Dear Friends, ada 2 topik hot yg masih saja bersitegang di forum tercinta kita ini. Topik Hot tsb adalah:
- Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) adalah murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu
- Apakah JMB-8 satu2nya jalan untuk mencapai pencerahan? Adakah jalan lain yg bukan JMB-8?
Kedua topik ini -meskipun membahas dari sudut pandang yg berbeda- namun sangat berkaitan.
Melalui tulisan ini, saya membagi pemikiran saya untuk menjadi referensi / bahan pertimbangan teman2...
Pertama2 saya rangkum dulu pendapat bbrp rekan sbb:
1. Ajaran Buddha yg tertuang dalam Tipitaka kebanyakan adalah 'dualisme', yakni: perbanyak kebajikan dan kurangi kejahatan. Ajaran begini sama saja dgn Ajaran tetangga yg tidak akan membawa kpd 'pencerahan'. Ajaran begini hanya bisa menghasilkan moral yg baik, namun selama pikiran masih membeda2kan antara baik dan buruk, benar dan salah, maka artinya pikiran belum 'melihat apa adanya'. 
2. Point2 JMB-8 umumnya adalah 'dualisme'. Ambil contoh 'perbuatan benar', adalah mengetahui dan melakukan perbuatan mana yg dianggap benar dan tidak melakukan perbuatan yg dianggap tidak benar. Ini adalah dualisme. Memang, dualisme ini tidaklah jelek, hanya saja tidak akan membawa kpd 'pencerahan' yg mana menjadi tujuan Buddhisme sebenarnya.
3. Jalan yg bisa membawa kpd 'Pencerahan' adalah yg terbebas dari dualisme, yakni: 'melihat segala sesuatu sebagaimana adanya'. Beberapa sutta yg menunjang pendapat ini adalah: Bahiya dan Malunkya sutta. 
4. Kenapa ada anggapan bahwa dualisme adalah jelek? Karena jika kita masih 'berbuat baik' artinya kita masih menimbun kamma baru yg pastinya akan berbuah nanti, padahal tujuan Ajaran Buddha adalah 'tidak terlahir kembali', yakni: Janganlah membuat kamma baru, baik buruk maupun jelek. 
Point2 diatas, meskipun kelihatannya sangat logis, namun mesti kita renungi secara berhati-hati. 
Opini saya adalah sbb:
Saya tidak menolak sepenuhnya pendapat rekan2 tsb. Saya menyetujui bahwa realisasi 'melihat segala sesuatu sebagaimana adanya' (yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam) adalah 'pencerahan'.
Namun, kita mesti hati2, krn, apakah kita sudah mengalami 'melihat segala sesuatu sebagaimana adanya' itu? Kita hanya tau defenisinya dari buku2, kita belum mampu melihat manusia hanyalah onggokan daging, lendir, darah, dstnya.. Kita belum mampu melihat makian hanyalah gelombang suara yg dihasilkan getaran pita suara, kita belum sungguh2 mampu merealisasikan 'dalam melihat hanya ada melihat'...  Singkat kata, kita belum tau dengan sebenarnya apa itu 'yatha bhutam..'. Kita hanya menduga2nya secara intelektual, namun belum mengalaminya.
Apakah dgn begitu, artinya kita tidak usah melatih sutta 'kelas tinggi' ini? Tidak juga, krn sambil berusaha memahami sutta ini, kita perlu mempersiapkan batin kita yg kental LDM ini agar lebih kinclong dan mengkilap.
 
Diibaratkan Kungfu, kita mesti melatih jurus2 dasar, kekuatan otot dan latihan2 lain untuk mencapai jurus tertinggi nantinya. Tidak bisa -dari staff kantoran ini- langsung masuk shaolin dan menerima latihan jurus terakhir. Kita mesti mulai dari langkah2 dasar kungfu, kurangi makan berlebihan, kurangi dugem, latihan angkat tong air, latihan pernafasan, dstnya... Kita mesti membentuk tubuh yg lembek dan penuh lemak ini ke kondisi yg sempurna untuk dpt menerima jurus tertinggi. 
Tiap orang akan melewati masa dan latihan yg berbeda untuk dapat mencapai master kungfu. Tergantung kondisi masing2 org: kesungguhannya, disiplinnya, kekuatan tekadnya, konsentrasinya, dll. 
Kembali ke 'melihat segala sesuatu sebagaimana adanya', apakah kita, manusia yg banyak maunya, emosian, tidak sabaran, egois ini serta merta bisa langsung 'melihat segala sesuatu sebagaimana adanya'? Secara teoritis, kita paham bahwa hal tsb adalah: melihat cacian org lain hanya sebagai kata2 yg seyogyanya tdk akan mengusik kita. Tapi, apakah kita serta merta bisa begitu tanpa melalui latihan mengembangkan cintakasih untuk mengikis sifat kesal kita terlebih dahulu? Apakah kita serta merta bisa 'melihat segala sesuatu sebagaimana adanya' tanpa melatih batin kita yg penuh gejolak ini agar menjadi kuat, tenang dan seimbang melalui serangkaian meditasi konsentrasi? Apakah kita bisa langsung ke shaolin dan melatih jurus sakti? Apa hasilnya jika jurus berkelahi diatas tiang pancang dilatih ke pemula? Hasilnya adalah kecelakaan bagi si pemula.
Kita sudah tebal oleh LDM. Yg urgent kita lakukan adalah mengikis LDM kita agar batin kita terkondisi untuk 'pencerahan'. Bagaimana cara mengikis LDM ini? Caranya yaitu mengurangi pikiran dan perbuatan jelek, mengembangkan pikiran dan perbuatan baik dan latihan menyucikan pikiran kita, istilah kerennya: Sila-Samadhi-Panna. Petunjuk pelaksanaannya tertuang dalam 8 Jalan Mulia dan penjelasannya terdapat dalam 84.000 Sutta. Tipitaka merupakan bimbingan yg sangat komplit, mulai dari dummies sd expert bisa memanfaatkannya untuk merealiasi 'akhir dukkha'.
Jadi, 'Jalan menuju Pencerahan/akhir Dukkha' bukanlah ditandai dengan 'dualisme' atau 'bukan dualisme'. Jalan Pencerahan adalah keseluruhan Ajaran dalam Tipitaka yg disesuaikan dengan tingkatan batin kita masing2. Bukan Jurus Pamungkas yg menjadikan kita seorang master, namun keseluruhan latihan.
Kembali ke ke-2 pertanyaan diatas, maka:
~ Apakah JMB-8 satu2nya jalan untuk mencapai pencerahan? Adakah jalan lain yg bukan JMB-8?
jawabannya: kesemua jalan untuk mencapai master kungfu memerlukan latihan yg sama: Menjaga Pola Makan, Istirahat Yang Cukup, Disiplin Latihan, Pengembangan Konsentrasi, Melatih Pernafasan, Kecepatan, power dan stamina, yg kesemuanya ini dapat diibaratkan JMB-8, hanya saja, cara2 praktik nya yg mungkin berbeda-beda pada tiap perguruan. 
Dengan demikian 
~ Apakah hanya Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) saja yg murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu?
Jawabannya: Bahiya Sutta merupakan bagian dari rumusan JMB-8, Bahiya Sutta dan JMB-8 adalah satu kesatuan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
 _/\_
:: 
			
			
			
				Saya tertarik bagian ini. 
Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
[...]
Dengan demikian 
~ Apakah hanya Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) saja yg murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu?
Jawabannya: Bahiya Sutta merupakan bagian dari rumusan JMB-8, Bahiya Sutta dan JMB-8 adalah satu kesatuan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Bahiya Sutta ataupun panduan lain tentang "melihat apa adanya" tidak terpisahkan dari unsur JMB8 (menurut saya, yaitu pandangan benar & perhatian benar), namun bukan tak terpisahkan dari unsur lainnya. 
contoh: "di dalam yang terdengar, hanya ada yang terdengar" bukan "di dalam yang terdengar, ada bohong, ada jujur". Itu hal yang berbeda. 
			
				Apakah sekolah anak "minggu" bisa diajarkan hanya saja
Bahiya Sutta, sehingga kelak mencapai kemajuan batin yg lebih baik daripada yg konventional JM8 ?
bagaimana dgn "nasib" gw, apakah dgn membaca Bahiya Sutta akan ada perbaikan banyak,
atau bahkan "pencerahan seketika" ?
mohon jawabannya.
			
			
			
				Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
Dear Friends, ada 2 topik hot yg masih saja bersitegang di forum tercinta kita ini. Topik Hot tsb adalah:
- Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) adalah murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu
- Apakah JMB-8 satu2nya jalan untuk mencapai pencerahan? Adakah jalan lain yg bukan JMB-8?
JMB-8 bukan dari Sang Buddha ? 
			
 
			
			
				Quote from: dilbert on 02 June 2010, 05:41:05 PM
Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
Dear Friends, ada 2 topik hot yg masih saja bersitegang di forum tercinta kita ini. Topik Hot tsb adalah:
- Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) adalah murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu
- Apakah JMB-8 satu2nya jalan untuk mencapai pencerahan? Adakah jalan lain yg bukan JMB-8?
JMB-8 bukan dari Sang Buddha ? 
menurut kepercayaan seseorang guru.
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 02 June 2010, 07:18:24 PM
Quote from: dilbert on 02 June 2010, 05:41:05 PM
Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
Dear Friends, ada 2 topik hot yg masih saja bersitegang di forum tercinta kita ini. Topik Hot tsb adalah:
- Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) adalah murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu
- Apakah JMB-8 satu2nya jalan untuk mencapai pencerahan? Adakah jalan lain yg bukan JMB-8?
JMB-8 bukan dari Sang Buddha ? 
menurut kepercayaan seseorang guru.
Ryu kalo gurunya ga ngotot Bahiya Sutta sebagai jalan utama,maka produk dia ya ga trendsetter.anehnya juga si guru itu mengajak masyarakat terutama non buddhis untuk membangkang salah satu aliran Buddhist.jadi tanyakan kembali kepada B.Pannavaro,kalo guru itu mengajak orang ga suka dengan Theravada kenapa harus ngadain meditasi disana.buat injak2 agama Buddha?
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 02 June 2010, 07:18:24 PM
Quote from: dilbert on 02 June 2010, 05:41:05 PM
Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
Dear Friends, ada 2 topik hot yg masih saja bersitegang di forum tercinta kita ini. Topik Hot tsb adalah:
- Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) adalah murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu
- Apakah JMB-8 satu2nya jalan untuk mencapai pencerahan? Adakah jalan lain yg bukan JMB-8?
JMB-8 bukan dari Sang Buddha ? 
menurut kepercayaan seseorang guru.
Guru aliran kepercayaan....
			
 
			
			
				Quote from: fabian c on 02 June 2010, 07:26:12 PM
Quote from: ryu on 02 June 2010, 07:18:24 PM
Quote from: dilbert on 02 June 2010, 05:41:05 PM
Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
Dear Friends, ada 2 topik hot yg masih saja bersitegang di forum tercinta kita ini. Topik Hot tsb adalah:
- Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) adalah murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu
- Apakah JMB-8 satu2nya jalan untuk mencapai pencerahan? Adakah jalan lain yg bukan JMB-8?
JMB-8 bukan dari Sang Buddha ? 
menurut kepercayaan seseorang guru.
Guru aliran kepercayaan....
kepercayaan dan agama lain ;D
			
 
			
			
				lagi-lagi..sungguh memalukan dan tidak tahu diri.. :)
			
			
			
				oh ya tambahan,kalau diri sendiri secara intelektual mengupasnya seharusnya "sadar",karena belum mengalaminya sendiri.. :)
			
			
			
				jujur saya bosan dengan debat begini.jujur saya muak melihat meditator berdebat tanpa ujung yang jelas,jujur saya bosan melihat meditator yang tulisannya panjang lebar tapi sebatas intelektual.
meditator yang hanya bisa menulis kata2 meditasi yang bagus tanpa mencerminkan hasilnya ke dalam kesehariannya ibarat orang homo yang mengaku dirinya hetero tapi di dalam batinnya tetap homo.
			
			
			
				kebosanan itu mungkin kehampaan bro..jadi disadari aja lha..atau ikutan kegiatan Tzu Chi banyak-banyak,biar ada pencerahan.. :))
			
			
			
				mungkin anda yang perlu mengikuti beberapa kegiatan Tzu Chi agar lebih bisa melihat dunia secara luas.
			
			
			
				saya sudah melihatnya lewat "televisi" yang ditayangkan,dan menganggapnya pengetahuan saya akan dunia sudah sangat cukup luas untuk anak seumur saya..lebih dari apa yang diharapkan oleh orang lain...
sedangkan untuk manusia yang "lebih tua",seharusnya belajar untuk lebih banyak "diam",tidak menggebu-gebu seperti saya yang masih muda..
kalau tidak,berati hanya tubuh saja yang menua,tetapi yang lainnya tidak ikut dalam memperhatikan proses esensi batin..sungguh disayangkan.. :)
			
			
			
				ehm sekedar komentar aja atas tulisan diatas...krn emg dr awal saya tidak mengikuti perjalanan thread ini :D
menurut pendapat pribadi saya
1. Ajaran Buddha yg tertuang dalam Tipitaka kebanyakan adalah 'dualisme', yakni: perbanyak kebajikan dan kurangi kejahatan. Ajaran begini sama saja dgn Ajaran tetangga yg tidak akan membawa kpd 'pencerahan'. Ajaran begini hanya bisa menghasilkan moral yg baik, namun selama pikiran masih membeda2kan antara baik dan buruk, benar dan salah, maka artinya pikiran belum 'melihat apa adanya'.
menurut saya pendapat ini kurang tepat, karena 
dengan melihat apa adanya bkn berarti tidak memahami dualisme
justru dengan memahami 2 sisi tersebut kita bs melihat apa adanya...
tanpa mengetahui mana yang baik atau buruk, orang tidak bisa menjadi bijaksana
orang yang benar2 'melihat apa adanya' bukan berarti ia menutup mata terhadap sesuatu yang baik atau buruk...tidak ada 'immortal' tanpa 'mortal' terlebih dahulu
2. Point2 JMB-8 umumnya adalah 'dualisme'. Ambil contoh 'perbuatan benar', adalah mengetahui dan melakukan perbuatan mana yg dianggap benar dan tidak melakukan perbuatan yg dianggap tidak benar. Ini adalah dualisme. Memang, dualisme ini tidaklah jelek, hanya saja tidak akan membawa kpd 'pencerahan' yg mana menjadi tujuan Buddhisme sebenarnya.
menurut saya dg pencerahan bkn berarti tidak bs membedakan mana yang baik atau buruk
justru dengan mencapai pencerahan, maka akan makin memahami dualitas sehingga ia menyadari dualitas itu sebenarnya ada dalam diri masing2 orang
pencerahan membawa orang semakin pintar dan tahu kenyataan
bknnya malah semakin bodoh dan tidak memahami kenyataan [kenyataan bahwa dualitas dialami individu]
pencerahan memang tidak melihat dalam lingkup dualisme
tapi bkn berarti ia tidak menyadari bahwa dualisme itu 'ada' dalam individu yang mengalaminya
			
			
			
				Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 07:54:26 PM
saya sudah melihatnya lewat "televisi" yang ditayangkan,dan menganggapnya pengetahuan saya akan dunia sudah sangat cukup luas untuk anak seumur saya..lebih dari apa yang diharapkan oleh orang lain...
sedangkan untuk manusia yang "lebih tua",seharusnya belajar untuk lebih banyak "diam",tidak menggebu-gebu seperti saya yang masih muda..
kalau tidak,berati hanya tubuh saja yang menua,tetapi yang lainnya tidak ikut dalam memperhatikan proses esensi batin..sungguh disayangkan.. :)
oh pantas saja tidak cerah juga,mirip pembantu yang kebanyakan nonton tv,dalam banyak hal saya sudah banyak diam dan melihat namun anda terus berkutat dengan hal begitu.
aneh sungguh aneh tapi tidak apa2 lah,saya juga tidak rugi karena ini diri anda,saya mengerjakan tzu chi juga yang mendapat manfaat juga saya. namun meditator yang fbnya berisi foto telanjang tentu mengundang banyak pertanyaan dari masyarakat apalagi untuk beberapa orang tua yang suka melihat brondong yangsedang mencari orang tua juga.
			
