Saya baru membaca pernyataan yang tertulis dalam Atthasalini, Kitab Komentar untuk Dhammasaṅgini, buku pertama dari Abhidhammapiṭaka, yang berbunyi demikian:
"Ābhidhammikabhikkhūyeva kira dhammakathikā nāma, avasesā dhammakathaṃ kathentāpi na dhammakathikā. Kasmā? Te hi dhammakathaṃ kathentā kammantaraṃ vipākantaraṃ rūpārūpaparicchedaṃ dhammantaraṃ āloḷetvā kathenti. Ābhidhammikā pana dhammantaraṃ na āloḷenti. Tasmā ābhidhammiko bhikkhu dhammaṃ kathetu vā mā vā, pucchitakāle pana pañhaṃ kathessatīti Ayameva ekantadhammakathiko nāma hoti".
Yang bisa diterjemahkan demikian:
"Hanya para bhikkhu yang ahli Abhidhamma (Ahidhammika) sesungguhnya merupakan para Pembabar Dhamma (dhammakathika), sedangkan yang lain bukan para Pembabar Dhamma meskipun mereka membicarakan Dhamma. Mengapa demikian? Meskipun membicarakan Dhamma, mereka (yang lain) mencampuradukkan jenis perbuatan yang berbeda-beda, akibat yang berbeda-beda, pembagian antara materi dan non-materi, dan jenis dhamma yang berbeda-beda. Para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan jenis dhamma yang berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."
Adakah pendapat dari teman-teman mengenai pernyataan di atas? Setujukah anda atau tidak setujuhkan anda? Apapun jawaban anda, lebih baik diberikan alasannya!
membabarkan dhamma bukan asal keluar ucapan dhamma aja, tapi harus liat2 sikon dan liat karakter pendengarnya... kayak mengajar di kelas gitu loh.... murid bodoh matematika kog di ajari bahasa inggris (padahal udah jago english) ;D
Sebenarnya pernyataan terkutip dari Atthasalini di atas juga mengindikasikan bahwa mereka yang hanya ahli sutta dan vinaya bukan pembabar Dhamma sejati atau bukan Dhammakathika karena mereka bukan ahli Abhidhamma. Poin ini yang sesungguhnya menjadi letak masalah.
nda setujuh. itu-kan hanya pendapat pribadi si penulis saja. Pembabar Dhamma sejati itu imo adalah yg penting isinya (ajaran yg mengarahkan pada pelepasan bukan pemuasan indera, yah mirip dalam gotami sutta), dan bagaimana caranya.
nanti aye bikin kitab komentar yg kebalikannya juga deh. *self proclaimed :)) *
tidak setuju..
logika saja..."Segengam Daun Simpasapa" :)
Mgkn ini berhubungan dg kebenaran konvensional & kebenaran mutlak. Umumnya isi Vinaya & Sutta menggunakan istilah2 dlm konteks kebenaran konvensional (sammuti sacca) misalnya "makhluk","aku",dst,sedangkan Abhidhamma menguraikan kebenaran mutlak,bhw "makhluk" itu tdk ada,yg ada hanyalah pancakkhanda. Jd seorg yg menguasai Abhidhamma akan dapat menjelaskan Dhamma dg lebih tepat karena menguasai/mengetahui kebenaran mutlak dari semua fenomena kehidupan. Oleh sebab itu,seorang ahli Abhidhamma adalah seorg pembabar Dhamma sejati,terutama dlm menjelaskan kebenaran mutlak (paramatha sacca), yg tdk dkuasai oleh mereka yg hanya ahli Vinaya & Sutta. Cmiiw.
Quote from: seniya on 14 March 2010, 09:38:42 PM
Mgkn ini berhubungan dg kebenaran konvensional & kebenaran mutlak. Umumnya isi Vinaya & Sutta menggunakan istilah2 dlm konteks kebenaran konvensional (sammuti sacca) misalnya "makhluk","aku",dst,sedangkan Abhidhamma menguraikan kebenaran mutlak,bhw "makhluk" itu tdk ada,yg ada hanyalah pancakkhanda. Jd seorg yg menguasai Abhidhamma akan dapat menjelaskan Dhamma dg lebih tepat karena menguasai/mengetahui kebenaran mutlak dari semua fenomena kehidupan. Oleh sebab itu,seorang ahli Abhidhamma adalah seorg pembabar Dhamma sejati,terutama dlm menjelaskan kebenaran mutlak (paramatha sacca), yg tdk dkuasai oleh mereka yg hanya ahli Vinaya & Sutta. Cmiiw.
Yang anda ungkapkan merupakan salah satu interprestasi yang memang perlu dipertimbangkan. Namun jika kita menilik kembali pernyataan di awal thread ini, yang menjadi letak masalah mengapa mereka yang bukan ahli Abhidhamma tidak bisa dikatakan Pembabar Dhamma adalah karena dalam membabarkan Dhamma mereka mencampuradukkan materi yang ada atau dengan kata lain tidak sistematis. Sebaliknya, dikatakan bahwa para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan materi ketika membabarkan Dhamma. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan baru yakni benarkah mereka yang bukan ahli Abhidhamma seperti suttantika (ahli Sutta) dan vinayadhāra (ahli vinaya) tidak bisa sistematis dalam membabarkan Dhamma?
Quote from: Sumedho on 14 March 2010, 05:32:35 PM
nda setujuh. itu-kan hanya pendapat pribadi si penulis saja. Pembabar Dhamma sejati itu imo adalah yg penting isinya (ajaran yg mengarahkan pada pelepasan bukan pemuasan indera, yah mirip dalam gotami sutta), dan bagaimana caranya.
nanti aye bikin kitab komentar yg kebalikannya juga deh. *self proclaimed :)) *
Kita tidak bisa mengatakan bahwa ini adalah pendapat pribadi karena bhikkhu BUddhaghosa sebagai penulis Atthasalini dikatakan hanya menerjemahkan kitab ini yang awalnya berbahasa Sinhala ke bahasa Pāli. Sementara itu, kitab ini, sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Pāli, telah dipercaya oleh para bhikkhu Theravāda terutama di Sri Lanka sebagai benar adanya dan telah dijaga secara turun temurun selama ratusan tahun.
"Ahli Abhidhamma" dengan "ahli teori Abhidhamma" adalah hal yang berbeda.
Apakah yang dimaksud dengan "ahli Abhidhamma" didalam komentar diatas adalah orang yg mengerti Abhidhamma dalam artian sesungguhnya atau ahli dalam teori Abhidhamma (lingkup intelektual)?
