Poll
Question:
Apakah Anda percaya jarak di antara Alam Brahma dan Bumi berkisar seperti perhitungan ini?
Option 1: Ya
votes: 3
Option 2: Tidak
votes: 2
Option 3: Ragu-ragu
votes: 5
Petikan dari Kitab Milinda Panha di Bab Ketujuh; mengenai seberapa jauh Alam Brahma dari Bumi...
Raja Milinda: "Seberapa jauhkah alam Brahma itu?"
Bhikkhu Nagasena: "Sangat jauh, O baginda; dari alam Brahma sebongkah batu besar membutuhkan waktu empat bulan untuk mencapai bumi meskipun batu itu jatuh 48.000 league (1 league =sekitar7 mil) setiap hari."
Raja Milinda: "Tetapi bagaimanakah seorang bhikkhu dapat begitu cepat pergi ke sana dengan kekuatan supra-normalnya?"
Bhikkhu Nagasena: "Di manakah baginda dilahirkan?"
Raja Milinda: "Ada sebuah pulau bernama Alasanda; aku dilahirkan di sana."
Bhikkhu Nagasena: "Berapa jauhnya dari sini?"
Raja Milinda: "Sekitar 200 league."
Bhikkhu Nagasena: "Dapatkah baginda mengingat apa pun yang telah baginda lakukan di sana?"
Raja Milinda: "Ya"
Bhikkhu Nagasena: "Begitu cepatnya baginda menempuh 200 league. Sama seperti itulah seorang bhikkhu dapat segera mencapai alam Brahma dengan kekuatan supra-normalnya."
Sebongkah batu besar yang bergerak dengan kecepatan 48.000 league/hari dari Alam Brahma akan mencapai Bumi dalam waktu 4 bulan. Jadi berapa jarak antara Alam Brahma dengan Bumi? Mari kita hitung secara metode ilmu Fisika...
Dari pernyataan di atas, kita dapatkan informasi mengenai kecepatan (v) dan waktu (t). Bhikkhu Nagasena menggambarkan bahwa sebongkah batu yang memiliki kecepatan di atas, bergerak menuju Bumi dengan kecepatan yang sama setiap hari. Ini menunjukkan bahwa gerakan benda itu konstan, dan tidak ada percepatan atau akselerasi (a). Oleh karena itu, kita menggunakan teori perhitungan GLB (Gerak Lurus Beraturan) pada kasus ini; yakni gerak lurus suatu objek, dimana dalam gerak ini kecepatannya tetap atau tanpa percepatan, sehingga jarak yang ditempuh dalam gerak lurus beraturan sama dengan kecepatan dikali waktu.
- Kecepatan (v)= 48.000 league/hari
- Waktu (t)= 4 bulan
Satuan kecepatan (v) adalah meter per detik (m/s), sedangkan satuan waktu (t) adalah detik (s). Oleh karena itu, mari kita mengkonversi keduanya ke dalam satuan masing-masing...
Quote from: konversi satuan kecepatan (v)
1 league = 7 mil
1 mil = 1,61 km
1 km = 1.000 m
Maka => 48.000 x 7 = 336.000 mil
=> 336.000 x 1,61 = 540.960 km
=> 540.960 x 1.000 = 540.960.000 m
1 hari = 24 jam
1 jam = 60 menit
1 menit = 60 detik
Maka => 1 x 24 = 24 jam
=> 24 x 60 = 1.440 menit
=> 1.440 x 60 = 86.400 detik
Sehingga didapatkan kecepatan (v) dari sebongkah batu itu adalah 540.960.000 m/86.400 s
Quote from: konversi satuan waktu
1 bulan = 30 hari
1 hari = 24 jam
1 jam = 60 menit
1 menit = 60 detik
Maka => 4 x 30 = 120 hari
=> 120 x 24 = 2.880 jam
=> 2.880 x 60 = 172.800 menit
=> 172.800 x 60 = 10.368.000 detik
Sehingga didapatkan waktu (t) yang diperlukan oleh sebongkah batu itu untuk sampai ke Bumi dari Alam Brahma adalah 10.368.000 s
- jarak (s)= ?
=> s=v.t
Maka => s=(540.960.000 m/86.400 s).(10.368.000 s)
s=64.915.199.999 m
Jarak di antara Alam Brahma dan Bumi (s) adalah
64.915.200 km.Sebagai perbandingan: - jarak di antara Matahari dan Bumi adalah 149.669.000 km
- jarak di antara Bulan dan Bumi adalah 384.400 km
- jarak di antara Planet Jupiter dan Bumi berkisar 893.000.000 sampai 964.000.000 km
- jarak di antara Planet Mars dan Bumi pada tanggal 27-31 Oktober 2005 adalah 69.000.000 km
Bagaimana menurut Anda mengenai perhitungan jarak berdasarkan Kitab Milinda Panha ini?
Apakah benar bahwa lokasi Alam Brahma berada di planet lain atau di benda angkasa lainnya?
karena itu dewa matahari bisa menurunkan istananya menghalangi matahari
letaknya di antara matahari & bumi
di venus?
Quote from: gachapin on 09 March 2010, 05:57:56 PM
karena itu dewa matahari bisa menurunkan istananya menghalangi matahari
letaknya di antara matahari & bumi
di venus?
Jarak di antara Planet Venus ke Bumi hanya sekitar 42.000.000 km...
hmm.. jarak 64.915.200 km dari bumi..adalah alam brahma.. di bagian arah menuju mars dan juga yg menuju matahari..
pokoknya sekelilingi bumi dari jarak segitu..itu alam brahma :P
Menurut saya, yang diberikan dalam Milinda Panha itu cuma kiasan/perumpamaan bahwa jarak alam brahma ke bumi (alam manusia) sangat jauh dan tidak perlu dianggap memang sejauh itulah jaraknya. Hal ini sama seperti perumpamaan lain tentang Mahakappa (waktu yang diperlukan untuk menggosok habis sebuah batu padat yang panjang 1 yojana, lebar 1 yojana, tinggi 1 yojana dengan sehelai kain sutra halus setiap seribu tahun sekali) atau perumpamaan tentang Dhamma yang diingat/dihapal Ananda (84.000 bagian).
undang paramita Devi ke sini saja.. :)
Quote from: The Ronald on 09 March 2010, 06:59:38 PM
hmm.. jarak 64.915.200 km dari bumi..adalah alam brahma.. di bagian arah menuju mars dan juga yg menuju matahari..
pokoknya sekelilingi bumi dari jarak segitu..itu alam brahma :P
Entah di titik mana Alam Brahma berada. Namun jika kita merujuk komentar Bhikkhu Nagasena di Kitab Milinda Panha, memang jaraknya berkisar sejauh 64.915.200 km. Dan mungkin saja jika komentar ini benar, maka Alam Brahma berada di sekitar arah luar Bumi mendekati Planet Mars; dan atau di sekitar arah luar Bumi mendekati Planet Merkurius.
Tidak disebutkan jelas dalam komentar ini mengenai Alam Brahma jenis yang mana. Sebab Alam Brahma sendiri terdiri dari 20 jenis alam. Di dalam Satta Suriya Sutta, Sang Buddha menjelaskan bahwa kelak ketika dunia ini kiamat; maka seluruh Kama Loka (alam nafsu) akan mengalami kehancuran, diikuti pula oleh kelompok Alam Brahma Jhana Pertama dan kelompok Alam Jhana Kedua (kecuali Alam Abhasara).
Jika memang Alam Brahma berada di sekitar orbit Merkurius-Venus-Bumi-Mars, maka wajar sekali jika kelak Alam Brahma juga mengalami kehancuran. Namun Alam Abhasara, kelompok Alam Brahma Jhana Ketiga, kelompok Alam Brahma Jhana Keempat dan kelompok Alam Arupa Brahma tidak ikut mengalami kehancuran. Padahal kehancuran dunia yang dimaksud Sang Buddha ini adalah mencakup kehancuran seisi Galaksi Bimasakti.