 
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 07:57:41 PM
ehm sekedar komentar aja atas tulisan diatas...krn emg dr awal saya tidak mengikuti perjalanan thread ini :D
menurut pendapat pribadi saya
1. Ajaran Buddha yg tertuang dalam Tipitaka kebanyakan adalah 'dualisme', yakni: perbanyak kebajikan dan kurangi kejahatan. Ajaran begini sama saja dgn Ajaran tetangga yg tidak akan membawa kpd 'pencerahan'. Ajaran begini hanya bisa menghasilkan moral yg baik, namun selama pikiran masih membeda2kan antara baik dan buruk, benar dan salah, maka artinya pikiran belum 'melihat apa adanya'.
menurut saya pendapat ini kurang tepat, karena 
dengan melihat apa adanya bkn berarti tidak memahami dualisme
justru dengan memahami 2 sisi tersebut kita bs melihat apa adanya...
tanpa mengetahui mana yang baik atau buruk, orang tidak bisa menjadi bijaksana
orang yang benar2 'melihat apa adanya' bukan berarti ia menutup mata terhadap sesuatu yang baik atau buruk...tidak ada 'immortal' tanpa 'mortal' terlebih dahulu
2. Point2 JMB-8 umumnya adalah 'dualisme'. Ambil contoh 'perbuatan benar', adalah mengetahui dan melakukan perbuatan mana yg dianggap benar dan tidak melakukan perbuatan yg dianggap tidak benar. Ini adalah dualisme. Memang, dualisme ini tidaklah jelek, hanya saja tidak akan membawa kpd 'pencerahan' yg mana menjadi tujuan Buddhisme sebenarnya.
menurut saya dg pencerahan bkn berarti tidak bs membedakan mana yang baik atau buruk
justru dengan mencapai pencerahan, maka akan makin memahami dualitas sehingga ia menyadari dualitas itu sebenarnya ada dalam diri masing2 orang
pencerahan membawa orang semakin pintar dan tahu kenyataan
bknnya malah semakin bodoh dan tidak memahami kenyataan [kenyataan bahwa dualitas dialami individu]
pencerahan memang tidak melihat dalam lingkup dualisme
tapi bkn berarti ia tidak menyadari bahwa dualisme itu 'ada' dalam individu yang mengalaminya
 [at] Reenzia,mereka itu orang buta yang memegang seekor gajah,bila anda ikut berkomentar seperti itu anda juga mirip orang2 buta tersebut,yang bisa kita lakukan adalah melihat apa yang telah mereka dapatkan bisa diresapi dalam kehidupan sehari2 nya.
beberapa memilih meditasi dengan telanjang pakaian.:))
			
 
			
			
				Hahaha...kasihan juga organisasi Tzu Chi,ya semoga senior senior Tzu Chi berbaik hati mengajari seorang anggotanya dalam tata bahasa dan etika dalam berbicara,apalagi menyangkut-nyangkut privasi orang lain..sungguh kasihan...
dan satu hal lagi,ternyata sebagai anggota Tzu Chi akhirnya mulutnya beracun dan hendak mengigit kembali Tzu Chi dengan mengatakan mirip pembantu yang kebanyakan nonton tv...haha..padahal saya menonton DaAi Tv..
mungkin di anggapnya orang yang menonton DaAi Tv mirip pembantu? :)
tidak tahu lha dan tak mau tahu.. :))
			
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 07:57:41 PM
ehm sekedar komentar aja atas tulisan diatas...krn emg dr awal saya tidak mengikuti perjalanan thread ini :D
menurut pendapat pribadi saya
1. Ajaran Buddha yg tertuang dalam Tipitaka kebanyakan adalah 'dualisme', yakni: perbanyak kebajikan dan kurangi kejahatan. Ajaran begini sama saja dgn Ajaran tetangga yg tidak akan membawa kpd 'pencerahan'. Ajaran begini hanya bisa menghasilkan moral yg baik, namun selama pikiran masih membeda2kan antara baik dan buruk, benar dan salah, maka artinya pikiran belum 'melihat apa adanya'.
menurut saya pendapat ini kurang tepat, karena 
dengan melihat apa adanya bkn berarti tidak memahami dualisme
justru dengan memahami 2 sisi tersebut kita bs melihat apa adanya...
tanpa mengetahui mana yang baik atau buruk, orang tidak bisa menjadi bijaksana
orang yang benar2 'melihat apa adanya' bukan berarti ia menutup mata terhadap sesuatu yang baik atau buruk...tidak ada 'immortal' tanpa 'mortal' terlebih dahulu
2. Point2 JMB-8 umumnya adalah 'dualisme'. Ambil contoh 'perbuatan benar', adalah mengetahui dan melakukan perbuatan mana yg dianggap benar dan tidak melakukan perbuatan yg dianggap tidak benar. Ini adalah dualisme. Memang, dualisme ini tidaklah jelek, hanya saja tidak akan membawa kpd 'pencerahan' yg mana menjadi tujuan Buddhisme sebenarnya.
menurut saya dg pencerahan bkn berarti tidak bs membedakan mana yang baik atau buruk
justru dengan mencapai pencerahan, maka akan makin memahami dualitas sehingga ia menyadari dualitas itu sebenarnya ada dalam diri masing2 orang
pencerahan membawa orang semakin pintar dan tahu kenyataan
bknnya malah semakin bodoh dan tidak memahami kenyataan [kenyataan bahwa dualitas dialami individu]
pencerahan memang tidak melihat dalam lingkup dualisme
tapi bkn berarti ia tidak menyadari bahwa dualisme itu 'ada' dalam individu yang mengalaminya
jangan buang-buang waktu dengan "fanatisme buddhisme" :))
			
 
			
			
				 [at] nyana
haha, apa komentar saia terlalu sulit tuk mrk pahami?
yah moga2 bs dimengerti, jika tidak ya sudah lah  :))
namanya juga forum, tempat diskusi, klo mw dibaca ya silahkan, tidak jg gpp :))
 [at] riky
so ngapain lagi anda ada disini jika anda berkata seperti itu :D
			
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:07:28 PM
 [at] nyana
haha, apa komentar saia terlalu sulit tuk mrk pahami?
yah moga2 bs dimengerti, jika tidak ya sudah lah  :))
namanya juga forum, tempat diskusi, klo mw dibaca ya silahkan, tidak jg gpp :))
sendiri sudah mengalaminya belum?? :D
			
 
			
			
				yah kan sudah saya tulis sejak awal itu cm pendapat saja
jika anda memang berniat diskusi seharusnya anda menyadari saya sudah mengalaminya atau belum, right?
anda ngarep terlalu banyak jika anda pikir saya pribadi telah mengalaminya...tp jika anda berpikir saya telah mengalaminya...aduh maluwww :">
			
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:10:10 PM
yah kan sudah saya tulis sejak awal itu cm pendapat saja
jika anda memang berniat diskusi seharusnya anda menyadari saya sudah mengalaminya atau belum, right?
anda ngarep terlalu banyak jika anda pikir saya pribadi telah mengalaminya...tp jika anda berpikir saya telah mengalaminya...aduh maluwww :">
kalimat anda hanya kalimat "asumsi" toh,berati kemungkinan salah sangat besar,sama besarnya dengan kemungkinan benar..
menurut saya dg pencerahan bkn berarti tidak bs membedakan mana yang baik atau buruk
justru dengan mencapai pencerahan, maka akan makin memahami dualitas sehingga ia menyadari dualitas itu sebenarnya ada dalam diri masing2 orang
pencerahan membawa orang semakin pintar dan tahu kenyataan
bknnya malah semakin bodoh dan tidak memahami kenyataan [kenyataan bahwa dualitas dialami individu]
pencerahan memang tidak melihat dalam lingkup dualisme
tapi bkn berarti ia tidak menyadari bahwa dualisme itu 'ada' dalam individu yang mengalaminyajadi itu yang di bold hanya teori belaka.. :)
			
 
			
			
				Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:05:50 PM
Hahaha...kasihan juga organisasi Tzu Chi,ya semoga senior senior Tzu Chi berbaik hati mengajari seorang anggotanya dalam tata bahasa dan etika dalam berbicara,apalagi menyangkut-nyangkut privasi orang lain..sungguh kasihan...
dan satu hal lagi,ternyata sebagai anggota Tzu Chi akhirnya mulutnya beracun dan hendak mengigit kembali Tzu Chi dengan mengatakan mirip pembantu yang kebanyakan nonton tv...haha..padahal saya menonton DaAi Tv..
mungkin di anggapnya orang yang menonton DaAi Tv mirip pembantu? :)
tidak tahu lha dan tak mau tahu.. :))
hahaha.bukankah lebih beracun orang yang mengajak masyarakat untuk salah paham tentang agama Buddha yang ada sekarang.ingat,kata saya mungkin kasar namun dituju buat anda seorang.namun saya jarang melihat meditator begitu kasarnya tulisan dia sehingga ia mencoba bermain psikologi agar orang melihat Buddhism adalah salah.
ya orang Tzu Chi pun adalah orang yang belajar.mereka bukan robot ciptaan Master yang merupakan replika seutuhnya.dan mereka tidak pernah berpraktek Dhamma dengan menyatakan ini salah ,saya yang paling benar.
			
 
			
			
				Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:14:49 PM
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:10:10 PM
yah kan sudah saya tulis sejak awal itu cm pendapat saja
jika anda memang berniat diskusi seharusnya anda menyadari saya sudah mengalaminya atau belum, right?
anda ngarep terlalu banyak jika anda pikir saya pribadi telah mengalaminya...tp jika anda berpikir saya telah mengalaminya...aduh maluwww :">
kalimat anda hanya kalimat "asumsi" toh,berati kemungkinan salah sangat besar,sama besarnya dengan kemungkinan benar..
menurut saya dg pencerahan bkn berarti tidak bs membedakan mana yang baik atau buruk
justru dengan mencapai pencerahan, maka akan makin memahami dualitas sehingga ia menyadari dualitas itu sebenarnya ada dalam diri masing2 orang
pencerahan membawa orang semakin pintar dan tahu kenyataan
bknnya malah semakin bodoh dan tidak memahami kenyataan [kenyataan bahwa dualitas dialami individu]
pencerahan memang tidak melihat dalam lingkup dualisme
tapi bkn berarti ia tidak menyadari bahwa dualisme itu 'ada' dalam individu yang mengalaminya
jadi itu yang di bold hanya teori belaka.. :)
yang anda katakan selama ini juga teori dan spekulasi belaka.anda menerima secara babi buta dengan menganggap anda totalitas benar.
			
 
			
			
				yapp...namanya juga forum buat diskusi...
tempat menyatakan pendapat masing2...
benar atau salah, mw dipercaya ato ngga...terserah individu...
toh saya jg yakin anda tau dengan benar saya blm mencapai pencerahan
klo anda berharap mendapat jawaban yang 100% benar,
silahkan logout, karena bukan disini tempatnya ^_^
saya pikir anda cukup pintar, tapi jika anda menganggap tempat ini 
dapat menyediakan jawaban yang 100% benar, hmmm
hahaha....ternyata....dugaan saya salah ^_^
			
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:10:10 PM
yah kan sudah saya tulis sejak awal itu cm pendapat saja
jika anda memang berniat diskusi seharusnya anda menyadari saya sudah mengalaminya atau belum, right?
anda ngarep terlalu banyak jika anda pikir saya pribadi telah mengalaminya...tp jika anda berpikir saya telah mengalaminya...aduh maluwww :">
sama2 orang buta Reen,bedanya satunya ngotot yang dipegang itu dubur gajah tapi bilangnya itu kepala gajah.jadi saya sudahlah,kita juga sama2 orang buta yang memegang gajah.yang tahu hanya diri kita sendiri.
			
 
			
			
				Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 08:19:26 PM
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:10:10 PM
yah kan sudah saya tulis sejak awal itu cm pendapat saja
jika anda memang berniat diskusi seharusnya anda menyadari saya sudah mengalaminya atau belum, right?
anda ngarep terlalu banyak jika anda pikir saya pribadi telah mengalaminya...tp jika anda berpikir saya telah mengalaminya...aduh maluwww :">
sama2 orang buta Reen,bedanya satunya ngotot yang dipegang itu dubur gajah tapi bilangnya itu kepala gajah.jadi saya sudahlah,kita juga sama2 orang buta yang memegang gajah.yang tahu hanya diri kita sendiri.
hehe kyknya ada yang kurang mengerti 'hakikat' forum dibuat :))
			
 
			
			
				ada bedanya seseorang yang dari kasar belajar menjadi lembut,rasanya itu diterapkan Tzu Chi dan gagal di implementasikan oleh "anggotanya",malah kata-katanya menjadi sengaja makan tuan..
soal persepsi lebih baik pahami sendiri-sendiri saja..GOOD BAD ,WHO KNOWS?
			
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:18:04 PM
yapp...namanya juga forum buat diskusi...
tempat menyatakan pendapat masing2...
benar atau salah, mw dipercaya ato ngga...terserah individu...
toh saya jg yakin anda tau dengan benar saya blm mencapai pencerahan
klo anda berharap mendapat jawaban yang 100% benar,
silahkan logout, karena bukan disini tempatnya ^_^
saya pikir anda cukup pintar, tapi jika anda menganggap tempat ini 
dapat menyediakan jawaban yang 100% benar, hmmm
hahaha....ternyata....dugaan saya salah ^_^
lha..Dugaan saja kan?dugaan bukan fakta toh.. :)
siapa yang menyuruh Anda terjebak dalam dualisme sendiri,padahal di pendapat awal "sok-sok" berbicara soal Dualisme dan bla bla bla bla.. :)
ternyata sama-sama terjebak sama Dualisme juga toh.. :D
dan lebih menggelikan menyatakan bahwa :
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:07:28 PM
 [at] nyana
haha, apa komentar saia terlalu sulit tuk mrk pahami?
yah moga2 bs dimengerti, jika tidak ya sudah lah  :))
namanya juga forum, tempat diskusi, klo mw dibaca ya silahkan, tidak jg gpp :))
 [at] riky
so ngapain lagi anda ada disini jika anda berkata seperti itu :D
ternyata sudah diedit kata-kata nya yang "sok" bilang sulit dimengerti.. :))
wakakaka..
			
 
			
			
				Asal tidak pegang dubur Anda saja...wakakaka.,...apalagi ada pula yang memegang dubur gajah sendiri,tetapi menganggapnya gajah,dan dipegang terus sampai lengket kayak prangko.. :))
			
			
			
				loh klo tw kenyataannya disini gk bs dapat jawaban 100% benar knp msih nanya disini? =="
bkn bermaksud sok2 bicara soal dualisme, tp ini kan forum, jdi wajar donk klo org berpendapat n berdiskusi =="
nah kan jdi OOT...
 [at] bro nyana 
_/\_ terima kasih sarannya, saya baru merasakan manfaatnya
			
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:33:09 PM
loh klo tw kenyataannya disini gk bs dapat jawaban 100% benar knp msih nanya disini? =="
bkn bermaksud sok2 bicara soal dualisme, tp ini kan forum, jdi wajar donk klo org berpendapat n berdiskusi =="
nah kan jdi OOT...
 [at] bro nyana 
_/\_ terima kasih sarannya, saya baru merasakan manfaatnya
lha saya rasa saya termasuk orang lho..jadi wajar dong orang[saya] berpendapat dan berdiskusi juga.. :)
asal tidak berpendapat kayak seorang anggota organisasi ternama yang dirusak dengan penyerang-penyerangan yang tak ada manfaatnya... =))
			
 
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:22:20 PM
Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 08:19:26 PM
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:10:10 PM
yah kan sudah saya tulis sejak awal itu cm pendapat saja
jika anda memang berniat diskusi seharusnya anda menyadari saya sudah mengalaminya atau belum, right?
anda ngarep terlalu banyak jika anda pikir saya pribadi telah mengalaminya...tp jika anda berpikir saya telah mengalaminya...aduh maluwww :">
sama2 orang buta Reen,bedanya satunya ngotot yang dipegang itu dubur gajah tapi bilangnya itu kepala gajah.jadi saya sudahlah,kita juga sama2 orang buta yang memegang gajah.yang tahu hanya diri kita sendiri.
hehe kyknya ada yang kurang mengerti 'hakikat' forum dibuat :))
mengerti apa tidak oranb itu ya kita tetap akan kalah dari sales MLM Meditasi.hanya produk dia tokcer,MLM lain keok.
			
 
			
			
				Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:37:18 PM
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:33:09 PM
loh klo tw kenyataannya disini gk bs dapat jawaban 100% benar knp msih nanya disini? =="
bkn bermaksud sok2 bicara soal dualisme, tp ini kan forum, jdi wajar donk klo org berpendapat n berdiskusi =="
nah kan jdi OOT...
 [at] bro nyana 
_/\_ terima kasih sarannya, saya baru merasakan manfaatnya
lha saya rasa saya termasuk orang lho..jadi wajar dong orang[saya] berpendapat dan berdiskusi juga.. :)
asal tidak berpendapat kayak seorang anggota organisasi ternama yang dirusak dengan penyerang-penyerangan yang tak ada manfaatnya... =))
anda ini mirip preman blok ya?memakai emblem organisasi ini dan itu.banci.
meditasi anda tidak ubahnya kegilaan intelektual.gfa ada gunanya.palsu.selalu mencari kesalahan dari orang lain tanpa melihat ke dalam diri sendiri.mungkin kata2 ini akan jadi bumerang buat diri saya tapi gapapa asalkan ga ada orang konyol yang merasa dirinya cerah.
			
 
			
			
				Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 08:39:32 PM
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:22:20 PM
Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 08:19:26 PM
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:10:10 PM
yah kan sudah saya tulis sejak awal itu cm pendapat saja
jika anda memang berniat diskusi seharusnya anda menyadari saya sudah mengalaminya atau belum, right?
anda ngarep terlalu banyak jika anda pikir saya pribadi telah mengalaminya...tp jika anda berpikir saya telah mengalaminya...aduh maluwww :">
sama2 orang buta Reen,bedanya satunya ngotot yang dipegang itu dubur gajah tapi bilangnya itu kepala gajah.jadi saya sudahlah,kita juga sama2 orang buta yang memegang gajah.yang tahu hanya diri kita sendiri.
hehe kyknya ada yang kurang mengerti 'hakikat' forum dibuat :))
mengerti apa tidak oranb itu ya kita tetap akan kalah dari sales MLM Meditasi.hanya produk dia tokcer,MLM lain keok.
=))
wakakakakaka.... TOP ,2 THUMBS eit FOUR THUMBS,BIG THUMBS
			
 
			
			
				Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:37:18 PM
lha saya rasa saya termasuk orang lho..jadi wajar dong orang[saya] berpendapat dan berdiskusi juga.. :)
asal tidak berpendapat kayak seorang anggota organisasi ternama yang dirusak dengan penyerang-penyerangan yang tak ada manfaatnya... =))
jdi pendapat anda adalah = sebaiknya tidak ada diskusi jika tidak ada jawaban 100% benar disini? 
begitu kah? =))
			
 
			
			
				Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:29:40 PM
Asal tidak pegang dubur Anda saja...wakakaka.,...apalagi ada pula yang memegang dubur gajah sendiri,tetapi menganggapnya gajah,dan dipegang terus sampai lengket kayak prangko.. :))
anda mengatakan diri anda sendiri?applause akhirnya sadar juga,terima kasih ya tuhan kau sadarkan satu orang ini.
			
