tiba kembali di vihara, setelah mengingat apa yang telah dilihat di pagi hari, mereka bertanya kepada Sang Buddha apakah ada ikatan lain yang lebih kuat daripada itu.
Kepada mereka Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu! Ikatan ini tidak ada artinya dibandingkan dengan nafsu keinginan akan makanan dan pakaian, akan kekayaan, serta akan keluarga. Nafsu keinginan ribuan, ratusan ribu lebih kuat daripada rantai itu, borgol, dan kurungan. Itulah sebabnya mengapa orang bijaksana memotong nafsu dan meninggalkan keduniawian, serta memasuki pasamuan para bhikkhu.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 345 dan 346 berikut ini:
Orang bijaksana menyatakan bahwa belenggu yang terbuat dari besi, kayu, ataupun rami tidaklah begitu kuat. Tetapi, ikatan terhadap anak-anak, isteri, dan harta benda, sesungguhnya merupakan belenggu yang jauh lebih kuat.
Orang bijaksana menyatakan bahwa belenggu seperti itu amat kuat, dapat melemparkan orang ke bawah, halus dan sukar untuk dilepaskan. Walaupun demikian, para bijaksana akan dapat memutuskan belenggu itu, mereka meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan, serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria.
***
Kisah Seorang Bhikkhu Muda Yang Tidak Puas
DHAMMAPADA XIV, 9
Suatu saat, ada seorang bhikkhu muda di Vihara Jetavana, suatu hari gurunya mengirim bhikkhu itu ke vihara lain untuk belajar. Ketika ia sedang pergi, ayahnya jatuh sakit dan meninggal dunia tanpa diketahui bhikkhu muda itu. Tetapi ayahnya meninggalkan uang seratus kahapana kepada saudara lelakinya, paman bhikkhu muda itu. Pada saat bhikkhu muda kembali, pamannya menceritakan tentang kematian ayahnya dan tentang uang seratus kahapana yang ditinggalkan untuknya. Mulanya, ia berkata bahwa ia tidak memerlukan uang tersebut. Kemudian, ia berpikir bahwa mungkin lebih baik kembali pada kehidupan berumah-tangga, dan akibatnya ia menjadi tidak puas dengan kehidupan seorang bhikkhu. Pelan-pelan ia mulai kehilangan ketertarikan pada hidupnya dan juga kehilangan berat badannya. Ketika para bhikkhu yang lain tahu tentang hal ini, mereka membawanya menghadap Sang Buddha.
Sang Buddha bertanya kepadanya apakah benar bahwa ia merasa tidak bahagia dengan kehidupannya sebagai seorang bhikkhu dan apakah ia memiliki modal untuk memulai kehidupan sebagai orang berumah-tangga.
Ia menjawab benar dan ia memiliki uang seratus kahapana untuk memulai kehidupannya. Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepadanya bahwa ia akan membutuhkan makanan, pakaian, perabotan rumah tangga, dua ekor lembu jantan, bajak-bajak, pangkur-pangkur, pisau-pisau, dan lain sebagainya, sehingga uang tunai seratus itu akan sangat sulit menutupi biaya-biaya tersebut.
Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya bahwa bagi kehidupan manusia tidak akan pernah cukup, tidak terkecuali juga bagi kehidupan raja dunia yang dapat mendatangkan hujan uang atau mutiara atau sejumlah kekayaan lainnya dan harta karun pada setiap saat.
Lebih lanjut, Sang Buddha menceritakan sebuah cerita tentang Mandatu, raja dunia, yang menikmati kebahagiaan hidup surgawi di Alam Surga Catumaharajika dan Tavatimsa secara bersamaan untuk waktu yang lama. Setelah menghabiskan waktu yang lama di surga Tavatimsa, suatu hari Mandatu berkeinginan untuk menjadi satu-satunya penguasa Surga Tavatimsa, daripada membagi kekuasaan dengan Sakka. Tapi saat itu, keinginannya tidak dapat dipenuhi dan serta merta ia menjadi tua dan lemah, ia kembali ke alam manusia dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 186 dan 187 berikut ini:
Bukan dalam hujan uang emas dapat ditemukan kepuasan nafsu indria. Nafsu indria hanya merupakan kesenangan sekejap yang membuahkan penderitaan. Bagi orang bijaksana yang dapat memahami, hal itu tidak membuatnya bergembira bila mendapat kesenangan surgawi sekalipun. Siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna bergembira dalam penghancuran nafsu-nafsu keinginan.
