Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: seniya on 14 March 2010, 05:02:13 PM

Title: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: seniya on 14 March 2010, 05:02:13 PM
Hari ini saya mencari informasi tentang Agama Sutra (yang dikenal sebagai kumpulan Nikaya dalam kanon Pali) di google dan menemukan artikel yang berjudul "Introduction to Agama Sutra" di http://www.purifymind.com/IntroAgamaSutra.htm (http://www.purifymind.com/IntroAgamaSutra.htm). Artikel tersebut berisi tentang sejarah Agama Sutra dan beberapa kutipan isinya. Walaupun umumnya Agama Sutra seperti juga sutta-sutta versi Pali-nya berisi ajaran pokok Sang Buddha yang diterima oleh semua aliran Buddhis awal, terdapat suatu kisah tentang kejadian "kecil" dalam kehidupan Sang Buddha yang cukup menarik:

Quote
Saat itu malam hari yang gelap, hujan rintik-rintik, dengan kilat halilintar. Sang Buddha berkata kepada Ananda: "Kamu bisa keluar dengan sebuah payung di atas sebuah pelita."

Ananda menurutinya, dan berjalan di belakang Sang Buddha, dengan sebuah payung di atas pelita.

Ketika mereka sampai di suatu tempat, Sang Buddha tersenyum.

Ananda berkata: "Buddha tidak tersenyum tanpa suatu alasan. Apakah yang menyebabkan senyum Beliau hari ini?"

Buddha menjawab: "Itu benar! Itu benar! Buddha tidak tersenyum tanpa suatu alasan. Karena kamu mengikuti-Ku dengan sebuah payung di atas pelita. Aku melihat ke sekeliling, dan melihat semua orang melakukan hal yang sama." [S-1150]

Apakah ini menyiratkan selera humor Sang Buddha? Atau yang lain? Silakan nilai sendiri.....
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Riky_dave on 14 March 2010, 06:02:00 PM
Seniya,anda kerja apa?waktu anda banyak buanget ...hebat-hebat..salutee.. :)
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Riky_dave on 14 March 2010, 06:02:56 PM
um..senyuman itu apa dulu..bingung.. :)
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Tekkss Katsuo on 14 March 2010, 08:34:09 PM
^

OOT lagi  :outoftopic:
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: dhammadinna on 17 March 2010, 05:03:35 PM
Hanya komen dikit aja.. terjemahannya agak beda..

The following passage does not appear to carry any religious message. It is just a vignette of a moment of the Buddha's life.
"It was a dark night, raining lightly, with flashes of lightning. The Buddha said to Ananda: "You can come out with the umbrella over the lamp." Ananda listened, and walked behind the Buddha, with an umbrella over the lamp. When they reached a place, the Buddha smiled. Ananda said: "The Buddha doesn't smile without a reason. What brings the smile today?" The Buddha said: "That's right! That's right! The Buddha doesn't smile without a reason. Now you are following me with an umbrella over a lamp. I look around, and see everyone doing the same thing."" [S-1150]
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: seniya on 17 March 2010, 08:21:03 PM
Quote from: Mayvise on 17 March 2010, 05:03:35 PM
Hanya komen dikit aja.. terjemahannya agak beda..

The following passage does not appear to carry any religious message. It is just a vignette of a moment of the Buddha's life.
"It was a dark night, raining lightly, with flashes of lightning. The Buddha said to Ananda: "You can come out with the umbrella over the lamp." Ananda listened, and walked behind the Buddha, with an umbrella over the lamp. When they reached a place, the Buddha smiled. Ananda said: "The Buddha doesn't smile without a reason. What brings the smile today?" The Buddha said: "That's right! That's right! The Buddha doesn't smile without a reason. Now you are following me with an umbrella over a lamp. I look around, and see everyone doing the same thing."" [S-1150]

Mungkin saya salah terjemahkan, tetapi menurut saya dalam kalimat "Now you are following me with an umbrella over a lamp" kata "now" bukan menunjuk pada keterangan waktu (sekarang), melainkan keteranga sebab (karena, lengkapnya "now that"). Jadi saya anggap kalimatnya menjadi "Now [that] you are following me with an umbrella over a lamp" yang diterjemahkan menjadi "Karena kamu mengikuti-Ku dengan sebuah payung di atas pelita" sehingga maknanya lebih nyambung (terjemahan bebas).

