Ini saya peroleh dari forum tetangga tentang berbagai metode debat yang "kotor" untuk menjatuhkan lawan yang penulisnya tidak diketahui:
Quote
Untuk yg sdg belajar berdiskusi, boleh jadi pedoman, spy kita bisa berdiskusi dgn baik
****************************
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman berdiskusi dengan berbagai macam,
maka
saya dapat mengetahui adanya taktik-taktik kotor dengan metode
pemutarbalikan logika yang sangat mendasar.
Sasaran mereka adalah jelas, yaitu orang-orang yang gullible ( mudah
dipengaruhi ).
Ciri khasnya adalah mempunyai daya kritis lemah dan mudah
ditakut-takuti.
Dirty Tactics in Discussion : Taktik Kotor dengan Metode Pembodohan
Logika :
1. Ad Hominem :
Menyerang orangnya bukan menjawab isinya.
Ketika seorang arguer tidak dapat mempertahankan posisinya dengan
evidence /
fakta / reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.
2. Appeal to Ignorance ( Argumentum ex silentio ) :
Menganggap suatu ketidaktahuan sebagai fakta atas sesuatu.
Misalnya : Kita tidak memiliki bukti bahwa tidak ada kecurangan, maka
berarti ada kecurangan.
Padahal, ketiada-tahuan akan sesuatu hal tidak menyatakan bahwa sesuatu
itu
ada ataupun tidak ada.
3. Appeal to Belief :
Bila anda tidak memiliki kepercayaan, maka anda tidak akan mengerti.
Bila seorang pendebat berdasarkan pada kepercayaan sebagai dasar dari
argumennya, maka tiada lagi yang dapat dibicarakan dalam diskusi.
Itu namanya bukan diskusi, tapi pemaksaan kepercayaan.
4. Argument from Authority ( Argumentum ad verecundiam ) :
Menggunakan kata-kata "para ahli" atau membawa-bawa otoritas sebagai
dasar
dari argumen instead of menggunakan logic dan fakta untuk men-support
argumen itu.
Misalnya : Profesor Anu mengatakan bahwa creation-science adalah betul.
Sesuatu tidak lantas menjadi benar hanya karena suatu otoritas
mengatakan
sesuatu hal.
Bila pendebat memberikan testimoni dari seorang ahli, lihat apakah
dilengkapi dengan alasan yang logis dan masuk akal, serta hati-hati
terhadap
keotentikan sumber dan evidence di belakangnya.
5. Argument from Adverse Consequences :
Hanya karena suatu peristiwa terjadi, tidak menyatakan sesuatu mengenai
eksitensi maupun non-eksistensi dari sesuatu.
Ataupun tidak menyatakan suatu keharusan untuk mempercayai sesuatu.
5. Menakut-nakuti ( Argumentum ad Baculum ) :
Argumen yang didasarkan pada tekanan atau rasa takut
Misalnya : Saya telah diberi kuasa oleh Negara, bila Anda tidak percaya
kepada saya, maka Anda akan masuk Daftar Orang Tercela.
6. Argumentum ad Ignorantiam :
Argumen yang mempelesetkan ketidaktahuan seseorang.
Misalnya : Pernyataan bahwa saya pasti betul karena tidak ada yang
pernah
membuktikan salah.
8. Argumentum ad populum :
Argumen yang digunakan untuk mendapatkan popularitas dengan menggunakan
issue-issue yang sentimental daripada menggunakan fakta atau alasan.
9. Bandwagon Fallacy :
Menyimpulkan suatu idea adalah benar hanya karena banyak orang
mempercayainya demikian.
Hanya karena sekian banyak orang mempercayai sesuatu tidaklah
membuktikan
atau menyatakan fakta mengenai sesuatu.
10. Begging the question :
Mengantisipasi jawaban.
11. Circular Reasoning
Makhluk Adi Kuasa ada karena Kitab Suci menyatakan demikian.
Kitab Suci diwahyukan oleh Tuhan.
12. Confusion of Correlation and Causation :
Misalnya : Anak yang menonton acara kekerasan di TV cenderung untuk
menjadi
ganas ketika ia dewasa.
Tetapi apakah program di TV itu menyebabkan kekerasan ataukah anak-anak
yang
berbakat ganas cenderung menonton acara kekerasan di TV ???
13. Half Truths :
Suatu pernyataan yang biasanya ditujukan untuk menipu seseorang dengan
menyembunyikan sebagian fakta / kebenaran.
14. Communal Reinforcement :
Suatu proses dimana suatu klaim menjadi suatu kepercayaan kuat melalui
suatu
pernyataan yang diulang-ulang oleh suatu anggota komunitas.
Proses ini independent terhadap kebenaran klaim tersebut dan tidak
didukung
oleh data empiris yang signifikan untuk menggaransi bahwa kepercayaan
itu
didukung oleh alasan yang reasonable.
15. Non-Sequitur :
Nggak nyambung.
Suatu kesimpulan yang diambil tidak didasarkan pada suatu premis
ataupun
evidence / fakta.
16. Post Hoc, Ergo Propter Hoc :
Itu terjadi sebelumnya, maka itu disebabkan olehnya.
Semacam non-sequitur, tetapi berdasarkan waktu.
Misalnya : Seseorang menjadi sakit setelah pergi ke Mall, maka Mall
adalah
sumber penyakit.
Padahal sakitnya tidak disebabkan oleh sesuatu yang ada hubungannya
dengan
kepergiannya ke Mall.
17. Red Herring :
Sering terjadi ... sang pendebat buru-buru mengalihkan perhatian /
subyek
pembicaraan.
18. Statistic of Small Number :
Satu kasus digunakan untuk menjudge keseluruhan.
Hanya karena suatu kejadian, tidak dapat mewakili kemungkinan
keseluruhannya.
18. Straw Man :
Manusia jerami
Membuat suatu skenario yang salah image yang menyesatkan, kemudian
menyerangnya.
20. Dua Salah Menjadi Benar
Misalnya : Siapakah kamu yang mengatakan saya demikian apabila kamu
juga
begitu.
Saya mencoba menjustify apa yang saya lakukan dengan melemparkan
kesalahan
yang sama pada Anda sebagai teman diskusi saya.
21 Observational Selection
Menggembar-gemborkan kejadian yang menguntungkan dan menutupi kejadian
yang
merugikan.
Maksud saya memposting ini bukan agar metode ini digunakan supaya bisa menang debat di forum ini ataupun forum mana pun, tetapi agar kita di sini tidak terpancing untuk berdebat dengan cara kotor demikian dan mengantisipasi supaya diskusi/tanya jawab di forum ini tidak menjadi ajang perdebatan yang kotor seperti ini.
Semoga bermanfaat.
			