Bhikkhu muda mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***
Quote from: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 07 April 2011, 11:27:15 AM
karma = niat
buah karma = akibat
ini salah 2 yang mau jadi biku juga nih =))
Quote from: Rajoharanam on 06 April 2011, 08:41:42 PM
Saya telah berkeluarga dan punya anak, namun saya berkeinginan menjadi Bhikku. Apa yang bisa saya lakukan? saya bukanlah orang kaya yang bisa memberikan jaminan perekonomian yang layak bagi anak dan istri saya, saya adalah pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga. karena yang saya tahu selain mendapat persetujuan dari keluarga salah satu syarat untuk bisa meninggalkan kehidupan berumah tangga adalah bisa memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi keluarga yang ditinggalkan. sodara2ku adakah yang bisa memberikan solusi untuk hal ini...? terkadang saya menangis ketika saya teringat akan cita2 luhur yang tidak bisa saya laksanakan ini, tapi saya juga tidak bisa meninggalkan keluarga saya begitu saja.
semoga jika saatnya sudah tepat, cita-cita anda dapat terlaksana _/\_
kalau dari pandangan pribadi saya sih..
bisa menjadi bhikku atau berada dalam komunitas monastik sangha merupakan suatu buah dari karma baik yang dikumpulkan dari masa2 lalu,
meski begitu ttp saja byk yg sudah merealisasikan "karma baik" tersebut namun tidak baik2 menjaganya dan terus memperjuangkan nya sehingga bisa saja kemudian terjadi pelanggaran2 didalam sangha itu sendiri dan rasanya itu lumrah. Tidak beda dengan orang yang terlahir dikeluarga kaya raya namun dalam hidupnya gemar berjudi dan malah jatuh bangkrut n hidup melarat Y_Y.
ada juga yg setelah memiliki "karma baik" menjadi bhikku kemudian terus berupaya dalam realisasi pencerahan dan akhir nya GOAL hehe..
nah dari sharing TS makin meyakinkan saya sendiri.. mo jadi Bhikku aj susah kan hehe6 no offense loh..
namun yang paling penting menurut saya bukan menjadi bhikku ataupun umat awam, seperti yang sudah byk di sampaikan teman2 dan memang benar rasanya.. paling penting adalah bagaimana anda BERLATIH...
semoga bisa bermanfaat..
Quote from: kuswanto on 07 April 2011, 12:43:36 PM
kalau dari pandangan pribadi saya sih..
bisa menjadi bhikku atau berada dalam komunitas monastik sangha merupakan suatu buah dari karma baik yang dikumpulkan dari masa2 lalu,
meski begitu ttp saja byk yg sudah merealisasikan "karma baik" tersebut namun tidak baik2 menjaganya dan terus memperjuangkan nya sehingga bisa saja kemudian terjadi pelanggaran2 didalam sangha itu sendiri dan rasanya itu lumrah. Tidak beda dengan orang yang terlahir dikeluarga kaya raya namun dalam hidupnya gemar berjudi dan malah jatuh bangkrut n hidup melarat Y_Y.
ada juga yg setelah memiliki "karma baik" menjadi bhikku kemudian terus berupaya dalam realisasi pencerahan dan akhir nya GOAL hehe..
nah dari sharing TS makin meyakinkan saya sendiri.. mo jadi Bhikku aj susah kan hehe6 no offense loh..
namun yang paling penting menurut saya bukan menjadi bhikku ataupun umat awam, seperti yang sudah byk di sampaikan teman2 dan memang benar rasanya.. paling penting adalah bagaimana anda BERLATIH...
semoga bisa bermanfaat..
tapi tidak bisa dipungkiri kl menjadi bikkhu sangat membantu latihan..