 
			
			
				lho..koq jadi "ngomel-ngomel"...nah apa kata Buddha,"Apa yang tidak sesuai dengan keinginan kita/pengharapan kita hasilnya = menderita.."
saya kira orang-orang Tzu Chi yang sering "turun ke lapangan" bisa menerima apa adanya lebih bagus,ternyata persepsi-persepsi jahatnya malah "lebih besar" dan cinta kasihnya tak ada... =))
			
			
			
				Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:43:59 PM
Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:37:18 PM
lha saya rasa saya termasuk orang lho..jadi wajar dong orang[saya] berpendapat dan berdiskusi juga.. :)
asal tidak berpendapat kayak seorang anggota organisasi ternama yang dirusak dengan penyerang-penyerangan yang tak ada manfaatnya... =))
jdi pendapat anda adalah = sebaiknya tidak ada diskusi jika tidak ada jawaban 100% benar disini? 
begitu kah? =))
gk koq,yang membuat pendapat itu kan Anda..bukan saya.. :P
			
 
			
			
				 [at] riky = saya sedang bertanya, bukan memberi pendapat
			
			
			
				Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 08:41:59 PM
Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:37:18 PM
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:33:09 PM
loh klo tw kenyataannya disini gk bs dapat jawaban 100% benar knp msih nanya disini? =="
bkn bermaksud sok2 bicara soal dualisme, tp ini kan forum, jdi wajar donk klo org berpendapat n berdiskusi =="
nah kan jdi OOT...
 [at] bro nyana 
_/\_ terima kasih sarannya, saya baru merasakan manfaatnya
lha saya rasa saya termasuk orang lho..jadi wajar dong orang[saya] berpendapat dan berdiskusi juga.. :)
asal tidak berpendapat kayak seorang anggota organisasi ternama yang dirusak dengan penyerang-penyerangan yang tak ada manfaatnya... =))
anda ini mirip preman blok ya?memakai emblem organisasi ini dan itu.banci.
meditasi anda tidak ubahnya kegilaan intelektual.gfa ada gunanya.palsu.selalu mencari kesalahan dari orang lain tanpa melihat ke dalam diri sendiri.mungkin kata2 ini akan jadi bumerang buat diri saya tapi gapapa asalkan ga ada orang konyol yang merasa dirinya cerah.
itu bagian yg gw sangat setuju............
sebaiknya pakai personal brand image sendiri dehhhh
(kemungkinan sukses juga besar lho)  ;D
apalagi pakai foto2 bante popular............  :)) :)) :)) :))
two tumbs up utk bro nyanadhana (sorry ya bro... udah lama gak menjilat...  :P :P :P)
			
 
			
			
				 :backtotopic: 
kebencian merupakah salah satu akar dari perbuatan tidak terampil.
			
			
			
				Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:45:04 PM
lho..koq jadi "ngomel-ngomel"...nah apa kata Buddha,"Apa yang tidak sesuai dengan keinginan kita/pengharapan kita hasilnya = menderita.."
saya kira orang-orang Tzu Chi yang sering "turun ke lapangan" bisa menerima apa adanya lebih bagus,ternyata persepsi-persepsi jahatnya malah "lebih besar" dan cinta kasihnya tak ada... =))
anda tampaknya suka mengeneralisasi segala sesuatu.saya pribadi yang menyerang anda dibawa ke seluruh orang yang tanpa mengetahui hal ini.
well,sudahlah saya berikan anda mahkota kemenangan agar apapun yang anda ucapkan selalu benar,tanpa salah,TANPA CELA,dan semoga bumi ini nantinya tidak menelan diri anda pada saat anda menyadari kebodohan anda mengubah masyarakat menjadi pencela Buddha.
seorang meditator menjaga tubuh ucapan dan pikiran,saat ini saya cuman melihat pikiran anda yang terjaga,ucapan ya memang wajarnya orang seperti anda yang ditinggal banyak orang,apalagi tubuh anda,well lucu juga meditator yang sering foto dirinya telanjang2 gitu.mungkin orang tua suka.makanya banyak yang ngangkat anak apalgi kasih CIUM.hahahhaa
			
 
			
			
				Quote from: johan3000 on 02 June 2010, 08:50:17 PM
Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 08:41:59 PM
Quote from: Riky_dave on 02 June 2010, 08:37:18 PM
Quote from: Reenzia on 02 June 2010, 08:33:09 PM
loh klo tw kenyataannya disini gk bs dapat jawaban 100% benar knp msih nanya disini? =="
bkn bermaksud sok2 bicara soal dualisme, tp ini kan forum, jdi wajar donk klo org berpendapat n berdiskusi =="
nah kan jdi OOT...
 [at] bro nyana 
_/\_ terima kasih sarannya, saya baru merasakan manfaatnya
lha saya rasa saya termasuk orang lho..jadi wajar dong orang[saya] berpendapat dan berdiskusi juga.. :)
asal tidak berpendapat kayak seorang anggota organisasi ternama yang dirusak dengan penyerang-penyerangan yang tak ada manfaatnya... =))
anda ini mirip preman blok ya?memakai emblem organisasi ini dan itu.banci.
meditasi anda tidak ubahnya kegilaan intelektual.gfa ada gunanya.palsu.selalu mencari kesalahan dari orang lain tanpa melihat ke dalam diri sendiri.mungkin kata2 ini akan jadi bumerang buat diri saya tapi gapapa asalkan ga ada orang konyol yang merasa dirinya cerah.
itu bagian yg gw sangat setuju............
sebaiknya pakai personal brand image sendiri dehhhh
(kemungkinan sukses juga besar lho)  ;D
apalagi pakai foto2 bante popular............  :)) :)) :)) :))
two tumbs up utk bro nyanadhana (sorry ya bro... udah lama gak menjilat...  :P :P :P)
mana bisa pakai fot bhante,kerjaan mereka adalah mencela bhikkhu.
			
 
			
			
				ah... 8 kondisi duniawi..Tuhannya da datang..back to topic lha..mantan "mod" koq gak jaim dikit sich? :))
			
			
			
				kok berenti ribut2 nya?
			
			
			
				yang homo lagi balik ke dunianya kembali,di status fbnya sedang menarik diri dari 'dunia buddhisme' yang kotor dan penuh kelicikan.
tanpa perlu menilai silahkan anda melihat tindak tanduk gurunya seperti apa begitu juga muridnya
			
			
			
				Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 09:46:32 PM
yang homo lagi balik ke dunianya kembali,di status fbnya sedang menirik dari 'dunia buddhisme' yang kotor dan penuh kelicikan.
tanpa perlu menilai silahkan anda melihat tindak tanduk gurunya seperti apa begitu juga muridnya
Benar bro ada mamak ada anaknya. =))
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 02 June 2010, 07:31:35 PM
Quote from: fabian c on 02 June 2010, 07:26:12 PM
Quote from: ryu on 02 June 2010, 07:18:24 PM
Quote from: dilbert on 02 June 2010, 05:41:05 PM
Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
Dear Friends, ada 2 topik hot yg masih saja bersitegang di forum tercinta kita ini. Topik Hot tsb adalah:
- Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) adalah murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu
- Apakah JMB-8 satu2nya jalan untuk mencapai pencerahan? Adakah jalan lain yg bukan JMB-8?
JMB-8 bukan dari Sang Buddha ? 
menurut kepercayaan seseorang guru.
Guru aliran kepercayaan....
kepercayaan dan agama lain ;D
aliran kepercayaan yg mendompleng agama Buddha  ;D
biar cepat top  8) ......
			
 
			
			
				ga cuman mendompleng agama Buddha,juga mendompleng Vihara Mendut.
			
			
			
				Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 10:23:58 PM
ga cuman mendompleng agama Buddha,juga mendompleng Vihara Mendut.
lebih tepat nama besar Bante... =))
(alamak kebetulan salah satu bante favorite gw....  ^:)^ ^:)^ ^:)^)
ada aliran baru meditasi telanjang bulat ?  nah kalau bijinya kena ubin/ceramik apa gak kedinginan ?  :-[ :-[
			
 
			
			
				Kasihan diky, tak ada orang mau memberikan bimbingan pada kamu lagi. 
Mungkin hudoyo satu2nya orang yang setia membimbing kamu.
			
			
			
				Quote from: johan3000 on 02 June 2010, 10:36:51 PM
Quote from: nyanadhana on 02 June 2010, 10:23:58 PM
ga cuman mendompleng agama Buddha,juga mendompleng Vihara Mendut.
lebih tepat nama besar Bante... =))
(alamak kebetulan salah satu bante favorite gw....  ^:)^ ^:)^ ^:)^)
ada aliran baru meditasi telanjang bulat ?  nah kalau bijinya kena ubin/ceramik apa gak kedinginan ?  :-[ :-[
hahahahaha... i like ur style men... :jempol:
			
 
			
			
				anak umur 6 -12 akan masuk sd
anak umur 12 - 15 akan masuk smp
anak umur 15 - 18 akan masuk sma
anak umur 18 - 22 akan kuliah
setiap golongan mempunyai pelajaran masing masing dengan kesulitan yang berbeda
begitu juga dengan pengertian pola pikir seorang manusia
 _/\_
			
			
			
				Quote from: ak.agus on 03 June 2010, 12:42:55 AM
anak umur 6 -12 akan masuk sd
anak umur 12 - 15 akan masuk smp
anak umur 15 - 18 akan masuk sma
anak umur 18 - 22 akan kuliah
setiap golongan mempunyai pelajaran masing masing dengan kesulitan yang berbeda
begitu juga dengan pengertian pola pikir seorang manusia
 _/\_
ada anak sd mengaku sudah sma dan anak sma menjadi anak sd kembali.gitulah kira2 debat ini. :P
Riky,mohon perhatikan kata2 ini.
Iti pi so Bhagava...Araham Sammasambuddho
Vijja carana sampanno = 
sempurna pengetahuannya dan tindak tanduknyaSugato lokavidu = pembimbing manusia dan para deva
anuttaro purisadhammasarati sattha deva manussanam buddho bhagavati
anda mengerti arti kata sempurna pengetahuan dan tindak tanduknya.lihatlah anda dan guru anda apakah sempurna tindak tanduknya?mencela,mendebat,memusuhi,menganggap paling benar.tidak membawa kebahagiaan bagi para pendengar.membuat manusia menjauhi Dhamma.apakah itu yang dinamakan ajaran direvisi yang benar?
			
 
			
			
				Quote from: johan3000 on 02 June 2010, 05:37:42 PM
Apakah sekolah anak "minggu" bisa diajarkan hanya saja
Bahiya Sutta, sehingga kelak mencapai kemajuan batin yg lebih baik daripada yg konventional JM8 ?
bagaimana dgn "nasib" gw, apakah dgn membaca Bahiya Sutta akan ada perbaikan banyak,
atau bahkan "pencerahan seketika" ?
mohon jawabannya.
Saya pikir kita tidak bisa mengatakan sutta ini lebih baik dari yang itu, karena kemampuan dan kecenderungan orang mencerna suatu ajaran adalah berbeda. 
Yang saya tidak mengerti, bukannya membahas Bahiya sutta, JMB8 (dan atau sutta lain) kok malah jadi penghinaan terhadap pribadi yah? 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 08:29:48 AM
Quote from: johan3000 on 02 June 2010, 05:37:42 PM
Apakah sekolah anak "minggu" bisa diajarkan hanya saja
Bahiya Sutta, sehingga kelak mencapai kemajuan batin yg lebih baik daripada yg konventional JM8 ?
bagaimana dgn "nasib" gw, apakah dgn membaca Bahiya Sutta akan ada perbaikan banyak,
atau bahkan "pencerahan seketika" ?
mohon jawabannya.
Saya pikir kita tidak bisa mengatakan sutta ini lebih baik dari yang itu, karena kemampuan dan kecenderungan orang mencerna suatu ajaran adalah berbeda. 
Yang saya tidak mengerti, bukannya membahas Bahiya sutta, JMB8 (dan atau sutta lain) kok malah jadi penghinaan terhadap pribadi yah? 
kadang manusia perlu dihina agar dia tahu bahwa dia lupa berkaca terhadap kesehariannya.kalao hinaan dan pujian ia malah melekat bukankah yang dia katakan hanya sebatas pencerapan intelektual.
			
 
			
			
				Quote from: nyanadhana on 03 June 2010, 08:34:40 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 08:29:48 AM
Quote from: johan3000 on 02 June 2010, 05:37:42 PM
Apakah sekolah anak "minggu" bisa diajarkan hanya saja
Bahiya Sutta, sehingga kelak mencapai kemajuan batin yg lebih baik daripada yg konventional JM8 ?
bagaimana dgn "nasib" gw, apakah dgn membaca Bahiya Sutta akan ada perbaikan banyak,
atau bahkan "pencerahan seketika" ?
mohon jawabannya.
Saya pikir kita tidak bisa mengatakan sutta ini lebih baik dari yang itu, karena kemampuan dan kecenderungan orang mencerna suatu ajaran adalah berbeda. 
Yang saya tidak mengerti, bukannya membahas Bahiya sutta, JMB8 (dan atau sutta lain) kok malah jadi penghinaan terhadap pribadi yah? 
kadang manusia perlu dihina agar dia tahu bahwa dia lupa berkaca terhadap kesehariannya.kalao hinaan dan pujian ia malah melekat bukankah yang dia katakan hanya sebatas pencerapan intelektual.
wah kecenderungan yang satu itu beda bos... 
			
 
			
			
				Quote from: nyanadhana on 03 June 2010, 08:34:40 AM
kadang manusia perlu dihina agar dia tahu bahwa dia lupa berkaca terhadap kesehariannya.kalao hinaan dan pujian ia malah melekat bukankah yang dia katakan hanya sebatas pencerapan intelektual.
Sekadar pendapat saja. 
Jika saya ingin mengajar, saya lebih memilih meninggalkan pujian dan hinaan, menggantinya dengan bimbingan. 
Jika pun ia harus dihina atau diomeli, janganlah dengan kebencian. Satu hal yang saya pelajari: orang bodoh mungkin tidak pernah bisa memahami dhamma, tetapi selalu bisa merasakan kasih/benci. 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 08:40:59 AM
Quote from: nyanadhana on 03 June 2010, 08:34:40 AM
kadang manusia perlu dihina agar dia tahu bahwa dia lupa berkaca terhadap kesehariannya.kalao hinaan dan pujian ia malah melekat bukankah yang dia katakan hanya sebatas pencerapan intelektual.
Sekadar pendapat saja. 
Jika saya ingin mengajar, saya lebih memilih meninggalkan pujian dan hinaan, menggantinya dengan bimbingan. 
Jika pun ia harus dihina atau diomeli, janganlah dengan kebencian. Satu hal yang saya pelajari: orang bodoh mungkin tidak pernah bisa memahami dhamma, tetapi selalu bisa merasakan kasih/benci. 
kata2 ini bisa berlaku untuk diri saya,anda,dan mudah2an mereka.
selama ini mereka tidak pernah memberikan bimbingan hanya mendebat dan debat.bahkan setiap pagi di fb saya perlu membaca bagaimana mereka mengutuk2 dc dan mungkin pendebat lainnya.kalau ga ditegur apakah wajar?
			
 
			
			
				Quote from: nyanadhana on 03 June 2010, 08:45:55 AM
kata2 ini bisa berlaku untuk diri saya,anda,dan mudah2an mereka.
Itu hanya pendapat saja, Bro nyana. Saya berusaha menerapkannya untuk diri saya sendiri saja (dan masih sering gagal). Tidak menuntut anda atau mereka melakukannya juga. 
Quoteselama ini mereka tidak pernah memberikan bimbingan hanya mendebat dan debat.bahkan setiap pagi di fb saya perlu membaca bagaimana mereka mengutuk2 dc dan mungkin pendebat lainnya.kalau ga ditegur apakah wajar?
Menurut saya wajar. Saya percaya mereka tidak akan menganggap DC pantas menegur mereka, sebagaimana DC juga tidak akan menganggap mereka pantas menegur DC. Jadi semua teguran dan saran itu hanya seperti "ajakan perang" saja. 
Yang "Bahiya" mengutuk sini, yang "JMB8" mengutuk sana. Kalau saya lihat kok malah sama jadinya. Kasihan bagi mereka yang baru mau belajar, dipaksa harus memilih. 
			
 
			
			
				Khusus bagi riky, 
Kita2 yang berusaha memberikan pandangan yang baik malah di gurui kembali. Sepertinya yang kita lakukan ke dia tidak pernah dirasakan adanya kekurangan dalam dirinya.
Cinta kasih kita kepada riky sepertinya tidak bisa diterimanya, karena di hati dia hanya bisa menerima cinta dari satu orang aja, yaitu cinta hudoyo.
Regard :
Mr. Pao.
			