Seseorang yang mempelajari dan ahli dalam teori Abhidhamma belum tentu "mengerti" dalam artian sesungguhnya.
Sementara seseorang dapat mengerti Abhidhamma walaupun tidak belajar teori Abhidhamma karena orang tersebut mendapatkan pengertian dari pengetahuan langsung.
Jadi apabila yg dimaksud adalah "ahli Abhidhamma" dalam artian sesungguhnya, maka jawaban saya adalah setuju karena pembabar tersebut benar2 mengerti tentang Dhamma.
Namun apabila (hanya) "ahli" dalam teori Abhidhamma, maka jawaban saya adalah tidak setuju.
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 08:32:38 AM
Quote from: Sumedho on 14 March 2010, 05:32:35 PM
nda setujuh. itu-kan hanya pendapat pribadi si penulis saja. Pembabar Dhamma sejati itu imo adalah yg penting isinya (ajaran yg mengarahkan pada pelepasan bukan pemuasan indera, yah mirip dalam gotami sutta), dan bagaimana caranya.
nanti aye bikin kitab komentar yg kebalikannya juga deh. *self proclaimed :)) *
Kita tidak bisa mengatakan bahwa ini adalah pendapat pribadi karena bhikkhu BUddhaghosa sebagai penulis Atthasalini dikatakan hanya menerjemahkan kitab ini yang awalnya berbahasa Sinhala ke bahasa Pāli. Sementara itu, kitab ini, sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Pāli, telah dipercaya oleh para bhikkhu Theravāda terutama di Sri Lanka sebagai benar adanya dan telah dijaga secara turun temurun selama ratusan tahun.
oh ternyata beliau hanya menerjemahkan. kalau begitu, siapa yg menulisnya samanera?
sy pribadi melihat ini aneh...
Ajahn Brahm pernah bercerita kalau Ajahn Chah kadang menyuruh murid nya untuk ceramah berjam-jam...bahkan tidak peduli apakah ceramahnya bagus atau tidak...
AjahnChah sudah ada relik loh !!!
seorang pembabar dhamma bukan berarti harus suci....toh anak kecil ngomong "jangan berbuat jahat" dia juga pembabar dhamma.
yg kita lihat dhamma nya bukan pembabar nya.
Quote from: Peacemind on 14 March 2010, 10:04:39 AM
Saya baru membaca pernyataan yang tertulis dalam Atthasalini, Kitab Komentar untuk Dhammasaṅgini, buku pertama dari Abhidhammapiṭaka, yang berbunyi demikian:
"Ābhidhammikabhikkhūyeva kira dhammakathikā nāma, avasesā dhammakathaṃ kathentāpi na dhammakathikā. Kasmā? Te hi dhammakathaṃ kathentā kammantaraṃ vipākantaraṃ rūpārūpaparicchedaṃ dhammantaraṃ āloḷetvā kathenti. Ābhidhammikā pana dhammantaraṃ na āloḷenti. Tasmā ābhidhammiko bhikkhu dhammaṃ kathetu vā mā vā, pucchitakāle pana pañhaṃ kathessatīti Ayameva ekantadhammakathiko nāma hoti".
Yang bisa diterjemahkan demikian:
"Hanya para bhikkhu yang ahli Abhidhamma (Ahidhammika) sesungguhnya merupakan para Pembabar Dhamma (dhammakathika), sedangkan yang lain bukan para Pembabar Dhamma meskipun mereka membicarakan Dhamma. Mengapa demikian? Meskipun membicarakan Dhamma, mereka (yang lain) mencampuradukkan jenis perbuatan yang berbeda-beda, akibat yang berbeda-beda, pembagian antara materi dan non-materi, dan jenis dhamma yang berbeda-beda. Para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan jenis dhamma yang berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."
Adakah pendapat dari teman-teman mengenai pernyataan di atas? Setujukah anda atau tidak setujuhkan anda? Apapun jawaban anda, lebih baik diberikan alasannya!
Pembabar dhamma adalah seorang yang bisa membantu, membimbing dan membuat orang lain mengerti dhamma. Kalau diri sendiri tidak mengerti hanya bisa menyalin atau mengulang, maka tidak ada bedanya dengan buku atau audio tape. Jika diri sendiri mengerti tetapi tidak bisa membuat orang lain mengerti, maka ia juga bukan pembabar dhamma.
Mengapa malah membedakan materi sementara kualitas adalah tergantung orangnya? Jika memang maksudnya penulis adalah demikian, maka Buddha bukanlah seorang pembabar dhamma karena setidaknya di Sutta, tidak diajarkan Abhidhamma. Sungguh brilian.
Quote from: Sumedho on 15 March 2010, 09:02:10 AM
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 08:32:38 AM
Quote from: Sumedho on 14 March 2010, 05:32:35 PM
nda setujuh. itu-kan hanya pendapat pribadi si penulis saja. Pembabar Dhamma sejati itu imo adalah yg penting isinya (ajaran yg mengarahkan pada pelepasan bukan pemuasan indera, yah mirip dalam gotami sutta), dan bagaimana caranya.
nanti aye bikin kitab komentar yg kebalikannya juga deh. *self proclaimed :)) *
Kita tidak bisa mengatakan bahwa ini adalah pendapat pribadi karena bhikkhu BUddhaghosa sebagai penulis Atthasalini dikatakan hanya menerjemahkan kitab ini yang awalnya berbahasa Sinhala ke bahasa Pāli. Sementara itu, kitab ini, sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Pāli, telah dipercaya oleh para bhikkhu Theravāda terutama di Sri Lanka sebagai benar adanya dan telah dijaga secara turun temurun selama ratusan tahun.
oh ternyata beliau hanya menerjemahkan. kalau begitu, siapa yg menulisnya samanera?
Jika kita menilik isi kitab2 komentar termasuk Atthasālinī, kitab2 komentar ini bukan merupakan hasil komposisi dari satu penulis saja namun telah memperoleh beberapa tambahan seiring dengan waktu. Sebgai contoh, menurut Kitab Atthasālinī (bisa dilihat di Ganthārambhakathā) saat ini, kitab ini telah dibawa oleh Bhikkhu Mahinda ke Sri Lanka pada jaman Raja Asoka. Jika demikian, kitab ini pada awalnya disusun di India, namun saat ini di kitab yang sama kita pun bisa melihat adanya unsur-unsur Sri Lanka yang membuktikkan bahwa kitab ini pun telah mengalami beberapa tambahan di Sri Lanka. Oleh karena itu, sangat sulit untuk menentukan siapa penulis kitab ini. Atthasālini sendiri hanya mengatakan bahwa kitab ini telah dibawa oleh bhikkhu Mahinda pad abad 3 SM tanpa mengatakn siapa penulis kitab ini. Namn demikian, Sāsanavamsa justru mengatakan bahwa kitab ini telah disusun oleh Buddhaghosa sebelum dia pergi ke Sri Lanka.