				cara sepert itu hanya digunakan oleh para pengecut...  :)) :)) :)) ....
			
			
			
				Setuju Bro Seniya,saya sering berhadapan dengan orang2 seperti itu..
Anumodana _/\_
			
			
			
				Saya tambahkan boleh tidak?dari versi saya?
Bro Seniya GRP send to you :)
			
			
			
				tertawa, dalam berdikusi termasuk ga? 
			
			
			
				Quote from: The Ronald on 03 March 2010, 10:19:46 PM
tertawa, dalam berdikusi termasuk ga? 
kalau orang lagi berbicara "serius" dan kemudian "isi substansi" nya di kaburkan dengan cara "joke" yang menyerang pribadi gimana ya menurut anda?
Anumodana _/\_
			
 
			
			
				yah..menurut anda gimana? aku seh rada ga suka .. masalahnya apakah lawan bicara tau kita lagi bicara serius?
apa lagi di jawab dgn hihihi bla bla bla, atau  bla bla bla..hihihi.. atau hi3 bla bla bla
yah kira2 yg mirip ada buat di facebook itu.. numpung di bahas... saya tanya sekalian :P
			
			
			
				Quote from: The Ronald on 03 March 2010, 10:32:30 PM
yah..menurut anda gimana? aku seh rada ga suka .. masalahnya apakah lawan bicara tau kita lagi bicara serius?
apa lagi di jawab dgn hihihi bla bla bla, atau  bla bla bla..hihihi.. atau hi3 bla bla bla
yah kira2 yg mirip ada buat di facebook itu.. numpung di bahas... saya tanya sekalian :P
Itu menunjukan si lawan bicara levelnya rendah,atau yang dibilang Teks pecundang,atau kita mau kasih "judul" baru?Saya lebih menghormati orang yang berbicara sesuai dengan substansi,bukan malah ngelantur.. :)
Anumodana _/\_
			
 
			
			
				yah bagus lah klo menyadari, mohon lain kali klo berdiskusi jgn berbuat demikian
			
			
			
				Quote from: The Ronald on 03 March 2010, 10:36:53 PM
yah bagus lah klo menyadari, mohon lain kali klo berdiskusi jgn berbuat demikian
bunga2 ini ditujukan kepada "siapa" ya? :)
_/\_
			
 
			
			
				buat bro riky_dave ...
			
