Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat Lain => Topic started by: Satria on 16 December 2010, 08:31:50 PM

Title: Logika yang sama
Post by: Satria on 16 December 2010, 08:31:50 PM
mengutip dari tulisan kawan kita, sdr Febian C dari http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18902.msg312840#msg312840

Quote
Raja Milinda: Apakah Nibbana itu ada?
Bhikkhu Nagasena: Nibbana itu ada baginda.
Raja Milinda: coba buktikan.
Bhikkhu Nagasena: Apakah Himalaya ada baginda?
Raja Milinda: Ya Himalaya ada.
Bhikkhu Nagasena: kalau begitu coba buktikan.
Raja Milinda: wah tak mungkin saya membawa Himalaya kesini bhante sendiri yang harus kesana untuk membuktikan
Bhikkhu Nagasena: demikian juga dengan Nibbana Baginda, saya tak mungkin membawa Nibbana untuk diperlihatkan kepada Baginda, Baginda sendiri yang harus membuktikannya.

sungguh masuk akal apa yang dikatakan oleh Bikkhu Nagasena.

sadarkah anda, umat tetangga menggunakan logika yang sama untuk membuktikan keberadaan Tuhan?

saya memperhatikan seringkali diantara kita selalu meminta bukti adanya tuhan dan biasanya dengan nada mengejek serta menyinggung perasaan keberagamaan umat agama lain. dengan angkuh kita akan berkata "bila tuhan itu belum kulihat, berarti aku anggap tuhan itu tidak ada".

saya sendiri bukan orang yang setuju dengan adanya "tuhan". tetapi saya juga bukan orang yang setuju dengan "sikap angkuh" dan "sikap melecehkan" keyakinan umat agama lain. seharusnya kita mengembangkan sikap saling menghormati. kita harus memperhatikan cara-cara sang Buddha dalam menyangkal ketuhanan. apakah beliau ada nada-nada mengejek keyakinan agama orang lain? apakah beliau tidak mempertimbangkan argumen-argumen yang berbeda dari suatu pernyataan yang sama?

kita harus menghindari cara berpikir yang menyalahi kualitas Quatity seperti berikut :

Orang Indonesia itu ramah-ramah.
si Ujang itu orang Indonesia.
maka, pasti si Ujang itu ramah.

itu merupakan contoh logika yang salah.


hal yang sama, kita terapkan pada logika ketuhanan.

Tuhan itu tidak ada.
Yesus itu tuhan.
maka, Yesus itu tidak ada.

ini juga logika yang salah.

jika hendak membantah tentang ketuhanan, sebaiknya dilakukan dengan cara :

1. menyenangkan, bukan menyakitkan.
2. bertahap, bukan melompat-lompat.
3. masuk akal, bukan unlogic.
4. atas dasar kasih sayang, bukan atas kehendak untuk menyinggung perasaan orang lain.
5. bukan untuk keuntungan duniawi.
Title: TUHAN tidak semudah itu marah...
Post by: johan3000 on 16 December 2010, 08:41:13 PM
Quote from: Satria on 16 December 2010, 08:31:50 PM
mengutip dari tulisan kawan kita, sdr Febian C dari http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18902.msg312840#msg312840

sungguh masuk akal apa yang dikatakan oleh Bikkhu Nagasena.

sadarkah anda, umat tetangga menggunakan logika yang sama untuk membuktikan keberadaan Tuhan?

saya memperhatikan seringkali diantara kita selalu meminta bukti adanya tuhan dan biasanya dengan nada mengejek serta menyinggung perasaan keberagamaan umat agama lain. dengan angkuh kita akan berkata "bila tuhan itu belum kulihat, berarti aku anggap tuhan itu tidak ada".

saya sendiri bukan orang yang setuju dengan adanya "tuhan". tetapi saya juga bukan orang yang setuju dengan "sikap angkuh" dan "sikap melecehkan" keyakinan umat agama lain. seharusnya kita mengembangkan sikap saling menghormati. kita harus memperhatikan cara-cara sang Buddha dalam menyangkal ketuhanan. apakah beliau ada nada-nada mengejek keyakinan agama orang lain? apakah beliau tidak mempertimbangkan argumen-argumen yang berbeda dari suatu pernyataan yang sama?

kita harus menghindari cara berpikir yang menyalahi kualitas Quatity seperti berikut :

Orang Indonesia itu ramah-ramah.
si Ujang itu orang Indonesia.
maka, pasti si Ujang itu ramah.

itu merupakan contoh logika yang salah.


hal yang sama, kita terapkan pada logika ketuhanan.