Quote from: hendrako on 15 March 2010, 08:59:29 AM
"Ahli Abhidhamma" dengan "ahli teori Abhidhamma" adalah hal yang berbeda.
Apakah yang dimaksud dengan "ahli Abhidhamma" didalam komentar diatas adalah orang yg mengerti Abhidhamma dalam artian sesungguhnya atau ahli dalam teori Abhidhamma (lingkup intelektual)?
Seseorang yang mempelajari dan ahli dalam teori Abhidhamma belum tentu "mengerti" dalam artian sesungguhnya.
Sementara seseorang dapat mengerti Abhidhamma walaupun tidak belajar teori Abhidhamma karena orang tersebut mendapatkan pengertian dari pengetahuan langsung.
Jadi apabila yg dimaksud adalah "ahli Abhidhamma" dalam artian sesungguhnya, maka jawaban saya adalah setuju karena pembabar tersebut benar2 mengerti tentang Dhamma.
Namun apabila (hanya) "ahli" dalam teori Abhidhamma, maka jawaban saya adalah tidak setuju.
Jika kita melihat fakta2 yang ada, seorang ahli Abhidhamma tidak harus mereka yang telah mengerti secara langsung melalui pengalamannya sendiri karena jika demikian para ahli Abhidhamma harus mereka yang telah mencapai kesucian. Namun juga tidak bisa dipungkiri bahwa mereka yang telah mencapai kesucian melalui praktik yang dijelaskan dalam ABhidhamma dikatakan sebagai ahli Abhidhamma. Mengenai poin pertama, ada statemen tercatat dalam Kitab Komentar untuk Majjhimanikāya yang konon dikatakan oleh bhikkhu Mahāmogallana, berbunyi demikian, ''aho vata sabrahmacārī ābhidhammikā hutvā sukhumesu ṭhānesu ñāṇaṃ otāretvā vipassanaṃ vaḍḍhetvā lokuttaradhammaṃ sacchikareyyu''nti - "Sungguh mengagumkan teman selibat ini (bhikkhu). Setelah menjadi seorang yang ahli dalam Abhidhamma dan menjelaskan pengetahuan di antara hal-hal yang dalam, ia mengembangkan meditasi pandangan terang dan akan merealisasi lokuttaradhamma (nibbāna)." Pernyataan ini menunjukkan bahwa para ahli Abhidhamma tidak harus terlebih dahulu merealisasi apa yang diketahui namun hanya menggunakan teori yang diketahui untuk dipraktikkn sehingga pada akhirnya mencapai lokuttaradhamma.
Quote from: Kainyn_Kutho on 15 March 2010, 09:20:15 AM
Quote from: Peacemind on 14 March 2010, 10:04:39 AM
Saya baru membaca pernyataan yang tertulis dalam Atthasalini, Kitab Komentar untuk Dhammasaṅgini, buku pertama dari Abhidhammapiṭaka, yang berbunyi demikian:
"Ābhidhammikabhikkhūyeva kira dhammakathikā nāma, avasesā dhammakathaṃ kathentāpi na dhammakathikā. Kasmā? Te hi dhammakathaṃ kathentā kammantaraṃ vipākantaraṃ rūpārūpaparicchedaṃ dhammantaraṃ āloḷetvā kathenti. Ābhidhammikā pana dhammantaraṃ na āloḷenti. Tasmā ābhidhammiko bhikkhu dhammaṃ kathetu vā mā vā, pucchitakāle pana pañhaṃ kathessatīti Ayameva ekantadhammakathiko nāma hoti".
Yang bisa diterjemahkan demikian:
"Hanya para bhikkhu yang ahli Abhidhamma (Ahidhammika) sesungguhnya merupakan para Pembabar Dhamma (dhammakathika), sedangkan yang lain bukan para Pembabar Dhamma meskipun mereka membicarakan Dhamma. Mengapa demikian? Meskipun membicarakan Dhamma, mereka (yang lain) mencampuradukkan jenis perbuatan yang berbeda-beda, akibat yang berbeda-beda, pembagian antara materi dan non-materi, dan jenis dhamma yang berbeda-beda. Para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan jenis dhamma yang berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."
Adakah pendapat dari teman-teman mengenai pernyataan di atas? Setujukah anda atau tidak setujuhkan anda? Apapun jawaban anda, lebih baik diberikan alasannya!
Pembabar dhamma adalah seorang yang bisa membantu, membimbing dan membuat orang lain mengerti dhamma. Kalau diri sendiri tidak mengerti hanya bisa menyalin atau mengulang, maka tidak ada bedanya dengan buku atau audio tape. Jika diri sendiri mengerti tetapi tidak bisa membuat orang lain mengerti, maka ia juga bukan pembabar dhamma.
Mengapa malah membedakan materi sementara kualitas adalah tergantung orangnya? Jika memang maksudnya penulis adalah demikian, maka Buddha bukanlah seorang pembabar dhamma karena setidaknya di Sutta, tidak diajarkan Abhidhamma. Sungguh brilian.
Saya setuju bahwa seseorang pembabar Dhamma adalah ia yang bisa membantu,membimbing dan membuat orang lain mengerti Dhamma. Untuk pernyataan yang di bold di atas, kita pun harus menerima bahwa baik dan tidaknya materi Dhamma juga dipengaruhi oleh kualitas si pengkhotbah.
Btw, ketika ada pertanyaan siapakah Abhidhammika pertama, Kitab Abhidhamma dengan jelas mengatakan bahwa Sang BUddha adalah Abhidhammika pertama.
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 08:27:12 AM
Yang anda ungkapkan merupakan salah satu interprestasi yang memang perlu dipertimbangkan. Namun jika kita menilik kembali pernyataan di awal thread ini, yang menjadi letak masalah mengapa mereka yang bukan ahli Abhidhamma tidak bisa dikatakan Pembabar Dhamma adalah karena dalam membabarkan Dhamma mereka mencampuradukkan materi yang ada atau dengan kata lain tidak sistematis. Sebaliknya, dikatakan bahwa para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan materi ketika membabarkan Dhamma. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan baru yakni benarkah mereka yang bukan ahli Abhidhamma seperti suttantika (ahli Sutta) dan vinayadhāra (ahli vinaya) tidak bisa sistematis dalam membabarkan Dhamma?