			
			
			
			
				terima kasih telah mengingatkan.
saya belajar dari kesalahan.
 _/\_
			
			
			
				kadang kita sendiiri tdk sadar apa yg kita lakukan, kadang kita tdk menyadari proses batin kita sendiri ketika kita berdiskusi. kadang dengan segala cara mengharapkan bahwa pandangan kitalah yg benar dan yg lain salah......... semoga kita semua bisa belajar dari kesalahan yang ada. 
Terima kasih sudah mengingatkan.
Btw kalo misalnya kita melihat ada org dalam berdiskusi dengan mengunakan cara cara seperti diatas, melihat bahwa kata katanya bukan lagi utk berdiskusi tetapi menjudge gt, mencari celah atas penjelasan org lain dan menyerangnya,  terus kita tdk mao meladeninya lagi, anggap aja dia benar, biar dia puas, agar tdk berkelanjutan, bukan karena kita tdk ingin berdiskusi, melainkan melihat tdk gunanya berdiskusi lebih panjang, apakah hal ini termasuk cara yg tdk benar??  ^:)^ karena saya sering jg gt, kalo udh melihat si lawan bicara bukan lagi bertujuan diskusi melainkan mengejudge, terus mnencari cari kemenangan, ya udh nurut aja dan biarkan dia menikmati egonya. 
			
			
			
				Menurut Buddha :
PASURA SUTTA
Perselisihan Mempertahankan Pandangan -- dan Kesia-siaannya
1.    Banyak orang mengatakan bahwa kemurnian hanyalah milik mereka saja. Mereka tidak mengatakan bahwa ada pula kemurnian di dalam ajaran-ajaran lain. Mereka menyatakan bahwa ajaran yang mereka tekuni adalah yang paling hebat, sehingga secara terpisah mereka mengukuhi beranekaragam kebenaran. 
2.    Mereka yang ikut berbantahan, setelah ikut bergabung, mulai berselisih dan saling menyebut 'manusia tolol'. Karena bergantung pada guru tertentu, mereka mencari pujian, dan menyebut diri mereka 'pakar'. 
3.    Karena terlibat perselisihan di antara banyak orang, pendebat itu menjadi frustasi pada waktu mencari pujian bagi dirinya. Bila kalah dia menjadi terpukul, lalu mencari-cari kesalahan manusia lain, dan bila dikritik dia marah.    
4.    Ketika mereka yang telah menguji pertanyaan-pertanyaannya mengatakan bahwa pembicaraannya salah, dia bersedih, meratap dan menangis dalam perselisihan-perselisihan yang tak berharga, seraya mengatakan: 'Mereka telah mengalahkan saya!'    
5.    Perselisihan-perselisihan ini muncul di antara para pertapa dan akibatnya muncullah rasa gembira yang meluap-luap serta rasa tertekan. Melihat hal ini, hindarilah perselisihan. Tidak ada nilai yang terkandung kecuali pujian yang dimenangkan dengan cara itu.    
6.    Dia yang dipuji di antara banyak orang --karena telah berhasil mempertahankan pandangannya-- akan dipenuhi perasaan senang dan pikirannya terbuai kegembiraan yang meluap-luap karena telah menjadi pemenang.    
7.    Kegembiraan yang meluap-luap itu sendiri adalah landasan untuk keruntuhannya; karena dia tetap akan berbicara dengan kesombongan dan kecongkakan. Melihat hal ini, seharusnya manusia tidak berselisih; karena para bijaksana tidak pernah mengatakan bahwa kemurnian dapat dicapai dengan perselisihan.    
8.    Bagaikan si pemberani yang kokoh kuat karena makanan yang baik, dia meraung maju mencari lawan. Di mana pun ada lawan semacam itu, engkau boleh pergi ke sana. Namun ingatlah, di sini tidak lagi tersisa apa pun yang dapat menimbulkan perkelahian.    
9.    Dengan mereka yang telah memegangi suatu teori dan kemudian bersikeras mengenai hal itu dengan menyatakan bahwa hanya teori itu saja yang benar, engkau boleh berbicara pada mereka. Tetapi ingatlah, 'tidak ada lawan untuk bertempur denganmu'.    
10.    Apakah yang akan kau peroleh dari mereka yang menang setelah mengatasi lawan tanpa membalas satu teori dengan teori lain, o, pemberani? Bagi mereka, tidak sesuatu pun dipegang sebagai yang tertinggi.    
11.    Dengan berspekulasi di pikiran mengenai berbagai pandangan filsafat yang berbeda, engkau telah merenungkan pandangan-pandangan itu. Tetapi engkau tidak dapat maju sembari mengikatkan diri pada manusia yang telah murni. 
			
