Sebelum kemunculan Buddha atau sebelum mendengar Dhamma, kita cenderung menganggap bahwa dalam suatu makhluk ada satu komponen utama yang bersifat personifikasi, atau suatu unsur utama, atau inti diri berupa jiwa, suatu ruh, atta. Persis perumpamaan yang diberikan Sang Buddha mengenai seorang raja yang terpesona oleh suara kecapi lalu menganggap suara tersebut adalah salah satu unsur, atau unsur utama, atau komponen inti, dari kecapi.Kutipan SN 35.205. VINA SUTTA:Quote... Misalkan ada seorang raja atau menteri kerajaan yang belum pernah mendengar suara musik kecapi. Kemudian pada suatu hari ia mendengarkannya dan berkata,"Orang baik beritahukanlah kepadaku , suara apakah itu, yang begitu mempesona, begitu menyenangkan, begitu memabukkan, begitu menggairahkan, dengan kekuatan yang begitu mengikat?"
Lalu mereka berkata kepadanya,"Paduka, itu adalah suara musik kecapi."
Maka ia berkata,"Pergilah, bawakan aku kecapi itu!"
Lalu mereka membawakan kecapi itu kepadanya tetapi ia berkata,"Cukup sudah dengan kecapi ini. Bawakan saja aku musiknya!"
Mereka lalu berujar,"Paduka, kecapi ini terdiri dari berbagai dan banyak bagian: perut, kulit, tangkai, kerangka, senar, kuda-kuda, dan upaya pemain. Dan kecapi itu bersuara karena mereka. Kecapi itu bersuara karena banyak bagian".
Lalu raja tersebut memecahkan kecapi itu menjadi ratusan bagian, memecah dan memecahnya lagi, membakarnya, menaruh abunya dalam sebuah timbunan, dan menampinya dalam sebuah tong atau mencucinya dengan air agar dapat menemukan suara musiknya.
Setelah melakukan hal ini, ia berkata, "Kecapi merupakan benda yang sungguh jelek; apapun gerangan sebuah kecapi itu, dunia telah terbawa sesat oleh benda itu".
Demikian pula, pada seseorang yang menyelidiki badan JASMANI sejauh apapun badan jasmani mengada dan berubah, menyelidiki PERASAAN..., menyelidiki PERSEPSI (pencerapan)..., menyelidiki BENTUK-BENTUK BATIN/PIKIRAN..., menyelidiki KESADARAN sejauh apapun kesadaran mengada dan berubah, tidak akan ditemukan atau muncul gagasan atau pandangan mengenai "Diriku, Milikku, Aku".
<SN 35.205. Vina Sutta, Samyutta Nikaya>
************
Di Vajira Sutta, Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, saat menegur dan memberi penjelasan pada Mara yg berusaha menggodanya, mengatakan bahwa yg kita sebut "diri" ini adalah semata kumpulan dari sankhara/bentukan ("fabrications") seumpama "kereta" hanya ada karena komponen-komponennya berkumpul, berpadu atau terintegrasi. Anattalakkhana, Culasaccaka, Mahapuññama Sutta dll, menjelaskan bhw masing-masing dari pancakhandha bukanlah atta/diri/aku/personifikasi.
Kutipan SN 5.10 VAJIRA SUTTA:QuoteMara, dengan tujuan mengganggu dan menteror, mendekat dan bertanya:
"Oleh siapa makhluk itu diciptakan?
Dimana Sang Pencipta berada?
Di mana makhluk diciptakan?
Di mana lenyapnya makhluk?"
Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, menjawab:
"Makhluk, kau bilang? Itukah pemikiranmu?
Yang ada di sini, hanyalah kumpulan/tumpukan bentukan-bentukan (sankhara) semata. Tidak bisa ditemukan makhluk di tumpukan ini."
Lanjut Sang Bhikkhuni:
"Seperti halnya bila komponen-komponennya lengkap berkumpul, ada istilah 'kereta'; begitupula halnya bila khandha-khandha hadir berkumpul, maka sebagai perjanjian umum ada istilah 'makhluk'."
"Hanya penderitaan (dukkha) yang mengada menjelma tercipta;
Penderitaanlah yang tercipta dan lenyap;
Tiada apapun melainkan penderitaan yang tercipta.
Tiada apapun melainkan penderitaan yang lenyap."
Menyadari Sang Bhikkuni mengenalinya, Mara kecewa dan segera menghilang.