Kesimpulan yang bisa ditarik saat ini, mungkin Alam-alam Brahma yang tidak ikut mengalami kehancuran ini berada di luar Galaksi Bimasakti. Yang artinya jarak dari alam-alam ini ke Bumi adalah luar biasa jauh.
kalo mo dikaitkan dengan badai matahari...
berarti istana dewa mataharinya lg gimana tuh??
need enlightment pleiissss
Quote from: seniya on 09 March 2010, 09:21:21 PM
Menurut saya, yang diberikan dalam Milinda Panha itu cuma kiasan/perumpamaan bahwa jarak alam brahma ke bumi (alam manusia) sangat jauh dan tidak perlu dianggap memang sejauh itulah jaraknya. Hal ini sama seperti perumpamaan lain tentang Mahakappa (waktu yang diperlukan untuk menggosok habis sebuah batu padat yang panjang 1 yojana, lebar 1 yojana, tinggi 1 yojana dengan sehelai kain sutra halus setiap seribu tahun sekali) atau perumpamaan tentang Dhamma yang diingat/dihapal Ananda (84.000 bagian).
Sepertinya kita tidak bisa menafsirkan informasi dari Bhikkhu Nagasena ini sebagai kiasan semata. Jika kita membaca isi percakapan Bhikkhu Nagasena dan Raja Milinda dari awal, kita bisa melihat bahwa percakapan mereka penuh analitis dan tidak berbelit-belit. Raja Milinda seorang raja yang cerdas yang memiliki banyak rasa ingin tahu, dan beliau mengajukan ratusan pertanyaan kritis kepada Bhikkhu Nagasena dengan terampil. Bhikkhu Nagasena sendiri seorang bhikkhu Arahanta yang mempunyai pengetahuan luas dan tegas dalam memberikan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan Raja Milinda bisa mewakili pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap Buddhisme di sepanjang zaman. Dan jawaban-jawaban Bhikkhu Nagasena pun cukup kredibel untuk dijadikan pedoman dalam waktu yang sangat lama.
Bila Bhikkhu Nagasena hendak memberikan sebuah jawaban konotatif, tentunya beliau tidak akan berusaha menyajikan "data akurat" seperti itu kepada Raja Milinda. Jawaban Bhikkhu Nagasena di atas sangat tegas, yakni menyatakan bahwa sebongkah batu besar dari Alam Brahma itu memerlukan waktu 4 bulan untuk sampai ke Bumi. Ini merupakan pernyataan langsung, yang tidak perlu penafsiran lebih lanjut mengenai hal ini.
Perumpamaan Sang Buddha mengenai usia satu masa dunia yang lebih lama dibanding waktu yang diperlukan untuk menggosok habis batu dengan kain sutra setiap seratus tahun sekali; itu memang benar. Dalam arti pesannya jelas: "yakni Sang Buddha menjelaskan bahwa meskipun pada akhirnya batu itu habis digosok dengan kain sutra, namun dunia masih tetap ada; yang berarti usia dunia adalah sangat lama". Sang Buddha tidak memberikan "data akurat" berapa lama usia dunia atau berapa lama waktu yang diperlukan untuk menggosok habis batu itu. Yang diberikan oleh Sang Buddha adalah pemahaman bahwa kedua waktu itu adalah sangat lama; dan yang pasti usia dunia lebih lama dari perumpamaan-Nya.
84.000 pokok Dhamma itu pun merupakan "data akurat", bukan angka kiasan. Namun memang sampai saat ini, belum diketahui atas dasar apa Dhamma Sang Buddha dihitung pokok per pokoknya.
Quote from: Riky_dave on 09 March 2010, 09:29:53 PM
undang paramita Devi ke sini saja.. :)
Kalo Bro Riky berkenan, silakan undang Sis Paramita Devi ke sini... :)
gw setuju dgn pendapat Guru Upasaka....... lagian alam brahma bukanlah alam yg bisa dilihat dgn mata biasa jg tdk dapat dilihat dgn teleskop. :))
Quote from: andry on 09 March 2010, 11:00:15 PM
kalo mo dikaitkan dengan badai matahari...
berarti istana dewa mataharinya lg gimana tuh??
need enlightment pleiissss
Sepertinya tidak selalu fenomena benda angkasa disebabkan oleh deva, brahma ataupun istana mereka. Badai matahari terjadi karena meningkatnya jumlah sunspot di Matahari. Jumlah sunspot yang meningkat akan memicu ledakan
corona dan
flare. Dan ini semua adalah reaksi fisikawi.
Quote from: Tekkss Katsuo on 09 March 2010, 11:10:59 PM
gw setuju dgn pendapat Guru Upasaka....... lagian alam brahma bukanlah alam yg bisa dilihat dgn mata biasa jg tdk dapat dilihat dgn teleskop. :))
Di sini juga belum kita ketahui jelas. Alam Brahma tidak bisa dilihat dengan mata biasa mungkin karena lokasinya yang sangat jauh, atau mungkin juga karena alamnya memiliki frekuensi getaran yang tidak dapat dijangkau oleh
range mata biasa...
yup itulah maksud sayaa. hehehe ;D . guru memang pintar.......
pernah suatu kali guru reiki saya bilang, kalau sudah mahir kita bisa menembus keluar bumi sehingga di luar bumi banyak makhluk yg bercahaya......waktu itu saya kurang paham buddhisme jadi tidak tanya secara detail...hohohoho
gimana bisa lihat? posisinya kan ada di belakang kepalamu.. :))
Quote from: upasaka on 09 March 2010, 10:46:30 PM
...
Jika memang Alam Brahma berada di sekitar orbit Merkurius-Venus-Bumi-Mars, maka wajar sekali jika kelak Alam Brahma juga mengalami kehancuran. Namun Alam Abhasara, kelompok Alam Brahma Jhana Ketiga, kelompok Alam Brahma Jhana Keempat dan kelompok Alam Arupa Brahma tidak ikut mengalami kehancuran. Padahal kehancuran dunia yang dimaksud Sang Buddha ini adalah mencakup kehancuran seisi Galaksi Bimasakti.
Kesimpulan yang bisa ditarik saat ini, mungkin Alam-alam Brahma yang tidak ikut mengalami kehancuran ini berada di luar Galaksi Bimasakti. Yang artinya jarak dari alam-alam ini ke Bumi adalah luar biasa jauh.
Yang di bold ...
Pertanyaannya, apakah memang benar maksud Sang Buddha tentang kiamat adalah hancurnya galaksi bimasakti ? Boleh tau sumber tulisannya bro ?
anumodana _/\_
Apabila seseorang berusaha menyamakan 100% kosmologi Buddhis dgn kosmologi modern maka akan terjadi benturan di mana-mana.
Kosmologi Buddhis adalah kosmologi vertikal. Dan sudah barang tentu Gunung Meru bukan Gunung Everest karena baik dari segi jarak, ukuran, maupun letaknya tidak sesuai.
Coba lihat lagi postingan saya yg dulu: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,14366.30.html
Para astronom India kuno minimal menyamakan Gunung Meru sebagai poros Kutub Utara- Selatan.
Kalau tidak salah kehancuran dunia ini tidak mampu menjangkau alam Brahma Dhyana Ketiga (CMIIW).
Galaksi Bimasakti itu ya interpretasi orang2 aja terhadap satu sistem tata dunia dalam kosmologi Buddhis. Maka dari itu ada yang mengatakan bahwa poros Galaksi inilah Gunung Meru yang sesungguhnya. Karena dalam kosmologi Buddhis, matahari dan bulan berkeliling di sekitar Meru.
QuoteApakah benar bahwa lokasi Alam Brahma berada di planet lain atau di benda angkasa lainnya?
Dewa2 planet dan bintang dalam kosmologi Buddhis ada dalam kekuasaan Caturmaharaja deva dan Trayastrimsa. Ini masuk akal kalau seseorang menggunakan kosmologi vertikal, kalau tidak akan terjadi lagi benturan dengan sains.
_/\_
The Siddha Wanderer
Quote from: seniya on 09 March 2010, 09:21:21 PM
perumpamaan tentang Dhamma yang diingat/dihapal Ananda (84.000 bagian).
Sekedar OOT (Out Of Topic)...
Apakah 84.000 bagian dhamma itu itu hanya perumpamaan ?
Dalam Theragatha, Khuddaka Nikâya, Sutta Pitaka terdapatlah pernyataan Y.A Ânanda dalam bentuk syair:
"DVASÎTI BUDDHATO GANHAM DYE SAHASSÂNI BHIKKHUTO
CATURÂSITISAHASSÂNI YE ME DHAMMA PAVATINNO"
"Dari semua Dhamma yang Saya hafalkan, 82.000 Dhammakhandha Saya pelajari langsung dari Sang Buddha sendiri; sedangkan 2.000 Dhammakhandha dari para bhikkhu, sehinga seluruhnya berjumlah 84.000 Dhammakhandha. "
Quote from: g.citra on 10 March 2010, 01:41:19 AM
Quote from: upasaka on 09 March 2010, 10:46:30 PM
...
