sang Buddha tidak berkepala botax. trus kenapa para bikkhu pada botax?
(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Ft2.gstatic.com%2Fimages%3Fq%3Dtbn%3AANd9GcRt_IffhNbkyvuDnG99Rz4L0d3wyH6hklVWtOGTEMCdlHAjtQf7JQ&hash=d1dffba9c7f47b328b43327c751134c875a55b3d)
myb, Lambang dari melepaskan kemelekatan.
Sang Buddha ada saatnya menampilkan 32 ciri tanda manusia agung, ada saatnya membiarkan rambutnya tumbuh beberapa cm, ada saatnya mencukur atau menggunduli rambut kepalanya. mybe ;D
setelah memotong rambutNya dengan pedang pada saat awal meninggalkan istananya dan memulai pertapaanNya, rambut Beliau tidak pernah bertambah panjang lagi, oleh karena itu Sang Buddha tidak perlu mencukur rambutNya hingga akhir hidupNya
sesungguhnya bahkan tidak ada satu pun bhikkhu yg berkepala botaX, tapi menurut aturan untuk menjadi bhikkhu memang harus botaK.
nah ini dia, akhirnya sampai kesini juga dibahas....
ayoo...mana nih bro Luis, bro Jerry, sis Kristin....
mettacittena,
Itu semua Mungkin TAKDIR....
:)) :)) :))
ya dulu Buddha pernah memberi perumpamaan, misalnya seorang raja punya pohon mangga di istananya, orang di luar istana dilarang mengambil mangga, tetapi raja tetap boleh mengambil mangga itu.
sama seperti kamar yang diberi tanda dilarang masuk, apakah pemilik kamar juga dilarang masuk?
Karena kalo para bhikkhu tidak botak, maka para bhikkhu akan style harajuku/ mohawk skrg
Ntar umatnya yg cowo kesaing dan umat yg cewe pada kesengsem
Kan gawat!!! ;p
Quote from: vissakha on 01 January 2011, 10:54:10 AM
Karena kalo para bhikkhu tidak botak, maka para bhikkhu akan style harajuku/ mohawk skrg
Ntar umatnya yg cowo kesaing dan umat yg cewe pada kesengsem
Kan gawat!!! ;p
oh...apa bener harajuku keren? keren mana ma harakiri?
Quote from: Indra on 31 December 2010, 09:35:47 PM
setelah memotong rambutNya dengan pedang pada saat awal meninggalkan istananya dan memulai pertapaanNya, rambut Beliau tidak pernah bertambah panjang lagi, oleh karena itu Sang Buddha tidak perlu mencukur rambutNya hingga akhir hidupNya
brarti sang Buddha tidak memberi contoh cukur rambut sampai botax kan?
Quote from: indra
sesungguhnya bahkan tidak ada satu pun bhikkhu yg berkepala botaX, tapi menurut aturan untuk menjadi bhikkhu memang harus botaK.
yang ingin saya tanyakan, siapa yang bikin aturan tersebut? sang Buddha atau bukan?
Quote from: Satria on 01 January 2011, 04:24:10 PM
brarti sang Buddha tidak memberi contoh cukur rambut sampai botax kan?
yang ingin saya tanyakan, siapa yang bikin aturan tersebut? sang Buddha atau bukan?
untuk alasan mengapa Buddha tidak gundul sudah dikemukakan bro Indra dan saya juga di atas...menurut saya botak itu hanya simbol dan latihan diri saja...
setiap orang pada umumnya saat tua akan rontok rambutnya, maka dari itu gundul adalah lambang anicca juga...tidak digundulpun kalau berlatih dengan baik juga akan tercerahkan jadi tidak terlalu penting kok
Quote from: Satria on 01 January 2011, 04:24:10 PM
brarti sang Buddha tidak memberi contoh cukur rambut sampai botax kan?
yang ingin saya tanyakan, siapa yang bikin aturan tersebut? sang Buddha atau bukan?
aturan yg mana? setau saya memang tidak ada aturan bota
X, tapi memang ada aturan mencukur rambut 2 kali dalam sebulan. yg jelas bukan saya yg bikin aturan itu.