			
			
				[admin]removed. tidak sopan[/admin]
			
			
			
				kasihan om willy bikin thread buat penutup malah jadi pembuka lagi =))
			
			
			
				Quote from: ryu on 03 June 2010, 09:32:07 AM
kasihan om willy bikin thread buat penutup malah jadi pembuka lagi =))
Bagaimana, Bro ryu? Apakah saya bilang "alergi" itu hanyalah permainan pikiran saya saja? :) 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 08:29:48 AM
Saya pikir kita tidak bisa mengatakan sutta ini lebih baik dari yang itu, karena kemampuan dan kecenderungan orang mencerna suatu ajaran adalah berbeda. 
setuju sekali Bro Kai... 
Quote
Yang saya tidak mengerti, bukannya membahas Bahiya sutta, JMB8 (dan atau sutta lain) kok malah jadi penghinaan terhadap pribadi yah? 
Ini yg sepertinya masih tak terhindari ... 
::
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 03 June 2010, 09:32:07 AM
kasihan om willy bikin thread buat penutup malah jadi pembuka lagi =))
udah feeling di awal bakal begini, tadinya mo lempar hasil renungan selama ini.... tapi masih was2, dan ternyata benar 
::
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 08:29:48 AM
Quote from: johan3000 on 02 June 2010, 05:37:42 PM
Apakah sekolah anak "minggu" bisa diajarkan hanya saja
Bahiya Sutta, sehingga kelak mencapai kemajuan batin yg lebih baik daripada yg konventional JM8 ?
bagaimana dgn "nasib" gw, apakah dgn membaca Bahiya Sutta akan ada perbaikan banyak,
atau bahkan "pencerahan seketika" ?
mohon jawabannya.
Saya pikir kita tidak bisa mengatakan sutta ini lebih baik dari yang itu, karena kemampuan dan kecenderungan orang mencerna suatu ajaran adalah berbeda. 
Yang saya tidak mengerti, bukannya membahas Bahiya sutta, JMB8 (dan atau sutta lain) kok malah jadi penghinaan terhadap pribadi yah? 
Sebaiknya kalau B sutta baik, tujuan mudah tercapai ya buktikan org tsb ngomong....
JM8 kurang baik?..................kurang sempurna ?............. nah ini mau buat sekelompok orang 
   kebakaran jenggot ?............(bagi yg ada jenggotnya lho)............apalagi spt JM8 itu kan menu utama gitu....
Apakah perlu "menjelekan" yg lain bila anda berpikir cara anda paling benar dan baik ?
bilang aja, selain JM8 ada cara lain lho... yg mungkin saudara/i bisa nyoba.............. mana tau jodoh....!
Apakah dgn cara sutta B, (tanpa ada JM8 didalam nya), org tsb dpt mencapai kesucian batin yg lebih baik?
silahkan dijawabbbbbbb
Quote from: dukun on 03 June 2010, 09:29:03 AM
[admin]removed. tidak sopan[/admin]
Nah apakah mas Dukun udah pernah lihat DEMO nya ? 
kalau belum ya jangan mengatakan **** aja, mungkin ada teknik lainnya yg lebih FRESH............
			
 
			
			
				   Quote[admin]removed. tidak sopan[/admin]
Quote
Nah apakah mas Dukun udah pernah lihat DEMO nya ?
kalau belum ya jangan mengatakan ***** aja, mungkin ada teknik lainnya yg lebih FRESH............
Dukun bisa terawang, tidak perlu liat DEMONYA. Dari hasilnya saja bisa dilihat.
Teknik yg lebih fresh dan paling fresh adalah yang sesuai JMB 8. Bahiya Sutta 100 % sesuai jmb 8 kecuali Bahiya sutta yang dilencengkan. sekian terima kasih.
			
 
			
			
				Quote from: johan3000 on 03 June 2010, 09:45:31 AM
Sebaiknya kalau B sutta baik, tujuan mudah tercapai ya buktikan org tsb ngomong....
JM8 kurang baik?..................kurang sempurna ?............. nah ini mau buat sekelompok orang 
   kebakaran jenggot ?............(bagi yg ada jenggotnya lho)............apalagi spt JM8 itu kan menu utama gitu....
Seperti saya bilang, tidak ada sutta yang lebih hebat yang membuat orang lebih cepat tercerahkan. Orang tercerahkan bukan dari sutta, tetapi dari pengembangan kebijaksanaannya sendiri. Sutta hanyalah panduan saja, yang bisa saja cocok bagi satu orang, tidak cocok bagi yang lain. 
QuoteApakah perlu "menjelekan" yg lain bila anda berpikir cara anda paling benar dan baik ?
bilang aja, selain JM8 ada cara lain lho... yg mungkin saudara/i bisa nyoba.............. mana tau jodoh....!
Memang alangkah baiknya kalau memang kita tidak saling menjelekkan. Saya tidak bilang saya setuju JMB8 (atau ajaran lain dijelekkan), saya hanya bilang jangan membalas. 
QuoteApakah dgn cara sutta B, (tanpa ada JM8 didalam nya), org tsb dpt mencapai kesucian batin yg lebih baik?
silahkan dijawabbbbbbb
Tergantung orangnya. Si B sendiri 'kan mencapai kesucian tertinggi pada saat panduan itu diberikan.  
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 09:33:54 AM
Quote from: ryu on 03 June 2010, 09:32:07 AM
kasihan om willy bikin thread buat penutup malah jadi pembuka lagi =))
Bagaimana, Bro ryu? Apakah saya bilang "alergi" itu hanyalah permainan pikiran saya saja? :) 
ya asal anda tidak alergi terhadap yang alergi aja ;D
enjoy aja ;D
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 03 June 2010, 09:57:08 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 09:33:54 AM
Quote from: ryu on 03 June 2010, 09:32:07 AM
kasihan om willy bikin thread buat penutup malah jadi pembuka lagi =))
Bagaimana, Bro ryu? Apakah saya bilang "alergi" itu hanyalah permainan pikiran saya saja? :) 
ya asal anda tidak alergi terhadap yang alergi aja ;D
enjoy aja ;D
Tenang saja. Bagi saya, menyimpang "alergi" itu tidak ada untungnya, bahkan merugikan. 
			
 
			
			
				buka aja deh traning class ............ oleh yg berkompeten...
Pencerahan seketika dgn Bahiya Sutta....................semoga lebih banyak mahluk dapat berbahagia dgn cepat.............
dari pada cuap2 terussss... alamak....
Quote
Tergantung orangnya. Si B sendiri 'kan mencapai kesucian tertinggi pada saat panduan itu diberikan. 
Berapa banyak orang bisa seperti si B ? nahhhh jangan pakai pukul rata aja dehhh  :'( :'(
			
				Quote from: ryu on 03 June 2010, 09:57:08 AM
ya asal anda tidak alergi terhadap yang alergi aja ;D
enjoy aja ;D
Tenang saja. Bagi saya, menyimpang "alergi" itu tidak ada untungnya, bahkan merugikan. 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 02 June 2010, 04:32:09 PM
Saya tertarik bagian ini. 
Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
[...]
Dengan demikian 
~ Apakah hanya Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) saja yg murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu?
Jawabannya: Bahiya Sutta merupakan bagian dari rumusan JMB-8, Bahiya Sutta dan JMB-8 adalah satu kesatuan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Bahiya Sutta ataupun panduan lain tentang "melihat apa adanya" tidak terpisahkan dari unsur JMB8 (menurut saya, yaitu pandangan benar & perhatian benar), namun bukan tak terpisahkan dari unsur lainnya. 
contoh: "di dalam yang terdengar, hanya ada yang terdengar" bukan "di dalam yang terdengar, ada bohong, ada jujur". Itu hal yang berbeda. 
hmm.. coba sy ilustrasikan begini... (ke praktik kungfu aja, agar lebih mudah ilustrasinya yah):
Jika ingin menjadi ahli kungfu, maka: 
~ JMB-8 adalah: latihan pernafasan, konsentrasi, otot/fisik, keseimbangan, kecepatan/reflek, dll
JMB-8 adalah jalan ingin menjadi ahli kungfu. Jadi, apapun perguruannya, jalan utama ini tetap ada, hanya saja bentuk implementasinya yg berbeda2... Tergantung guru masing2, bagaimana latihannya membentuk 'nafas yg kuat tsb', bagaimana bentuk latihannya sehingga konsentrasi menjadi kuat... tetapi pada intinya sama, nafas harus kuat, konsentrasi juga, dll....
~ Bahiya Sutta adalah: Jurus2 tingkat tinggi yg hanya bisa dilatih jika si praktisi sudah mahir.
Nah, apakah si praktisi kungfu ketika melatih Bahiya Sutta, bisa dikatakan terpisah dari JMB-8? Padahal JMB-8 selama ini telah mengkondisikan si praktisi sehingga siap menerima Jurus Tinggi (Bahiya) tsb. Dalam melatih Bahiya, napas si praktisi sudah kuat, refleknya sudah hebat, otot2 dan konsentrasinya sudah mahir... maka ia dapat melaksanakan latihan Bahiya.
Jadi, seseorang -yg entah ia mengenal konsep JMB-8 atau tidak- tapi yg pasti ia sudah mempraktikkan nilai2 dalam JMB-8 tsb dalam kehidupan dulu dan sekarang, sehingga pada saat ini batinnya terkondisi siap untuk merealisasi 
yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam .
Nah, apakah dengan kondisi tsb dapat dikatakan bahwa JMB-8 terpisah dengan Bahiya? Mungkin ya, mungkin juga tidak, tergantung konteks nya apa. Tapi untuk tidak membuat bingung, saya cenderung memilih menggunakan kata2: 
JMB-8 dan Bahiya serta sutta2 lainnya adalah satu jalan yg selaras.Mengapa? Karena jika membeda2kan ada yg dualisme dan ada yg tidak, akan mengesankan bahwa Ajaran Sang Buddha ada yg bisa mengantarkan ke pencerahan dan ada yg tidak, 
Jika kita belum membuktikan sendiri bahwa JMB-8 tidak bisa mengantarkan ke pencerahan, maka implikasinya berat krn mungkin saja bbrp orang telah terpengaruh statement tsb dan mengakibatkan orang tsb salah praktik. Saya takutnya begitu.
 _/\_
::
			
 
			
			
				In the Vicinity of Nibbana
Right now, those who are Buddhist monks and nuns and those who are serious lay practitioners are in the vicinity of Nibbana . Being in this situation, you should recall that you are practicing in precisely the same way that men and women, young and old, have been practicing for the last twenty five centuries, and eventually you will achieve the same results. You are in the presence of Nibbana in the sense that we have taken up the practise that is conducive to Nibbana.
Sometimes it's hard to realise how close it can be. One doesn't realise that it's, as it were, just a slight turn of the head, or a slight change in the way of looking at things, which will open up the same truth which the Buddha saw; the same truth which Venerable Sariputta, Mahamoggallana, Mahakassapa, Ananda, Anuruddha, and all the great Arahants of the last twenty-five centuries have seen. It was there then, it is here now.
We should recall this frequently. Recall that there have been thousands, even tens of thousands of Arahants in the past, and that there will be many hundreds, even thousands of Arahants in the future. For this path is still available, and when the path is available, so are the fruits.
There is a book, which I haven't looked up for a long time now, called A Manual of a Mystic. This is an old treatise on meditation which was found in an obscure monastery in Sri Lanka many decades ago.1 Part of the meditation practice described there is just the above recollection, the recollection of all the Arahants who achieved the sublime bliss of Nibbana in the past. And now, here you are, embarked on the same journey, doing the same things, which must give rise to the same fruits. This was the promise of the Buddha. He said that this Dhamma. leads one way and one way only: to Nibbana. If you can get into the stream, it will sweep you all the way down to the sea.
Such recollections, done frequently, give rise to great joy, happiness, and confidence; they give rise to faith in this practice which we call Buddhism, the Dhamma.. This in turn gives rise to the energy so that we can have the will -- the sustained will -- to do what is necessary to transform that glimmer of faith into sustained realisation.
You are in the presence of Nibbana every time you open up one of the books of the Tipitaka and read the teachings of the Buddha. You are in the presence of Nibbana because there is just a thin veil between you and the Dhamma.. When the Buddha taught these teachings to monks like Venerable Bahiya (Udana 1:10), just the teaching was enough to give people of that calibre great insight, insight which closed the gap between them and Nibbana. They were not just in the presence of Nibbana; they had made that one step further into full realisation of Nibbana.
Venerable Bahiya and others like him probably never imagined that they were so close to such a marvellous and sublime state, yet they became great disciples of the Buddha. Indeed, when people look through the glasses of delusion, they can very often think: "How could one like me ever gain this sublime bliss of Nibbana? How could one like me ever attain a Jhana? How could one like me ever penetrate such a deep and profound Dhamma.?" But the Buddha said that you can! You can because you have already had enough confidence and faith to take up the brown robe of the Lord Buddha or to practise his teachings seriously as a lay person.
by ajahn brahm
			
			
			
				http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2763.0
			
			
			
				Quote from: williamhalim on 03 June 2010, 10:08:13 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 02 June 2010, 04:32:09 PM
Saya tertarik bagian ini. 
Quote from: williamhalim on 02 June 2010, 04:07:06 PM
[...]
Dengan demikian 
~ Apakah hanya Bahiya Sutta (dan bbrp sutta lain) saja yg murni dari SB, sedangkan JMB-8 belum tentu?
Jawabannya: Bahiya Sutta merupakan bagian dari rumusan JMB-8, Bahiya Sutta dan JMB-8 adalah satu kesatuan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Bahiya Sutta ataupun panduan lain tentang "melihat apa adanya" tidak terpisahkan dari unsur JMB8 (menurut saya, yaitu pandangan benar & perhatian benar), namun bukan tak terpisahkan dari unsur lainnya. 
contoh: "di dalam yang terdengar, hanya ada yang terdengar" bukan "di dalam yang terdengar, ada bohong, ada jujur". Itu hal yang berbeda. 
hmm.. coba sy ilustrasikan begini... (ke praktik kungfu aja, agar lebih mudah ilustrasinya yah):
Jika ingin menjadi ahli kungfu, maka: 
~ JMB-8 adalah: latihan pernafasan, konsentrasi, otot/fisik, keseimbangan, kecepatan/reflek, dll
JMB-8 adalah jalan ingin menjadi ahli kungfu. Jadi, apapun perguruannya, jalan utama ini tetap ada, hanya saja bentuk implementasinya yg berbeda2... Tergantung guru masing2, bagaimana latihannya membentuk 'nafas yg kuat tsb', bagaimana bentuk latihannya sehingga konsentrasi menjadi kuat... tetapi pada intinya sama, nafas harus kuat, konsentrasi juga, dll....
~ Bahiya Sutta adalah: Jurus2 tingkat tinggi yg hanya bisa dilatih jika si praktisi sudah mahir.
Nah, apakah si praktisi kungfu ketika melatih Bahiya Sutta, bisa dikatakan terpisah dari JMB-8? Padahal JMB-8 selama ini telah mengkondisikan si praktisi sehingga siap menerima Jurus Tinggi (Bahiya) tsb. Dalam melatih Bahiya, napas si praktisi sudah kuat, refleknya sudah hebat, otot2 dan konsentrasinya sudah mahir... maka ia dapat melaksanakan latihan Bahiya.
Jadi, seseorang -yg entah ia mengenal konsep JMB-8 atau tidak- tapi yg pasti ia sudah mempraktikkan nilai2 dalam JMB-8 tsb dalam kehidupan dulu dan sekarang, sehingga pada saat ini batinnya terkondisi siap untuk merealisasi yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam .
Nah, apakah dengan kondisi tsb dapat dikatakan bahwa JMB-8 terpisah dengan Bahiya? Mungkin ya, mungkin juga tidak, tergantung konteks nya apa. Tapi untuk tidak membuat bingung, saya cenderung memilih menggunakan kata2: JMB-8 dan Bahiya serta sutta2 lainnya adalah satu jalan yg selaras.
Mengapa? Karena jika membeda2kan ada yg dualisme dan ada yg tidak, akan mengesankan bahwa Ajaran Sang Buddha ada yg bisa mengantarkan ke pencerahan dan ada yg tidak, Jika kita belum membuktikan sendiri bahwa JMB-8 tidak bisa mengantarkan ke pencerahan, maka implikasinya berat krn mungkin saja bbrp orang telah terpengaruh statement tsb dan mengakibatkan orang tsb salah praktik. Saya takutnya begitu.
 _/\_
::
Nenek2 tua ya waktu senggangnya hanya bisa menglafalkan sutta2......
trus elu samperin........... Nek... elu perlu mempelajarin JM8.... kalau baca sutta2 aja "percuma".....
mungkin nenek2 tsb tidak memiliki kemampuan utk menyerap ajaran2 yg lain....
yg terbaik yg dpt dilakukan adalah menglafalkan sutta.............
trussss elu mau komporin apa yg dia lakukan mubajir?.... 
trussss elu mau komporin ada Bahiya Sutta lebih tokcer............?????
Adakah tanda2 orang yg benar2 mengerti dan menjalankan Bahiya Sutta....
   cara berdiskusinya spt apa ya ?
Nah adakah test (semacam seleksi awal) apakah org tsb cocok dgn Bahiya sutta atau tidak?
berpaa % umat Buddhist yg bisa cocok dgn Bahiya Sutta? mohon statistiknya dehhhh
			 
			
			