<SN 5.10 Vajira Sutta>
Versi Lengkap SN 5.10 VAJIRA SUTTA
(Sumbangan dari Romo Cunda JS)Bertempat di Sāvatthi
Bhikkhunī Vajirā pagi-pagi sekali setelah mengenakan jubahnya, membawa jubah luar dan mangkuknya memasuki kota Sāvatthi untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah kembali mengumpulkan dana makanan dan setelah menyantap makanannya, beliau masuk ke hutan Andhavana , kemudian beliau duduk di salah satu akar pohon untuk berdiam selama siang hari.
Kemudian datang Māra si Jahat yang senang menimbulkan ketakutan yang menggetarkan dan mendirikan bulu roma guna menjatuhkan Sang Bhikkhuni dari samādhi datang menghampiri beliau, setelah mendekat dia berkata padanya dalam bentuk syair (gāthā)
"Makhluk dibuat oleh siapa?,
Dimanakah si pencipta makhluk?
Dimanakah makhluk muncul?,
Dimanakah makhluk lenyap?"
Kemudian Bhikkhunī Vajirā berkata:
"Siapakah kamu sesungguhnya yang mengucapkan syair ini, manusiakah atau bukan?
Inilah Māra si Jahat yang mengucapkan syair yang bertujuan menjatuhkan aku dari samādhi, yang senang menimbulkan ketakutan yang menggetarkan dan mendirikan bulu roma."
Kemudian setelah mengetahui 'Inilah Māra si Jahat' maka Bhikkhunī Vajirā menjawab Māra si Jahat dengan syair :
"Apa "sesosok makhluk'?,
O Māra kamu diliputi pandangan keliru
Ini hanyalah tumpukan perpaduan, disini tidak diketemukan 'makhluk'
Sebagaimana tersusun dari pelbagai komponen, demikianlah muncul sebutan 'kereta'
Demikianlah keberadaan 'kelompok kehidupan' maka muncullah sebutan 'makhluk' secara kesepakatan.
Dukkhalah sesungguhnya yang muncul ,
Dukkha pula yang menjelma
Tiada yang lain kecuali dukkhalah yang muncul,
Tiada yang lain kecuali dukkhalah lenyap."
Māra si Jahat berpikir:
"Bhikkhunī Vajirā telah mengenali aku"
Kemudian dia menghilang dengan sedih dan kecewa.
Quote
Dalam bahasa Pali:
Sāvatthinidānaṃ.
Atha kho vajirā bhikkhunī pubbaṇhasamayaṃ nivāsetvā pattacīvaramādāya sāvatthiṃ piṇḍāya pāvisi.
Sāvatthiyaṃ piṇḍāya caritvā pacchābhattaṃ piṇḍapātapaṭikkantā yena andhavanaṃ tenupasaṅkami divāvihārāya.
Andhavanaṃ ajjhogāhetvā aññatarasmiṃ rukkhamūle divāvihāraṃ nisīdi.
Atha kho māro pāpimā vajirāya bhikkhuniyā bhayaṃ chambhitattaṃ lomahaṃsaṃ uppādetukāmo samādhimhā cāvetukāmo yena vajirā bhikkhunī tenupasaṅkami; upasaṅkamitvā vajiraṃ bhikkhuniṃ gāthāya ajjhabhāsi –
''Kenāyaṃ pakato satto, kuvaṃ sattassa kārako;
Kuvaṃ satto samuppanno, kuvaṃ satto nirujjhatī''ti.
Atha kho vajirāya bhikkhuniyā etadahosi –
''ko nu khvāyaṃ manusso vā amanusso vā gāthaṃ bhāsatī''ti?
Atha kho vajirāya bhikkhuniyā etadahosi –
''māro kho ayaṃ pāpimā mama bhayaṃ chambhitattaṃ lomahaṃsaṃ uppādetukāmo samādhimhā cāvetukāmo gāthaṃ bhāsatī''ti.
Atha kho vajirā bhikkhunī ''māro ayaṃ pāpimā'' iti viditvā, māraṃ pāpimantaṃ gāthāhi paccabhāsi –
''Kiṃ nu sattoti paccesi, māra diṭṭhigataṃ nu te;
Suddhasaṅkhārapuñjoyaṃ, nayidha sattupalabbhati.
''Yathā hi aṅgasambhārā, hoti saddo ratho iti;
Evaṃ khandhesu santesu, hoti sattoti sammuti.
''Dukkhameva hi sambhoti,
dukkhaṃ tiṭṭhati veti ca;
Nāññatra dukkhā sambhoti,
nāññaṃ dukkhā nirujjhatī''ti.
Atha kho māro pāpimā ''jānāti maṃ vajirā bhikkhunī''ti dukkhī dummano tatthevantaradhāyīti.
(Saṃyuttanikāyo; Sagāthāvaggo; 5. Bhikkhunīsaṃyuttaṃ; 10. Vajirāsuttaṃ; 171)