Jika memang Alam Brahma berada di sekitar orbit Merkurius-Venus-Bumi-Mars, maka wajar sekali jika kelak Alam Brahma juga mengalami kehancuran. Namun Alam Abhasara, kelompok Alam Brahma Jhana Ketiga, kelompok Alam Brahma Jhana Keempat dan kelompok Alam Arupa Brahma tidak ikut mengalami kehancuran. Padahal kehancuran dunia yang dimaksud Sang Buddha ini adalah mencakup kehancuran seisi Galaksi Bimasakti.
Kesimpulan yang bisa ditarik saat ini, mungkin Alam-alam Brahma yang tidak ikut mengalami kehancuran ini berada di luar Galaksi Bimasakti. Yang artinya jarak dari alam-alam ini ke Bumi adalah luar biasa jauh.
Yang di bold ...
Pertanyaannya, apakah memang benar maksud Sang Buddha tentang kiamat adalah hancurnya galaksi bimasakti ? Boleh tau sumber tulisannya bro ?
anumodana _/\_
Di dalam Satta Suriya Sutta, dijelaskan bahwa kelak akan muncul matahari kedua... ketiga... keempat... kelima... keenam... ketujuh sehingga dunia pun habis terbakar. Kehancuran dunia ini ikut merembet ke semua alam, kecuali Alam Abhasara dan Alam Brahma di atasnya. Munculnya matahari-matahari yang lain ini sepertinya karena terjadinya fenomena matahari lain yang mendekati radius tata surya kita. Seperti yang kita ketahui, matahari yang kita kenal sebenarnya adalah bintang. Para ahli astronomi telah menemukan fakta adanya fenomena bintang biner; dimana ada dua bintang yang berputar di sekitar satu sama lain. Tidak hanya dua bintang, para ahli astronomi sejauh ini juga sudah menemukan sistem seperti ini yang terdiri dari 6 bintang. Dan bukan tidak mungkin jika ada pula sistem yang terdiri dari 7 bintang.
Sistem yang terdiri dari 7 bintang ini akan terlihat seolah-olah sebuah tata surya memiliki 7 bintang. Namun yang sebenarnya terjadi adalah 7 bintang beserta 7 tata surya telah bergabung menjadi satu sistem. Ketika fenomena ini terjadi, tata surya gabungan itu akan sangat panas. Planet-planet, satelit-satelit, maupun benda angkasa di sekitarnya akan habis terbakar. Bahkan bintang-bintang (matahari) itu sendiri pun pastilah akan habis terbakar. Dan perlu diingat juga bahwa setiap tata surya pasti berotasi mengelilingi pusat galaksi. Sehingga ledakan (kehancuran) ini diawali di area pusat galaksi.
Selain itu, di dalam Kitab Vissudhimagga juga dinyatakan bahwa ketika matahari ketujuh muncul, maka seratus milyar tata surya lainnya juga akan habis terbakar. Seratus milyar tata surya lain ini sepertinya merujuk pada kumpulan tata surya di sekitarnya; yang notabene adalah galaksi, yakni Galaksi Bimasakti. Yang cukup mengejutkan, dalam pandangan astronomi barat, Galaksi Bimasakti juga dideteksi terdiri dari seratus milyar tata surya.
Menimbang referensi ini, sepertinya kiamat yang akan terjadi kelak adalah kiamat yang akan melanda seiisi Galaksi Bimasakti.
Quote from: GandalfTheElder on 10 March 2010, 07:23:23 AM
Apabila seseorang berusaha menyamakan 100% kosmologi Buddhis dgn kosmologi modern maka akan terjadi benturan di mana-mana.
Kosmologi Buddhis adalah kosmologi vertikal. Dan sudah barang tentu Gunung Meru bukan Gunung Everest karena baik dari segi jarak, ukuran, maupun letaknya tidak sesuai.
Coba lihat lagi postingan saya yg dulu: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,14366.30.html
Para astronom India kuno minimal menyamakan Gunung Meru sebagai poros Kutub Utara- Selatan.
Kalau tidak salah kehancuran dunia ini tidak mampu menjangkau alam Brahma Dhyana Ketiga (CMIIW).
Galaksi Bimasakti itu ya interpretasi orang2 aja terhadap satu sistem tata dunia dalam kosmologi Buddhis. Maka dari itu ada yang mengatakan bahwa poros Galaksi inilah Gunung Meru yang sesungguhnya. Karena dalam kosmologi Buddhis, matahari dan bulan berkeliling di sekitar Meru.
QuoteApakah benar bahwa lokasi Alam Brahma berada di planet lain atau di benda angkasa lainnya?
Dewa2 planet dan bintang dalam kosmologi Buddhis ada dalam kekuasaan Caturmaharaja deva dan Trayastrimsa. Ini masuk akal kalau seseorang menggunakan kosmologi vertikal, kalau tidak akan terjadi lagi benturan dengan sains.
_/\_
The Siddha Wanderer
Kosmologi Buddhisme memiliki persamaan dan perbedaan dalam beberapa kasus dengan kosmologi modern. Ketika kita membahas keduanya, kita hanya bisa mengambil satu sikap, yaitu "apa yang sama adalah sama; apa yang beda adalah beda". Bila ada persamaan, maka renungkanlah. Bila ada perbedaan, maka hargailah.
Begitu juga dengan psikologi Buddhisme, geografi Buddhisme, moraliti Buddhisme; masing-masing memiliki nilai persamaan dan perbedaan dalam beberapa kasus dengan aspek modern lainnya. Karena itu, jika ada persamaan di antara pandangan Buddhisme dan pandangan sains modern, itu bisa jadi sebuah kebenaran. Namun bila ada perbedaan di antara pandangan Buddhisme dan pandangan sains modern, itu berarti salah satunya pasti ada yang keliru; jika bukan keduanya memang keliru.
Mengenai Gunung Meru, sepertinya pandangan Buddhisme memang "keliru". Dalam hal ini, pandangan geografi Buddhisme memang sepertinya "salah". Justru hal-hal seperti inilah yang perlu disadari. Ketika ada "kekeliruan" di dalam Kitab Buddhisme, kita tidak perlu melakukan pembenaran atau penafsiran lain untuk membiaskan "kekeliruan" itu. Sang Buddha sendiri sudah menyatakan di Kalama Sutta bahwa jangan langsung percaya pada kabar yang sudah lama beredar ataupun isi kitab yang diyakini benar. Kalau memang jelas dalam hal ini Tipitaka "salah", maka terimalah hal itu sebagai "salah". :)
Demikian juga dengan hal lainnya. Mungkin saja ada banyak "kesalahan" lain dalam aspek psikologi Buddhisme maupun moraliti Buddhisme dibanding dengan pandangan sains modern. Meski tidak menutup kemungkinan juga bahwa sebenarnya sains modern yang belum bisa menjangkau daya eksplorasi pandangan Buddhisme.
Di Satta Suriya Sutta, kehancuran dunia tidak akan berimbas ke Alam Brahma Jhana Ketiga dan di atasnya. Namun Alam Abhasara yang merupakan salah satu alam yang berada di Alam Brahma Jhana Kedua juga tidak mengalami kehancuran itu.
Seratus milyar tata surya (ref-Vissudhimagga) ataupun satu milyar tata surya (tisahassi hahasahassi lokadhatu; ref-Anguttara Nikaya) ini yang diintepretasikan sebagai galaksi. Lokhadathu sendiri artinya adalah sistem dunia; malah kadang diterjemahkan sebagai "alam semesta". Dalam pandangan astronomi modern, kumpulan banyak sistem dunia seperti itu dikenal sebagai galaksi. Galaksi dimana Bumi kita berada adalah Galaksi Bimasakti.
Masalahnya, apakah kosmolgi Buddhisme seperti ini bisa diterima dengan akal sehat atau "iman"? Sejauh ini pandangan Buddhisme dikagumi dan karena logis dan dapat diterima dengan pembuktian maupun akal sehat. Ketika ada pandangan Buddhisme yang bertentangan dengan sains, kita tidak perlu percaya karena pandangan ini mempunyai label "Buddhisme".