Tetapi yang anda katakan mungkin benar juga, sehingga kisah di atas diterjemahkan secara tepat (bukan terjemahan bebas) menjadi:

QuoteSaat itu malam hari yang gelap, hujan rintik-rintik, dengan kilat halilintar. Sang Buddha berkata kepada Ananda: "Kamu bisa keluar dengan sebuah payung di atas sebuah pelita."

Ananda menurutinya, dan berjalan di belakang Sang Buddha, dengan sebuah payung di atas pelita.

Ketika mereka sampai di suatu tempat, Sang Buddha tersenyum.

Ananda berkata: "Buddha tidak tersenyum tanpa suatu alasan. Apakah yang menyebabkan senyum Beliau hari ini?"

Buddha menjawab: "Itu benar! Itu benar! Buddha tidak tersenyum tanpa suatu alasan. Sekarang kamu mengikuti-Ku dengan sebuah payung di atas pelita. Aku melihat ke sekeliling, dan melihat semua orang melakukan hal yang sama." [S-1150]

Thx atas koreksinya.
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Mahadeva on 13 December 2010, 12:00:22 PM
Quote from: seniya on 14 March 2010, 05:02:13 PM
Hari ini saya mencari informasi tentang Agama Sutra (yang dikenal sebagai kumpulan Nikaya dalam kanon Pali) di google dan menemukan artikel yang berjudul "Introduction to Agama Sutra" di http://www.purifymind.com/IntroAgamaSutra.htm (http://www.purifymind.com/IntroAgamaSutra.htm). Artikel tersebut berisi tentang sejarah Agama Sutra dan beberapa kutipan isinya. Walaupun umumnya Agama Sutra seperti juga sutta-sutta versi Pali-nya berisi ajaran pokok Sang Buddha yang diterima oleh semua aliran Buddhis awal, terdapat suatu kisah tentang kejadian "kecil" dalam kehidupan Sang Buddha yang cukup menarik:

Apakah ini menyiratkan selera humor Sang Buddha? Atau yang lain? Silakan nilai sendiri.....

keren nih, kalau menurut bro seniya, selera humor Buddha dalam hal ini penjelasannya?
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: willian on 13 December 2010, 03:07:55 PM
Masih kurang jelas jga.hhaa
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: seniya on 13 December 2010, 07:34:22 PM
Quote from: raynoism on 13 December 2010, 12:00:22 PM
keren nih, kalau menurut bro seniya, selera humor Buddha dalam hal ini penjelasannya?

Gak tahu jg, karena Buddha adalah orang yang telah tercerahkan, apakah mungkin masih bisa merasakan selera humor? Kita tidak akan pernah tahu, kecuali dengan merealisasi pencerahan itu sendiri.

Dalam kisah di atas, saya menilai bahwa Sang Buddha tersenyum karena merasa "lucu" sebab perbuatan Ananda membawa payung di atas pelita di belakang Sang Buddha ditiru oleh orang-orang (mungkin dianggap "cara" baru menghormati Sang Buddha).