Quote from: raynoism on 01 January 2011, 04:27:57 PM
untuk alasan mengapa Buddha tidak gundul sudah dikemukakan bro Indra dan saya juga di atas...menurut saya botak itu hanya simbol dan latihan diri saja...
setiap orang pada umumnya saat tua akan rontok rambutnya, maka dari itu gundul adalah lambang anicca juga...tidak digundulpun kalau berlatih dengan baik juga akan tercerahkan jadi tidak terlalu penting kok
itu berarti ada disiplin atau tradisi bikkhu dan bikkhuni yang tidak jelas asal usulnya.
Quote from: Satria on 01 January 2011, 04:48:38 PM
itu berarti ada disiplin atau tradisi bikkhu dan bikkhuni yang tidak jelas asal usulnya.
menurut saya itu cuma spekulasi anda sendiri, karena setelah begitu banyak saya membaca teks Buddhism, tidak pernah saya menemukan tulisan tentang bhikkhu berkepala bota
X
Quote from: Indra on 01 January 2011, 05:29:28 PM
menurut saya itu cuma spekulasi anda sendiri, karena setelah begitu banyak saya membaca teks Buddhism, tidak pernah saya menemukan tulisan tentang bhikkhu berkepala botaX
bagaimana umumnya para bikhhu dan bikkhuni yang ada saat ini, mereka berkepala botax enggak?
Quote from: Satria on 01 January 2011, 05:55:11 PM
bagaimana umumnya para bikhhu dan bikkhuni yang ada saat ini, mereka berkepala botax enggak?
tidak, saya bahkan tidak memahami arti kata botax
Quote from: Indra on 01 January 2011, 06:00:03 PM
tidak, saya bahkan tidak memahami arti kata botax
kalau begitu, bagaimana Anda bisa menjawab seperti ini :
Quote from: indra
menurut saya itu cuma spekulasi anda sendiri, karena setelah begitu banyak saya membaca teks Buddhism, tidak pernah saya menemukan tulisan tentang bhikkhu berkepala botaX
padahal, makna dari pertanyaanpun anda tidak mengerti?
Quote from: Satria on 01 January 2011, 06:10:17 PM
kalau begitu, bagaimana Anda bisa menjawab seperti ini :
padahal, makna dari pertanyaanpun anda tidak mengerti?
saya menjawab sesuai pertanyaan, bahwa dalam sutta mana pun tidak pernah tertulis bahwa ada bhikkhu berkepala bota
X. kalau anda pernah membacanya, bisakah anda menyebutkan di sini sutta apa yg ada menuliskan demikian?
Cari kata dasar dalam KBBI [sama dengan] "botax"
Tidak menemukan kata yang sesuai dengan kriteria pencarian!!!
Quote from: Indra on 01 January 2011, 06:16:40 PM
Cari kata dasar dalam KBBI [sama dengan] "botax"
Tidak menemukan kata yang sesuai dengan kriteria pencarian!!!
=)) =))
Quote from: sriyeklina on 01 January 2011, 08:20:15 PM
Quote from: Indra on 01 January 2011, 06:16:40 PM
Cari kata dasar dalam KBBI [sama dengan] "botax"
Tidak menemukan kata yang sesuai dengan kriteria pencarian!!!
=)) =))
iya nih, saya juga udah baca kok bro Satria ga sadar2 kalo batara Indra dari awal udah kasih warning bahwa BOTAX itu tidak ada...bahkan berkali2...
bagaimana bro Satria, apakah masih merasa penasaran? saya tahu ada yg lebih ahli menjawab pertanyaan anda, bahkan dari awal udah saya sebut namanya, ada 3 member sini yg ahli jawab tuh....tunggu aja kemunculan mereka, karena sekarang mereka sedang merayakan Tahun Baruan jadi masih repot. sabar bentar ya...
mettacittena,
kalo gundul kan ndak perlu repot melekat sama shampo tertentu :D
Botax dan Botak bro, ada bedanya gak?
apakah sekarang tidak ada lagi mata pelajaran Bahasa Indonesia diajarkan di sekolah?