[at] upasaka, memang mantap ulasan ente....
gak "kebakaran" jenggot ketika dikatakan ada quote ajaran yang "keliatannya" salah...
Guru Upasaka emank udh mantap dr sanaanyaaa.. makanya dia jadi guiruku.... =))
btw ajaran apa yg kelihatan salah???? maaf OOT
Quote from: dilbert on 10 March 2010, 12:39:31 PM
[at] upasaka, memang mantap ulasan ente....
gak "kebakaran" jenggot ketika dikatakan ada quote ajaran yang "keliatannya" salah...
Sebagian besar orang hanya mencari kebenaran di dalam kitab. Namun sebagai umat Buddha, sebaiknya kita mencari kebenaran bukan karena apa yang sudah tertulis di kitab. Namun kita juga mencari kebenaran dari apa yang ternyata "salah" di dalam kitab. :)
[at] papasaka, mantap, +1 dah, ya kadang orang main tafsir2 untuk membenarkan sesuatu yang salah, bahkan seakan2 kitab2 itu pasti benar sehingga harus selalu mencari pembenaran2 yang tidak perlu.
Quote from: upasaka on 09 March 2010, 11:09:34 PM
Quote from: Riky_dave on 09 March 2010, 09:29:53 PM
undang paramita Devi ke sini saja.. :)
Kalo Bro Riky berkenan, silakan undang Sis Paramita Devi ke sini... :)
maksudnya ko yang undang,bukan saya..hehe..habis setahu saya dia bisa melihat sama ke alam yang deva yang tinggi,dan ada membahas soal "31 alam kehidupan",apakah bertingkat atau?? :)
soal yang dibilang seniya,saya agaknya setuju dengan perkataan seniya,...tidakkah itu hanya sebuah "perumpamaan"??tetapi hal tersebut juga dibisa dibantah dalam sutta dan paritta yang tertulis jelas bahwa makhluk yang berada di angkasa turun ke bumi untuk memperoleh pelimpahan jasa..yang sampai saat ini membuat saya heran adalah soal dimensi "ruang & waktunya"..
apakah memang benar diurutkan seperti yang tercantum dalam 31 alam kehidupan?atau?
dimana alam2 itu terdapat?apakah ada "jarak" antara alam yang 1 dengan yang lainnya?bagaimana dengan alam Apaya?kenapa alam binatang gabung dengan alam manusia? :)
Anumodana _/\_
Maaf, bukan saya tidak yakin dengan kebenaran perkataan YA Bhikkhu Nagasena dalam Milinda Panha, namun saya berpendapat bahwa gambaran kosmologi menurut agama Buddha mungkin tidak sesuai dengan kosmologi modern saat ini karena kosmologi Buddhis bukan gambaran kosmologi yang diamati oleh manusia biasa, melainkan yang dilihat melalui dibbacakkhu (mata dewa) seorang Buddha, Arahat, dan orang-orang yang telah mencapai kemampuan tersebut dalam meditasi. Oleh sebab itu, kosmologi Buddhis tidak dapat dimaknai secara harfiah untuk mendapatkan gambaran bentuk alam semesta, yang bisa saja tidak konsisten dengan hasil pengamatan astronomi modern.
QuoteSistem yang terdiri dari 7 bintang ini akan terlihat seolah-olah sebuah tata surya memiliki 7 bintang. Namun yang sebenarnya terjadi adalah 7 bintang beserta 7 tata surya telah bergabung menjadi satu sistem. Ketika fenomena ini terjadi, tata surya gabungan itu akan sangat panas. Planet-planet, satelit-satelit, maupun benda angkasa di sekitarnya akan habis terbakar. Bahkan bintang-bintang (matahari) itu sendiri pun pastilah akan habis terbakar. Dan perlu diingat juga bahwa setiap tata surya pasti berotasi mengelilingi pusat galaksi. Sehingga ledakan (kehancuran) ini diawali di area pusat galaksi.
Mengenai 7 bintang yang bersinggungan di titik pertemuan, saya tidak bertanya lebih lanjut ... Lalu mengenai yang di bold, darimana (adakah sumbernya) bahwa titik persinggungan 7 bintang ini ada di area pusat galaksi ?
QuoteSelain itu, di dalam Kitab Vissudhimagga juga dinyatakan bahwa ketika matahari ketujuh muncul, maka seratus milyar tata surya lainnya juga akan habis terbakar. Seratus milyar tata surya lain ini sepertinya merujuk pada kumpulan tata surya di sekitarnya; yang notabene adalah galaksi, yakni Galaksi Bimasakti. Yang cukup mengejutkan, dalam pandangan astronomi barat, Galaksi Bimasakti juga dideteksi terdiri dari seratus milyar tata surya.
Menimbang referensi ini, sepertinya kiamat yang akan terjadi kelak adalah kiamat yang akan melanda seiisi Galaksi Bimasakti.
Oke anumodana suttanya ...
Ini jadi bahasan mengenai logika ... Kita berandai-andai ... seperti kita tau, bahwa matahari melakukan gerak revolusi terhadap bima sakti (sama halnya seperti bumi terhadap matahari), suatu saat, ada satu titik dimana matahari berada di tepat 'bersinggungan' dengan 6 bintang lain ... Saat salah satu bintang yang bertemu itu adalah matahari, itu yang dikenal dalam Buddhisme sebagai kiamat (bumi yang kita diami)...
Yang masih saya ragukan adalah mengenai penjelasan 7 bintang yang dapat menghacurkan 100 milyar (apalagi seisi galaksi ikut hancur karenanya) ...
Misal gini ...
Andaikata titik dimana 7 bintang itu berada di sisi luar barat galaksi, apakah sisi luar timur akan juga habis terbakar ? Ataukah memang ada penjelasan mengenai titik persinggungan revolusi 7 bintang itu terhadap bima sakti (khususnya di Vissudhimagga) ?
kalau tidak dapat dipahami lalu mengapa memberikan penjelasan seperti itu di raja?....raja nya aja pada waktu itu belum arahat...
jangankan 7 matahari sejajar, 2 galaksi bertemu aja belon tentu kiamat.
2 galaksi bertemu yang rusak hampir gak ada, kalau menurut para astronom 2 galaksi bertemu kemungkinan ada planet yang tubrukan sama seperti 2 lalat tubrukan di atas danau toba.
Quote from: gachapin on 10 March 2010, 10:30:38 PM
jangankan 7 matahari sejajar, 2 galaksi bertemu aja belon tentu kiamat.
2 galaksi bertemu yang rusak hampir gak ada, kalau menurut para astronom 2 galaksi bertemu kemungkinan ada planet yang tubrukan sama seperti 2 lalat tubrukan di atas danau toba.
boleh tau sumber bacaannya bro ? _/\_
wadoh, bukunya pink ada gambar galaksi, karangan lulusan itb...
Quote from: gachapin on 10 March 2010, 10:50:44 PM
wadoh, bukunya pink ada gambar galaksi, karangan lulusan itb...
Oh gitu ... saya pikir, emang pernah ada pertemuan 2 galaksi ... oke deh anumodana ...
sudah beberapa kali teramati malah :D
wah topiknya menarik, terutama soal penafsiran galaksi.
saya rasa memang jarak nya yg di katakan upasaka itu sudah nyaris tepat.
dalam RAPB dikatakan
Tathàgata, sesaat sebelum keberangkatan, berdiri di puncak Gunung Meru dan melakukan Keajaiban Ganda air dan api, dan memandang ke angkasa. Seluruh angkasa hingga ke alam Brahmà Akaniññha, terlihat jelas bagaikan angkasa raya yang bebas dari hambatan dan ketika Beliau memandang ke bawah, Beliau dapat melihat Neraka Avãci yang terletak paling bawah dari delapan alam menderita; ketika Ia memandang ke depan dan ke samping, ke segala arah, ribuan alam semesta dapat terlihat tanpa halangan
apa pun. Pemandangan gaib ini juga disaksikan oleh para dewa, brahmà, dan manusia. Demikianlah semua para dewa dan brahmà dapat melihat umat manusia dan umat manusia dapat melihat para dewa dan brahmà.
apabila RAPB ini benar, maka masuk akal apabila dekat Venus sebab...Venus dapat di lihat pada waktu pagi apalagi cerah..
kalau jarak alam Brahma sedemikian jauh hingga melebihi pluto...bagaimana manusia dapat melihat brahma?
