Kebetulan saya baru mengikuti seminar selama tiga hari untuk membicarakan beberapa topik Buddhisme. Salah satu topik yang cukup menarik diajukan oleh seorang lay upasika. Ia mengajukan topik ini berdasarkan pandangan Ajahn Brahmavamso yang menyatakan bahwa Jhana yang ditemukan Sang Buddha berbeda dari Jhana-jhana yang dicapai oleh guru-guru spiritual lain di India sebelum Beliau. Lay Upasika ini berpendapat bahwa Sang Buddha memang menemukan jenis Jhana yang berbeda dari ajaran-ajaran lain sebelum Sang Buddha, namun pada saat yang sama ia tidak setuju dengan pandangan Ajahn Brahmavamso. Menurut dia, sangkalan Ajahn Brahmavamso bahwa Jhana yang ditemukan Sang Buddha berbeda dari jhana-jhana ajaran berdasarkan pada fakta di mana sebagai seorang pertapa yang belum mencapai penerangan sempurna pertapa Gotama meninggalkan pencapaian-pencapaian Jhana yang dipelajari dari dua gurunya, Alara Kalama dan Udaka Ramaputta (Ariyapariyesanasutta), namun untuk mencapai penerangan sempurna beliau justru mempraktikkan kembali Jhana yang dicapainya di bawah pohon Jambu ketika beliau masih kecil (Sandaka Sutta). Lay upasika ini tampak setuju dengan pendapat Ajahn Brahmavamso dalam konteks ini, namun ia tidak setuju dengan pandangan Ajahn ini yang menyatakan bahwa ketika seseorang mencapai Jhana pikiran beku, tidak bisa berpikir apa-apa, fokus dengan satu obyek saja, dan lima indriya tidak berfungsi. Lay Upasika ini menolak pandangan ini karena dalam Anupada Sutta Bhikkhu Sāriputta, ketika berada dalam Jhana, mampu melihat muncul dan lenyapnya bentuk-bentuk mental yang muncul dalam Jhana. Dengan kata lain, menurut Lay Upasika ini, Jhana yang ditemukan Sang Buddha adalah kondisi Jhana di mana pada saat seseorang berada dalam Jhana ia masih mampu melihat muncul dan lenyapnya faktor-faktor mental yang ada dalam jhana tersebut. Untuk mendukung argumennya, ia juga melampirkan Samaññaphala Sutta di mana dlm Sutta ini dikatakan pada saat seseorang mencapai jhana ia masih merasakan keseluruhan tubuh yang diselimuti oleh joy. Ini membuktikan bahwa pada saat seseorang mencapai jhana pikiran tidak dalam keadaan frozen seperti yang dikatakan oleh Ajahn Brahmavamso.
Dalam Seminar tersebut, Bhikkhu Analayo (Bhikkhu dari Jerman, penulis Satipaṭṭhāna) memberikan pendapat yang berbeda. Beliau mengatakan bahwa Jhana yang dicapai Sang Buddha tidak berbeda dari Jhana-jhana para pertapa lain sebelum Sang Buddha. Alasannya, dalam Brahmajala Sutta, ada deskripsi jhana-jhana pertapa lain yang persis sama dengan deskripsi jhana yang dicapai Sang Buddha. Menurut beliau, yang membedakan adalah jikalau dalam ajaran lain jhana dianggap sebagai kekal dan pencapaian tertinggi, dalam ajaran Buddha, jhana merupakan fenomena yang tidak kekal, berkondisi dan mengalami perubahan (Aṭṭhakanagara Sutta). Berkaitan dengan Anupada Sutta, beliau mengatakan bahwa kondisi jhana dideskripsikan dalam sutta ini sangat spesial, jarang dan tidak bisa dicapai oleh sembarang orang karena jhana ini dicapai oleh bhikkhu Sāriputta, dan sutta ini disabdakan oleh Sang Buddha untuk menunjukkan mengapa bhikkhu Sāriputta dianggap sebagai Mahā paññā (of great wisdom).
Ada pendapat?
kayakne semuanya mengandalkan sutta yak?...
gk ada yg dari pengalaman sendiri tah?
nambahin link
Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1524.0)
Seperti apakah Jhana itu (Menurut Sutta) ? (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=157.0)
Quote from: Sol Capoeira on 13 December 2010, 01:36:45 AM
kayakne semuanya mengandalkan sutta yak?...
gk ada yg dari pengalaman sendiri tah?
kalo ini kan masalah antara mendeskripsikan jhana itu sendiri. bisa jadi kita bilang kalau lagi pingsan misalnya itu jhana. Jadi memang bisa banyak arti jhana tergantung pengalaman sendiri2. Tapi kita perlu melihat kembali ke teks utk kros cek dengan pengalaman. bisa jadi kita bilang itu jhana, eh ternyata dalam teks, bukan.