Menurut saya,bukan ahli Sutta & Vinaya tdk sistematis,namun kurang rinci dalam menyusun sistematis suatu fenomena,misalnya "makhluk" hanya dianalisis menjadi 5 unsur pembentuk (pancakkhanda) dlm sutta2,tetapi Abhidhamma menganalisanya lbh mendalam lagi dg pengelompokan & pembagian yg lebih banyak & rumit seperti Rupa,citta,cetasika,dhamma,nibbana,dst (maaf kalau salah krn saya bukan ahli Abhidhamma). Misalnya ahli Sutta hanya bisa mengajar konsep sankharakkhanda secara umum spt yg terdpt dlm sutta2,sedangkan ahli Abhidhamma bisa merinci hal tersebut sampai sedetil2nya (kalau tdk salah ada 52 faktor yg membentuk sankharakkhanda dalam Abhidhamma)
Quote from: seniya on 15 March 2010, 01:04:18 PM
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 08:27:12 AM
Yang anda ungkapkan merupakan salah satu interprestasi yang memang perlu dipertimbangkan. Namun jika kita menilik kembali pernyataan di awal thread ini, yang menjadi letak masalah mengapa mereka yang bukan ahli Abhidhamma tidak bisa dikatakan Pembabar Dhamma adalah karena dalam membabarkan Dhamma mereka mencampuradukkan materi yang ada atau dengan kata lain tidak sistematis. Sebaliknya, dikatakan bahwa para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan materi ketika membabarkan Dhamma. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan baru yakni benarkah mereka yang bukan ahli Abhidhamma seperti suttantika (ahli Sutta) dan vinayadhāra (ahli vinaya) tidak bisa sistematis dalam membabarkan Dhamma?
Menurut saya,bukan ahli Sutta & Vinaya tdk sistematis,namun kurang rinci dalam menyusun sistematis suatu fenomena,misalnya "makhluk" hanya dianalisis menjadi 5 unsur pembentuk (pancakkhanda) dlm sutta2,tetapi Abhidhamma menganalisanya lbh mendalam lagi dg pengelompokan & pembagian yg lebih banyak & rumit seperti Rupa,citta,cetasika,dhamma,nibbana,dst (maaf kalau salah krn saya bukan ahli Abhidhamma). Misalnya ahli Sutta hanya bisa mengajar konsep sankharakkhanda secara umum spt yg terdpt dlm sutta2,sedangkan ahli Abhidhamma bisa merinci hal tersebut sampai sedetil2nya (kalau tdk salah ada 52 faktor yg membentuk sankharakkhanda dalam Abhidhamma)
Walaupun demikian, pengetahuan jumlah citta dan cetasika bukanlah hal yang wajib diketahui dalam pencapaian kesucian, bahkan mempelajarinya pun bukan berarti lebih dekat dengan kesucian.
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 10:27:02 AM
Saya setuju bahwa seseorang pembabar Dhamma adalah ia yang bisa membantu,membimbing dan membuat orang lain mengerti Dhamma. Untuk pernyataan yang di bold di atas, kita pun harus menerima bahwa baik dan tidaknya materi Dhamma juga dipengaruhi oleh kualitas si pengkhotbah.
Ya, menurut saya begitu. Pengertian dhamma dapat terjadi jika materi yang tepat disampaikan pada waktu yang tepat pula dan dengan cara yang sesuai bagi si pendengar. Kecakapan memilih materi dan memahami pendengar adalah "tanggung jawab" si pembabar dhamma. Tanpa kecakapan tersebut, satu materi dhamma bukan tidak mungkin jadi sangat tidak bermanfaat bagi orang lain.
QuoteBtw, ketika ada pertanyaan siapakah Abhidhammika pertama, Kitab Abhidhamma dengan jelas mengatakan bahwa Sang BUddha adalah Abhidhammika pertama.
Kalau tidak salah Abhidhamma baru diajarkan pada Vassa ke tujuh. Apakah ini berarti menurut Atthasalini, tidak ada pembabar dhamma di antara para siswa sebelum vassa ke tujuh, walaupun mereka juga mampu membimbing umat mencapai kesucian?
Quote from: Kainyn_Kutho on 15 March 2010, 01:39:03 PM
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 10:27:02 AM
Saya setuju bahwa seseorang pembabar Dhamma adalah ia yang bisa membantu,membimbing dan membuat orang lain mengerti Dhamma. Untuk pernyataan yang di bold di atas, kita pun harus menerima bahwa baik dan tidaknya materi Dhamma juga dipengaruhi oleh kualitas si pengkhotbah.
Ya, menurut saya begitu. Pengertian dhamma dapat terjadi jika materi yang tepat disampaikan pada waktu yang tepat pula dan dengan cara yang sesuai bagi si pendengar. Kecakapan memilih materi dan memahami pendengar adalah "tanggung jawab" si pembabar dhamma. Tanpa kecakapan tersebut, satu materi dhamma bukan tidak mungkin jadi sangat tidak bermanfaat bagi orang lain.
QuoteBtw, ketika ada pertanyaan siapakah Abhidhammika pertama, Kitab Abhidhamma dengan jelas mengatakan bahwa Sang BUddha adalah Abhidhammika pertama.
Kalau tidak salah Abhidhamma baru diajarkan pada Vassa ke tujuh. Apakah ini berarti menurut Atthasalini, tidak ada pembabar dhamma di antara para siswa sebelum vassa ke tujuh, walaupun mereka juga mampu membimbing umat mencapai kesucian?
Jika kita menerima secara mentah pernyataan di awal thread, bisa disimpulkan bahwa sebelum Abhidhamma dibabarkan dan dikuasai para murid Sang BUddha, tidak ada pembabar Dhamma dalam arti dhammakathika (the speaker of Dhamma). Kembali lagi ke awal thread, di sana, Abhidhamma tampak telah membedakan antara orang yang membicarakan kata-kata Dhamma (dhammakathaṃ kathentā) dan pembabar Dhamma (dhammakathika). Seseorang mungkin membicarakan Dhamma, namun jika ia tidak ahli Abhidhamma ia bukanlah Dhammakathika. Hal ini juga menyimpulkan bahwa sebelum Abhidhamma dibabarkan, apapun Dhamma yang dibicarakan, seorang pembabar bukanlah Dhammakathika karena ia belum menguasai Abhidhamma. Any comment?
kalau begitu Dhammakathika hanyalah sebatas gelar serupa dengan Sarjana, tetapi apakah kita memang membutuhkan seorang Dhammakathika untuk membabarkan Dhamma?