Quote from: seniya on 10 March 2010, 08:44:49 PM
Maaf, bukan saya tidak yakin dengan kebenaran perkataan YA Bhikkhu Nagasena dalam Milinda Panha, namun saya berpendapat bahwa gambaran kosmologi menurut agama Buddha mungkin tidak sesuai dengan kosmologi modern saat ini karena kosmologi Buddhis bukan gambaran kosmologi yang diamati oleh manusia biasa, melainkan yang dilihat melalui dibbacakkhu (mata dewa) seorang Buddha, Arahat, dan orang-orang yang telah mencapai kemampuan tersebut dalam meditasi. Oleh sebab itu, kosmologi Buddhis tidak dapat dimaknai secara harfiah untuk mendapatkan gambaran bentuk alam semesta, yang bisa saja tidak konsisten dengan hasil pengamatan astronomi modern.
Sekarang saya jabarkan perbandingannya...
1) Bhikkhu Nagasena secara implisit menyatakan bahwa jarak dari Alam Brahma ke Bumi sejauh 64.915.200 km. Kosmologi modern tidak menemukan suatu alam atau suatu benda yang berada di titik ini dari Bumi.
2) Bhikkhu Nagasena tidak menyebutkan ciri-ciri Alam Brahma atau benda lain yang bisa dijadikan patokan keberadaan Alam Brahma. Kosmologi modern hanya menemukan Planet Mars sebagai benda (tempat) yang memiliki jarak dari Bumi sejauh 69.000.000 km. Jarak ini sedikit lebih jauh dari perhitungan jarak Alam Brahma dari Bumi.
3) Bhikkhu Nagasena memberi ilustrasi dimana sebongkah batu dari Alam Brahma dapat mencapai Bumi. Ini menunjukkan bahwa Alam Brahma hanyalah sebuah tempat lain di luar Bumi; yang berarti kita bisa pergi ke Alam Brahma layaknya berangkat dari Jakarta ke New York.
4) Dari pemahaman pada poin ketiga, ini menunjukkan bahwa Alam Brahma berada dalam "dimensi" yang sama dengan Bumi.
Dalam kasus ini, pernyataan Bhikkhu Nagasena dalam Kitab Milinda Panha inilah yang merupakan kunci dari kontradiksi ini. Apakah kita mau menerima fakta bahwa di titik (64.915.200 km) itu tidak ada benda atau tempat apapun? Kalau kita mau menerimanya, kita hanya bisa menyimpulkan bahwa pernyataan Bhikkhu Nagasena ini adalah keliru; atau memang Alam Brahma yang tidak kelihatan dengan mata biasa. Kalau kita tidak mau menerima fakta tadi, kita hanya akan terus membiaskan kontradiksi ini dengan alasan "tidak bisa diartikan secara harafiah"; "kosmolgi Buddhisme benar, tapi jangan dibandingkan dengan kosmolgi modern"; atau "Alam Brahma di luar jangakaun pikiran putthujhana", dan sebagainya.
Quote from: g.citra
QuoteSistem yang terdiri dari 7 bintang ini akan terlihat seolah-olah sebuah tata surya memiliki 7 bintang. Namun yang sebenarnya terjadi adalah 7 bintang beserta 7 tata surya telah bergabung menjadi satu sistem. Ketika fenomena ini terjadi, tata surya gabungan itu akan sangat panas. Planet-planet, satelit-satelit, maupun benda angkasa di sekitarnya akan habis terbakar. Bahkan bintang-bintang (matahari) itu sendiri pun pastilah akan habis terbakar. Dan perlu diingat juga bahwa setiap tata surya pasti berotasi mengelilingi pusat galaksi. Sehingga ledakan (kehancuran) ini diawali di area pusat galaksi.
Mengenai 7 bintang yang bersinggungan di titik pertemuan, saya tidak bertanya lebih lanjut ... Lalu mengenai yang di bold, darimana (adakah sumbernya) bahwa titik persinggungan 7 bintang ini ada di area pusat galaksi ?
Ini hanya intepretasi.
Mungkin saja ada pertemuan 7 bintang di area luar galaksi. Tapi mungkin juga ada pertemuan 7 bintang (atau bahkan lebih) di sekitar area pusat galaksi.
Quote from: g.citra
QuoteSelain itu, di dalam Kitab Vissudhimagga juga dinyatakan bahwa ketika matahari ketujuh muncul, maka seratus milyar tata surya lainnya juga akan habis terbakar. Seratus milyar tata surya lain ini sepertinya merujuk pada kumpulan tata surya di sekitarnya; yang notabene adalah galaksi, yakni Galaksi Bimasakti. Yang cukup mengejutkan, dalam pandangan astronomi barat, Galaksi Bimasakti juga dideteksi terdiri dari seratus milyar tata surya.
Menimbang referensi ini, sepertinya kiamat yang akan terjadi kelak adalah kiamat yang akan melanda seiisi Galaksi Bimasakti.
Oke anumodana suttanya ...
Ini jadi bahasan mengenai logika ... Kita berandai-andai ... seperti kita tau, bahwa matahari melakukan gerak revolusi terhadap bima sakti (sama halnya seperti bumi terhadap matahari), suatu saat, ada satu titik dimana matahari berada di tepat 'bersinggungan' dengan 6 bintang lain ... Saat salah satu bintang yang bertemu itu adalah matahari, itu yang dikenal dalam Buddhisme sebagai kiamat (bumi yang kita diami)...
Yang masih saya ragukan adalah mengenai penjelasan 7 bintang yang dapat menghacurkan 100 milyar (apalagi seisi galaksi ikut hancur karenanya) ...
Misal gini ...
Andaikata titik dimana 7 bintang itu berada di sisi luar barat galaksi, apakah sisi luar timur akan juga habis terbakar ? Ataukah memang ada penjelasan mengenai titik persinggungan revolusi 7 bintang itu terhadap bima sakti (khususnya di Vissudhimagga) ?
Di dalam Vissudhimagga memang tidak dijelaskan sedetil yang kita harapkan. Jadi saya jawab sesuai dengan intepretasi saya saja...
Sebuah galaksi terdiri dari bintang, planet, satelit, asteroid, meteorid, dan sebagainya. Bintang dikelilingi planet; planet dikelilingi satelit; asteroid dan meteorid juga melayang-layang di antara benda-benda angkasa. Kesemuanya bergerak memutar menuju ke arah pusat galaksi.
Ilustrasi Anda benar. Kurang lebih seperti itulah yang terjadi ketika ada pertemuan antara satu bintang dengan bintang yang lain. Karena setiap bintang bergerak menuju pusat galaksi, maka ada kemungkinan bintang akan bertemu dengan bintang lain. Pertemuan ini membentuk sistem biner yang sudah saya jelaskan sebelumnya.
Pergerakan bintang-bintang ini mirip dengan air yang bergerak melingkar menuju lubang wastafel. Bila ada bintang yang paling potensial untuk bertemu dengan bintang lain, maka dugaan kita sudah tentu mengarah pada bintang yang berada di sekitar pusat galaksi. Di sekitar pusat galaksi ini adalah area yang pekat dengan populasi bintang. Misalkan kerikil-kerikil yang ada di air wastafel, mereka semua tertarik ke arah lubang wastafel dan menyebabkan kerikil-kerikil itu secara serentak bergerak menuju ke arah titik yang sama. Seperti inilah analoginya. Ketika fenomena ini terjadi, pasti akan ada ledakan besar di pusat galaksi.
Tata surya kita berada di sisi luar Galaksi Bimasakti. Ini artinya (mungkin) perjalanan menuju ke pusat galaksi masih sangat lama. Di dalam Satta Suriya Sutta, dikatakan bahwa ketika munculnya matahari ke-7, maka Bumi kita akan terbakar habis. Menurut intepretasi saya, matahari yang terlihat dari Bumi hanya ada 7. Tetapi saya menduga ada lebih banyak lagi matahari yang saling bergerak mendekat satu sama lain saat itu.
Jadi sepertinya memang bukan karena pertemuan 7 bintang, maka Galaksi Bimasakti menjadi kiamat. Tetapi karena ada pertemuan-pertemuan bintang di sekitar pusat galaksi. Dan kelak, bintang di tata surya kita pun akan menghadapi momen seperti itu pula.