Petapa Asita, Alara, dan Udaka, ketiganya telah mencapai2 jhana-jhana dan setelah kematian, mereka terlahir kembali di alam yg sesuai dengan pencapaiannya. apakah ini tidak bisa menjadi bukti bahwa jhana mereka sama dengan jhana yg ditemukan dan diajarkan oleh Sang Buddha?
waktu saya tanya langsung ke ajahn brahm, katanya jhananya memang beda. tapi soal bukti yang di atas saya gak nanya sih.
Pada MN 79 Cula Sakuludayi Sutta (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg292908#msg292908) Sang Buddha menjelaskan jhana2 kepada Petapa Pengembara Sakuludayin. dalam sutta itu terlihat bahwa Sakuludayin menganggap jhana2 itu sesuai dengan apa yg ia telah pelajari, (terlihat dari tidak adanya bantahan dari Sakuludayin terhadap penjelasan jhana2 tersebut). Perbedaannya hanya bahwa bagi Sakuludayi Jhana itu (ie. Jhana 3) adalah kebahagiaan tertinggi sedangkan tidak demikian menurut Sang Buddha.
berikut cuplikannya:
Quote
25. "Di sini, Udāyin, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama ... Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua ... dalam jhāna ke tiga ... ini adalah cara praktis untuk mencapai alam yang sungguh-sungguh menyenangkan itu."
"Yang Mulia, itu bukan cara praktis untuk mencapai alam yang sungguh-sungguh menyenangkan itu; pada titik itu alam yang sungguh-sungguh menyenangkan itu telah tercapai."
"Udāyin, pada titik itu alam yang sungguh-sungguh menyenangkan itu belum tercapai; itu hanyalah cara praktis untuk mencapai alam yang sungguh-sungguh menyenangkan itu."
jadi dari sutta ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Jhana yg diajarkan Sang Buddha serupa dengan Jhana yg dicapai oeh penganut lain
Teman-teman sekalian, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada beliau, saya rasa pendapat Ajahn Brahm agak sedikit nyeleneh dengan mengatakan Sang Buddha menemukan Jhana jenis baru, karena Jhana diketahui berdasarkan faktor-faktornya (vitakka, vicara, piti, sukha dan ekaggata) faktor-faktor ini merupakan lawan yang mengendapkan nivarana (vicchikicca, byapada, kamachanda, udhacca kukucca dan thinamidha), jadi dengan mengendapnya nivarana dan munculnya kelima faktor Jhana maka itu disebut Jhana.
Jadi tak perlu ada Jhana baru atau Jhana lebih baru atau Jhana ultramodern dsbnya. Jhana adalah Jhana bila syarat-syarat diatas dipenuhi.
Mengenai Anupada sutta menurut saya sering di salah artikan, ada beberapa orang yang menganggap bahwa escape (jalan keluar) adalah insight, padahal menurut saya "escape" yang dimaksud disini adalah escape dari keadaan Jhana tersebut ke arah yang lebih tinggi. Jadi dari Jhana pertama Y.A. Sariputta melihat escape ke arah Jhana kedua dstnya.
Ketika beliau sampai Jhana ke 8 (nevasanna na sanna yatana) beliau kemudian mencapai Nirodha Samapatti, yang hanya bisa dicapai oleh Arahat atau Anagami. Jadi jelas dalam Anupada Sutta ini Y.A. Sariputta telah mencapai kesucian minimum Anagami. Jadi dalam Anupada Sutta ini beliau sebenarnya menganalisa tingkah polah batin saat memasuki, keluar Jhana dan memasuki Jhana yang lebih tinggi.
Kita juga ketahui bahwa dikatakan Jhana yang merupakan basis melatih insight adalah Jhana pertama sampai Jhana ke-empat, tak pernah dikatakan bahwa Arupa Jhana merupakan basis untuk melatih insight (pandangan terang). Sedangkan di dalam Anupada Sutta dikatakan bahwa ada "escape" dari Jhana tersebut ke yang lebih tinggi (beyond), oleh sebab itu yang dimaksud tentu saja adalah Jhana yang lebih tinggi bukan "insight".