Quote from: Indra on 01 January 2011, 09:22:34 PM
apakah sekarang tidak ada lagi mata pelajaran Bahasa Indonesia diajarkan di sekolah?
itulah gaya bahasa yg baru bro.... ;D ;D
sekarang mah yang lebih terkenal dari pelajaran bahasa indonesia adalah bahasa 4L4y
Kalau sekolah internasional ngajarinnya pake Bahasa Inggris bro ^-^
Quote from: Mr. Wei on 01 January 2011, 09:25:26 PM
Kalau sekolah internasional ngajarinnya pake Bahasa Inggris bro ^-^
sama sekali tidak ada pelajaran bahasa indonesia? apakah sekolah internasional tidak ikut UN?
Ada pelajarannya tetapi tidak ditekankan, ada UAN tetapi biasanya anak2 sekolah internasional jatuh di mata pelajaran Bahasa Indonesia *demikian yang kudengar*
Sebenarnya Sang Buddha juga botak/gundul seperti pada bhikkhu lainnya karena dalam Majjhima Nikaya dikatakan bahwa saat meninggalkan istana, Pangeran Siddhattha memotong janggut dan rambutnya:
Kemudian, sewaktu Aku masih muda, seorang pemuda berambut hitam memiliki berkah kemudaan, dalam tahap kehidupan utama, walaupun ibu dan ayahku menginginkan sebaliknya dan menangis dengan wajah basah oleh air mata, Aku mencukur rambur dan janggutKu, mengenakan jubah kuning, dan pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. (Ariyapariyesana Sutta)
Kemudian dalam Nikaya yang sama (Sangarava Sutta) dikisahkan bahwa brahmana Sangarava menghina Sang Buddha sebagai "pertapa gundul" setelah mendengar seorang wanita brahmana yang berkeyakinan dalam Buddha, Dhamma, Sangha memuji Sang Bhagava:
Pada saat itu seorang brahmana perempuan bernama Dhānañjāni sedang menetap di Caṇḍalakappa, memiliki keyakinan penuh pada Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha. Suatu ketika ia tersandung, dan [ketika mengembalikan keseimbangannya] menyerukan tiga kali: "Hormat kepada Sang Bhagavā, yang sempurna dan tercerahkan sempurna! Hormat kepada Sang Bhagavā, yang sempurna dan tercerahkan sempurna! Hormat kepada Sang Bhagavā, yang sempurna [210] dan tercerahkan sempurna!"
Pada saat itu seorang murid brahmana bernama Sangārava sedang menetap di Caṇḍalakappa. Ia adalah seorang yang menguasai Tiga Veda dengan kosa-kata, liturgi, fonologi, dan etimologi, dan sejarah-sejarah sebagai yang ke lima; mahir dalam ilmu bahasa dan tata bahasa, ia mahir dalam filosofi alam dan dalam tanda-tanda manusia luar biasa. Setelah mendengar brahmana perempuan Dhānañjāni mengucapkan kata-kata itu, ia berkata kepadanya: "Brahmana perempuan Dhānañjāni harus dipermalukan dan direndahkan, karena ketika ada para brahmana di sekitar sini ia justru memuji petapa gundul itu."Dalam Samannaphala Sutta dikatakan bahwa Raja Ajatasattu tidak dapat mengenali Sang Buddha di antara para bhikkhu di hutan mangga milik tabib Jivaka sebelum sang tabib menunjukkan di mana Sang Buddha berada. Walaupun tidak dikatakan alasannya kenapa sang raja tidak dapat mengenali Sang Buddha, tetapi dapat dipastikan salah satunya karena Beliau juga berpenampilan layaknya para bhikkhu lainnya (gundul dan berjubah kuning).
Demikian juga dalam Mahapadana Sutta dikisahkan bahwa setelah melihat pertapa yang gundul, Bodhisatta Vipassi meninggalkan keduniawian dengan mencukur rambut dan janggutnya.