Mungkin bagi orang lain, maknanya lain lagi. Misalnya Sang Buddha tersenyum karena perbuatan yang Beliau anjurkan ternyata bermanfaat dan dilakukan oleh orang banyak. Well, itulah sebabnya, saya mengatakan "Silakan nilai sendiri....."
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Indra on 13 December 2010, 07:47:03 PM
Ada beberapa sutta lain misalnya MN 81 Ghatikara Sutta dan MN 83 Makhadeva Sutta yang diawali dengan Sang Buddha tersenyum, kemudian Ananda menanyakan arti senyuman itu dan dilanjutkan dengan Sang Buddha menceritakan kisah suatu hal kepada Ananda. senyuman tidak selalu diakibatkan karena sesuatu yg lucu. yg saya tidak mengerti adalah apa masalahnya dengan senyum?
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Aryacetana on 15 December 2010, 12:11:58 PM
Seniya, sorry OOT dikit


Sita = senyuman tidak terlihat gigi dari seorang Buddha _/\_
Hasita = senyuman terlihat gigi, yang mungkin dialami oleh Arahat, Anagami, Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam  ;D ;D
Vihasita = tertawa dengan suara perlahan dari Anagami, Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam.  :) :)
Atihasita = tertawa dengan suara besar dari Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam. :)) :))
Apahasita = tertawa sampai badan berguncang dari mahluk awam.  =)) =))
Upahasita = tertawa sampai mengeluarkan air mata dari mahluk awam.

yang terakhir gw ga ketemu emoticon-nya

:back to topic:

Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: andry on 15 December 2010, 01:22:36 PM
apakah ada jaminan bahwa yg di sutta2 itu otentik dan asli ke absahannya dan ke originalitasannya. 100%.
tanpa adanya distorsi kata2 dan makna, sekecil apapun.?
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Indra on 15 December 2010, 01:28:53 PM
Quote from: andry on 15 December 2010, 01:22:36 PM
apakah ada jaminan bahwa yg di sutta2 itu otentik dan asli ke absahannya dan ke originalitasannya. 100%.
tanpa adanya distorsi kata2 dan makna, sekecil apapun.?

OOT
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Mahadeva on 15 December 2010, 01:56:36 PM
Quote from: Aryacetana on 15 December 2010, 12:11:58 PM
Seniya, sorry OOT dikit


Sita = senyuman tidak terlihat gigi dari seorang Buddha _/\_
Hasita = senyuman terlihat gigi, yang mungkin dialami oleh Arahat, Anagami, Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam  ;D ;D
Vihasita = tertawa dengan suara perlahan dari Anagami, Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam.  :) :)
Atihasita = tertawa dengan suara besar dari Sakadagami, Sotapana dan mahluk awam. :)) :))
Apahasita = tertawa sampai badan berguncang dari mahluk awam.  =)) =))
Upahasita = tertawa sampai mengeluarkan air mata dari mahluk awam.

yang terakhir gw ga ketemu emoticon-nya

:back to topic:



ooo...jadi Buddha emang sudah nda tertawa lagi ya? hmm...penyebabnya kira2 apa? dan mengapa arahat masih bisa tersenyum terlihat gigi sedang Buddha tanpa terlihat gigi2?
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Sumedho on 15 December 2010, 02:15:21 PM
koq nda dapet yah tentang arahant buddha dkk nya

QuoteThe Compendium of Philosophy states: "There are six classes of laughter recognized in Buddhist works: (1) sita: - a smile manifesting itself in expression and countenance; (2) hasita: - a smile consisting in the slight movements of the lips just enough to reveal the tips of the teeth; (3) vihasita: - laughter giving out a light sound; (4) upahasita: - laughter accompanied by the movement of the head, shoulders, and arms; (5) apahasita: - laughter accompanied by the shedding of tears; and (6) atihasita: - an outburst of laughter accompanied by the forward and backward movements of the entire body from head to foot. Laughter is thus a form of bodily expression (kāya-viññatti), which may or may not be accompanied by vocal expression (vacī-viññatti). Of these, the first two classes are indulged in by cultured persons, the next two by the average man, and the last two by the lower classes of being.
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 15 December 2010, 02:22:35 PM
Quote from: seniya on 17 March 2010, 08:21:03 PM
Mungkin saya salah terjemahkan, tetapi menurut saya dalam kalimat "Now you are following me with an umbrella over a lamp" kata "now" bukan menunjuk pada keterangan waktu (sekarang), melainkan keteranga sebab (karena, lengkapnya "now that"). Jadi saya anggap kalimatnya menjadi "Now [that] you are following me with an umbrella over a lamp" yang diterjemahkan menjadi "Karena kamu mengikuti-Ku dengan sebuah payung di atas pelita" sehingga maknanya lebih nyambung (terjemahan bebas).