Sumbang pendapat sedikit. Sebetulnya yang Ajahn Brahm bilang bukanlah Sang Buddha menemukan Jhana baru. Tetapi beliau bilang kalau kualitas Jhana yang Sang Buddha pelajari dari Alara Kalama dan Udaka Ramaputta kualitasnya sudah menurun dari kedua pencapaian yang sebenarnya yang diajarkan oleh Buddha Kassapa. Oleh karena itulah dalam Ariyapariyesana Sutta digambarkan Sang Buddha mengatakan bahwa pencapaian tersebut (di bawah kedua guru tersebut) tidak membawa beliau pada nibbana. Tetapi setelah beliau me-nemukan kembali sikap yang benar terhadap Jhana (dimulai dari pengalaman masa kecilnya di bawah pohon jambu mencapai Jhana 1), dan secara progresif mencapai Jhana2 di atasnya, beliau menemukan kembali kualitas Jhana yang sebenarnya yang disebut samma samadhi (faktor ke-8 dari Jalan Ariya Beruas 8 ). Kulminasi ke-8 faktor inilah yang membawa beliau mencapai Right Insight (samma nana) dan Right Liberation (samma vimutti).
Beliau memakai analogi, pada jaman dahulu gelar PhD merupakan gelar yang langka dan lulusan yang menyandang gelar itu memiliki kualitas yang benar2 top. Tetapi sepanjang perjalanan jaman, semakin banyak universitas yang menawarkan gelar PhD dan semakin gelar tersebut mudah didapatkan. Akhirnya kualitas PhD jaman sekarang belum tentu sama dengan kualitas PhD jaman dahulu. Ini hanya analogi saja. Demikian juga kualitas Jhana pada jaman Buddha Kassapa, yang kemudian semakin menurun apalagi setelah Jalan Ariya Beruas 8 tidak lagi dikenal ... pada akhirnya di jaman sebelum bodhisatta Siddharta menjadi Buddha, kualitas jhana yang ada tidak sebaik pada waktu jaman Buddha Kassapa, bahkan tidak membawa pada pencerahan.
Demikian yang saya pahami dari yang penjelasan Ajahn Brahm yang saya dengar. Intinya, kualitas Jhana yang "sebenarnya" adalah kulminasi dari Jalan Ariya Beruas 8, sedangkan pada jaman di mana Jalan ini tidak dikenal, kualitas Jhana yang ada menjadi lebih rendah dari yang seharusnya (yaitu yang dapat membawa pada right insight (faktor ke-9) dan right liberation (faktor ke-10). Dengan kata lain, walaupun nama pencapaian Jhana nya masih sama, tetapi kualitasnya berbeda. Jadi sekali lagi, Ajahn Brahm tidak bilang Jhana baru :)
Mettacittena,
Luis
Just sharing, artikel yang ditulis oleh Piya Tan (dulu: Ven Piyasilo) mengenai "Buddha menemukan Jhana" yang berisi ulasan kritis terhadap pandangan Ajahn Brahm mengenai isu ini.
http://dharmafarer.org/wordpress/wp-content/uploads/2010/02/33.1b-Buddha-discovers-dhyana.-piya.pdf
Mettacittena,
Luis
Quote from: luis on 13 December 2010, 01:53:56 PM
Just sharing, artikel yang ditulis oleh Piya Tan (dulu: Ven Piyasilo) mengenai "Buddha menemukan Jhana" yang berisi ulasan kritis terhadap pandangan Ajahn Brahm mengenai isu ini.
http://dharmafarer.org/wordpress/wp-content/uploads/2010/02/33.1b-Buddha-discovers-dhyana.-piya.pdf
wah, menarik... thank you!
Quote from: Sol Capoeira on 13 December 2010, 01:36:45 AM
kayakne semuanya mengandalkan sutta yak?...
gk ada yg dari pengalaman sendiri tah?
Seminar ini adalah seminar akademik. Seminar ini diikuti oleh para professor dan sarjana Buddhist dari sepuluh negara (kalau saya tidak salah hitung), seperti USA, Jerman, Belanda, India, dll. Karena itu, harus ada dasar dan bukti yang bisa dijadikan pedoman. Kalau kita ceramah untuk umum, mungkin pengalaman akan akan lebih bermanfaat. Tetapi dalam dunia akademik, acuan dalam sutta sangat dibutuhkan.
Quote from: Sol Capoeira on 13 December 2010, 01:36:45 AM
kayakne semuanya mengandalkan sutta yak?...
gk ada yg dari pengalaman sendiri tah?
Kebetulan saya tahu Lay Upasika, dan setahu saya, ia adalah seorang meditator. Sementara itu, Bhikkhu Analayo juga merupakan salah satu guru meditasi di Barat. Untuk Ajahn Brahmavamso, semua tahu tentang beliau.