Quote from: Indra on 15 March 2010, 02:02:23 PM
kalau begitu Dhammakathika hanyalah sebatas gelar serupa dengan Sarjana, tetapi apakah kita memang membutuhkan seorang Dhammakathika untuk membabarkan Dhamma?
Tapi ingat bahwa definisi Dhammakathika dalam sutta2 berbeda dari Abhidhamma. Jika kita menerima sutta2 tentang pengertian dhammakathika, seorang Dhammakathika sangat diperlukan untuk membabarkan Dhamma. Bisa dilihat dalam Dhammakathikasutta, dutiyadhammakathikasutta dan dhammakathikapucchasutta dari Samyuttanikāya untuk mengetahui definisi dhammakathika yang diberikan oleh Sang BUddha.
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 01:57:20 PM
Jika kita menerima secara mentah pernyataan di awal thread, bisa disimpulkan bahwa sebelum Abhidhamma dibabarkan dan dikuasai para murid Sang BUddha, tidak ada pembabar Dhamma dalam arti dhammakathika (the speaker of Dhamma). Kembali lagi ke awal thread, di sana, Abhidhamma tampak telah membedakan antara orang yang membicarakan kata-kata Dhamma (dhammakathaṃ kathentā) dan pembabar Dhamma (dhammakathika). Seseorang mungkin membicarakan Dhamma, namun jika ia tidak ahli Abhidhamma ia bukanlah Dhammakathika. Hal ini juga menyimpulkan bahwa sebelum Abhidhamma dibabarkan, apapun Dhamma yang dibicarakan, seorang pembabar bukanlah Dhammakathika karena ia belum menguasai Abhidhamma. Any comment?
Jika memang demikian, berarti apakah dhammakathika atau bukan, tidak berarti apa-apa. Bagi yang diajar tidak ada bedanya, sebab manfaat tidak tergantung dari si pembabar itu "dhammakathika" atau bukan. Bagi si "dhammakathika" mungkin efeknya hanyalah pemuasan kesombongan belaka bahwa dirinya adalah "pembabar dhamma sejati", atau setidaknya memasukkan doktrin supremasi Abhidhamma sebagai "wajib dipelajari" kalau mau jadi pembabar dhamma. Entahlah.
[at] KK: itu dugaan aye juga. but you put it in a very well spoken uhmm written words
Quote from: Sumedho on 15 March 2010, 02:28:14 PM
[at] KK: itu dugaan aye juga. but you put it in a very well spoken uhmm written words
Thanks. Baru sebatas dugaan saja sih, tetapi saya memang tidak menemukan kegunaan pernyataan dan diskriminasi pelajar Abhidhamma dan non-Abhidhamma tersebut.
[at] Peacemind
Thanks buat referensinya.
Kalau menurut sutta, sudah jelas bahwa seseorang dikatakan pembabar dhamma jika arahnya adalah pada lenyapnya penderitaan, apakah lewat materi Paticca Samuppada (seperti di Dhammakathikasutta) ataukah topik Salayatana (seperti di Dhammakathikapucchasutta), dan sepertinya juga topik apa pun, selama mengarahkan pada lenyapnya penderitaan, bisa dikatakan itu adalah pembabar dhamma.
saya sedikit kewalahan setelah membaca tanggapan postingan oleh beberapa rekan disini..
pasalnya saya heran...Abhidhamma dibabarkan oleh Buddha di surga Tavatimsa,bukan di dunia manussa kan?kemudian Abhidhamma dibabarkan ulang oleh Buddha kepada YM Ananda atau Sariputta?kemudian YM Sariputta mengajarkan kepada 500 Bhikkhunya,dan ke 500 Bhikkhu tersebut mencapai kearahatan..
yang menjadi pertanyaan saya adalah,"Kenapa "ahli dhamma" disebut sebagai pembabar Dhamma yang sejati?"
kalau menggunakan rujukan ini :
Quote"Hanya para bhikkhu yang ahli Abhidhamma (Ahidhammika) sesungguhnya merupakan para Pembabar Dhamma (dhammakathika), sedangkan yang lain bukan para Pembabar Dhamma meskipun mereka membicarakan Dhamma. Mengapa demikian? Meskipun membicarakan Dhamma, mereka (yang lain) mencampuradukkan jenis perbuatan yang berbeda-beda, akibat yang berbeda-beda, pembagian antara materi dan non-materi, dan jenis dhamma yang berbeda-beda. Para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan jenis dhamma yang berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."
Orang yang membicarakan Dhamma tidak disebut pembabar Dhamma yang sejati,tolong diuraikan dahulu apa sih arti "Dhamma" yang dicantumkan didalam sutta tersebut?
coba saya pecahkan kalimatnya ya :
"Hanya para bhikkhu yang ahli Abhidhamma (Ahidhammika) sesungguhnya merupakan para Pembabar Dhamma (dhammakathika), sedangkan yang lain bukan para Pembabar Dhamma meskipun mereka membicarakan Dhamma. "= ini sudah saya tanyakan diatas..
Mengapa demikian? Meskipun membicarakan Dhamma, mereka (yang lain) mencampuradukkan jenis perbuatan yang berbeda-beda, akibat yang berbeda-beda, pembagian antara materi dan non-materi, dan jenis dhamma yang berbeda-beda. Para ahli Abhidhamma tidak mencampuradukkan jenis dhamma yang berbeda-beda. =berati disutta ini beranggapan mereka(yang lain) meskipun berbicara Dhamma,tetapi mencampurkannya,..
"Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."= nah ini yang dibingung, "entah berbicara Dhamma atau tidak" ,secara mutlak disebut "pembabar Dhamma",bagaimana bisa??
bukankah ini nampaknya seperti "klaim" para Ahli Abhidhamma lebih "hebat" dari yang bukan Ahli Abhidhamma?apakah Buddha ada secara inplinsit menyuruh umat Buddha mempelajari Abhidhamma?
Dari mana asal muasal Abhidhamma itu muncul?Kalau begitu Buddha bukan pembabar dhamma sejati,karena dia tidak membabarkan Abhidhamma secara langsung kepada manusia,malah Buddha membabarkannya di alam Deva,dan setelah turun ke bumi,dia mengulangnya dihadapan YM Ananda dan YM Sariputta,kemudian YM Sariputta mengajarkannya kepada murid2nya..[saya tidak tahu Buddha membabarkan kepada yang mana,apakah YM Ananda atau YM sariputta,atau kedua2nya..]