Quote from: No Pain No Gain on 07 April 2011, 12:46:52 PM
tapi tidak bisa dipungkiri kl menjadi bikkhu sangat membantu latihan..
yup setuju bgt.,malah buat gua the best way..
but not the only way..
jadi buat TS jgn berkecil hati, terus semangat.. krn kapanpun dan dimanapun anda bisa berlatih..
barangkali pertanyaan ini bisa membantu: "selama masih menjadi umat awam, seberapa seriuskah berlatih?" 8)
Quote from: Lex Chan on 07 April 2011, 12:52:50 PM
barangkali pertanyaan ini bisa membantu: "selama masih menjadi umat awam, seberapa seriuskah berlatih?" 8)
nah ini pertanyaan yang sangat mendalam.. great bro.. ^^
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 10:51:27 AM
tidak mutlak kok, ttp ingat
kekurangan materi akan mendatangkan masalah jg...sehingga mengganggu proses kebhikkuan
tahukah anda bahwa Shariputra dan Mogalana berasal dari keluarga brahmana yang kaya raya ?
tahukah anda bahwa Upali, si ahli vinaya, adalah seorang tukang cukur miskin?
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 11:16:51 AM
kondisi anda memang cukup rumit....ttp tahukah anda tanpa harus mjd bhikku anda bisa mencapai Pencerahan ?
krn di Mahayana Tibetan...umat awam pun bisa mencapai Pencerahan kok.... ;D
sepertinya pencerahan bukan monopoli Mahayana Tibetan deh, hampir di seluruh aliran Buddhisme memiliki peluang untuk mencapai pencerahan
Quote from: No Pain No Gain on 07 April 2011, 12:46:52 PM
tapi tidak bisa dipungkiri kl menjadi bikkhu sangat membantu latihan..
benarkah begitu? tahukah anda tentang seorang oknum biku yg menjalani kebikuan untuk melatih permainan gitarnya dan mengasah keterampilan fotografinya? latihan apa yg anda maksudkan?
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 11:16:51 AM
kondisi anda memang cukup rumit....ttp tahukah anda tanpa harus mjd bhikku anda bisa mencapai Pencerahan ?
krn di Mahayana Tibetan...umat awam pun bisa mencapai Pencerahan kok.... ;D
promosi...
kenapa untuk mencapai "pencerahan" identik dgn jadi bikhu?
kenapa bukan, setelah "tercerahkan", saya harus melaksanakan praktik samana
Quote from: ryu on 07 April 2011, 11:59:37 AM
ini salah 2 yang mau jadi biku juga nih =))
:)) nambah ekorrr... =))=))=))
Quote from: No Pain No Gain on 07 April 2011, 12:46:52 PM
tapi tidak bisa dipungkiri kl menjadi bikkhu sangat membantu latihan..
Quote from: kuswanto on 07 April 2011, 12:51:43 PM
yup setuju bgt.,malah buat gua the best way..
but not the only way..
jadi buat TS jgn berkecil hati, terus semangat.. krn kapanpun dan dimanapun anda bisa berlatih..
:)) jd teringat, kalau belum "GOAL" = jadi bikhhu penghutang, n vipaka yg akan di terimanya lebih berattt
beberapa pendapat cukup bagus, jadi daku tambahkan sedikit, sebagai umat awam anda juga punya kelebihan yaitu menopang sangha. jadi bila masa nya belum sampai ( anak belum merried) anda toh dapat mengembangkan diri anda menjadi dayakha, upasaka, pandita dll ikut pabaja dll, sekalian menyiapkan tabungan buat sang istri bila waktu nya tiba.
anda juga dapat mempersiapkan diri misal nya memupuk kebajikan/ dana ( sanghadana dll)
Quote from: Indra on 07 April 2011, 01:11:42 PM
tahukah anda bahwa Upali, si ahli vinaya, adalah seorang tukang cukur miskin?
tahukah anda bahwa Upali sangat...sangat...sangat beruntung....karma baiknya bagus sekali....krn bertemu langsung dengan Sakyamuni Buddha ?