Quote from: Indra on 13 December 2010, 09:08:11 AM
Pada MN 79 Cula Sakuludayi Sutta (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg292908#msg292908) Sang Buddha menjelaskan jhana2 kepada Petapa Pengembara Sakuludayin. dalam sutta itu terlihat bahwa Sakuludayin menganggap jhana2 itu sesuai dengan apa yg ia telah pelajari, (terlihat dari tidak adanya bantahan dari Sakuludayin terhadap penjelasan jhana2 tersebut). Perbedaannya hanya bahwa bagi Sakuludayi Jhana itu (ie. Jhana 3) adalah kebahagiaan tertinggi sedangkan tidak demikian menurut Sang Buddha.
berikut cuplikannya:
jadi dari sutta ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Jhana yg diajarkan Sang Buddha serupa dengan Jhana yg dicapai oeh penganut lain
setuju.
Quote from: fabian c on 13 December 2010, 10:45:39 AM
Teman-teman sekalian, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada beliau, saya rasa pendapat Ajahn Brahm agak sedikit nyeleneh dengan mengatakan Sang Buddha menemukan Jhana jenis baru, karena Jhana diketahui berdasarkan faktor-faktornya (vitakka, vicara, piti, sukha dan ekaggata) faktor-faktor ini merupakan lawan yang mengendapkan nivarana (vicchikicca, byapada, kamachanda, udhacca kukucca dan thinamidha), jadi dengan mengendapnya nivarana dan munculnya kelima faktor Jhana maka itu disebut Jhana.
Jadi tak perlu ada Jhana baru atau Jhana lebih baru atau Jhana ultramodern dsbnya. Jhana adalah Jhana bila syarat-syarat diatas dipenuhi.
Mengenai Anupada sutta menurut saya sering di salah artikan, ada beberapa orang yang menganggap bahwa escape (jalan keluar) adalah insight, padahal menurut saya "escape" yang dimaksud disini adalah escape dari keadaan Jhana tersebut ke arah yang lebih tinggi. Jadi dari Jhana pertama Y.A. Sariputta melihat escape ke arah Jhana kedua dstnya.
Ketika beliau sampai Jhana ke 8 (nevasanna na sanna yatana) beliau kemudian mencapai Nirodha Samapatti, yang hanya bisa dicapai oleh Arahat atau Anagami. Jadi jelas dalam Anupada Sutta ini Y.A. Sariputta telah mencapai kesucian minimum Anagami. Jadi dalam Anupada Sutta ini beliau sebenarnya menganalisa tingkah polah batin saat memasuki, keluar Jhana dan memasuki Jhana yang lebih tinggi.
Kita juga ketahui bahwa dikatakan Jhana yang merupakan basis melatih insight adalah Jhana pertama sampai Jhana ke-empat, tak pernah dikatakan bahwa Arupa Jhana merupakan basis untuk melatih insight (pandangan terang). Sedangkan di dalam Anupada Sutta dikatakan bahwa ada "escape" dari Jhana tersebut ke yang lebih tinggi (beyond), oleh sebab itu yang dimaksud tentu saja adalah Jhana yang lebih tinggi bukan "insight".
Sutta ini bukan hanya menjelaskan kemampuan bhikkhu Sāriputta untuk escape dari Jhana satu ke jhana dua, dari jhana ke dua ke jhana ketiga, dan seterusnya, tetapi juga menjelaskan kemampuan bhikkhu Sāriputta untuk melihat bagaimana faktor-faktor mental dalam jhana ketika muncul, ada dan lenyap.
Quote from: Indra on 13 December 2010, 09:08:11 AM
Pada MN 79 Cula Sakuludayi Sutta (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg292908#msg292908) Sang Buddha menjelaskan jhana2 kepada Petapa Pengembara Sakuludayin. dalam sutta itu terlihat bahwa Sakuludayin menganggap jhana2 itu sesuai dengan apa yg ia telah pelajari, (terlihat dari tidak adanya bantahan dari Sakuludayin terhadap penjelasan jhana2 tersebut). Perbedaannya hanya bahwa bagi Sakuludayi Jhana itu (ie. Jhana 3) adalah kebahagiaan tertinggi sedangkan tidak demikian menurut Sang Buddha.
berikut cuplikannya:
jadi dari sutta ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Jhana yg diajarkan Sang Buddha serupa dengan Jhana yg dicapai oeh penganut lain
imo
sama tapi belum mengerti 4 KM
_/\_