[Kalau ada kesalahan mohon dikoreksi]
Anumodana _/\_
Quote from: Kainyn_Kutho on 15 March 2010, 02:26:16 PM
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 01:57:20 PM
Jika kita menerima secara mentah pernyataan di awal thread, bisa disimpulkan bahwa sebelum Abhidhamma dibabarkan dan dikuasai para murid Sang BUddha, tidak ada pembabar Dhamma dalam arti dhammakathika (the speaker of Dhamma). Kembali lagi ke awal thread, di sana, Abhidhamma tampak telah membedakan antara orang yang membicarakan kata-kata Dhamma (dhammakathaṃ kathentā) dan pembabar Dhamma (dhammakathika). Seseorang mungkin membicarakan Dhamma, namun jika ia tidak ahli Abhidhamma ia bukanlah Dhammakathika. Hal ini juga menyimpulkan bahwa sebelum Abhidhamma dibabarkan, apapun Dhamma yang dibicarakan, seorang pembabar bukanlah Dhammakathika karena ia belum menguasai Abhidhamma. Any comment?
Jika memang demikian, berarti apakah dhammakathika atau bukan, tidak berarti apa-apa. Bagi yang diajar tidak ada bedanya, sebab manfaat tidak tergantung dari si pembabar itu "dhammakathika" atau bukan. Bagi si "dhammakathika" mungkin efeknya hanyalah pemuasan kesombongan belaka bahwa dirinya adalah "pembabar dhamma sejati", atau setidaknya memasukkan doktrin supremasi Abhidhamma sebagai "wajib dipelajari" kalau mau jadi pembabar dhamma. Entahlah.
Komentar anda mengingatkan pernyataan Sang BUddha dalam Asappurisasutta dari Majjhimanikāya di mana disebutkan ada dhammakathikabhikkhu (bhikkhu pembabar Dhamma) yang karena kesombongannya merendahkan bhikkhu2 lain yang bukan Dhammakathika dan menganggungkan dirinya sebagai Dhammakathika. Bhikkhu demikian meskipun seorang Dhammakathika disebut sebagai asappurisa (manusia tidak baik). Oleh karena itu, dalam sutta yang sama, Sang Buddha mengingatkan para muridnya untuk tidak menjadi sombong hanya karena mereka Dhammakathika. Terlebih lagi, menjadi Dhammakathika bukan tujuan utama menjalankan kehidupan selibat.
[at] Riky: Menurut tradisi Theravāda, Sang BUddha membabarkan Abhidhamma kepada Bhikkhu Sāriputta sesegera setelah beliau mengajarkannya kepada para dewa.
Alasan mengapa seorang ahli ahli Abhidhamma dikatakan Dhammakathika entah sedang berbicara atau tidak, sesuai dengan kitab komentar, adalah semata-mata karena ia ahli Abhidhamma.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa pengertian ahli Dhamma sejati menurut kutipan Atthasalini di atas memang semata-mata ditujukan pada orang-orang yang menguasai Abhidhamma setidaknya secara teoritis, sepert halnya seorang cendikiawan sejati harus menguasai bidang ilmu yang diajarkan pada perguruan tinggi (sarjana).
QuoteAlasan mengapa seorang ahli ahli Abhidhamma dikatakan Dhammakathika entah sedang berbicara atau tidak, sesuai dengan kitab komentar, adalah semata-mata karena ia ahli Abhidhamma.
Sam,koq terjemahannya jadi berbeda lagi? kan diterjemahkan,
"Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."bukan ditulis
sedang berbicara atau tidak..tapi disana ditulis "entah" berbicara Dhamma atau tidak,kalau memang si Dhammakathika tidak sedang membicarakan "Dhamma",bagaimana mungkin dia sebut sebagai pembabar Dhamma sejati? :)
_/\_
Quote from: Riky_dave on 15 March 2010, 08:00:23 PM
QuoteAlasan mengapa seorang ahli ahli Abhidhamma dikatakan Dhammakathika entah sedang berbicara atau tidak, sesuai dengan kitab komentar, adalah semata-mata karena ia ahli Abhidhamma.
Sam,koq terjemahannya jadi berbeda lagi? kan diterjemahkan,"Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."
bukan ditulis sedang berbicara atau tidak..tapi disana ditulis "entah" berbicara Dhamma atau tidak,kalau memang si Dhammakathika tidak sedang membicarakan "Dhamma",bagaimana mungkin dia sebut sebagai pembabar Dhamma sejati? :)
_/\_
[at] Riky: Jadi beda ya? ;D Hmm......mending saya terjemahkan kalimat yang dimaksud dalam hal ini kata demi kata. Kalimatnya adalah "Tasmā ābhidhammiko bhikkhu dhammaṃ kathetu vā mā vā, pucchitakāle pana pañhaṃ kathessatīti".
Tasmā - therefore
Abhidhammiko - one who is expert in the Abhidhamma,
bhikkhu - a monk
dhammaṃ - the teaching
kathetu - might speak
vā - or
mā - not
pucchitakāle - according to what is asked
pana - terkadang tidak diartikan, kata ini terkadang diartikan sebagai 'indeed'.
pañhaṃ - question
kathessati - he will speak.
Jika diterjemahkan ke bahasa Inggris sesuai dengan kata-kata, kalimat ini akan berbunyi, 'Therefore, a monk who is expert in the Abhidhamma might speak the teaching or not. He indeed will speak the question according to what is asked'. Tapi secara inti, kalimat ini juga bisa diterjemahkan, 'Therefore, a monk who is expert in the Abhidhamma, whether he might speak the teaching or not, he indeed will speak according to what is asked'. Jika diartikan ke bahasa Indonesia, menurut saya, kalimatnya akan berbunyi, "Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan". Kalimat ini juga mengindikasikan bahwa seorang ahli Abhidhamma, apakah ia
sedang berbicara Dhamma atau kah tidak, ia tetap seorang Dhammakathika. Apakah ada perbedaan?
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 08:54:23 PM
Quote from: Riky_dave on 15 March 2010, 08:00:23 PM
QuoteAlasan mengapa seorang ahli ahli Abhidhamma dikatakan Dhammakathika entah sedang berbicara atau tidak, sesuai dengan kitab komentar, adalah semata-mata karena ia ahli Abhidhamma.