Quote from: gachapin on 10 March 2010, 10:30:38 PM
jangankan 7 matahari sejajar, 2 galaksi bertemu aja belon tentu kiamat.
2 galaksi bertemu yang rusak hampir gak ada, kalau menurut para astronom 2 galaksi bertemu kemungkinan ada planet yang tubrukan sama seperti 2 lalat tubrukan di atas danau toba.
Galaksi yang bertubrukan dengan galaksi lain memang belum tentu menghasilkan kiamat. Tapi itu ada penyebabnya...
Dalam buku yang dibaca oleh Bro Gachapin, yang digambarkan itu seolah-olah merupakan suatu tubrukan yang tanpa melibatkan gravitasi. Sepertinya alumni ITB itu lupa bahwa setiap benda besar pasti memiliki gravitasi, apalagi benda sebesar Galaksi Bimasakti yang memiliki diameter kurang lebih 100.000 tahun cahaya. SUdah tentu akibat gravitasinya pasti luar biasa. Bandingkan jaraknya dengan tata surya terdekat dari tata surya kita, yang hanya berjarak 3,5 tahun cahaya.
Seperti yang kita ketahui berdasarkan teori gravitasi (Newton), bahwa jika semakin besar suatu benda maka gravitasinya juga akan semakin besar. Coba kita bayangkan betapa besarnya gravitasi pusat galaksi yang "menahan" tata surya berada tetap pada lintasannya.
Dan bila ada dua buah galaksi yang memiliki gravitasi sangat besar saling menarik (masing-masing galaksi akan jatuh atau masuk ke dalam medan gravitasi lawannya), maka yang terjadi adalah
chaos yang luar biasa.
Saya merasa ada yang ganjil, mungkin ada yang bisa bantu untuk menjelaskan.
Dalam penjelasan Sdr. Upasaka telah disampaikan mengenai jarak, tapi bukankah dalam menentukan posisi sesuatu kita perlu mengetahui juga arah? Mengapa tanpa ada penentuan arah kita bisa langsung menentukan posisi berada di venus, antara bumi dengan mars, dsb? Padahal Bimasakti itu tidaklah datar seperti kertas, tapi ada ketinggian tertentu. Jika hanya menentukan jarak sih ok-ok saja tapi jika sudah melibatkan letaknya di antara mars-bumi, di venus, dsb, ini agak ganjil.
Ada yang bisa bantu untuk menjelaskan?
untuk mempersulit persoalan, bagaimana dengan dunia paralel?
dan dunia maya :P
Quote from: upasaka on 11 March 2010, 06:25:14 PM
Sekarang saya jabarkan perbandingannya...
1) Bhikkhu Nagasena secara implisit menyatakan bahwa jarak dari Alam Brahma ke Bumi sejauh 64.915.200 km. Kosmologi modern tidak menemukan suatu alam atau suatu benda yang berada di titik ini dari Bumi.
2) Bhikkhu Nagasena tidak menyebutkan ciri-ciri Alam Brahma atau benda lain yang bisa dijadikan patokan keberadaan Alam Brahma. Kosmologi modern hanya menemukan Planet Mars sebagai benda (tempat) yang memiliki jarak dari Bumi sejauh 69.000.000 km. Jarak ini sedikit lebih jauh dari perhitungan jarak Alam Brahma dari Bumi.
3) Bhikkhu Nagasena memberi ilustrasi dimana sebongkah batu dari Alam Brahma dapat mencapai Bumi. Ini menunjukkan bahwa Alam Brahma hanyalah sebuah tempat lain di luar Bumi; yang berarti kita bisa pergi ke Alam Brahma layaknya berangkat dari Jakarta ke New York.
4) Dari pemahaman pada poin ketiga, ini menunjukkan bahwa Alam Brahma berada dalam "dimensi" yang sama dengan Bumi.
Dalam kasus ini, pernyataan Bhikkhu Nagasena dalam Kitab Milinda Panha inilah yang merupakan kunci dari kontradiksi ini. Apakah kita mau menerima fakta bahwa di titik (64.915.200 km) itu tidak ada benda atau tempat apapun? Kalau kita mau menerimanya, kita hanya bisa menyimpulkan bahwa pernyataan Bhikkhu Nagasena ini adalah keliru; atau memang Alam Brahma yang tidak kelihatan dengan mata biasa. Kalau kita tidak mau menerima fakta tadi, kita hanya akan terus membiaskan kontradiksi ini dengan alasan "tidak bisa diartikan secara harafiah"; "kosmolgi Buddhisme benar, tapi jangan dibandingkan dengan kosmolgi modern"; atau "Alam Brahma di luar jangakaun pikiran putthujhana", dan sebagainya.
Ya, benar, kemungkinan memang benar alam brahma terletak kurang lebih di dekat planet Mars dan
kita hanya bisa berspekulasi bahwa poin2 yang anda katakan mungkin benar, karena kita tidak bisa membuktikannya secara langsung, terlebih karena kita tidak memiliki kemampuan mata dewa (dibbacakkhu)
Quote from: Kelana on 11 March 2010, 07:31:05 PM
Saya merasa ada yang ganjil, mungkin ada yang bisa bantu untuk menjelaskan.
Dalam penjelasan Sdr. Upasaka telah disampaikan mengenai jarak, tapi bukankah dalam menentukan posisi sesuatu kita perlu mengetahui juga arah? Mengapa tanpa ada penentuan arah kita bisa langsung menentukan posisi berada di venus, antara bumi dengan mars, dsb? Padahal Bimasakti itu tidaklah datar seperti kertas, tapi ada ketinggian tertentu. Jika hanya menentukan jarak sih ok-ok saja tapi jika sudah melibatkan letaknya di antara mars-bumi, di venus, dsb, ini agak ganjil.
Ada yang bisa bantu untuk menjelaskan?
Saya rasa arah tidak memiliki arti di ruang angkasa yang tidak terbatas ini (atau saya salah, ternyata ruang angkasa itu terbatas). Karena untuk menentukan arah, kita harus memiliki titik acuan yang mutlak diam di ruang angkasa, tetapi kenyataannya titik seperti ini tidak ada. Semua planet bergerak mengitari matahari/bintang dalam tata surya, semua bintang bergerak mengitari pusat galaksi, dan dari hasil pengamatan semua galaksi bergerak saling menjauhi (yang membuktikan bahwa alam semesta sedang memuai). Oleh karena itu, jika kita menentukan titik tertentu sebagai titik pusat, misalnya bumi, dan mengatakan planet P terletak pada titik koordinat (x,y,z) yang berarti pada arah mendatar dari bumi ia berjarak x, pada arah tegak dari bumi berjarak y, dan para arah yang tegak lurus bidang x-y bumi berjarak z, maka titik koordinat ini menjadi tidak berarti karena pastinya bumi bergerak mengitari matahari dengan periode revolusi tertentu dan planet P juga demikian dengan periode revolusi yang tidak sama, sehingga posisi dan jarak keduanya pasti berubah-ubah setiap waktu. Hal yang sama juga berlaku jika kita menetapkan titik pusat pada matahari atau pun pusat galaksi kita.
Note: Untuk pemuaian semesta, merupakan hasil pengamatan bahwa galaksi-galaksi bergerak menjauhi kita (galaksi bima sakti) dan bukan berarti galaksi bima sakti kita adalah pusat semesta yang diam. Karena pengamatan ini dilakukan dari bumi, maka terlihat galaksi-galaksi menjauhi kita, tetapi kita tidak tahu apakah galaksi kita yang menjauhi galaksi lain dan galaksi lain tersebut diam, apakah galaksi kita yang diam dan galaksi lain yang menjauhi kita, atau malah galaksi-galaksi tersebut bergerak saling menjauhi (jadi tidak ada yang diam), seperti jika kita berkendaraan, melihat bahwa pohon2 yang diam di pinggir jalan menjauhi kita dan kendaraan lain yang bergerak juga menjauhi kita. Namun para ahli meyakini bahwa semua galaksi bergerak saling menjauhi satu sama lain, tetapi belum menemukan titik pusat yang menjadi acuan gerak saling menjauhi tersebut karena pengamatannya di lakukan dari bumi.
Quote from: upasaka on 11 March 2010, 06:26:14 PM
Galaksi yang bertubrukan dengan galaksi lain memang belum tentu menghasilkan kiamat. Tapi itu ada penyebabnya...