				Degrees of Seeing
If you think you're seeing things as they really are, think again, says Ajahn Brahm. Unless you've had the deep experience of letting go known as the jhana states, there is only a myriad of illusions.
Meditation is the way of letting go. First you let go of all perceptions of time to enter the timeless present moment. Then you let go of inner speech to rest peacefully in silent awareness. Next, you let go of most of your five senses' activity, just keeping awareness of your breath. Then you let go of your breath and watch it disappear.
At this stage, you can no longer see, hear, smell, taste, or feel touch. It appears that your body has vanished, and in its place you are mindful of a beautiful light, the nimitta. The nimitta is a reflection of the citta (the mind), seen through the sixth sense. Then you let go of all controlling to merge into the light and enter the bliss of the jhana world. Thus, jhanas are what happen automatically when you really let go; they are described as the deep stages of letting go. The Buddha clearly and repeatedly stated that full enlightenment could not be attained without the experience of a jhana. Yet today, some teachers claim that such a degree of letting go is unnecessary. They often cite the Buddha's well-known brief teaching to Bahiya, as recorded in the Udana (Ud 1.10).
Bahiya was not a monk. The sutta does not record him giving dana, or taking refuge in the triple gem, or keeping any precepts. Moreover, the sutta has no mention at all of Bahiya ever meditating, let alone reaching a jhana. Yet, after receiving a very brief teaching from the Buddha, Bahiya became fully enlightened—an arahant—within seconds!
This episode is very well known in Buddhist circles, because it seems to make enlightenment so easy. It appears that you don't need to be a monk, that you can be miserly and not give dana, that you're not required to take refuge and precepts are unnecessary—even meditating can be avoided! What a relief! All you need is intelligence, and everyone thinks they are intelligent. (You think you are intelligent, don't you?) This makes Bahiya's teaching both attractive and notorious.
So what was this teaching? Here is my own translation:
    Bahiya, you should train yourself thus: in the seen will be merely what is seen; in the heard will be merely what is heard; in the sensed1 will be merely what is sensed; in the cognized will be merely what is cognized. Practicing in this way, Bahiya, you will not be "because of that." When you are not "because of that," you will not be "in that." And when you are not "in that," then you will be neither here nor beyond nor in between the two. Just this is the end of suffering.
And then Bahiya became fully enlightened. Sounds easy, doesn't it? You have just read the same teaching. Did you achieve full enlightenment? No! Why not?
As usual, there is more to the story than is recorded in the sutta. It is often the case that the suttas record only the highlights of a long episode. Just as wedding photos do not record the first meeting, the dating, and the arguments, so many suttas do not record all that occurred before the finale. So what is the full story of Bahiya? How can we put the finale, captured for posterity in the Udana, into its full context? Fortunately, the whole story is recorded in the Apadana (a biographical work containing the stories of the Buddha and his arahant disciples) and in the commentaries.
In his previous life, Bahiya was a monk under the Buddha Kassapa. He and six other monks climbed a steep mountain and threw the ladder away, determined to remain on top of that rock until they became enlightened or died. One of the seven monks became an arahant, another became an anagami (non-returner), and the other five died on the mountain. Bahiya was one of the five who died.
In Bahiya's final life, he was a sailor who successfully crossed the ocean seven times. On the eighth voyage, he was shipwrecked but managed to survive by floating ashore on a plank of wood. Having lost all his clothes, he made temporary garments out of bark and went begging for food in the town of Supparaka. The townspeople were impressed with his appearance and offered him food, respect, and even a costly set of clothes. When Bahiya refused the new clothes, the people esteemed him even more. Bahiya had gained a comfortable living and so did not return to sea. The people regarded Bahiya as an arahant. Soon, Bahiya thought he was an arahant too!
At that point, a deva discerned the wrong thought of Bahiya and, out of compassion, reprimanded him. That deva was none other than his former fellow monk who had become an anagami. The anagama-deva informed Bahiya about a true arahant, the Buddha, living at that time on the other side of India, at Savatthi. Bahiya immediately left Supparaka (present day Sopara, just north of Mumbai) and reached Savatthi in only one night.
Bahiya met the Buddha while he was on alms round and asked for a teaching. The Buddha at first refused, for it was an inappropriate time. But on being asked a third time, the Buddha interrupted his alms gathering and gave the famous teaching presented above. Within seconds of hearing that dhamma, Bahiya was fully enlightened. A few minutes later, the arahant Bahiya was killed by a cow with calf.
So, Bahiya's background was exceptional. He had been a monk under the previous Buddha, Kassapa. His powers of determination were so strong that he went to meditate on the mountain with the resolve to become enlightened or die. In this life, he could hear devas speak to him and he could travel more than halfway across India, some 1,300 kilometers, as the levitator flies, in only one night. If you had such a background from your previous life, and had such psychic powers already in this life, then perhaps you, too, would have been enlightened when you read Bahiya's teaching a few minutes ago!
It is usually the case that one requires very deep samadhi – jhanas – to achieve such psychic powers. Certainly Bahiya would have had a predisposition for meditation, taking into account his previous life. Also, both the psychic power of the "divine ear" that enabled him to hear the deva, and the other psychic power that enabled him to travel so fast, suggest that he was practicing jhana before he heard the deva. Perhaps this was another reason why he considered himself an arahant. But there is more evidence to suggest that Bahiya had already been practicing jhanas, though it was not mentioned in the texts.
Few people are aware that the very same teaching, which here I call Bahiya's teaching, was also given by the Buddha to the old monk Malunkyaputta (Samyutta Nikaya 35.95). Malunkyaputta appears several times in the suttas. In particular, in sutta 64 of the Majjhima Nikaya (MN), occurring certainly before the occasion when Malunkyaputta was given Bahiya's teaching, the Buddha first disparages Malunkyaputta for his wrong view and then teaches the necessity of attaining at least one of the jhanas in order to destroy the five lower fetters 2 (and thereby attain the level just below full enlightenment called non-returning). The Buddha said in front of Venerable Malunkyaputta that it was impossible to achieve non-returning (let alone full enlightenment) without a jhana, just as it was impossible to reach the heartwood of a tree without first going through its bark and sapwood. Think about it.
So, Venerable Malunkyaputta was first taught the necessity of jhana, and then later he was given Bahiya's teaching. After hearing Bahiya's teaching, "dwelling alone, withdrawn, diligent, ardent, and resolute," Malunkyaputta soon became an arahant. It is therefore certain that Malunkyaputta achieved jhana before Bahiya's teaching could be effective, or else the Buddha would be blatantly inconsistent. It also adds weight to the inference that Bahiya also had experience of jhana before he heard the same teaching – otherwise he would have reached the heartwood of the tree without going through its bark and sapwood!
Distorting the View
So what did Bahiya and Venerable Malunkyaputta see in the Buddha's words that generated the arahant experience? What is the meaning of "in the seen will merely be what is seen"?
It means to see without any distortion of the data, without adding or subtracting from it. As modern psychology knows, what comes to our attention as "the seen" has already been sifted and distorted by our desires and aversions. This process of distortion occurs prior to the event of cognition. It is impossible to see this process as it occurs. It is subconscious. We can only infer its occurrence: we discover that our preferences have embellished the data in order to present to our mind what we want to see, while hostility has denied any access to the mind those features that we don't want to see. What we see is rarely merely the seen. That which we see with so-called bare attention, not based on jhana, is seldom the truth. It is not the way things are; it is only the way things seem.
We should have enough life experience to know this by now. When you men see a beautiful woman, what do you see? Most people, even monks, do not see what is really there – just muscle, sinew, skin, and hair – they see, instead, an attractive woman. Where did that come from? Our sexual desire added it on, distorting the reality. When you see the recently deceased body of your mother, what do you see? Again, you do not see what is truly there – just muscle, sinew, skin, and hair. Instead you see a tragedy, because your attachment added on grief, distorting the reality.
In northeast Thailand many years ago, in poor and remote jungle monasteries, I had to eat grasshoppers, frogs, ants, and other crawling insects. That was all there was to eat. A regular dish was ant-egg curry. When you read this just now, were you practicing "in the seen will be merely the seen" or did you add on your own disgust? Fried grasshoppers were actually quite delicious. How much of our own likes and dislikes do we add on to the seen?
Twenty-five centuries before modern psychology, the Buddha identified the process that distorts cognition and called it the vipallasa.3 He explained this essentially circular process starting from view. Our views bend our perceptions to agree with the view. The perceptions then form the evidence for our thoughts. Then the thoughts argue in support of our view. It is a self-justifying cycle. Views generate perceptions that make thoughts that support the views. This is the very process of delusion.
			
			
			
				For example, someone believes in God. They hold a theist view. That view will deny access to the mind any perceptions that challenge that view. Scientific facts, such as those in the fields of astrophysics, quantum mechanics, geology, and biochemistry, become "no-fly" perceptions. They are rejected before they even register in the consciousness, because they are antithetical to the view. Only perceptions that support and conform to the God view survive the subconscious sifting process. These pro-God perceptions then form the data for our thoughts to work on. The data is convincing; it supports our view. We become convinced that there is a God, and our view grows ever more resistant to challenge. Such is the origin and progress of many religions, which are all convinced that they are right. They are mistaking the way things seem for the way things are.
Or take the abortion debate. Are you "pro-life" or "pro-choice"? Whichever one of these two views you hold on to, it will corrupt your perception by selecting perceptions in support of your view and blinding your consciousness to any perceptions that challenge your view. Your thinking will be built up from your perceptions, in the same way that a house is built out of bricks. Such misinformed thinking justifies your view so strongly that you simply cannot understand why everyone else doesn't see it the right way, which is your way! One last example: Ask yourself, is meditation easy for you? If you hold the view that meditation is difficult, and you are very attached to that idea, then meditation will seem difficult. Where did that view come from? Maybe, a long time ago, someone with authority told you that meditation was difficult, and you believed them. Unfortunately, that view has stuck. Or perhaps you began meditation without clear and accurate instructions, and you found it difficult then. On the basis of such limited experience, you formed the solid view that meditation is always difficult. However that view arose, once it is there, it makes meditation difficult! Your attachment to this view twists your perceptions. The only perceptions that make it into full consciousness are those that perceive the difficulties in meditation. Based on those negative perceptions, you think meditation is, in fact, difficult. You, and only you, have just made meditation difficult!
When we have some understanding of what is going on, we might be able to change such a view of meditation. Allow me to brainwash you! Let me convince you that, in spite of who said what, in spite of all your previous lack of success, MEDITATION IS EASY! MEDITATION IS EASY! MEDITATION IS EASY! Let me coach you into believing that you can meditate well. Help me recondition you into believing in your innate ability to meditate well. You have been reborn into a precious human body and are now reading the priceless teachings of Buddhism. You are alive when the dhamma is thriving and you have met that amazing dhamma. You are such a rare being. You have worked for lifetimes for such an opportunity as this. With so much going for you already, of course you will be able to meditate well. The fact that you are reading this proves that you have got a huge store of good kamma supporting you. Other people, much less able than you, have attained jhana, so why not you! Once you have concocted a positive view of your ability in meditation – presto – you perceive only success in meditation, and you think only success in meditation. You have just made meditation easy! You have opened the door to tranquillity, inner bliss, and the jhanas. Try it!
Discovering Truth
The point is that the view that meditation is difficult for you and the view that meditation is easy are both untrue. They are both the product of distorting what is seen, heard, sensed, and cognized. They are both delusion. It is just that the positive view is a more useful delusion. In fact, it is the view that will lead you to discovering the truth.
The Buddha explained that it is the five hindrances that distort perception and corrupt our thinking. He called the five hindrances the nutriment that feeds delusion (Anguttara Nikaya (AN) 10.61). The first hindrance, sensual desire, selects what we want to see, hear, sense, and cognize. It often embellishes the truth. It presents to our consciousness the product of wishful thinking. The second hindrance, ill will, is the negative impulse that blocks us from seeing, hearing, sensing, or cognizing what we don't want to know. It blinds us to what is unpleasant, and to what is contrary to our view. Psychology knows the second hindrance as the process of denial. The third hindrance is sloth and torpor. This does not distort what we see, hear, sense, or cognize; rather, it buries it in a fog so that we are unable to discern clearly. The fourth hindrance, restlessness and remorse, keeps our senses on the run, so fast that we do not have sufficient time to see, hear, sense, or cognize fully. Sights do not have time to fully form on our retina before the back of the eye has another sight to deal with. Sounds are hardly registered when we are asked to listen to something else. The fourth hindrance of restlessness, and its special case of remorse (inner restlessness due to bad conduct), is like the overdemanding boss in your office who never gives you enough time to finish a project properly. The fifth hindrance is doubt, which interrupts the gathering of data with premature questions. Before we have fully experienced the seen, heard, sensed, or cognized, doubt interferes with the process, like a cocky student interrupting the teacher with a question in the midst of the lecture. It is these five hindrances that distort perception, corrupt thinking, and maintain a deluded view.
It is well known among serious students of Buddhism that the only way to suppress these five hindrances is through the practice of jhana. As it says in the Nalakapana Sutta (MN 68), for those who do not attain a jhana, the five hindrances (plus discontent and weariness) invade the mind and remain. Anything less than jhana is not powerful and lasting enough to suppress the five hindrances sufficiently. So, even if you are practicing bare mindfulness, if the five hindrances are still active at a subconscious level, you are not seeing things as they truly are; you are only seeing things as they seem, distorted by these five hindrances.
Thus, in order to fulfill the Buddha's teaching to Bahiya and Venerable Malunkyaputta, in order that "in the seen will be merely what is seen, in the heard will be merely what is heard, in the sensed will be merely what is sensed, and in the cognized will merely be what is cognized," the five hindrances have to be suppressed and that means jhana!
Seeing Things as They Truly Are
It is true that the five hindrances become suppressed just prior to jhana, in what the commentaries call upacara samadhi, "stillness of mind at the threshold of jhana" (my own translation). So, how can you know for sure that these insidious five hindrances, which usually operate at a subconscious level, are fully suppressed? How do you know if you are in upacara samadhi? The acid test for upacara samadhi is that you can move effortlessly over the threshold into first jhana. In upacara samadhi, there is no obstacle, no hindrance, between you and jhana. If you can't enter jhana, the five hindrances are still there. So, to make sure they are gone, you try entering a jhana, and you enter.
When the mind emerges from the jhana, it rests on the threshold, in upacara samadhi, for a long time, just as when you leave a house, you stand on the threshold again. It is at this point, during the period immediately after a jhana experience, when the five hindrances no longer invade the mind, that one is finally able to practice "in the seen is merely what is seen, in the heard is merely what is heard, in the sensed is merely what is sensed, and in the cognized is merely what is cognized." As the Buddha repeatedly said (e.g., AN 6.50), only as a result of jhana (samma samadhi) does one see things as they are (yatha-bhuta-ñanadassanam) and not as they seem.
The End of a View of Self
An experience of a jhana can blow you apart. What do I mean by that? I mean that the data supplied by the jhana experience, contemplated immediately after in upacara samadhi, when the hindrances cannot distort anything, destroys the delusion of self, soul, me, and mine.
In the first jhana mostly, and in the higher jhanas completely, the potential to do, will, and make choices – what I call "the doer" – has disappeared. The data is so clear, and the five hindrances are no longer able to prevent you from seeing that there is no one at the controls of your body and mind, to put it bluntly. Will is not a self, or a product of a self. Will is just an impersonal natural process that can come to an absolute cessation. You have seen this for yourself, and you can trust this knowledge because it occurred when the corrupting five hindrances were suppressed. This insight is the most certain that you have ever known: free will is a delusion. You, the reader, will be incapable of agreeing with me. This is because your five hindrances are still active, and they will prevent you from seeing this. So, experience a jhana first, then investigate this matter right after. Then try arguing with me!
Also, in jhana – real jhana, not fake ones – the seen and the heard and the sensed all disappear. The external five senses cease. This data is also clear. When one reflects on the complete absence of these five senses within the jhana experience, in the hindrance-free state of post-jhana upacara samadhi, one will see with certainty that there is no self, soul, or me observing the sight, hearing the sounds, or sensing the smells, tastes, and touches. There is no self, soul, or me knowing the known. All forms of consciousness are also seen as an impersonal process that can come to a complete cessation. In short, you are not identical with your mind. The mind is just a natural process. It can completely stop. It does stop, once and for all, at parinibbana!
Once again, you, my reader, will be incapable of agreeing with me. The five hindrances, which are active within you now, under the surface of cognition, prevent you from seeing the truth. A jhana experience challenges your most basic view, the view that "You are"! Don't worry about such disagreements for now. Instead, meditate until you have experienced jhana and suppressed those five hindrances. Then see if I'm right!
The Final Part of Bahiya's Teaching
"Bahiya, you should train yourself thus: in the seen will be merely what is seen, ... in the cognized will merely be what is cognized. Practicing in this way, Bahiya, you will not be 'because of that.' When you are not 'because of that,' you will not be 'in that.' And when you are not 'in that,' you will be neither here nor beyond nor in between the two. Just this is the end of suffering."
What does it mean, "you will not be 'because of that' "? The Pali is na tena. Tena is the instrumental of the word for "that." Na is the negative. It means, literally, "not because of that, not through that, not by that." It means, in essence, that you will not assume there is a self, a soul, or a me just because there is seeing, hearing, smelling, tasting, touching (sensing), or cognizing. The Buddha is saying that once you have penetrated the truth of sensory experience, by suppressing the hindrances through jhana, you will see that there is no "doer," or "knower," behind sensory experience. No longer will you be able to use sensory experience as evidence for a self. Descartes' famous "I am because I think" is refuted. You will not be because of thinking, or because of seeing, hearing, or sensing. In the Buddha's words, "You will not be 'because of that [any sensory experience].' "
When the sensory processes are discarded as tenable evidence for a self, a soul, or a me, then you are no longer located in the sensory experience. In the Buddha's words, "You will not be 'in that.'" You no longer view, perceive, or even think that there is a "me" involved in life. In the words of the doctor in the original series of Star Trek, "It is life, Jim, but not as we know it!" There is no longer any sense of self, or soul, at the center of experience. You are no more "in that."
Just to close off the loophole that might allow you to think you can escape nonexistence of a self or soul by identifying with a transcendental state of being beyond what is seen, heard, sensed, or cognized, the Buddha thunders, "and you will be neither here" (with the seen, heard, sensed, or cognized) "nor beyond" (outside of the seen, heard, sensed, or cognized) "nor in between the two" (neither of the world nor beyond the world). The last phrase confounded the sophists!
In summary, the Buddha advised both Bahiya and Venerable Malunkyaputta to experience the jhana to suppress the five hindrances. Only in this way can one discern with certainty the absence of a self or a soul behind the sensory process. Consequently, sensory experience will never again be taken as evidence of a knower or a doer, such that you will never again imagine a self or a soul at the centre of experience, or beyond, or anywhere else. Bahiya's teaching put in a nutshell the way to the realization of no-self, anatta. "Just this," concluded the Buddha "is the end of suffering."
Conclusion
I hope that my argument has been strong enough to challenge you, or rather to confound the vipallasa driving your sensory processes. The Buddha's brief teaching to Bahiya and Venerable Malunkyaputta is not some shortcut for the super intelligent. The practice of "in the seen will be merely what is seen ..." requires the suppressing of the five hindrances. The suppressing of the five hindrances requires jhana. Jhana requires the rest of the noble eightfold path, the first seven factors. It requires faith in the triple gem, the keeping of precepts, and the practice of dana. There is only one path to nibbana, and that is the noble eightfold path. There are no shortcuts.
Maggan' atthangiko settho ...
Eso'va maggo, natthi añño
Dassanassa visuddhiya
The best of paths is the eightfold path ...
This is the only Way.
There is none other,
for the purity of vision.
			