Tuhan itu tidak ada.
Yesus itu tuhan.
maka, Yesus itu tidak ada.

ini juga logika yang salah.

jika hendak membantah tentang ketuhanan, sebaiknya dilakukan dengan cara :

1. menyenangkan, bukan menyakitkan.
2. bertahap, bukan melompat-lompat.
3. masuk akal, bukan unlogic.
4. atas dasar kasih sayang, bukan atas kehendak untuk menyinggung perasaan orang lain.
5. bukan untuk keuntungan duniawi.

Bagaimanapun cara membantahnya,

TUHAN tidak semudah itu MARAH

TUHAN itu maha pengasih koqqq....  :)) :)) :))
Title: Re: Logika yang sama
Post by: Satria on 16 December 2010, 08:57:24 PM
saya tidak akan memperdebatkan apakah tuhan itu "Pemarah" atau "Maha Pengasih". karena saya tidak melihat tuhan.

saya tidak bisa berkata "Tuhan itu pasti pemarah". bagaimana bisa, bila saya tidak  melihatNya?

saya juga tak bisa berkata "Tuhan itu Maha Pengasih". dan tak bisa dikatakan "Tuhan itu Pemarah + Maha Pengasih".

karena semua itu hanya berdasar pada konsepsi dan logika belaka, tidak berujung pada "pengetahuan langsung".

hal yang sama, kita akan memperdebatkan habis-habis soal perbedaan pandanga yang sama tentang nibbana, kendatipun kita sama-sama menggunakan sumber kitab yang sama, yaitu tipitaka. selama kita tidak berpijak pada ehipasiko, maka yang akan terjadi hanyalah debat kusir. kita harus menghindarinya.

saya mengerti, diantara kita seringkali menganggap bahwa umat agama lain itu "kontradiktif" tentang ketuhanan. sifat kasih sayangnya kontradiktif dengan sifat marahnya. sebenarnya kita telah terbawa oleh cara berpikir mereka, dengan menjerumuskan diri ke dalam spekulasi dan logika. maka kita akan terjebak dalam perdebatan yang tidak berujung.
Title: Re: Logika yang sama
Post by: adi lim on 16 December 2010, 08:57:51 PM
tuhan itu 'maha pencipta'
tuhan itu 'maha pengasih'
tuhan itu 'maha adil'
tuhan itu 'maha besar'
tuhan itu serba maha ..........  =)) =))
Title: Re: Logika yang sama
Post by: Ruenis on 16 December 2010, 09:10:38 PM
Sebenarnya tak perlu mempertanyakan keberadaan Tuhan apalagi dengan nada menjelek2kan,seandainya saja mereka yang percaya Tuhan tidak berusaha memperkenalkan dengan paksa apa yang tidak dapat mereka buktikan.Nibbana tidak pernah dipaksakan oleh sang Buddha,tapi Tuhan kadang dipaksakan untuk dipercaya oleh orang2 tertentu,jelas berbeda keduanya.
Title: Re: Logika yang sama
Post by: yanfei on 16 December 2010, 09:22:35 PM
kalo gw paling takut menjelek2an Tuhan Sumedho penguasa alam dhammacitta, takut diban =))
Title: Re: Logika yang sama
Post by: seniya on 17 December 2010, 07:25:14 AM
Sang Buddha tdk mengajarkan ttg Tuhan, Beliau hanya mengajarkan ttg jalan melenyapkan dukkha alias jalan menuju kebahagiaan sejati. Tdk semua org meyakini adanya Tuhan,tetapi semua org mendambakan kebahagiaan sejati.
Title: Re: Logika yang sama
Post by: morpheus on 17 December 2010, 09:19:10 AM
Quote from: Satria on 16 December 2010, 08:31:50 PM
mengutip dari tulisan kawan kita, sdr Febian C dari http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18902.msg312840#msg312840

sungguh masuk akal apa yang dikatakan oleh Bikkhu Nagasena.

sadarkah anda, umat tetangga menggunakan logika yang sama untuk membuktikan keberadaan Tuhan?
saya pernah mencoba menunjukkan hal yg sama kepada orang yg sama, namun tampaknya beliau tidak mengerti dan bersikeras hanya mau membahas definisi nibbana untuk menunjukkan nibbana berbeda dengan tuhan...
Title: Re: Logika yang sama
Post by: Aryacetana on 17 December 2010, 09:43:45 AM

We are  gods  ? :?? :?? :??
But we are not yet Nibbana . ^-^ ^-^ ^-^
Because we have our own   ego.  >:D >:D >:D
Quarelling on mere words and terminologies?