Sam,koq terjemahannya jadi berbeda lagi? kan diterjemahkan,"Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Secara mutlak, inilah yang disebut sebagai dhammakathika (Pembabar Dhamma)."
bukan ditulis sedang berbicara atau tidak..tapi disana ditulis "entah" berbicara Dhamma atau tidak,kalau memang si Dhammakathika tidak sedang membicarakan "Dhamma",bagaimana mungkin dia sebut sebagai pembabar Dhamma sejati? :)
_/\_
[at] Riky: Jadi beda ya? ;D Hmm......mending saya terjemahkan kalimat yang dimaksud dalam hal ini kata demi kata. Kalimatnya adalah "Tasmā ābhidhammiko bhikkhu dhammaṃ kathetu vā mā vā, pucchitakāle pana pañhaṃ kathessatīti".
Tasmā - therefore
Abhidhammiko - one who is expert in the Abhidhamma,
bhikkhu - a monk
dhammaṃ - the teaching
kathetu - might speak
vā - or
mā - not
pucchitakāle - according to what is asked
pana - terkadang tidak diartikan, kata ini terkadang diartikan sebagai 'indeed'.
pañhaṃ - question
kathessati - he will speak.
Jika diterjemahkan ke bahasa Inggris sesuai dengan kata-kata, kalimat ini akan berbunyi, 'Therefore, a monk who is expert in the Abhidhamma might speak the teaching or not. He indeed will speak the question according to what is asked'. Tapi secara inti, kalimat ini juga bisa diterjemahkan, 'Therefore, a monk who is expert in the Abhidhamma, whether he might speak the teaching or not, he indeed will speak according to what is asked'. Jika diartikan ke bahasa Indonesia, menurut saya, kalimatnya akan berbunyi, "Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan". Kalimat ini juga mengindikasikan bahwa seorang ahli Abhidhamma, apakah ia sedang berbicara Dhamma atau kah tidak, ia tetap seorang Dhammakathika. Apakah ada perbedaan?
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 07:32:19 PM
Komentar anda mengingatkan pernyataan Sang BUddha dalam Asappurisasutta dari Majjhimanikāya di mana disebutkan ada dhammakathikabhikkhu (bhikkhu pembabar Dhamma) yang karena kesombongannya merendahkan bhikkhu2 lain yang bukan Dhammakathika dan menganggungkan dirinya sebagai Dhammakathika. Bhikkhu demikian meskipun seorang Dhammakathika disebut sebagai asappurisa (manusia tidak baik). Oleh karena itu, dalam sutta yang sama, Sang Buddha mengingatkan para muridnya untuk tidak menjadi sombong hanya karena mereka Dhammakathika. Terlebih lagi, menjadi Dhammakathika bukan tujuan utama menjalankan kehidupan selibat.
Kebetulan saya ada MN pinjeman ditangan ;D *serasa udah jadi hak milik*
Saya nda ketemu Asappurisa sutta, apakah yg dimaksud MN 113: Sappurisa Sutta?
Kalau saya baca (paragraf 9-20) disana adalah tentang berbagai jenis tipe, salah satunya, "preacher of the Dhamma" yang memuji diri sendiri dan merendahkan yg tidak seperti dirinya. Yg demikian adalah bukan karaktek manusia sejati.
--------
Tambahan referensi nih apa itu Dhammakathika yg dimaksud oleh Sang Buddha dalam Saṃyutta Nikāya
Quote from: SN 12.16: Dhammakathiko Sutta
[A monk said:] "'Dhamma-teacher, Dhamma-teacher' they say, Lord."
"If, monk, anyone teaches a doctrine of disenchantment with decay-and-death, of dispassion [leading to] its cessation, that suffices for him to be called a monk who teaches Dhamma.
"If anyone has trained himself in this disenchantment with decay-and-death, in dispassion [leading to] its cessation, that suffices for him to be called a monk who is trained in what is in conformity with Dhamma.
"If anyone, through disenchantment with decay-and-death, through dispassion [leading to] its cessation, is liberated from grasping, that suffices for him to be called one who has attained Nibbaana in this life."
[The same three distinctions are made in respect of birth... ignorance]
[at] sam,
maksud riky,
versi 1: apakah ngomongin sepak bola juga adalah Abhidhammika?
versi 2: lagi diam atau lagi ngomong tetap Abhidhammika.
Quote from: Sumedho on 15 March 2010, 08:59:09 PM
Kebetulan saya ada MN pinjeman ditangan ;D *serasa udah jadi hak milik*
cemas nih, tolong dicatet, pemiliknya gue
Quote from: Sumedho on 15 March 2010, 08:59:09 PM
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 07:32:19 PM
Komentar anda mengingatkan pernyataan Sang BUddha dalam Asappurisasutta dari Majjhimanikāya di mana disebutkan ada dhammakathikabhikkhu (bhikkhu pembabar Dhamma) yang karena kesombongannya merendahkan bhikkhu2 lain yang bukan Dhammakathika dan menganggungkan dirinya sebagai Dhammakathika. Bhikkhu demikian meskipun seorang Dhammakathika disebut sebagai asappurisa (manusia tidak baik). Oleh karena itu, dalam sutta yang sama, Sang Buddha mengingatkan para muridnya untuk tidak menjadi sombong hanya karena mereka Dhammakathika. Terlebih lagi, menjadi Dhammakathika bukan tujuan utama menjalankan kehidupan selibat.
Kebetulan saya ada MN pinjeman ditangan ;D *serasa udah jadi hak milik*
Saya nda ketemu Asappurisa sutta, apakah yg dimaksud MN 113: Sappurisa Sutta?
Kalau saya baca (paragraf 9-20) disana adalah tentang berbagai jenis tipe, salah satunya, "preacher of the Dhamma" yang memuji diri sendiri dan merendahkan yg tidak seperti dirinya. Yg demikian adalah bukan karaktek manusia sejati.
Yap sudah saya cek.. Anda betul sekali. Sutta yang benar adalah Sappurisasutta. Anumodana untuk sudah memberikan koreksi!
Quote from: Indra on 15 March 2010, 09:01:04 PM
Quote from: Sumedho on 15 March 2010, 08:59:09 PM
Kebetulan saya ada MN pinjeman ditangan ;D *serasa udah jadi hak milik*
cemas nih, tolong dicatet, pemiliknya gue
seperti jaman dulu.... siapa yg tandatangan didepannya itu artinya milik dia :))
Quote[at] Riky: Jadi beda ya? ;D Hmm......mending saya terjemahkan kalimat yang dimaksud dalam hal ini kata demi kata. Kalimatnya adalah "Tasmā ābhidhammiko bhikkhu dhammaṃ kathetu vā mā vā, pucchitakāle pana pañhaṃ kathessatīti".