			
			
				Quote from: williamhalim on 03 June 2010, 10:08:13 AM
hmm.. coba sy ilustrasikan begini... (ke praktik kungfu aja, agar lebih mudah ilustrasinya yah):
Jika ingin menjadi ahli kungfu, maka: 
~ JMB-8 adalah: latihan pernafasan, konsentrasi, otot/fisik, keseimbangan, kecepatan/reflek, dll
JMB-8 adalah jalan ingin menjadi ahli kungfu. Jadi, apapun perguruannya, jalan utama ini tetap ada, hanya saja bentuk implementasinya yg berbeda2... Tergantung guru masing2, bagaimana latihannya membentuk 'nafas yg kuat tsb', bagaimana bentuk latihannya sehingga konsentrasi menjadi kuat... tetapi pada intinya sama, nafas harus kuat, konsentrasi juga, dll....
~ Bahiya Sutta adalah: Jurus2 tingkat tinggi yg hanya bisa dilatih jika si praktisi sudah mahir.
Nah, apakah si praktisi kungfu ketika melatih Bahiya Sutta, bisa dikatakan terpisah dari JMB-8? Padahal JMB-8 selama ini telah mengkondisikan si praktisi sehingga siap menerima Jurus Tinggi (Bahiya) tsb. Dalam melatih Bahiya, napas si praktisi sudah kuat, refleknya sudah hebat, otot2 dan konsentrasinya sudah mahir... maka ia dapat melaksanakan latihan Bahiya.
Jadi, seseorang -yg entah ia mengenal konsep JMB-8 atau tidak- tapi yg pasti ia sudah mempraktikkan nilai2 dalam JMB-8 tsb dalam kehidupan dulu dan sekarang, sehingga pada saat ini batinnya terkondisi siap untuk merealisasi yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam .
Nah, apakah dengan kondisi tsb dapat dikatakan bahwa JMB-8 terpisah dengan Bahiya? Mungkin ya, mungkin juga tidak, tergantung konteks nya apa. Tapi untuk tidak membuat bingung, saya cenderung memilih menggunakan kata2: JMB-8 dan Bahiya serta sutta2 lainnya adalah satu jalan yg selaras.
Mengapa? Karena jika membeda2kan ada yg dualisme dan ada yg tidak, akan mengesankan bahwa Ajaran Sang Buddha ada yg bisa mengantarkan ke pencerahan dan ada yg tidak, Jika kita belum membuktikan sendiri bahwa JMB-8 tidak bisa mengantarkan ke pencerahan, maka implikasinya berat krn mungkin saja bbrp orang telah terpengaruh statement tsb dan mengakibatkan orang tsb salah praktik. Saya takutnya begitu.
 _/\_
::
:) Saya suka ilustrasinya. 
Kira-kira sependapat, saya melihat JMB8 itu memang adalah keseluruhan dari ajaran. Tapi saya tidak melihat Bahiya Sutta sebagai jurus tingkat tinggi, tetapi sebagai kurikulum yang berbeda saja. Demikian pula sutta-sutta yang berhubungan dengan vipassana, adalah kurikulum yang berbeda, tergantung kecocokan. 
Jadi kita lihat secara basic, Bahiya lebih mahir dari Malunkyaputta (sewaktu diajari panduan demikian), namun kecenderungan mereka sama. Sama-sama cocok dengan kurikulum itu. 
Sementara Kundalakesa, juga sudah mahir, tetapi tidak cocok dengan Bahiya Sutta, maka diberi kurikulum berbeda. 
Kalau diibaratkan ke kung fu lagi, seperti Bahiya & Malunkyaputta sama-sama punya perawakan besar, cocok untuk kung fu macan, misalnya. Tetapi Bahiya punya fisik yang sudah kuat karena pekerjaan sehari-harinya adalah buruh kasar, sedangkan Malunkyaputta karyawan biasa yang berada di balik meja. 
Sementara Kundalakesa punya fisik yang terlatih, tetapi tubuhnya lentur, jadi kurikulum yang cocok adalah kung fu belalang sembah. 
Di sini kita lihat kung fu macan tidak lebih tinggi/rendah dari kung fu belalang sembah. Tetapi kematangan orangnya yang membuat perbedaan. Perbedaan bentuk itu ada hanya karena perbedaan subjek. 
JMB8-nya, saya setuju dengan Bro Willi, adalah semua basic yang berlaku secara umum. 
Mengenai yang "jurus tertinggi", itu sudah lepas dari semua ajaran. Seorang master bertahan dari serangan, tidak ada lagi pikiran kuda-kuda posisinya begini-begitu. Ketika ia dibanting, ia tidak lagi memikirkan "ukemi" apa yang dipakai. Ketika menyerang, dia tidak lagi berpikir "ini serangan belalang" atau "ini serangan macan". Demikian dia tidak melihat bela diri = kuda-kuda/pukulan/latihan, tidak melihat bela diri = bentuk kung fu tertentu, tapi memahaminya sebagai integrasi fenomena demikian apa adanya. 
			
 
			
			
				Quote from: johan3000 on 03 June 2010, 10:03:23 AM
Quote
Tergantung orangnya. Si B sendiri 'kan mencapai kesucian tertinggi pada saat panduan itu diberikan. 
Berapa banyak orang bisa seperti si B ? nahhhh jangan pakai pukul rata aja dehhh  :'( :'(
Ini maksudnya apa yah, Bro Johan? Apakah Bahiya Sutta lebih baik tidak diajarkan? 
Di lain pihak, saya justru belum menemukan dikisahkan dalam sutta ketika JMB8 dibabarkan, ada yang mencapai kesucian. Jika ada yang menemukan, saya mohon referensinya. 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 11:18:12 AM
Quote from: johan3000 on 03 June 2010, 10:03:23 AM
Quote
Tergantung orangnya. Si B sendiri 'kan mencapai kesucian tertinggi pada saat panduan itu diberikan. 
Berapa banyak orang bisa seperti si B ? nahhhh jangan pakai pukul rata aja dehhh  :'( :'(
Ini maksudnya apa yah, Bro Johan? Apakah Bahiya Sutta lebih baik tidak diajarkan? 
Di lain pihak, saya justru belum menemukan dikisahkan dalam sutta ketika JMB8 dibabarkan, ada yang mencapai kesucian. Jika ada yang menemukan, saya mohon referensinya. 
Quotespt yg di quote bro Ryu :
So, Bahiya's background was exceptional. He had been a monk under the previous Buddha, Kassapa. His powers of determination were so strong that he went to meditate on the mountain with the resolve to become enlightened or die. In this life, he could hear devas speak to him and he could travel more than halfway across India, some 1,300 kilometers, as the levitator flies, in only one night. If you had such a background from your previous life, and had such psychic powers already in this life, then perhaps you, too, would have been enlightened when you read Bahiya's teaching a few minutes ago!
Quote
Ini maksudnya apa yah, Bro Johan? Apakah Bahiya Sutta lebih baik tidak diajarkan?
Apakah bro Kainyn, bro Ryu, bro Upasaka , dst setelah membaca dan mendengar Bahiya Sutta akan mencapai pencerahan seketika ? oooohhh udah jelas tidak (bukan meremehkan lhoooo)........
Hanya orang2 tertentu yg telah memiliki "parami lampau" yg begitu menengar kutipan Bahiya Sutta akan mencapai pencerahan.... Nah seberapa banyak kah (dlm %) umat Buddhist yg sudah siap tinggal landas? .... udah jelas sangat2 sedikit sekali.... utk pembuktiannya ya cukup dibacakan ayat tsb.... "melihat tapi ...........dst , dst" nah kalau org tsb tidak mencapai pencerahan berarti TIDAK COCOK...................
Sebelum menggembar-gemborkan sutta Bahiya.... mohon dijelaskan berapa % umat yg bisa memperolah manfaat dari membaca sutta B tsb ? akan mencapai pencerahan ?............
itulah point yg penting..........output lah yg dihitung........ dari pada promosi2 melulu kan
lebih baik menunjukkan bukti berupa hasilnya......................
Kalau gw udah baca Bahiya Sutta..... ya ada pencerahannnnn sangat2 dikit sekali...
(maksudnya setuju dgn apa yg ditulis dlm sutta tsb.... tapi itu bukan utk semua orang)!
 _/\_ ;D ;D
			
 
			
			
				yang bisa mencapai pencerahan seketika cuma pada saat sang buddha hidup.
sekarang cuma ada neyya dan padaparama, jadi harus banyak belajar sutta dan banyak berlatih.
			
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 10:37:59 AM
:) Saya suka ilustrasinya. 
Kira-kira sependapat, saya melihat JMB8 itu memang adalah keseluruhan dari ajaran. Tapi saya tidak melihat Bahiya Sutta sebagai jurus tingkat tinggi, tetapi sebagai kurikulum yang berbeda saja. Demikian pula sutta-sutta yang berhubungan dengan vipassana, adalah kurikulum yang berbeda, tergantung kecocokan. 
Jadi kita lihat secara basic, Bahiya lebih mahir dari Malunkyaputta (sewaktu diajari panduan demikian), namun kecenderungan mereka sama. Sama-sama cocok dengan kurikulum itu. 
Sementara Kundalakesa, juga sudah mahir, tetapi tidak cocok dengan Bahiya Sutta, maka diberi kurikulum berbeda. 
Kalau diibaratkan ke kung fu lagi, seperti Bahiya & Malunkyaputta sama-sama punya perawakan besar, cocok untuk kung fu macan, misalnya. Tetapi Bahiya punya fisik yang sudah kuat karena pekerjaan sehari-harinya adalah buruh kasar, sedangkan Malunkyaputta karyawan biasa yang berada di balik meja. 
Sementara Kundalakesa punya fisik yang terlatih, tetapi tubuhnya lentur, jadi kurikulum yang cocok adalah kung fu belalang sembah. 
Saya kesulitan ketika memilih perumpamaan yg cocok untuk Bahiya, sehingga memilih 'jurus tinggi' untuk menggambarkan -nya. Namun, perumpamaan yg Bro Kai pakai, 'kurikulum',  lebih tepat.
Quote
Di sini kita lihat kung fu macan tidak lebih tinggi/rendah dari kung fu belalang sembah. Tetapi kematangan orangnya yang membuat perbedaan. Perbedaan bentuk itu ada hanya karena perbedaan subjek. 
JMB8-nya, saya setuju dengan Bro Willi, adalah semua basic yang berlaku secara umum. 
Mengenai yang "jurus tertinggi", itu sudah lepas dari semua ajaran. Seorang master bertahan dari serangan, tidak ada lagi pikiran kuda-kuda posisinya begini-begitu. Ketika ia dibanting, ia tidak lagi memikirkan "ukemi" apa yang dipakai. Ketika menyerang, dia tidak lagi berpikir "ini serangan belalang" atau "ini serangan macan". Demikian dia tidak melihat bela diri = kuda-kuda/pukulan/latihan, tidak melihat bela diri = bentuk kung fu tertentu, tapi memahaminya sebagai integrasi fenomena demikian apa adanya. 
Ilustrasi ini sangat mewakili pendapat saya. Cocok Bro.
Kita sadari juga bahwa kata2 sangat terbatas dalam menggambarkan  sesuatu yg berkaitan dengan 'Sang Jalan'. Yg dapat kita lakukan hanyalah membuat perumpamaan2, yg meskipun sudah kita usahakan setepat mungkin, namun masih saja belum bisa menggambarkan kondisi yg sesungguhnya.
 _/\_
::
			
 
			
			
				 [at]  Johan
Memang setiap sutta juga bukan cocok bagi semua orang. Jadi kalau ada yang rasa cocok, silahkan manfaatkan, kalau tidak ya sudah. 
Kembali lagi, kekhususan Bahiya adalah dalam hal kecepatan menembus dhamma. Suttanya bukan khusus untuk yang memiliki keistimewaan itu. Malunkyaputta juga diberikan panduan yang sama oleh Buddha, namun tidak seketika itu mencapai pencerahan. Di lain pihak, Kundalakesa, yang juga memiliki keistimewaan kecepatan penembusan dhamma, juga tidak diberikan bahan yang sama dengan Bahiya, karena memang kecocokannya berbeda. 
Jadi jangan dilihat Bahiya Sutta itu khusus orang-orang yang paling cepat menembus dhamma. Bukan begitu. 
			
			
			
				Quote from: williamhalim on 03 June 2010, 01:36:10 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 10:37:59 AM
:) Saya suka ilustrasinya. 
Kira-kira sependapat, saya melihat JMB8 itu memang adalah keseluruhan dari ajaran. Tapi saya tidak melihat Bahiya Sutta sebagai jurus tingkat tinggi, tetapi sebagai kurikulum yang berbeda saja. Demikian pula sutta-sutta yang berhubungan dengan vipassana, adalah kurikulum yang berbeda, tergantung kecocokan. 
Jadi kita lihat secara basic, Bahiya lebih mahir dari Malunkyaputta (sewaktu diajari panduan demikian), namun kecenderungan mereka sama. Sama-sama cocok dengan kurikulum itu. 
Sementara Kundalakesa, juga sudah mahir, tetapi tidak cocok dengan Bahiya Sutta, maka diberi kurikulum berbeda. 
Kalau diibaratkan ke kung fu lagi, seperti Bahiya & Malunkyaputta sama-sama punya perawakan besar, cocok untuk kung fu macan, misalnya. Tetapi Bahiya punya fisik yang sudah kuat karena pekerjaan sehari-harinya adalah buruh kasar, sedangkan Malunkyaputta karyawan biasa yang berada di balik meja. 
Sementara Kundalakesa punya fisik yang terlatih, tetapi tubuhnya lentur, jadi kurikulum yang cocok adalah kung fu belalang sembah. 
Saya kesulitan ketika memilih perumpamaan yg cocok untuk Bahiya, sehingga memilih 'jurus tinggi' untuk menggambarkan -nya. Namun, perumpamaan yg Bro Kai pakai, 'kurikulum',  lebih tepat.
Quote
Di sini kita lihat kung fu macan tidak lebih tinggi/rendah dari kung fu belalang sembah. Tetapi kematangan orangnya yang membuat perbedaan. Perbedaan bentuk itu ada hanya karena perbedaan subjek. 
JMB8-nya, saya setuju dengan Bro Willi, adalah semua basic yang berlaku secara umum. 
Mengenai yang "jurus tertinggi", itu sudah lepas dari semua ajaran. Seorang master bertahan dari serangan, tidak ada lagi pikiran kuda-kuda posisinya begini-begitu. Ketika ia dibanting, ia tidak lagi memikirkan "ukemi" apa yang dipakai. Ketika menyerang, dia tidak lagi berpikir "ini serangan belalang" atau "ini serangan macan". Demikian dia tidak melihat bela diri = kuda-kuda/pukulan/latihan, tidak melihat bela diri = bentuk kung fu tertentu, tapi memahaminya sebagai integrasi fenomena demikian apa adanya. 
Ilustrasi ini sangat mewakili pendapat saya. Cocok Bro.
Kita sadari juga bahwa kata2 sangat terbatas dalam menggambarkan  sesuatu yg berkaitan dengan 'Sang Jalan'. Yg dapat kita lakukan hanyalah membuat perumpamaan2, yg meskipun sudah kita usahakan setepat mungkin, namun masih saja belum bisa menggambarkan kondisi yg sesungguhnya.
 _/\_
::
Ya, kata-kata memang sangat terbatas. Yang kita bicarakan hanya bisa sebatas "kira-kira"-nya saja, bukan kondisi sesungguhnya. :) 
 _/\_
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 01:38:48 PM
 [at]  Johan
Memang setiap sutta juga bukan cocok bagi semua orang. Jadi kalau ada yang rasa cocok, silahkan manfaatkan, kalau tidak ya sudah. 
Kembali lagi, kekhususan Bahiya adalah dalam hal kecepatan menembus dhamma. Suttanya bukan khusus untuk yang memiliki keistimewaan itu. Malunkyaputta juga diberikan panduan yang sama oleh Buddha, namun tidak seketika itu mencapai pencerahan. Di lain pihak, Kundalakesa, yang juga memiliki keistimewaan kecepatan penembusan dhamma, juga tidak diberikan bahan yang sama dengan Bahiya, karena memang kecocokannya berbeda. 
Jadi jangan dilihat Bahiya Sutta itu khusus orang-orang yang paling cepat menembus dhamma. Bukan begitu. 
thanks bro Kainyn atas penjelasannya....
penjual game dan software pun menulis 
system requirement yg dibutuhkan utk menjalankan software tsb...
selayaknya sebelum mempromosikan Bahiya Sutta,... hal tsb juga dilakukan 
supaya orang2 gak salah tafsir maupun gigit jari.... =))
			
 
			
			
				Quote from: johan3000 on 03 June 2010, 01:47:16 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 01:38:48 PM
 [at]  Johan
Memang setiap sutta juga bukan cocok bagi semua orang. Jadi kalau ada yang rasa cocok, silahkan manfaatkan, kalau tidak ya sudah. 
Kembali lagi, kekhususan Bahiya adalah dalam hal kecepatan menembus dhamma. Suttanya bukan khusus untuk yang memiliki keistimewaan itu. Malunkyaputta juga diberikan panduan yang sama oleh Buddha, namun tidak seketika itu mencapai pencerahan. Di lain pihak, Kundalakesa, yang juga memiliki keistimewaan kecepatan penembusan dhamma, juga tidak diberikan bahan yang sama dengan Bahiya, karena memang kecocokannya berbeda. 
Jadi jangan dilihat Bahiya Sutta itu khusus orang-orang yang paling cepat menembus dhamma. Bukan begitu. 
thanks bro Kainyn atas penjelasannya....
penjual game dan software pun menulis 
system requirement yg dibutuhkan utk menjalankan software tsb...
selayaknya sebelum mempromosikan Bahiya Sutta,... hal tsb juga dilakukan 
supaya orang2 gak salah tafsir maupun gigit jari.... =))
:) Di sini saya memang hanya bahas coding-nya yang bermanfaat. Soal aplikasi ke software dan marketing-nya, itu terserah masing-masing perusahaan deh. Kalo ga bona fide, yah jangan beli. 
			