Hanya dalam komentar Pali seperti Nidanakatha (pendahuluan komentar Jataka) mengatakan bahwa setelah Pertapa Gotama memotong rambut dan janggut dengan menyisakan sedikit rambutnya (2 inchi), rambut tersebut tidak tumbuh lagi sepanjang hidup Beliau:
QuoteThen he thought, These locks of mine are not suited for a mendicant. Now it is right for any one else to cut the hair of a future Buddha, so I will cut them off myself with sword.' Then, taking his sword in his right hand, and holding the plaited tresses, together with the diadem on them, with his left, he cut them off. So his heir was thus reduced to two inches in length, and curling from the right, it lay close to his head. It remained that length as long as he lived, and the beard the same. There was no need at all to shave either hair or beard any more.
Kemungkinan gambaran Sang Buddha memiliki rambut berasal dari tradisi yang muncul kemudian, seperti yang terdapat dalam salah satu ciri manusia agung (Mahapurisa lakkhana) bahwa rambutnya menggulung ke arah kanan, yang juga terdapat dalam Lakkhana Sutta dari Digha Nikaya. Menurut Ramaprasad Chanda dalam artikelnya "The hair and the Usnisa on the head of the Buddha and the jinars":
QuoteSo by the time when the sculptors of Mathura began to carve images of Gautama Buddha there were two rival traditions relating to hair on the Buddha's head: an older one now preserved in the Pali Nikayas represented Gautama as mundaka or shaven-headed monk; and another tradition preserved in the Mahavastu, the Lalitavistava and the Nidanakatha represented him as having cut his hair with his sword leaving part of it intact on the head. The shaven-headedd images of the Buddha found at Mathura, Mankuar and Sarnath represent the older tradition, and the images of the Buddha with hair on the head arranged in ringlets represent the other and more popular tradition, because it is found both in Sanskrit and Pali texts.
Sumber: http://ccbs.ntu.edu.tw/FULLTEXT/JR-ENG/cha2.htm (http://ccbs.ntu.edu.tw/FULLTEXT/JR-ENG/cha2.htm)
Lihat juga pendapat bhikkhu S. Dhammika yang senada dengan hal ini dalam tulisan di blog beliau: http://sdhammika.blogspot.com/2009/07/buddhas-hail.html (http://sdhammika.blogspot.com/2009/07/buddhas-hail.html)
Quote from: Indra on 31 December 2010, 09:35:47 PM
setelah memotong rambutNya dengan pedang pada saat awal meninggalkan istananya dan memulai pertapaanNya, rambut Beliau tidak pernah bertambah panjang lagi, oleh karena itu Sang Buddha tidak perlu mencukur rambutNya hingga akhir hidupNya
Kasih lukisan dan keterangan ;D ....
(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fsphotos.ak.fbcdn.net%2Fhphotos-ak-snc4%2Fhs251.snc4%2F39875_150283118315186_100000004961322_501513_5128961_n.jpg&hash=94d603fa26e53ed600963f5520e1c0735cd72f56)
MENYEBERANGI SUNGAI ANOMA DAN MENCUKUR RAMBUT
Setelah mencapai tepi Sungai Anomà, Bodhisatta mulia mengistirahatkan kuda-Nya di tepi sungai dan bertanya kepada Channa, "Apa nama sungai ini?" Ketika dijawab oleh Channa bahwa sungai tersebut adalah Sungai Anomà, Bodhisatta menganggap itu adalah pertanda baik, dan berkata, "Pertapaan-Ku tidak akan gagal, bahkan sebaliknya akan memiliki kualitas yang baik," (karena anomà artinya 'bukan sesuatu yang rendah'). Kemudian menepuk Kanthaka dengan tumit-Nya untuk memberikan aba-aba kepadanya untuk menyeberangi sungai, dan Kanthaka melompat ke sisi seberang sungai yang lebarnya delapan usabha dan berdiri di sana.