Quote from: Indra on 07 April 2011, 01:13:05 PM
sepertinya pencerahan bukan monopoli Mahayana Tibetan deh, hampir di seluruh aliran Buddhisme memiliki peluang untuk mencapai pencerahan
anda benar...
tahukah anda bahwa murid2 LSY jg bisa mencapai Pencerahan ?
Quote from: andry on 07 April 2011, 01:33:45 PM
:)) nambah ekorrr... =))=))=))
nambah ekor nya atu lagi tuh... =))
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 07:08:00 PM
anda benar...
tahukah anda bahwa murid2 LSY jg bisa mencapai Pencerahan ?
yang saya tahu bahwa murid2 setia LSY tidak akan mencapai pencerahan karena gurunya 'tukang bual'
prilaku tukang bual tidak akan mencapai pencerahan malah terlahir ke alam apaya apalagi bualannya(kongtainya) 'ekstrim' :))
begitu juga pengikutnya
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 07:08:00 PM
anda benar...
tahukah anda bahwa murid2 LSY jg bisa mencapai Pencerahan ?
Maaf bos Chandra, tolong berikan bukti yah bahwa ada murid LSY yg telah terbukti secara pasti, tak diragukan telah mencapai pencerahan, bukan dari relik, krn relik bukanlah bukti bahwa itu orang suci.. :whistle:
jangan asal memberikan statement tanpa bukti.. :D
Quote from: Umat Awam on 07 April 2011, 08:03:58 PM
Maaf bos Chandra, tolong berikan bukti yah bahwa ada murid LSY yg telah terbukti secara pasti, tak diragukan telah mencapai pencerahan, bukan dari relik, krn relik bukanlah bukti bahwa itu orang suci.. :whistle:
jangan asal memberikan statement tanpa bukti.. :D
baca lagi statement saya, murid LSY 'juga bisa mencapai Pencerahan'...bukan 'sudah' mencapai pencerahan...
jika sudah mencapai pencerahan total/Enlightenment itu sudah jadi Samyak Sambuddha..., tidak harus dikehidupan kali ini...bro...di kehidupan2 berikutnya ...masih panjang.... :)) :)) :))
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 08:15:25 PM
baca lagi statement saya, murid LSY 'juga bisa mencapai Pencerahan'...bukan 'sudah' mencapai pencerahan...
jika sudah mencapai pencerahan total/Enlightenment itu sudah jadi Samyak Sambuddha..., tidak harus dikehidupan kali ini...bro...di kehidupan2 berikutnya ...masih panjang.... :)) :)) :))
Iya, saya tahu boz.. Anda katakan Murid LSY "bisa" mencapai pencerahan, lalu apa bukti2nya bahwa murid LSY juga "bisa" mencapai pencerahan ?? Anda mengatakan "bisa" berarti Anda tahu bahwa udah ada yang "pernah" mencapai pencerahan.. ;D
Ibarat pergi kesuatu kota/negara, saya mengatakan bahwa kita bisa pergi ke australia karena memank terbukti ada orang yg udah pernah pergi kesana dan memberikan kesaksiannya serta bukti2 konkritnya setelah balik dari australia.. Sekarang saya minta penjelasan dan bukti Anda dari mengapa anda bisa mengatakan murid LSY "bisa" mencapai pencerahan ?? :D ;D
Kalo dikehidupan akan datang hanya alasan kosdong aja boz, apa buktinya bahwa murid LSY yg dikehidupan akan datangnya tetap mengenal Ajaran LSY dan mencapai pencerahan ?? :-?
Jangan berbelit belit yah.. simple aja, anda memberi statement, sy bertanya dan anda harus menjelaskan statement anda tersebut, bukan begitu boz Chandra ? ;D
Quote from: Umat Awam on 07 April 2011, 08:25:19 PM
Iya, saya tahu boz.. Anda katakan Murid LSY "bisa" mencapai pencerahan, lalu apa bukti2nya bahwa murid LSY juga "bisa" mencapai pencerahan ?? Anda mengatakan "bisa" berarti Anda tahu bahwa udah ada yang "pernah" mencapai pencerahan.. ;D
begini, setiap mahluk punya potensi mencapai kebudhaan...termasuk murid2 LSY, bukan berarti harus pada saat mereka menjadi murid LSY...tidak demikian...saya yakin suatu saat mereka akan berubah persepsinya ke arah yg lebih baik...jika mereka bertemu dengan guru2 buddhis yg tidak 'error'...ttp itu tergantung jodoh karma mereka masing2....