Title: Re: Logika yang sama
Post by: EVO on 17 December 2010, 11:18:02 AM
kita bermasyarakat memang sulit untuk melepaskan diri dari label Tuhan.
menurut saya pribadi jangan jadi orang kebanyakan,
walau apapun resikonya,

setiap individu ada kammanya masing-masing
ada jalan hidupnya masing-masing,
tidak ada Tuhan selain Diri Sendiri

jika kita benar-benar berlatih
kita bukan tidak peduli ataupun menjadi orang yang egois
tapi kita tau mana jalan yang terbebaskan
hanya diri sendiri
tidak berlindung pada apapun.
Title: Re: Logika yang sama
Post by: Satria on 17 December 2010, 01:54:04 PM
orang-orang bijaksana, seringkali harus menyisihkan apa yang ada di dalam kepalanya. dengan terpaksa atau sukarela, banyak hal yang harus dirahasiakannya. reinkarnai, pengetahuan tentang masa lampau, pengetahuan masa depan, hal-hal gaib, kesaktian-kesaktian, hal itu membuat sebagian umat awam bingung, tidak mengerti dan sulit untuk mempercayai. jika saya menceritakan hal-hal yang terlau sulit untuk difahami umat awam, maka tentulah saya termasuk kepada kelompok orang yang tidak bijaksana. padahal sang Buddha telah mejelaskan bahwa dhamma itu harus dijelaskan secara bertahap. apakah kita merasa lebih tinggi pengetahuannya dari orang lain? atau apakah mrasa lebih rendah? atau merasa sama dengan orang lain? ketiganya adalh akar kesombongan.

dan hindarilah perdebatan. karena itu tidak bermanfaat. hati-hati bila ada perasaan tidak suka dalam hati terhadap lawan diskusi kita. ini akan menjadi penyebab "diskusi yang tidak sehat", menjadi penyebab diskusi sebagai ajang untuk mengembangkan ego dan meraih kesenangan intelektual sebanyak-banyaknya. selalu waspada terhadap diri sendiri, merupakan hal penting yang perlu dilakukan dalam setiap diskusi yang kita lakukan. jika diskusi tidak berujung pada berkembangnya konsntrasi dan kesadaran, hanya merupakan cara untuk mengenbangkan pengetahuan dan memperbanyak perbendaraharaan kata, maka diskusi tersebut tidak bermanfaat.

mari kita memulainya dari hal-hal yang sederhana, dari hal yang mudah untuk kita fahami bersama. apa yang terlalu sulit untuk difahami, kesampingkan saja dulu. kelak, bila sudah sampai waktunya, kita akan membahasnya lagi. dan jangan bersikap seolah kita "harus menjawab semuanya". tak semua hal harus kita jawab. bila rasa pertentangan sudah muncul, bisa dipastikan jawaban apapun akan menjadi tidak efektif dan tidak bermanfaat.

sang Buddha menjelaskan dua jalan yang dapat ditempuh :

1. melalui pengetahuan, maka ketenangan muncul
2. melalui ketenangan, maka pengetahuan muncul

pengetahuan manapun, yang membawa kita pada kedamaian, itulah pengetahuan yang bermanfaat. jangan mengatakan sesuatu bila sadar bahwa sesuatu itu terasa akan tidak menyenangkan orang lain. sang Buddha mengatakan bahwa bila seseorang merasa tidak suka pada sesuatu, maka ia akan menilai sesuatu buruk. semakin tidak suka, maka sesuatu itu akan tampak semakin buruk. tidak akan ada kebenaran yang bisa mereka lihat dari kata-kata yang kita sampaikan, bila kata-kata tersebut terasa sedikit saja "tidak menyenangkan" di dalam batin mereka. kata-kata yang menyenangkan, atau kata-kata yang menenangkan, merupakan sarana, agar kawan kita bisa berpikir tenang dan jernih, serta melihat kebenaran dari kata-kata yang kita sampaikan.