Setelah turun dari punggung kuda, dan berdiri di atas pasir di tepi sungai, Bodhisatta menyuruh Channa, "Channa sahabat-Ku, bawalah kuda Kanthaka bersama dengan semua perhiasan-Ku pulang. Aku akan menjadi petapa." Ketika Channa mengatakan bahwa ia juga ingin melakukan hal yang sama, Bodhisatta melarangnya sampai tiga kali dengan mengatakan, "Engkau tidak boleh menjadi petapa. Channa sahabat-Ku, pulanglah ke kota." Dan Ia menyerahkan Kanthaka dan semua perhiasan-Nya kepada Channa.
Setelah itu, dengan mempertimbangkan, "Rambut-Ku ini tidak cocok untuk seorang petapa; Aku akan memotongnya dengan pedang-Ku." Bodhisatta, dengan pedang di tangan kanan-Nya memotong rambut-Nya dan mencengkeramnya bersama mahkota-Nya dengan tangan kiri-Nya. Rambut-Nya yang tersisa sepanjang dua jari mengeriting ke arah kanan dan menempel di kulit kepala-Nya. Sisa rambut itu tetap sepanjang dua jari hingga akhir hidup-Nya meskipun tidak pernah dipotong lagi. Janggut dan cambang-Nya juga tetap ada seumur hidup-Nya dengan panjang yang cukup untuk terlihat indah seperti rambut-Nya. Bodhisatta tidak perlu mencukur-Nya lagi.
Ralat: Pada post sebelumnya saya mengatakan:
QuoteKemudian dalam Nikaya yang sama (Subha Sutta) dikisahkan bahwa brahmana Sangarava menghina Sang Buddha sebagai "pertapa gundul" setelah mendengar seorang wanita brahmana yang berkeyakinan dalam Buddha, Dhamma, Sangha memuji Sang Bhagava:
Seharusnya bukan Subha Sutta (Majjhima Nikaya 99) melainkan
Sangarava Sutta (Majjhima Nikaya 100).
Terdapat bukti lain juga bahwa Buddha Kassapa, Samma Sambuddha sebelum Buddha Gotama, juga berkepala botak. Dalam Ghatikara Sutta dikisahkan bahwa ketika Ghatikara mengajak Jotipala yang tak lain adalah Bodhisatta Gotama pada kehidupan lampau, menemui Buddha Kassapa, Jotipala menghina Buddha Kassapa dengan menyebutnya "pertapa berkepala gundul":
Maka si pernbuat tembikar Ghatikara menarik sabuk siswa brahmana Jotipala dan berkata: 'Sahabatku Jotipala, di sanalah vihara Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, tempatnya cukup dekat. Marilah kita pergi dan menemui Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Saya berpendapat bahwa sungguh baik menemui Yang Terberkahi -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan.' Siswa brahmana Jotipala pun melepaskan sabuknya dan berkata: 'Cukup, sahabatku Ghatikara, apakah gunanya menemui petapa berkepala-gundul itu?' [at] adhitthana:
Thx juga atas kisah pemotongan rambut Siddhattha Gotama dalam bahasa Indonesia di atas (yang tak lain diambil dari Nidanakatha dan kitab komentar lainnya)
Quote from: seniya on 01 January 2011, 10:45:24 PM
Kemungkinan gambaran Sang Buddha memiliki rambut berasal dari tradisi yang muncul kemudian, seperti yang terdapat dalam salah satu ciri manusia agung (Mahapurisa lakkhana) bahwa rambutnya menggulung ke arah kanan, yang juga terdapat dalam Lakkhana Sutta dari Digha Nikaya.
jadi maksud anda lakkhana sutta itu tambahan belakangan ataukah ada penafsiran lain?
Quote from: morpheus on 05 January 2011, 04:50:12 PM
jadi maksud anda lakkhana sutta itu tambahan belakangan ataukah ada penafsiran lain?
Maaf, terlambat merespon pertanyaan ini, krn saya baru tahu ada reply dr Anda....