 
			
			
				Quote
Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri.
Tak seseorang pun yang dapat mensucikan orang lain.
[spoiler=editor notes]
(apalagi Sang Jalan)
[/spoiler]
[spoiler]
(apalagi memperdebatkan Sang Jalan)
[/spoiler]
			 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 01:51:08 PM
Quote from: johan3000 on 03 June 2010, 01:47:16 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 03 June 2010, 01:38:48 PM
 [at]  Johan
Memang setiap sutta juga bukan cocok bagi semua orang. Jadi kalau ada yang rasa cocok, silahkan manfaatkan, kalau tidak ya sudah. 
Kembali lagi, kekhususan Bahiya adalah dalam hal kecepatan menembus dhamma. Suttanya bukan khusus untuk yang memiliki keistimewaan itu. Malunkyaputta juga diberikan panduan yang sama oleh Buddha, namun tidak seketika itu mencapai pencerahan. Di lain pihak, Kundalakesa, yang juga memiliki keistimewaan kecepatan penembusan dhamma, juga tidak diberikan bahan yang sama dengan Bahiya, karena memang kecocokannya berbeda. 
Jadi jangan dilihat Bahiya Sutta itu khusus orang-orang yang paling cepat menembus dhamma. Bukan begitu. 
thanks bro Kainyn atas penjelasannya....
penjual game dan software pun menulis 
system requirement yg dibutuhkan utk menjalankan software tsb...
selayaknya sebelum mempromosikan Bahiya Sutta,... hal tsb juga dilakukan 
supaya orang2 gak salah tafsir maupun gigit jari.... =))
:) Di sini saya memang hanya bahas coding-nya yang bermanfaat. Soal aplikasi ke software dan marketing-nya, itu terserah masing-masing perusahaan deh. Kalo ga bona fide, yah jangan beli. 
Bener bro, mana customer servicesnya sutta Bahiya ?.................
mohon kita2 ini diberi pengarahan yg lebih specifik lagi dunngg
			
 
			
			
				masih ada yg mau bahas topik ini kah ? yg ada hanya jd main2-an si pakar... bahkan topik ini di posting ke FB seseorang dan di bahas di sana serta di komentari ini itu... skip aja lah... 
gelas yg penuh dengan air, untuk apa lagi menuang air baru kedalam gelas yg penuh tersebut.. yg ada air hanya tumpah keluar dan mubajir... bukan kah lebih baik membahas hal lain yg lebih bermanfaat.... betul ?
salam dari aa'tono
			
			
			
				Quote from: tesla on 03 June 2010, 01:53:01 PM
Quote
Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri.
Tak seseorang pun yang dapat mensucikan orang lain.
[spoiler=editor notes]
(apalagi Sang Jalan)
[/spoiler]
[spoiler]
(apalagi memperdebatkan Sang Jalan)
[/spoiler]
saudara tesla yang baik di sutta itu katanya Buddha asal berbuat baik akan terlahir kembali di alam sorga (dewa) atau merealisir kebebasan mutlak (nibbana)".
Kisah Upasaka Culakala 
DHAMMAPADA XII, 9
        Culakala adalah seorang upasaka yang sangat mentaati peraturan uposatha, pada hari-hari tertentu dan tinggal sepanjang malam di Vihara Jetavana, untuk mendengarkan uraian Dhamma. Keesokan pagi harinya, ketika ia mencuci muka di kolam dekat vihara, beberapa pencuri meninggalkan seberkas barang curian di dekatnya. Pemilik barang melihat Culakala berada dekat barang-barangnya yang dicuri. Mengira Culakala adalah pencurinya, ia memukulnya dengan keras. Untunglah beberapa pelayan wanita yang datang untuk mengambil air dan menyatakan bahwa mereka mengenalinya, bahwa ia bukanlah pencuri. Kemudian Culakala dilepaskan.
        Ketika Sang Buddha mendengar hal tersebut, Beliau berkata kepada Culakala, "Kamu dilepaskan tidak hanya karena pelayan-pelayan wanita berkata bahwa kamu bukanlah pencuri, tetapi juga karena kamu tidak mencuri dan oleh sebab itu kamu tidak bersalah. Barangsiapa yang berbuat jahat akan ke alam nereka (niraya), tetapi barangsiapa yang berbuat baik akan terlahir kembali di alam sorga (dewa) atau merealisir kebebasan mutlak (nibbana)".
        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 165 berikut:
Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci. Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seorangpun yang dapat mensucikan orang lain.
Upasaka Culakala mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***
			
 
			
			
				Quote from: dhanuttono on 03 June 2010, 10:01:30 PM
masih ada yg mau bahas topik ini kah ? yg ada hanya jd main2-an si pakar... bahkan topik ini di posting ke FB seseorang dan di bahas di sana serta di komentari ini itu... skip aja lah... 
gelas yg penuh dengan air, untuk apa lagi menuang air baru kedalam gelas yg penuh tersebut.. yg ada air hanya tumpah keluar dan mubajir... bukan kah lebih baik membahas hal lain yg lebih bermanfaat.... betul ?
salam dari aa'tono
rekan aa tono yang terkasih dalam Buddha, sebaiknya kita membiarkan gelas siap di isi terus sehingga kita siap untuk  mengisi dengan hal2 yang berguna, dan tidak mengisi dengan hal2 yang tidak berguna.
salam dari aa'Ryu =))
			
 
			
			
				Subhadda [Penabhisan Terakhir Semasa Sang Budha Masih Hidup]
(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fphotos-d.ak.fbcdn.net%2Fhphotos-ak-snc3%2Fhs546.snc3%2F29891_396127201804_300530356804_4594456_121721_a.jpg&hash=d8ff697e24a5d223834bfed124c61288b8be2e48)
Terdapatlah seorang pertapa pengelana bernama Subhadda yang tinggal di dekat Kusinara saat itu dan ketika ia mendengar bahwa Sang Buddha akan meninggal dunia, ia memutuskan untuk pergi dan menemui Beliau, ingin bertanya tentang suatu hal tertentu sebelum Beliau mangkat. Ia yakin bahwa Sang Buddha akan menjawab pertanyaannya dan menjernihkan keragu-raguannya.
Jadi Subhaddha pergi ke hutan pohon Sala, dan bertanya kepada Yang Mulai Ananda apakah ia dapat menemui Sang Buddha. Tetapi Yang Mulia Ananada berkata, "Cukup, sahabat Subhadda, Sang Buddha sedang sangat letih. Janganlah menganggu Beliau".
Untuk kedua kali dan ketiga kalinya Subhadda menyampaikan permohonannya dan untuk kedua dan ketiga kalinya pula Yang Mulia Ananda memberikan jawaban yang sama.
Akan tetapi, Sang Buddha menangkap sepatah dua-kata kata dari pembicaraan antara Yang Mulia Ananda dan Subhadda, dan Beliau memanggil Yang Mulia Ananda datang padaNya dan berkata, "Kemarilah, Ananda. Janganlah mencegah Subhaddha untuk menemui Tathagata. Biarkanlah ia datang dan menemui Tathagata. Apapun yang akan ditanyakan oleh Subhadda kepada Tathagata, ia akan bertanya karena ingin mengetahui suatu pengetahuan dan bukan untuk menganggu Tathagata. Dan apapun yang Tathagata katakan dalam menjawab pertanyaannya, ia akan cepat mengerti."
Dengan diberikan izin, Subhadda mendekati Sang Buddha dan setelah memberi hormat kepada Beliau, ia berkata, "O Gotama, terdapat banyak guru agama yang terkenal, yang mengajarkan ajaran-ajaran lainnya yang berbeda dari ajaran agamaMu. Sudahkah mereka semua, seperti yang mereka nyatakan, telah menemukan kebenaran? Ataukah sudahkah sebagian dari mereka, menemukan Kebenaran dan yang lainnya belum?
"Cukup, O Subhadda", kata Sang Buddha "Egnkau tidak usah kuatir tentang ajarna-ajaran mereka. Dengar dan perhatikan baik-baik pada apa yang Tathagata katakan, dan Tathagata akan memberitahukanmu tentang Kebenaran."
Didalam doktrin atau ajaran mana saja yang padanya tidak ditemukan Jalan Mulia Berunsur Delapan, disana juga tidak akan ditemukan orang-orang yang bisa mencapai Sotapanna, Sakadagami, Anagami, atau Arahat. Tetapi di dalam Ajaran di mana ditemukannya adanya Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat. Dan di dalam AjaranKu ini, O Subhadda, ditemukan adanya Jalan Mulia Berunsur Delapan, dan padanya saja, Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat ditemukan. Tidak ada pada ajaran dari guru-guru spiritual lainnya dapat ditemukan orang-orang suci semacam ini. Dan jika siswa-siswaKu hidup dengan benar dan mengikuti peraturan-peraturanKu atau aturan-aturan latihan, dunia tak akan pernah kosong dari para Arahat".
Kemudian Subhadda memohon untuk diizinkan memasuki Persaudaraan para Bhikkhu, dan Sang Buddha mememuhi permintaannya. Dalam pada ini Subhadda menjadi Bhikkhu dan murid terakhir yang ditabhiskan semasa Sang Buddha masih hidup dan menjadi murid Sang Buddha, sama seperti Kondanna sewaktu di taman rusa di Benares adalah bhikkhu dan murid pertama Sang Buddha 45 tahun lalunya.
Dan dengan usaha yang rajin dan sungguh-sungguh dalam mengikuti Sang Ajaran, Subhadda segera menjadi seorang Arahat.
[Dikutip dari: Mutiara Dharma atas izin dari Ir. Lindawati] 
 _/\_
			
			
			
				Quote from: Virya on 03 June 2010, 11:20:43 PM
Didalam doktrin atau ajaran mana saja yang padanya tidak ditemukan Jalan Mulia Berunsur Delapan, disana juga tidak akan ditemukan orang-orang yang bisa mencapai Sotapanna, Sakadagami, Anagami, atau Arahat. Tetapi di dalam Ajaran di mana ditemukannya adanya Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat. Dan di dalam AjaranKu ini, O Subhadda, ditemukan adanya Jalan Mulia Berunsur Delapan, dan padanya saja, Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat ditemukan. Tidak ada pada ajaran dari guru-guru spiritual lainnya dapat ditemukan orang-orang suci semacam ini. Dan jika siswa-siswaKu hidup dengan benar dan mengikuti peraturan-peraturanKu atau aturan-aturan latihan, dunia tak akan pernah kosong dari para Arahat".
Kemudian Subhadda memohon untuk diizinkan memasuki Persaudaraan para Bhikkhu, dan Sang Buddha mememuhi permintaannya. Dalam pada ini Subhadda menjadi Bhikkhu dan murid terakhir yang ditabhiskan semasa Sang Buddha masih hidup dan menjadi murid Sang Buddha, sama seperti Kondanna sewaktu di taman rusa di Benares adalah bhikkhu dan murid pertama Sang Buddha 45 tahun lalunya.
Dan dengan usaha yang rajin dan sungguh-sungguh dalam mengikuti Sang Ajaran, Subhadda segera menjadi seorang Arahat.
[Dikutip dari: Mutiara Dharma atas izin dari Ir. Lindawati] 
 _/\_
hmm gw agak sangsi.....
			
 
			
			
				^
^
Itu khan kata "sesepuh" yg disana
semua tidak relevan lagi buatku .... alih2 hanya disisipin oleh penghapal tipitaka saja  =))
Entah sampe kapan "jualan" ini berlangsung .... sampe hapal gw kalimat yg diulang itu-itu lagi  ;D
			
			
			
				owhhhh
			
			
			
				Quote from: dhanuttono on 03 June 2010, 10:01:30 PM
masih ada yg mau bahas topik ini kah ? yg ada hanya jd main2-an si pakar... bahkan topik ini di posting ke FB seseorang dan di bahas di sana serta di komentari ini itu... skip aja lah... 
gelas yg penuh dengan air, untuk apa lagi menuang air baru kedalam gelas yg penuh tersebut.. yg ada air hanya tumpah keluar dan mubajir... bukan kah lebih baik membahas hal lain yg lebih bermanfaat.... betul ?
salam dari aa'tono
dan banyak bagian yg disensor/tidak ditampilkan dari tulisan aye-nya :|
seperti biasa, ambil yg diperlukan, buang sisanya. sesuai kebutuhan :|
			
 
			
			
				Quote from: Sumedho on 04 June 2010, 07:28:45 AM
Quote from: dhanuttono on 03 June 2010, 10:01:30 PM
masih ada yg mau bahas topik ini kah ? yg ada hanya jd main2-an si pakar... bahkan topik ini di posting ke FB seseorang dan di bahas di sana serta di komentari ini itu... skip aja lah... 
gelas yg penuh dengan air, untuk apa lagi menuang air baru kedalam gelas yg penuh tersebut.. yg ada air hanya tumpah keluar dan mubajir... bukan kah lebih baik membahas hal lain yg lebih bermanfaat.... betul ?
salam dari aa'tono
dan banyak bagian yg disensor/tidak ditampilkan dari tulisan aye-nya :|
seperti biasa, ambil yg diperlukan, buang sisanya. sesuai kebutuhan :|
sepertinya masih cinta sama DC yak suhu ;D
			
 
			
			
				Hanya bertanya saja. 
Seandainya saja ternyata sutta yang memuat "Didalam doktrin atau ajaran mana saja yang padanya tidak ditemukan Jalan Mulia Berunsur Delapan, disana juga tidak akan ditemukan orang-orang yang bisa mencapai Sotapanna, Sakadagami, Anagami, atau Arahat." ini dibuktikan kepalsuannya, bagaimana pendapat kalian. 
			
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 08:30:16 AM
Hanya bertanya saja. 
Seandainya saja ternyata sutta yang memuat "Didalam doktrin atau ajaran mana saja yang padanya tidak ditemukan Jalan Mulia Berunsur Delapan, disana juga tidak akan ditemukan orang-orang yang bisa mencapai Sotapanna, Sakadagami, Anagami, atau Arahat." ini dibuktikan kepalsuannya, bagaimana pendapat kalian. 
no berandai2 kai, liat yang ada skr aja toh...
			
 
			
			
				Quote from: Hendra Susanto on 04 June 2010, 08:33:40 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 08:30:16 AM
Hanya bertanya saja. 
Seandainya saja ternyata sutta yang memuat "Didalam doktrin atau ajaran mana saja yang padanya tidak ditemukan Jalan Mulia Berunsur Delapan, disana juga tidak akan ditemukan orang-orang yang bisa mencapai Sotapanna, Sakadagami, Anagami, atau Arahat." ini dibuktikan kepalsuannya, bagaimana pendapat kalian. 
no berandai2 kai, liat yang ada skr aja toh...
Kalau tidak berandai-andai, jadi sikap: "ini adalah kata-kata Tuhan, tidak mungkin tidak, sebab Tuhan buku ini sendiri menjelaskan bahwa Tuhan yang mengatakannya." 
			
 
			
			
				 [at] kai : kalau berandai2 maka jadikanlah kalama sutta patokannya. 
			