Dalam buku yang dibaca oleh Bro Gachapin, yang digambarkan itu seolah-olah merupakan suatu tubrukan yang tanpa melibatkan gravitasi. Sepertinya alumni ITB itu lupa bahwa setiap benda besar pasti memiliki gravitasi, apalagi benda sebesar Galaksi Bimasakti yang memiliki diameter kurang lebih 100.000 tahun cahaya. SUdah tentu akibat gravitasinya pasti luar biasa. Bandingkan jaraknya dengan tata surya terdekat dari tata surya kita, yang hanya berjarak 3,5 tahun cahaya.
Seperti yang kita ketahui berdasarkan teori gravitasi (Newton), bahwa jika semakin besar suatu benda maka gravitasinya juga akan semakin besar. Coba kita bayangkan betapa besarnya gravitasi pusat galaksi yang "menahan" tata surya berada tetap pada lintasannya.
Dan bila ada dua buah galaksi yang memiliki gravitasi sangat besar saling menarik (masing-masing galaksi akan jatuh atau masuk ke dalam medan gravitasi lawannya), maka yang terjadi adalah chaos yang luar biasa.
;D
Tau berapa massa jenis hidrogen? 10^-1 kg/m3
Tau berapa massa jenis galaksi? 10^-21 kg/m3
Jangan asumsikan besar = massa jenis besar
Galaksi memang besar, tapi kopong
wakakaka, mantap gan
roti bakar lagi yukk
Quote from: seniya on 11 March 2010, 09:58:21 PM
Ya, benar, kemungkinan memang benar alam brahma terletak kurang lebih di dekat planet Mars dan
kita hanya bisa berspekulasi bahwa poin2 yang anda katakan mungkin benar, karena kita tidak bisa membuktikannya secara langsung, terlebih karena kita tidak memiliki kemampuan mata dewa (dibbacakkhu)
Timbul pertanyaan, yang berjarak sekitar 64.915.199.999 m itu, jarak antara orbit bumi dengan orbit mars atau jarak kedua planet ?
Quote from: seniya on 11 March 2010, 09:58:21 PM
Quote from: Kelana on 11 March 2010, 07:31:05 PM
Saya merasa ada yang ganjil, mungkin ada yang bisa bantu untuk menjelaskan.
Dalam penjelasan Sdr. Upasaka telah disampaikan mengenai jarak, tapi bukankah dalam menentukan posisi sesuatu kita perlu mengetahui juga arah? Mengapa tanpa ada penentuan arah kita bisa langsung menentukan posisi berada di venus, antara bumi dengan mars, dsb? Padahal Bimasakti itu tidaklah datar seperti kertas, tapi ada ketinggian tertentu. Jika hanya menentukan jarak sih ok-ok saja tapi jika sudah melibatkan letaknya di antara mars-bumi, di venus, dsb, ini agak ganjil.
Ada yang bisa bantu untuk menjelaskan?
Saya rasa arah tidak memiliki arti di ruang angkasa yang tidak terbatas ini (atau saya salah, ternyata ruang angkasa itu terbatas). Karena untuk menentukan arah, kita harus memiliki titik acuan yang mutlak diam di ruang angkasa, tetapi kenyataannya titik seperti ini tidak ada. Semua planet bergerak mengitari matahari/bintang dalam tata surya, semua bintang bergerak mengitari pusat galaksi, dan dari hasil pengamatan semua galaksi bergerak saling menjauhi (yang membuktikan bahwa alam semesta sedang memuai). Oleh karena itu, jika kita menentukan titik tertentu sebagai titik pusat, misalnya bumi, dan mengatakan planet P terletak pada titik koordinat (x,y,z) yang berarti pada arah mendatar dari bumi ia berjarak x, pada arah tegak dari bumi berjarak y, dan para arah yang tegak lurus bidang x-y bumi berjarak z, maka titik koordinat ini menjadi tidak berarti karena pastinya bumi bergerak mengitari matahari dengan periode revolusi tertentu dan planet P juga demikian dengan periode revolusi yang tidak sama, sehingga posisi dan jarak keduanya pasti berubah-ubah setiap waktu. Hal yang sama juga berlaku jika kita menetapkan titik pusat pada matahari atau pun pusat galaksi kita.
Note: Untuk pemuaian semesta, merupakan hasil pengamatan bahwa galaksi-galaksi bergerak menjauhi kita (galaksi bima sakti) dan bukan berarti galaksi bima sakti kita adalah pusat semesta yang diam. Karena pengamatan ini dilakukan dari bumi, maka terlihat galaksi-galaksi menjauhi kita, tetapi kita tidak tahu apakah galaksi kita yang menjauhi galaksi lain dan galaksi lain tersebut diam, apakah galaksi kita yang diam dan galaksi lain yang menjauhi kita, atau malah galaksi-galaksi tersebut bergerak saling menjauhi (jadi tidak ada yang diam), seperti jika kita berkendaraan, melihat bahwa pohon2 yang diam di pinggir jalan menjauhi kita dan kendaraan lain yang bergerak juga menjauhi kita. Namun para ahli meyakini bahwa semua galaksi bergerak saling menjauhi satu sama lain, tetapi belum menemukan titik pusat yang menjadi acuan gerak saling menjauhi tersebut karena pengamatannya di lakukan dari bumi.
Mungkin benar arah tidak berlaku jika kita tidak memiliki acuan lainnya dalam menentukan koordinat sesuatu. Tapi dalam pembahasan alam brahma ini kita memiliki acuannya yaitu bumi. Jadi bukankah selama bumi itu bergerak kemana pun di alam semesta ini maka bumi menjadi titik pusat dalam penentuan arah alam brahma terhadap bumi? Kecuali alam brahma sifatnya statis ,tidak bergerak, tapi ini sepertinya dapat disanggah karena ada tertulis bahwa setiap galaksi memiliki alam brama, jadi jika galaksi kita berpindah tempat seharusnya alam brama pun ikut, mungkin :-?
Quote from: Kelana on 11 March 2010, 07:31:05 PM
Saya merasa ada yang ganjil, mungkin ada yang bisa bantu untuk menjelaskan.
Dalam penjelasan Sdr. Upasaka telah disampaikan mengenai jarak, tapi bukankah dalam menentukan posisi sesuatu kita perlu mengetahui juga arah? Mengapa tanpa ada penentuan arah kita bisa langsung menentukan posisi berada di venus, antara bumi dengan mars, dsb? Padahal Bimasakti itu tidaklah datar seperti kertas, tapi ada ketinggian tertentu. Jika hanya menentukan jarak sih ok-ok saja tapi jika sudah melibatkan letaknya di antara mars-bumi, di venus, dsb, ini agak ganjil.
Ada yang bisa bantu untuk menjelaskan?
[spoiler=Tata Surya](https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Frocksfromspace.open.ac.uk%2Fimages%2Fsolar_system4.jpg&hash=67345933cd60c9514c8e7836b81ae9c26e5f58f0)
Sebagai keterangan (mungkin untuk teman-teman yang belum tahu), nama benda-benda angkasa dari kiri ke kanan adalah: Matahari-Merkurius-Venus-Bumi-Bulan-Mars-Sabuk Asteroid-Jupiter-Saturnus-Uranus-Neptunus-Pluto[/spoiler]
Betul. Menurut perhitungan, jarak dari Alam Brahma ke Bumi adalah sejauh 64.915.200 km. Informasi ini hanya menyajikan data mengenai jarak, dan tidak menyajikan data mengenai arah. Karena itu, letak pasti Alam Brahma masih belum diketahui dari referensi ini. Artinya, dalam radius sejauh 64.915.200 km dari Bumi ke segala penjuru arah itulah letak kemungkinan Alam Brahma berada.
Seperti yang kita ketahui, Planet Merkurius dan Planet Venus memiliki jarak yang lebih dekat ke Matahari dibandingkan Bumi. Sedangkan Bumi memiliki jarak yang lebih dekat ke Matahari dibandingkan Planet Mars. Dengan demikian Bumi tidak akan mungkin memiliki jarak ke Matahari yang lebih dekat daripada Merkurius maupun Venus; dan Bumi juga tidak akan mungkin memiliki jarak ke Matahari yang lebih jauh daripada Mars. Sebab Merkurius-Venus-Bumi-Mars memiliki lintasan orbitnya masing-masing.