Quote
Ibarat pergi kesuatu kota/negara, saya mengatakan bahwa kita bisa pergi ke australia karena memank terbukti ada orang yg udah pernah pergi kesana dan memberikan kesaksiannya serta bukti2 konkritnya setelah balik dari australia.. Sekarang saya minta penjelasan dan bukti Anda dari mengapa anda bisa mengatakan murid LSY "bisa" mencapai pencerahan ?? :D ;D
apakah setiap orang yang menyatakan bahwa australia itu eksis, orang tsb 'harus' pernah ke australia ?
jika ada bhikku yg mengatakan bahwa kita bisa mencapai kebuddhan atau bebas dari samsara, apakah berarti bhikku tsb sudah mencapai kondisi itu ?
Quote
Kalo dikehidupan akan datang hanya alasan kosdong aja boz, apa buktinya bahwa murid LSY yg dikehidupan akan datangnya tetap mengenal Ajaran LSY dan mencapai pencerahan ?? :-?
Jangan berbelit belit yah.. simple aja, anda memberi statement, sy bertanya dan anda harus menjelaskan statement anda tersebut, bukan begitu boz Chandra ? ;D
di kehidupan mendatang mereka bisa saja bertemu kembali dengan LSY atau tidak saya tidak tau... ttp di kehidupan2 berikutnya mereka bisa saja bertemu dengan ajaran buddhism yg benar...dan mencapai pencerahan...tergantung karma baik mereka boz....
perlu diingat, kondisi bathin itu selalu berubah dan sangat dinamis...entah ke arah yg lebih baik/buruk...
contohnya...dulu kita tidak mengerti ttg dharma, lalu kita belajar, akhirnya kita mengerti ttg dharma, artinya kondisi bathin yg dulu sudah berbeda dengan kondisi bathin kita sekarang... saya harap anda mengerti maksud saya... ;D
Quote from: lobsangchandra on 07 April 2011, 08:53:07 PM
begini, setiap mahluk punya potensi mencapai kebudhaan...termasuk murid2 LSY, bukan berarti harus pada saat mereka menjadi murid LSY...tidak demikian...saya yakin suatu saat mereka akan berubah persepsinya ke arah yg lebih baik...jika mereka bertemu dengan guru2 buddhis yg tidak 'error'...ttp itu tergantung jodoh karma mereka masing2....
Halah, yang ditanya lain yg dijawab lain.. kebiasaan boz chandra ini sepertinya suka ngeles n memutar balikkan fakta yah?? :| ga baik itu boz...
mengingatkan kembali, karena mungkin anda pelupa atau IQ anda rendah, jadi sekedar mengingatkan statement Anda sebelumnya bahwa
"Murid LSY bisa mencapai pencerahan"
nah, ini diskusi ttg murid LSY Boz Chandra...... :-[
Jadi OOT nih.. :hammer:
buka thread baru aja akh... ;D
Quoteapakah setiap orang yang menyatakan bahwa australia itu eksis, orang tsb 'harus' pernah ke australia ?
jika ada bhikku yg mengatakan bahwa kita bisa mencapai kebuddhan atau bebas dari samsara, apakah berarti bhikku tsb sudah mencapai kondisi itu ?
di kehidupan mendatang mereka bisa saja bertemu kembali dengan LSY atau tidak saya tidak tau... ttp di kehidupan2 berikutnya mereka bisa saja bertemu dengan ajaran buddhism yg benar...dan mencapai pencerahan...tergantung karma baik mereka boz....