			
			
				Quote from: ryu on 04 June 2010, 08:43:23 AM
 [at] kai : kalau berandai2 maka jadikanlah kalama sutta patokannya. 
Kalau Kalama Sutta dijadikan patokan, perlukah kita mempertahankan "ini asli, ini tidak" sementara kita sendiri tidak tahu yang mana asli dan yang mana tidak? 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 08:45:53 AM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 08:43:23 AM
 [at] kai : kalau berandai2 maka jadikanlah kalama sutta patokannya. 
Kalau Kalama Sutta dijadikan patokan, perlukah kita mempertahankan "ini asli, ini tidak" sementara kita sendiri tidak tahu yang mana asli dan yang mana tidak?
			 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 08:38:23 AM
Quote from: Hendra Susanto on 04 June 2010, 08:33:40 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 08:30:16 AM
Hanya bertanya saja. 
Seandainya saja ternyata sutta yang memuat "Didalam doktrin atau ajaran mana saja yang padanya tidak ditemukan Jalan Mulia Berunsur Delapan, disana juga tidak akan ditemukan orang-orang yang bisa mencapai Sotapanna, Sakadagami, Anagami, atau Arahat." ini dibuktikan kepalsuannya, bagaimana pendapat kalian. 
no berandai2 kai, liat yang ada skr aja toh...
Kalau tidak berandai-andai, jadi sikap: "ini adalah kata-kata Tuhan, tidak mungkin tidak, sebab Tuhan buku ini sendiri menjelaskan bahwa Tuhan yang mengatakannya." 
jangan melebar toh :)
			
 
			
			
				Quote from: Hendra Susanto on 04 June 2010, 08:58:15 AM
jangan melebar toh :)
Sutta A pasti ucapan Buddha.
Buku X pasti ucapan Tuhan. 
Sama 'kan?! Dan kalau ditanya, "tahu dari mana?" pasti diberikan jawaban2 "pasti" yang semuanya sebetulnya adalah ketidakpastian. 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 09:11:02 AM
Quote from: Hendra Susanto on 04 June 2010, 08:58:15 AM
jangan melebar toh :)
Sutta A pasti ucapan Buddha.
Buku X pasti ucapan Tuhan. 
Sama 'kan?! Dan kalau ditanya, "tahu dari mana?" pasti diberikan jawaban2 "pasti" yang semuanya sebetulnya adalah ketidakpastian. 
kai, misalnya jalan itu membawa pada kebahagiaan, lepas dari penderitaan sesuai dengan ukuran pribadinya, apakah lebih baik menjalankan atau menanyakan siapa yang buat?
			
 
			
			
				Quote from: Hendra Susanto on 04 June 2010, 09:15:30 AM
kai, misalnya jalan itu membawa pada kebahagiaan, lepas dari penderitaan sesuai dengan ukuran pribadinya, apakah lebih baik menjalankan atau menanyakan siapa yang buat?
Kalau memang tidak mempermasalahkan siapa yang buat, akankah seseorang "tersinggung" jika dibilang kitab sucinya adalah hasil penambahan Bhikkhu penghafal Tipitaka? 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 08:45:53 AM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 08:43:23 AM
 [at] kai : kalau berandai2 maka jadikanlah kalama sutta patokannya. 
Kalau Kalama Sutta dijadikan patokan, perlukah kita mempertahankan "ini asli, ini tidak" sementara kita sendiri tidak tahu yang mana asli dan yang mana tidak? 
praduga tak bersalah dulu lah, jangan seperti seseorang yang belum mencapai apa2 tapi mengklaim tisutta yang benar2 ucapan buddha yang lain bukan.
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 09:25:15 AM
Quote from: Hendra Susanto on 04 June 2010, 09:15:30 AM
kai, misalnya jalan itu membawa pada kebahagiaan, lepas dari penderitaan sesuai dengan ukuran pribadinya, apakah lebih baik menjalankan atau menanyakan siapa yang buat?
Kalau memang tidak mempermasalahkan siapa yang buat, akankah seseorang "tersinggung" jika dibilang kitab sucinya adalah hasil penambahan Bhikkhu penghafal Tipitaka? 
tersinggung atau tidak, idealnya bukan urusan orang yang berlatih.
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 04 June 2010, 09:32:25 AM
praduga tak bersalah dulu lah, jangan seperti seseorang yang belum mencapai apa2 tapi mengklaim tisutta yang benar2 ucapan buddha yang lain bukan.
Saya memang tidak bilang menyetujui sikap demikian. 
Seandainya sudah mencapai pun, saya tetap tidak setuju sikap demikian. Karena seperti kita bahas di thread lain, kita terbebas dengan 1 panduan, orang lain dengan kecenderungan lain, bisa saja bebas dengan cara lain. (Tidak ada ajaran di Nikaya mana pun yang mengajarkan gosok muka bisa jadi arahat. Lalu apakah kisah Culapanthaka lantas disebut palsu?) 
			
 
			
			
				Quote from: Hendra Susanto on 04 June 2010, 09:35:15 AM
tersinggung atau tidak, idealnya bukan urusan orang yang berlatih.
Saya tidak setuju, Bro Hendra. Justru dengan menyadari diri tersinggung ketika kitab sucinya dibilang palsu, dia menyadari ada kemelekatan pada kitab tersebut. Jika kita melekat, berarti ada yang salah dengan pembelajaran Ajaran Buddha yang justru menyuruh melepas. Dengan begitu kita berlatih.
Kalau maksudnya mengurusi orang lain tersinggung atau tidak, saya setuju, itu bukan urusan orang yang berlatih. Oleh karena itu saya menggunakan "seandainya" karena saya tidak bisa mengetahui kemelekatan orang lain sesungguhnya. 
			
 
			
			
				Maaf, kakak-kakak sekalian. saya gak berniat buruk, yah,,, mudah-mudahan saja.
karena memang demikian benar baik adanya.
tapi klo boleh beragument dan berkata-kata. Sepetinya, terlalu gampang buat kita  dengan menarik kesimpulan yang memang sudah ada. dari pada kita berusaha menjalani dan menarik kesimpulan baru dari yang sudah ada.
 :) coba dulu.... bener-bener bisa gak di jalankan? ini saja. karena, untuk itu kita perlu jatuhkan pilihan gak mudah. agar JMB-8 dapat dijalankan. sama artinya kita harus menyelaraskan Sila, Samadhi dan Panna. .  :'( Terlalu singkat waktu ini. terima kasih. ;D
			
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 09:42:44 AM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 09:32:25 AM
praduga tak bersalah dulu lah, jangan seperti seseorang yang belum mencapai apa2 tapi mengklaim tisutta yang benar2 ucapan buddha yang lain bukan.
Saya memang tidak bilang menyetujui sikap demikian. 
Seandainya sudah mencapai pun, saya tetap tidak setuju sikap demikian. Karena seperti kita bahas di thread lain, kita terbebas dengan 1 panduan, orang lain dengan kecenderungan lain, bisa saja bebas dengan cara lain. (Tidak ada ajaran di Nikaya mana pun yang mengajarkan gosok muka bisa jadi arahat. Lalu apakah kisah Culapanthaka lantas disebut palsu?) 
itulah, makanya di perlukan kebijaksanaan ;D
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 June 2010, 09:48:15 AM
Quote from: Hendra Susanto on 04 June 2010, 09:35:15 AM
tersinggung atau tidak, idealnya bukan urusan orang yang berlatih.
Saya tidak setuju, Bro Hendra. Justru dengan menyadari diri tersinggung ketika kitab sucinya dibilang palsu, dia menyadari ada kemelekatan pada kitab tersebut. Jika kita melekat, berarti ada yang salah dengan pembelajaran Ajaran Buddha yang justru menyuruh melepas. Dengan begitu kita berlatih.
Kalau maksudnya mengurusi orang lain tersinggung atau tidak, saya setuju, itu bukan urusan orang yang berlatih. Oleh karena itu saya menggunakan "seandainya" karena saya tidak bisa mengetahui kemelekatan orang lain sesungguhnya. 
kai, ketika kitab sucinya dibilang palsu, bearti dia mendengar atau membaca, menggunakan mata atau telinga, orang yang berlatih tentu menyadari kedua indria tersebut tidak dapat diandalkan. Demikianlah ia berlatih
			
 
			
			
				Demikian lah saya baca dan lihat.. :)
			
			
			
				JADI, kapan makan ayam goreng pagarsihnya?
			
			
			
				Quote from: andry on 04 June 2010, 08:51:21 PM
JADI, kapan makan ayam goreng pagarsihnya?
maunya kapan ;D
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 04 June 2010, 08:54:41 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 08:51:21 PM
JADI, kapan makan ayam goreng pagarsihnya?
maunya kapan ;D
kalo di bayarin hayu..... 
gimana kalau sekarang ajeh?
			
 
			
			
				Quote from: andry on 04 June 2010, 09:08:49 PM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 08:54:41 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 08:51:21 PM
JADI, kapan makan ayam goreng pagarsihnya?
maunya kapan ;D
kalo di bayarin hayu..... 
gimana kalau sekarang ajeh?
weleh ayenya juga baru makan.  tar senen aje ye ;D
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 04 June 2010, 09:10:18 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 09:08:49 PM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 08:54:41 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 08:51:21 PM
JADI, kapan makan ayam goreng pagarsihnya?
maunya kapan ;D
kalo di bayarin hayu..... 
gimana kalau sekarang ajeh?
weleh ayenya juga baru makan.  tar senen aje ye ;D
wokeh.. insyaaloh gw bisa,,, gak janji brow...
wakakakak
nyampah yeuhhh
			
 
			
			
				Quote from: andry on 04 June 2010, 09:14:01 PM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 09:10:18 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 09:08:49 PM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 08:54:41 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 08:51:21 PM
JADI, kapan makan ayam goreng pagarsihnya?
maunya kapan ;D
kalo di bayarin hayu..... 
gimana kalau sekarang ajeh?
weleh ayenya juga baru makan.  tar senen aje ye ;D
wokeh.. insyaaloh gw bisa,,, gak janji brow...
wakakakak
nyampah yeuhhh
:hammer:
			
 
			
			
				QuotePoint2 diatas, meskipun kelihatannya
sangat logis, namun mesti kita renungi
secara berhati-hati.
Opini saya adalah sbb:
Saya tidak menolak sepenuhnya
pendapat rekan2 tsb. Saya menyetujui
bahwa realisasi 'melihat segala
sesuatu sebagaimana adanya' (yatha
bhutam nana dassanamyatha bhuta
nana dassanam) adalah 'pencerahan'.
Namun, kita mesti hati2, krn, apakah
kita sudah mengalami 'melihat segala
sesuatu sebagaimana adanya' itu? Kita
hanya tau defenisinya dari buku2, kita
belum mampu melihat manusia
hanyalah onggokan daging, lendir,
darah, dstnya.. Kita belum mampu
melihat makian hanyalah gelombang
suara yg dihasilkan getaran pita suara,
kita belum sungguh2 mampu
merealisasikan 'dalam melihat hanya
ada melihat'...  Singkat kata, kita belum
tau dengan sebenarnya apa itu 'yatha
bhutam..'. Kita hanya menduga2nya
secara intelektual, namun belum
mengalaminya.
Apakah dgn begitu, artinya kita tidak
usah melatih sutta 'kelas tinggi' ini?
Tidak juga, krn sambil berusaha
memahami sutta ini, kita perlu
mempersiapkan batin kita yg kental
LDM ini agar lebih kinclong dan
mengkilap.
Diibaratkan Kungfu, kita mesti melatih
jurus2 dasar, kekuatan otot dan
latihan2 lain untuk mencapai jurus
tertinggi nantinya. Tidak bisa -dari
staff kantoran ini- langsung masuk
shaolin dan menerima latihan jurus
terakhir. Kita mesti mulai dari langkah2
dasar kungfu, kurangi makan
berlebihan, kurangi dugem, latihan
angkat tong air, latihan pernafasan,
dstnya... Kita mesti membentuk tubuh
yg lembek dan penuh lemak ini ke
kondisi yg sempurna untuk dpt
menerima jurus tertinggi.
Tiap orang akan melewati masa dan
latihan yg berbeda untuk dapat
mencapai master kungfu. Tergantung
kondisi masing2 org: kesungguhannya,
disiplinnya, kekuatan tekadnya,
konsentrasinya, dll.
Kembali ke 'melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya', apakah kita,
manusia yg banyak maunya, emosian,
tidak sabaran, egois ini serta merta
bisa langsung 'melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya'? Secara teoritis ,
kita paham bahwa hal tsb adalah:
melihat cacian org lain hanya sebagai
kata2 yg seyogyanya tdk akan
mengusik kita. Tapi, apakah kita serta
merta bisa begitu tanpa melalui latihan
mengembangkan cintakasih untuk
mengikis sifat kesal kita terlebih
dahulu? Apakah kita serta merta bisa
'melihat segala sesuatu sebagaimana
adanya' tanpa melatih batin kita yg
penuh gejolak ini agar menjadi kuat,
tenang dan seimbang melalui
serangkaian meditasi konsentrasi?
Apakah kita bisa langsung ke shaolin
dan melatih jurus sakti? Apa hasilnya
jika jurus berkelahi diatas tiang
pancang dilatih ke pemula? Hasilnya
adalah kecelakaan bagi si pemula.
Kita sudah tebal oleh LDM. Yg urgent
kita lakukan adalah mengikis LDM kita
agar batin kita terkondisi untuk
'pencerahan'. Bagaimana cara mengikis
LDM ini? Caranya yaitu mengurangi
pikiran dan perbuatan jelek,
mengembangkan pikiran dan
perbuatan baik dan latihan
menyucikan pikiran kita, istilah
kerennya: Sila-Samadhi-Panna.
Petunjuk pelaksanaannya tertuang
dalam 8 Jalan Mulia dan penjelasannya
terdapat dalam 84.000 Sutta. Tipitaka
merupakan bimbingan yg sangat
komplit, mulai dari dummies sd expert
bisa memanfaatkannya untuk
merealiasi 'akhir dukkha'.
Jadi, 'Jalan menuju Pencerahan/akhir
Dukkha' bukanlah ditandai dengan
'dualisme' atau 'bukan dualisme'. Jalan
Pencerahan adalah keseluruhan Ajaran
dalam Tipitaka yg disesuaikan dengan
tingkatan batin kita masing2 . Bukan
Jurus Pamungkas yg menjadikan kita
seorang master, namun keseluruhan
latihan.
Menarik,apa yg bro wiliam sampaikan ternyata selaras dgn apa yg disampaikan Ajahn Chah
Quote
 Nafsu keinginan adalah kekotoran, tetapi kita pertama sekali harus memiliki nafsu keinginan untuk bisa mulai melaksanakan Jalan. Andaikan Anda membeli sebuah kelapa di pasar dan pada saat membawanya pulang, seseorang bertanya, "mengapa Anda membeli kelapa?"
 "saya ingin memakannya."
 "apakah Anda ingin memakan batoknya juga?"
 "tentu saja tidak!"
 "saya tidak mengerti. Jika Anda tidak ingin memakan batok,mengapa anda membelinya?"
 Baiklah, apa yang Anda katakan? Bagaimana Anda menjawab pertanyaan itu?
 Kita berlatih dengan memulainya dari nafsu keinginan. Jika kita tidak memiliki nafsu keinginan, kita tidak akan bisa berlatih. Merenung dengan cara ini dapat membangkitkan kebijaksanaan, tahukah Anda?
Sebagai contoh, kelapa-kelapa itu: apakah Anda juga memakan batoknya? Batok dan sabutnya di perlukan untuk membungkus buah kelapa itu. Setelah Anda memakan buah kelapa, batok dan sabutnya Anda buang saja, bukan?
 Latihan kita juga seperti ini. Kita tidak akan memakan batoknya, tetapi belum waktunya untuk membuang batok itu. Kita mempertahankannya dahulu, sebagaimana kita lakukan terhadap nafsu keinginan. Beginilah cara kita berlatih. jika ada seseorang yang ingin menuduh kita memakan batok kelapa,itu urusan mereka. Kita hanya perlu sadar atas apa yang kita lakukan.
Dikutip dari buku sebatang pohon di tengah hutan,Ajahn Chah
			 
			
			
				sekarang sih udah air kelapa dalam kemasan,
santan dalam kemasan, maupun decoco dlm kemasan,
kelapa muda dan sirup dipinggir jalan, dst, dst.........
jadi saat ini serharusnya lebih mudah melatih...
kalau anda sebuah pabrik besar,
udah tentu sabuk kelapa pun dpt dijual sebagai penyerap air utk tanaman,
kulit kelapa dpt dibual sebagai carbon aktif, jadi soal kelapa
gak ada bagian yg dibuang, semua sangat berguna dan dapat dijadikan uang.
thx bro Jhonz atas posting yg menarik....
lain kali kita sambung cerita kelapa muda, kelapa kopior, kelapa kopra....
			
			
			
				Quote from: johan3000 on 04 June 2010, 11:32:00 PM
sekarang sih udah air kelapa dalam kemasan,
santan dalam kemasan, maupun decoco dlm kemasan,
kelapa muda dan sirup dipinggir jalan, dst, dst.........
jadi saat ini serharusnya lebih mudah melatih...
kalau anda sebuah pabrik besar,
udah tentu sabuk kelapa pun dpt dijual sebagai penyerap air utk tanaman,
kulit kelapa dpt dibual sebagai carbon aktif, jadi soal kelapa
gak ada bagian yg dibuang, semua sangat berguna dan dapat dijadikan uang.
thx bro Jhonz atas posting yg menarik....
lain kali kita sambung cerita kelapa muda, kelapa kopior, kelapa kopra....
Johan ..... gw suka bingung n pangling setiap kali baca postmu
"serasa berada di planet lain"  8)
 ;D
			
 
			
			
				BACK TO TOPIC.... 
			
			
			
				Quote from: ryu on 04 June 2010, 09:14:37 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 09:14:01 PM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 09:10:18 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 09:08:49 PM
Quote from: ryu on 04 June 2010, 08:54:41 PM
Quote from: andry on 04 June 2010, 08:51:21 PM
JADI, kapan makan ayam goreng pagarsihnya?
maunya kapan ;D
kalo di bayarin hayu..... 
gimana kalau sekarang ajeh?
weleh ayenya juga baru makan.  tar senen aje ye ;D
wokeh.. insyaaloh gw bisa,,, gak janji brow...
wakakakak
nyampah yeuhhh
:hammer:
tengkiyu atas traktirannnnnya bossss
*sering2 ajehh yakkk 
wakkkakaka.... jk ...