Tetapi yang anda katakan mungkin benar juga, sehingga kisah di atas diterjemahkan secara tepat (bukan terjemahan bebas) menjadi:

Thx atas koreksinya.

Senyuman Buddhaa? 8-> 8-> 8->
pastinya mendamaikann... ;D ;D \;D/
menurutku, Buddha pasti melihat kepolosan Ananda yg msh blm mencapai tataran Arahat...
Ananda pasti tipe org yg selalu melihat sudut pandang org lain, sehingga membuatnya begitu berhati2... ;D ;D ;D
menarik sekali siswa Buddha yg satu inii... ;D ;D ;D ;D ;D ;D

Meta cittena,
Citta _/\_
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: seniya on 15 December 2010, 07:48:20 PM
Menurut Abhidhamma, seperti yang dikutip oleh bos Medho, senyum dikategorikan sebagai perubahan tubuh yang disebut viññatti yang dibedakan atas ekspesi tubuh (kāya-viññatti) dan ekspresi vokal/suara (vacī-viññatti).

Dalam Abhidhammattha-sangaha (Manual of Abhidhamma) dikatakan:

Quote29. Viññatti is [physical phenomenon] that by means of which one communicates one's ideas to another and one understands another's intentions. It is done both by action and speech - kāya-viññatti and vacī-viññatti. The former is caused by the 'air-element' (vāyo-dhātu) produced by mind (cittaja); the latter by the 'earth-element produced by the mind. The duration of viññatti is only one thought-moment.

Penyebab munculnya viññatti ini disebabkan oleh pikiran/kesadaran (citta). Tentang penyebab timbulnya fenomena fisik (rupa) dalam buku yang sama dikatakan:

QuoteMaterial phenomena arise in four ways, viz:

    1. Kamma,
    2. Mind,
    3. Seasonal Conditions, and
    4. Food.

Tentang penyebab kemunculan kedua (munculnya fenomena fisik karena pikiran) dikatakan:

Quote2. Material Phenomena arising from Mind (54)

The seventy-five types of consciousness, excluding the Formless Resultants and the twice fivefold cognitives, produce mind-born material phenomena, from the first moment of life-continuum just as it arises.

Therein the ecstatic javanas regulate the bodily postures. But the Determining Consciousness, javanas of the kāma Sphere, and Super-knowledge Consciousness, produce also (bodily and vocal) media of communication. Herein the thirteen pleasurable javanas produce laughter too.

Kemudian dalam catatan kaki tentang Cittaja-rupa (fenomena fisik yang dihasilkan oleh pikiran) ini dikatakan:

QuoteCittaja - Mind, the invisible but more powerful composite factor of the so-called being, has the potentiality to produce rūpa. In other words, good and bad thoughts produce desirable and undesirable material phenomena. This is apparent from the physical changes that result from thoughts generated by a person. According to Abhidhamma, it is from the arising moment of the first bhavanga, that is, immediately after the rebirth-consciousness, that material phenomena arising from mind spring up. The rebirth-consciousness does not produce mind-born rūpas, since Kamma does that function, and since it is a newcomer to the fresh existence. No mind-born rūpas arise at the static and perishing thought-moments, as they are weak. The ten sense-cognitives lack the potentiality to produce rūpa. The four arūpa vipāka jhānas do not produce rūpa, as they are developed through non-attachment to rūpa.

It is stated that jhāna factors are essential to produce mind-born rūpa. One who possesses jhānas can therefore produce powerful rūpas which would enable him to live even without edible food. The mentally alert do not lack vitality. One who experiences Nibbānic bliss could live without any food for a considerable period. For instance, the Buddha fasted 49 days immediately after His Enlightenment.