Anda ngerti ga penjelasan saya boz ?? ??? :(
PAling tidak sudah ada yang "
PERNAH" kesana boz.. jadi, walopun saya mengatakan bahwa australia itu ada, saya ga perlu harus kesana dulu, krn
sudah pernah ada yang membuktikan kesana.. Seperti pencerahan Buddha Gotama, Beliau
sudah Pernah merasakan keadaan nibbana, jadi wajar kalo para siswa nya dapat mengatakan bahwa barangsiapa yg mengikuti ajaran Sang Buddha, Dhamma maka mereka juga
BISA mencapai pencerahan... Karena s
udah ada yang pernah menrealisasikan nibbana tersebut.. ;D
Tapi, Anda mengatakan bahwa
Murid LSY BISA mencapai pencerahan, Apakah LSY udah mencapai pencerahan ? atau ada muridnya yg mencapai pencerahan ? :-?
Quoteperlu diingat, kondisi bathin itu selalu berubah dan sangat dinamis...entah ke arah yg lebih baik/buruk...
contohnya...dulu kita tidak mengerti ttg dharma, lalu kita belajar, akhirnya kita mengerti ttg dharma, artinya kondisi bathin yg dulu sudah berbeda dengan kondisi bathin kita sekarang... saya harap anda mengerti maksud saya... ;D
kita ga sedang berbicara ttg batin boz Chandra, tapi ttg Murid LSY yang sesuai Statement Anda..
Tapi ini udah OOT banget... pindah thread aja ke tempat yg sesuai, agar diskusi bisa berlanjut dgn tentram dan impian 500 pages BISA tercapai.. ;D
Disini
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17326.msg338431#msg338431
setuju dengan bro umat awam
:outoftopic: mohon untuk diskusi LSY di board tentang LSY saja
:backtotopic: terima kasih
Quote from: Rajoharanam on 06 April 2011, 08:41:42 PM
Saya telah berkeluarga dan punya anak, namun saya berkeinginan menjadi Bhikku. Apa yang bisa saya lakukan? saya bukanlah orang kaya yang bisa memberikan jaminan perekonomian yang layak bagi anak dan istri saya, saya adalah pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga. karena yang saya tahu selain mendapat persetujuan dari keluarga salah satu syarat untuk bisa meninggalkan kehidupan berumah tangga adalah bisa memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi keluarga yang ditinggalkan. sodara2ku adakah yang bisa memberikan solusi untuk hal ini...? terkadang saya menangis ketika saya teringat akan cita2 luhur yang tidak bisa saya laksanakan ini, tapi saya juga tidak bisa meninggalkan keluarga saya begitu saja.
maaf bro boleh tau anak nya sudah berumur berapa taun?
apakah anda sudah memikirkan perasaan anak anda jika di tinggalkan anda ?
apa tujuan anda menjadi bhikku? apakah karena sebuah cita2?
"terkadang saya menangis ketika saya teringat akan cita2 luhur yang tidak bisa saya laksanakan ini" apakah anda akan menangis jika merasakan kesedihan anak anda jika di tinggalkan anda?
maaf jika saya lebih menekankan ke perasaan anak , karena saya pernah meninggalkan anak saya ( selama 2 tahun pada saat kehidupan saya morat marit serba kekurangan) dan mengalami apa yang harus dia rasakan di saat ditinggalkan saya walaupun untuk sebuah pekerjaan.
_/\_
kemana TS nya nih, jgn2 uda di cukur lagi yah hohoho :P
Lebih baik menjadi Bhikkhu walau hanya sehari tapi bisa melihat timbul dan lenyapnya fenomena....
Daripada menjadi Bhikkhu seratus tahun tapi tak pernah melihat timbul dan lenyapnya fenomena....
Ini petikan dari Dhammapada, disini jelas bukan menjadi Bhikkhunya yang penting, tapi menembus sifat anicca semua fenomena yang lebih penting.
Dan itu bisa ditembus oleh umat awam, tak perlu menjadi Bhikkhu. Tapi bila kita dapat menjadi Bhikkhu yang tak akan dicela orang (karena meninggalkan anak isteri yang masih dalam tanggungan) tentunya lebih baik.
Mettacittena,