Tasmā - therefore
Abhidhammiko - one who is expert in the Abhidhamma,
bhikkhu - a monk
dhammaṃ - the teaching
kathetu - might speak
vā - or
mā - not
pucchitakāle - according to what is asked
pana - terkadang tidak diartikan, kata ini terkadang diartikan sebagai 'indeed'.
pañhaṃ - question
kathessati - he will speak.
Jika diterjemahkan ke bahasa Inggris sesuai dengan kata-kata, kalimat ini akan berbunyi, 'Therefore, a monk who is expert in the Abhidhamma might speak the teaching or not. He indeed will speak the question according to what is asked'. Tapi secara inti, kalimat ini juga bisa diterjemahkan, 'Therefore, a monk who is expert in the Abhidhamma, whether he might speak the teaching or not, he indeed will speak according to what is asked'. Jika diartikan ke bahasa Indonesia, menurut saya, kalimatnya akan berbunyi, "Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan". Kalimat ini juga mengindikasikan bahwa seorang ahli Abhidhamma, apakah ia sedang berbicara Dhamma atau kah tidak, ia tetap seorang Dhammakathika. Apakah ada perbedaan?
"Oleh karena itu, seorang bhikkhu yang ahli Abhidhamma, entah berbicara Dhamma atau tidak, akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakan". Kalimat ini juga mengindikasikan bahwa seorang ahli Abhidhamma, apakah ia sedang berbicara Dhamma atau kah tidak, ia tetap seorang Dhammakathika. Apakah ada perbedaan?ya sekilas tidak ada perbedaan karena di timpal oleh kalimat
akan mengungkapkan pertanyaan sesuai dengan apa yang ditanyakanmungkin saya tadi salah tanggap,saya kira "entah berbicara dhamma atau tidak" berati kan bisa diartikan sebagai entah dia bicara Dhamma atau entah dia tidak berbicara dhamma[ini kan pemenggalan kata dalam bahasa indonesia,atau pengabungan kata?]...
coba pakai kalimat lain,,"Entah makan atau tidak,dia akan selalu datang ke vihara tersebut" = berati makan atau tidak makan dia tetap ke vihara tersebut,yang ditekankah itu
entahnya,yang mengindikasikan bahwa "dia lakuin atau tidak lakuin"..
sedangkan kalimat "ia sedang berbicara atau tidak",kalimat ini lebih jelas,karena disini letaknya bahwa pokok permasalahannya dia
sedang berbicara dhamma atau [diluar dhamma yang dia bicarakan..]
misalnya saya sedang makan atau tidak,jadi bisa diartikan saya sedang makan,atau tidak makan..satu hal yang dilakuin bersamaan.. :)
Kacau tidak penjelasan saya?
_/\_
betul Samanera,maksud saya kayak yang diterangkan ko Indra..
Anumodana ko!
Quote from: Indra on 15 March 2010, 08:59:34 PM
[at] sam,
maksud riky,
versi 1: apakah ngomongin sepak bola juga adalah Abhidhammika?
versi 2: lagi diam atau lagi ngomong tetap Abhidhammika.
Oke.... jadi yang menjadi pokok permasalahan di sini adalah kata 'entah'. Di awal thread saya memaksudkan istilah 'whether' sebagai 'entah'. Jadi lebih tepatnya, kata ini diterjemahkn sebagai 'apakah'. Jika demikian, versi yang kedua lebih tepat untuk mengacu makna yang terkandung di dalam kalimat Pali di atas. Di sini, artinya, apakah seorang Abhidhammika sedang berbicara Dhamma atau tidak (diam), ia tetap seorang Dhammakathika.
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 09:22:45 PM
Quote from: Indra on 15 March 2010, 08:59:34 PM
[at] sam,
maksud riky,
versi 1: apakah ngomongin sepak bola juga adalah Abhidhammika?
versi 2: lagi diam atau lagi ngomong tetap Abhidhammika.
Oke.... jadi yang menjadi pokok permasalahan di sini adalah kata 'entah'. Di awal thread saya memaksudkan istilah 'whether' sebagai 'entah'. Jadi lebih tepatnya, kata ini diterjemahkn sebagai 'apakah'. Jika demikian, versi yang kedua lebih tepat untuk mengacu makna yang terkandung di dalam kalimat Pali di atas. Di sini, artinya, apakah seorang Abhidhammika sedang berbicara Dhamma atau tidak (diam), ia tetap seorang Dhammakathika.
lawan dari "berbicara Dhamma" adalah "tidak berbicara Dhamma" -> mis bicara sepak bola.
lawan dari "berbicara" adalah "diam"
Quote from: Indra on 15 March 2010, 09:29:02 PM
Quote from: Peacemind on 15 March 2010, 09:22:45 PM
Quote from: Indra on 15 March 2010, 08:59:34 PM
[at] sam,
maksud riky,
versi 1: apakah ngomongin sepak bola juga adalah Abhidhammika?
versi 2: lagi diam atau lagi ngomong tetap Abhidhammika.
Oke.... jadi yang menjadi pokok permasalahan di sini adalah kata 'entah'. Di awal thread saya memaksudkan istilah 'whether' sebagai 'entah'. Jadi lebih tepatnya, kata ini diterjemahkn sebagai 'apakah'. Jika demikian, versi yang kedua lebih tepat untuk mengacu makna yang terkandung di dalam kalimat Pali di atas. Di sini, artinya, apakah seorang Abhidhammika sedang berbicara Dhamma atau tidak (diam), ia tetap seorang Dhammakathika.
lawan dari "berbicara Dhamma" adalah "tidak berbicara Dhamma" -> mis bicara sepak bola.
lawan dari "berbicara" adalah "diam"
Kalau dilihat dari bahasa Palinya, justru kalimatnya mengacu ke 'berbicara Dhamma" dan bukan hanya sekedar 'berbicara'. Tapi saya pribagi,
dlam konteks ini, lebih merujuk kata 'diam' sebagai lawan dari 'berbicara Dhamma'. Ini pandangan pribadi saya, walaupun orang lain mungkin tidak setuju.
apakah ada hubungannya dengan abhidhamma sebagai paramatha dhamma?
wah bahaya ini... ;D
QuoteAdakah pendapat dari teman-teman mengenai pernyataan di atas? Setujukah anda atau tidak setujuhkan anda?
tidak setuju.
Quote
Apapun jawaban anda, lebih baik diberikan alasannya!
tsk... diam lebih baik deh... :|