Of the 75 types of consciousness, 26 javanas (10 rūpa kusala and kriyā, 8 arūpa kusala and kriyā and 8 lokuttaras) could produce abnormal bodily movements such as passing through the air, diving into the earth, walking on water, etc.

Here the Determining consciousness is the mind-door consciousness (manodvārāvajjana). 29 kāma-javanas are the 12 akusalas, 1 hasituppāda, and 16 sobhana kusala and kriyā; and abhiññā cittas are the two fifth jhāna kusala and kriyā, accompanied by equanimity and connected with knowledge.

13 pleasurable javanas are the 4 akusalas and 8 sobhana kusalas and kriyās, accompanied by pleasure, and one hasituppāda.

Worldlings, when laughing or smiling, experience the four akusalas and four sobhanas; Sekhas, the same types of consciousness excluding the two akusalas accompanied by misbelief; Arahats, the four kriyās and one hasituppāda. The Buddhas smile only with the four sobhana kriyās.

Sumber: Abhidhammattha Sangaha chapter 1 (http://www.palikanon.com/english/sangaha/chapter_1.htm)

Tentang hasituppāda ("kesadaran senyum") dikatakan:

Quote26. Hasituppāda is a citta peculiar to Arahats. Smiling is caused by a pleasurable feeling. There are thirteen classes of consciousness by which one may smile according to the type of the person. An ordinary worldling (puthujjana) may laugh with either one of the four types of cittas rooted in attachment, accompanied by pleasure, or one of the four kusala cittas, accompanied by pleasure.

Sotāpannas, Sakadāgāmīs, and Anāgāmīs may smile with one of the two akusala cittas, disconnected with false view, accompanied by pleasure, or with one of the four kusala cittas.

Arahats and Pacceka Buddhas may smile with one of the four sobhana kiriya cittas or hasituppāda.

Sammā Sambuddhas smile with one of the two sobhana kiriya cittas, accompanied by wisdom and pleasure.

There is nothing but mere mirth in the hasituppāda consciousness.

Sumber: Abidhammattha Sangaha chapter 1 (http://www.palikanon.com/english/sangaha/chapter_1.htm)

Jadi, Sang Buddha dan para Arahat bisa tersenyum karena pikiran yang diliputi perasaan yang menyenangkan akibat dari kesadaran yang berakar dari kiriya atau hasituppada. Tentang istilah-istilah teknis Abhidhamma di atas seperti sobhana, javana, dst dapat dipelajari dari link Abhidhammattha Sangaha di atas atau bisa bertanya pada bro Markosprawira yang jago Abhidhamma (ane jg masih newbie dalam Abhidhamma ;D )
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: seniya on 15 December 2010, 08:22:59 PM
Aduh udah gak bisa modify lagi, seharusnya sumber yang 4 quote pertama bukan "Abhidhammattha Sangaha chapter 1" melainkan "Abhidhammattha Sangaha chapter 6 (http://www.palikanon.com/english/sangaha/chapter_6.htm)"
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: kullatiro on 27 December 2010, 09:34:00 PM
semoga aku bisa tersenyum sama seperti samma sambuddha  (sammasam buddha panyadika)
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: PIKOCHAN RAPTOR on 06 May 2011, 08:52:38 PM
senyum mencerminkan kebahagiaan sejati  _/\_
_/\_ SSBS
Title: Re: Di Balik Senyuman Sang Buddha
Post by: icykalimu on 13 May 2011, 09:53:51 PM
itu disebut somanassasahagatam hasituppadacittam
artinya: kesadaran / pikiran yg menimbulkan senyum dari seorang arahat, disertai kesenangan.

penjelasan: kesadaran / pikiran ini adalah kepunyaan arahat yg menimbulkan senyum. org lain yg bukan arahat tdk akan tersenyum dgn kesadaran / pikiran ini, tetapi ia akan tersenyum dan tertawa dgn kesadaran / pikiran lain.