Menurut Maurice Walshe dlm terjemahan Digha Nikaya-nya (yg diterjemahkan oleh DC Press ke bhs Indonesia):
Quote[Lakkhana] Sutta ini sepertinya adalah yang paling tidak menarik dan tidak memberikan pelajaran dari keseluruhan Nikàya. Namun, jika dipertimbangkan dengan benar, ada bagian yang menarik, pertama, sebagai contoh atas bentuk-bentuk propaganda Buddhis yang mungkin kadang-kadang harus diterima, dan juga dari sudut pandang simbolisasi, seperti beberapa tanda yang tergambar pada patung atau lukisan Buddha: patung Buddha besar dalam posisi berbaring di Wat Pho di Bangkok adalah contohnya. RD (Rhys Davis) menuliskan pendahuluan yang panjang, menjelaskan kemungkinan asal-usul dari tanda-tanda ini, yang jelas penting dalam pikiran para Brahmana berpengaruh pada masa Sang Buddha (baca, misalnya DN 3). Akan tetapi, tradisi Brahmana belakangan hanya melestarikan sangat sedikit tentang hal ini. Tentu saja, banyak tanda itu adalah tidak jelas dan bahkan sulit dibedakan. Namun demikian, ada banyak pengaruh dari tanda-tanda ini dalam tulisan-tulisan Buddhis (dan, seperti yang diperhatikan, dalam lukisan atau patung). Dan bahkan ada 'delapan puluh tanda kecil' disebutkan selain tiga-puluh-dua tanda besar yang diuraikan di sini. Kedua daftar ini, besar dan kecil, terdapat dalam Dharma-Samgraha (edisi Kenjiu Kasawara dan F. Max Muller, rep. Delhi 1981), dengan saksama dibandingkan dengan Sutta ini dan sumber lainnya. RD mengatakan bahwa, 'banyak dari tanda-tanda itu adalah mustahil, dianggap sebagai tanda-tanda manusia mana pun, bahwa hal itu mungkin berlatar belakang mitos, dan tiga atau empat sepertinya berlatar belakang matahari.' Ia menambahkan bahwa, 'Suttanta kita sepertinya adalah suatu ironi penting dalam hal perbedaan antara kejanggalan tanda-tanda itu dan keindahan kualitas-kualitas etis yang dimaksudkan.' Tetapi harus ditambahkan bahwa, bagaimanapun janggalnya sehubungan dengan rincian itu, tanda-tanda itu dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan antara perbuatan dan akibat kamma, dan hal ini telah digunakan secara pedagogis untuk menanamkan pelajaran ini. Para terpelajar setuju akan fakta yang cukup jelas bahwa ini adalah naskah terakhir dari Nikàya, dan ini bahkan tersirat dalam Komentar. Syair-syair, yang dianggap berasal dari Ananda, menunjukkan berbagai jenis irama, tetapi semuanya berasal dari jenis-jenis belakangan. Mungkin seseorang mencoba untuk memberikan suatu sentuhan keagungan pada materi yang tidak menarik ini.
Sumber: Catatan Kaki no. 924 dalam Digha Nikaya: Kotbah-Kotbah Panjang Sang Buddha
Tanpa bermaksud merendahkan ke-32 ciri manusia agung ini, saya cenderung lebih menerima semuanya hanyalah simbolisasi keagungan seorang Samma Sambuddha akibat perbuatan mulia-Nya di masa lampau, seperti yg dijelaskan dalam Lakkhana Sutta itu sendiri....
Quote from: Indra on 31 December 2010, 09:37:18 PM
sesungguhnya bahkan tidak ada satu pun bhikkhu yg berkepala botaX, tapi menurut aturan untuk menjadi bhikkhu memang harus botaK.
:)) :)) :)) :))
Quote from: seniya on 10 April 2011, 08:23:42 PM
Tanpa bermaksud merendahkan ke-32 ciri manusia agung ini, saya cenderung lebih menerima semuanya hanyalah simbolisasi keagungan seorang Samma Sambuddha akibat perbuatan mulia-Nya di masa lampau, seperti yg dijelaskan dalam Lakkhana Sutta itu sendiri....
second that. kamsia om...