Secara umum, tidaklah mungkin bagi seorang umat awam dapat menilai dan mengukur tingkat pencapaian Para Buddha dan ARYA Agung yang memiliki kemampuan transformasi waktu dan menjelma ke berbagai bentuk jasmani dan menampilkan berbagai mujijat.
Pada satu waktu satu ajaran yang sederhana atau perbuatan seorang Buddha dipahami dengan cara yang berbeda-beda oleh beragam jenis pengikutnya berdasarkan kapasitas dan kemampuan masing-masing individu.
Misalnya ketika Buddha membuat mujijat,
pengikut Theravada hanya melihat kejadian itu berlangsung selama satu hari,
sedangkan pengikut Mahayana melihat kejadian itu berlangsung selama setengah bulan.
Umat awam hanya menerima tiga putaran roda dharma, sedangkan orang-orang yang berbakat luar biasa melihat Buddha Sakyamuni memberikan Ajaran-ajaran lain yang tak terhingga banyaknya seperti Avatamsaka, Kalacakra dan lain-lain.
Sebelum orang itu mencapai tingkat Mata Dharma tidaklah mampu untuk menilai sebuah Pelajaran dharma atau tingkat pencapaian seseorang.
Karena hanya akan memancing karma buruk bertambah.
Berikut ini ada sebuah cerita yang melukiskan perbedaan besar pengertian dari ruang lingkup Theravada dan Mahayana .
Pada satu masa, Manjushri menghabiskan masa retreat musim hujannya dengan ditemani oleh kumpulan selir-selir dari raja Salgyal.
Dikemudian hari hal ini diketahui oleh Arya MahaKasyapa lalu mencelanya dengan membunyikan genta dan berseru
"Bodhisatva engkau adalah seorang pelanggar sila, tidak boleh tinggal di antara Bhiksu-bhiksu sangha.!"
Buddha Sakyamuni kemudian meminta Manjushri mengungkapkan kekuatan nilai-nilai luhurnya. Dengan kekuatannya terlihat bagaimana seorang Manjushri dapat hadir didekat tiap Buddha di setiap alam di sepuluh penjuru.
Juga terlihat seorang Mahakasyapa memukul genta disetiap alam itu.
Sang Buddha kemudian bersabda dengan bertanya :
"Mahakasyapa apakah engkau ingin mengusir semua bentuk Manjushri atau hanya yang di sini.?
MahaKasyapa merasa malu dan menyesal, ia hendak membuang genta ditangannya tapi ,
ia tidak mampu melakukannya, Genta itu terus bergema.
Ia kemudian bersujud dan meminta ampun kepada sang Buddha.
Sang Buddha lalu memintanya memohon maaf kepada sang Arya Manjushri.
Berdasarkan cerita ini, Bahkan seorang Arahat agung seperti Mahakasyapa saja tidak mampu menilai pencapaian seseorang.
Bagaimana orang biasa, umat awam seperti kita bisa mampu ?
Ini sungguh penting sekali harus dipikirkan masak-masak supaya tidak menambah karma buruk rintangan dalam hidup kita.
(dikutip dari buku kisah Padmasambhava).
Zen adalah pelajaran tingkat tertinggi yang diwariskan Sakyamuni Buddha
Adalah pelajaran yang diluar kata-kata dan diberikan dari hati ke hati.
Coba simak kedua syair dari Patriack Zen ketiga Master Seng Chan.
Koan Master Seng Chan Patriach ZEN yang ketiga
"Kebenaran yang sejati adalah tanpa rintangan
Simpanlah itu dan berhenti untuk mengambil dan memilih
Hanya saja ketika anda berhenti untuk suka dan tidak suka
Maka semuanya akan dimengerti
Hanya perbedaan sehelai benang
Langit dan bumi dipisahkan
Seandainya anda ingin mengerti kebenaran yang utuh
Janganlah menghiraukan masalah benar atau salah
Pertikaian mengenai benar atau salah
Sesungguhnya adalah penyakit pikiran."
Pengertian tentang kebenaran yang sejati memerlukan usaha yang tekun dan waktu yang lama dan semuanya harus berlandaskan sila.
Dharma adalah Sunyata(kosong),
jadi dharma itu terbebas dari rasa suka dan tidak suka serta terbebas dari dualisme yang bersifat konsep.
Untuk itu kebenaran yang sejati dapat dikatakan sunyata, dharmakaya atau disebut juga Tao.
Banyak orang yang tidak mengerti mengambil keputusan benar dan salah
Terlalu cepat Berdasarkan pendapat orang lain lalu timbul suka dan tidak suka
Dalam agama Buddha mana ada suka dan tidak suka
Dari keputusan itu dapat diketahui pribadi anda menuju bijaksana atau terikat
Pada dasarnya penyampaian dharma tidak melalui kata-kata,
Melainkan hanya dapat diresapi dari hati ke hati.
Walaupun proses belajar pada mulanya kita memerlukan sedikit teori
Tetapi itu bukan berarti kita harus belajar teori seumur hidup
Yang terpenting adalah pelaksanaannya.
Karena pada dasarnya secara penghayatan
Dapat dikatakan Dharma tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Hanya berdasarkan ucapan yang sirik
Takut kehilangan murid, kehilangan sumber penghasilan
yang sejati tidak pernah takut malahan dewa dan hantu akan datang berguru
menjamin semua kebutuhan hidup kita 
^
Cerita di atas ada ga dalam versi Theravada ? Artikel gw dapet dari forum tetangga...
Kenapa seperti menyudutkan Theravada ?
Kenapa juga ada bawa-bawa TAO, adakah hubungannya ?   _/\_
			
				Ngga nyambung nih awal dan akhir ceritanya. 
			
			
			
				Hahaha.. Kita tunggu selengkapnya komentar rekan-rekan lain bro untuk tau apa memang kita yang bermasalah pengertian membacanya..
			
			
			
				Manjusri di-temu-kan di Sutra Mahayana... Tidak ada di Sutta (Pali Kanon)
			
			
			
				Umum dalam sutra Mahayana untuk "merendahkan" kualitas batin seorang Arahat dibandingkan seorang Bodhisattva