Tata surya bukanlah sebuah sistem yang hanya berbentuk bidang horisontal, vertikal maupun diagonal. Tata surya adalah sebuah sistem yang bahkan mencakup semua bentuk bidang itu. Oleh karena itu saya sendiri sejak awal tidak pernah menyatakan bahwa kemungkinan Alam Brahma ada di Venus atau Mars. Jarak Bumi ke Venus hanya sekitar 42.000.000 km; dan jarak Bumi ke Mars yang paling dekat hanya berkisar 69.000.000 km. Tentunya radius ini sudah tidak sama dengan hasil perhitungan. Makanya di postingan sebelumnya, saya memakai kalimat kesimpulan bahwa "kemungkinan Alam Brahma berada di sekitar arah luar Bumi mendekati Planet Mars; dan atau di sekitar arah luar Bumi mendekati Planet Merkurius".
Quote from: gachapin on 11 March 2010, 10:09:43 PM
Quote from: upasaka on 11 March 2010, 06:26:14 PM
Galaksi yang bertubrukan dengan galaksi lain memang belum tentu menghasilkan kiamat. Tapi itu ada penyebabnya...
Dalam buku yang dibaca oleh Bro Gachapin, yang digambarkan itu seolah-olah merupakan suatu tubrukan yang tanpa melibatkan gravitasi. Sepertinya alumni ITB itu lupa bahwa setiap benda besar pasti memiliki gravitasi, apalagi benda sebesar Galaksi Bimasakti yang memiliki diameter kurang lebih 100.000 tahun cahaya. SUdah tentu akibat gravitasinya pasti luar biasa. Bandingkan jaraknya dengan tata surya terdekat dari tata surya kita, yang hanya berjarak 3,5 tahun cahaya.
Seperti yang kita ketahui berdasarkan teori gravitasi (Newton), bahwa jika semakin besar suatu benda maka gravitasinya juga akan semakin besar. Coba kita bayangkan betapa besarnya gravitasi pusat galaksi yang "menahan" tata surya berada tetap pada lintasannya.
Dan bila ada dua buah galaksi yang memiliki gravitasi sangat besar saling menarik (masing-masing galaksi akan jatuh atau masuk ke dalam medan gravitasi lawannya), maka yang terjadi adalah chaos yang luar biasa.
;D
Tau berapa massa jenis hidrogen? 10^-1 kg/m3
Tau berapa massa jenis galaksi? 10^-21 kg/m3
Jangan asumsikan besar = massa jenis besar
Galaksi memang besar, tapi kopong
Betul. Planet Jupiter yang diameternya 10 kali lebih lebar dari diameter Bumi, yang memiliki total volume lebih dari 1.000 Bumi, yang beratnya 2,5 kali dari total berat planet lain di Tata Surya; hanya memiliki massa jenis 1,314 kali dari air.
Tapi jangan ditanya mengenai daya gravitasinya. Salah satu "jasa" Jupiter yakni sebagai "mesin vacum cleaner" di Tata Surya kita. Dengan ukuran tubuhnya yang begitu besar, Planet Jupiter memiliki daya gravitasi sangat kuat; sehingga banyak meteorid dan asteorid yang ditarik olehnya. Kemampuan ini jauh meminimalisasi kemungkinan meteorid dan asteorid untuk menabrak planet-planet lain (misalnya Bumi).
Quote from: g.citra on 11 March 2010, 10:28:46 PM
Quote from: seniya on 11 March 2010, 09:58:21 PM
Ya, benar, kemungkinan memang benar alam brahma terletak kurang lebih di dekat planet Mars dan
kita hanya bisa berspekulasi bahwa poin2 yang anda katakan mungkin benar, karena kita tidak bisa membuktikannya secara langsung, terlebih karena kita tidak memiliki kemampuan mata dewa (dibbacakkhu)
Timbul pertanyaan, yang berjarak sekitar 64.915.199.999 m itu, jarak antara orbit bumi dengan orbit mars atau jarak kedua planet ?
Jarak itu adalah radius dari Bumi ke Alam Brahma, dan sebaliknya. Sejauh ini, jarak terdekat antara Bumi dengan Planet Mars yang pernah dideteksi hanya berkisar 69.000.000 km. Biasanya jarak Bumi dan Planet Mars berkisar 78.000.000 km.
sepertinya rumus s = v.t hanya berlaku untuk gerak lurus beraturan (horizontal) yang di bumi deh
kalo batu dilempar ke bumi dari alam brahma kan ga ada gravitasi..mau dibilang gerakan vertikal jatuh jg nggak bisa...
jd perhitungan di atas ga valid..
Quote from: No Pain No Gain on 09 February 2011, 11:39:03 PM
sepertinya rumus s = v.t hanya berlaku untuk gerak lurus beraturan (horizontal) yang di bumi deh
kalo batu dilempar ke bumi dari alam brahma kan ga ada gravitasi..mau dibilang gerakan vertikal jatuh jg nggak bisa...
jd perhitungan di atas ga valid..
kalo rumus kan gravitasi itu diwakilkan sama g, atau yg sejenisnya itu a (percepatan).
but eniwe
perhitungan jarak kita ke planet/galaxy laen itu sebenarnya tidak lurus, karena perhitungan kita itu berdasarkan cahaya yg pada jalurnya itu terpengaruh gravitasi benda2 luar angkasa sekitar.
Quote from: No Pain No Gain on 09 February 2011, 11:39:03 PM
sepertinya rumus s = v.t hanya berlaku untuk gerak lurus beraturan (horizontal) yang di bumi deh
kalo batu dilempar ke bumi dari alam brahma kan ga ada gravitasi..mau dibilang gerakan vertikal jatuh jg nggak bisa...
jd perhitungan di atas ga valid..
CMIIW, kalau yg ada pengaruh percepatan jadinya
s= v0.t + 1/2.a.t^2
jarak = kecepatan awal kali waktu ditambah dengan setengah kali percepatan kali waktu dikuadratkan
wah jadi kembali ke jaman dulu sekolah nih ;D
Coba ke alam brahma ngukur sendiri ?
hohohohoho
SIAP JENDERAL.... *keluarin pengaris dari kantong*
Quote from: Sumedho on 10 February 2011, 10:48:16 AM
SIAP JENDERAL.... *keluarin pengaris dari kantong*
Kantong-nya di tengah badan...
** Doraemon
Quote from: upasaka on 09 March 2010, 03:05:47 PM
Sebagai perbandingan: - jarak di antara Matahari dan Bumi adalah 149.669.000 km
- jarak di antara Bulan dan Bumi adalah 384.400 km
- jarak di antara Planet Jupiter dan Bumi berkisar 893.000.000 sampai 964.000.000 km
- jarak di antara Planet Mars dan Bumi pada tanggal 27-31 Oktober 2005 adalah 69.000.000 km
sepertinya yg jarak planet lain ke bumi maksudnya adalah jarak orbit jupiter dan orbit bumi.
soalnya planet2 yg mengitari matahari kan tidak berada pada 1 garis lurus terus.
jadi jarak antar planet berubah2. yg jarak relatif tetap adalah jarak antar obit, atau jarak thd titik pusatnya (matahari)
cmiiw
Quote from: tesla on 10 February 2011, 01:51:41 PM
sepertinya yg jarak planet lain ke bumi maksudnya adalah jarak orbit jupiter dan orbit bumi.
soalnya planet2 yg mengitari matahari kan tidak berada pada 1 garis lurus terus.
jadi jarak antar planet berubah2. yg jarak relatif tetap adalah jarak antar obit, atau jarak thd titik pusatnya (matahari)
cmiiw
Jarak terdekat...
Quote from: Sumedho on 10 February 2011, 10:48:16 AM
SIAP JENDERAL.... *keluarin pengaris dari kantong*
mmm... maap, kalo ngak keberatan, boleh saya pinjamkan meteran?
lumayan loh panjangnya 5 meter dibanding penggaris 10 cm :)).
Quote from: comel on 10 February 2011, 09:13:34 PM
mmm... maap, kalo ngak keberatan, boleh saya pinjamkan meteran?
lumayan loh panjangnya 5 meter dibanding penggaris 10 cm :)).
huh.... memang ada meteran ada gambar winnie the pooh dan telletubies barengan? kalo ada kek penggaris aye, baru kita bicara...