			
			
				MAGANDIYA SUTTA
Magandiya
(Mirip dengan sutta sebelumnya)
[Dialog antara Magandiya dan Sang Buddha pada saat Magandiya menawarkan putrinya pada Sang Buddha untuk dijadikan istri.]
1.    Sang Buddha: 'Bahkan ketika melihat putri-putri Mara1 yaitu Tanha (nafsu keinginan), Rati (kemelekatan) dan Raga (nafsu indera), tidak ada sedikit pun nafsu jasmani yang muncul di dalam diriku untuk berhubungan. Apa pula benda yang penuh air kencing dan kotoran ini? Bahkan dengan kakiku pun aku tak ingin menyentuhnya!' 
2.    Magandiya: Jika engkau tidak menginginkan permata ini, putri yang diinginkan oleh banyak raja, katakanlah apa pandanganmu, bagaimanakah cara hidupmu sesuai dengan moralitas dan praktek, serta masa depanmu.    
3.    Sang Buddha: O, Magandiya, setelah mempelajari apa yang dilekati erat-erat oleh manusia, aku tidak mengatakan 'Inilah yang kukatakan'. Dengan melihat semua pandangan ini --namun tidak melekatinya-- dan karena mencari kebenaran, kutemukan kedamaian di dalam diri. 
4.    Magandiya: Pertapa agung, tanpa melekati pandangan-pandangan yang tergabung dalam sistem-sistem spekulatif itu, engkau membicarakan kedamaian di dalam. Bagaimanakah hal itu dapat dijelaskan oleh para bijaksana?    
5.    Sang Buddha: Aku tidak mengatakan bahwa manusia mencapai 'kesucian' lewat pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Kesucian tidak juga dapat dicapai tanpa pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Pencapaian kesucian hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana namun tidak melekatinya sebagai tujuan. Hanya dengan cara itulah manusia mencapai kesucian dan tidak merindukan tumimbal lahir.    
6.    Magandiya: Jika engkau tidak mengatakan bahwa 'kesucian' tidak dicapai lewat pandangan, tradisi, pengetahuan dan ritual, dan tidak juga lewat tidak adanya itu semua -- bagiku tampaknya pengetahuanmu itu omong kosong, karena beberapa manusia menganggap bahwa 'penyucian' berasal dari pandangan. 
7.    Sang Buddha: Karena pandanganmulah engkau terus-menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Hal ini disebabkan oleh karena engkau terobsesi dan berpegang erat pada pendapat-pendapat yang sudah terbentuk sebelumnya. Dari pandangan ini engkau belum memperoleh pengertian sedikit pun: itulah sebabnya engkau melihat ini semua sebagai omong kosong.    
8.    Bila seseorang menganggap dirinya 'setara', 'lebih rendah', atau 'lebih tinggi' dibanding yang lain, dengan alasan itu pula dia langsung masuk ke dalam perdebatan. Tetapi di dalam diri orang yang tidak tergerak oleh ketiga macam pengukuran ini tidak ada pikiran-pikiran semacam itu -yaitu 'setara', 'lebih rendah' atau 'lebih tinggi'. 
9.    Mengapa Arahat harus berbantahan dengan orang yang cukup dia beritahu dengan mengatakan 'Ini kebenaran' atau 'Itu kebohongan'? Jika orang tidak memiliki pikiran-pikiran 'setara' atau 'tidak setara', dengan siapakah dia dapat bersitegang? 
10.    Pertapa yang telah meninggalkan rumahnya dan tidak membina hubungan intim di desa-desa, bebas dari nafsu birahi, tidak dikuasai oleh rasa senang (terhadap nafsu duniawi) -- dia tidak terjebak masuk ke dalam percakapan-percakapan yang dapat menimbulkan perselisihan dengan orang lain. 
11.    Manusia agung yang berkelana di dunia ini terbebas dari pandangan-pandangan, tidak melekatinya dan tidak masuk ke dalam perselisihan. Bagaikan bunga teratai berduri yang muncul dengan tangkainya tanpa ternoda oleh lumpur dan air, begitu pula sang pertapa --pembicara perdamaian yang bebas dari nafsu-- tidak ternoda oleh dunia dan nafsu-nafsu jasmaninya. 
12.    Orang bijaksana itu tidak menjadi sombong melalui pandangan atau pengetahuan, karena dia tidak melekati hal-hal semacam itu. Dia tidak tergoda oleh tindakan dan tidak pula tergoda oleh belajar, karena ia tidak melekat dalam setiap keadaan.    
13.    Tidak ada ikatan bagi dia yang telah terbebas dari ide, dan tidak ada salah pandangan bagi dia yang telah terbebas lewat kebijaksanaan. Mereka yang mengukuhi ide dan pandangan, berkelana dan masuk ke dalam perselisihan di dunia. 
			
			
			
				^
:hammer: :hammer: :hammer:  , diskusi pake menang segala........
			
			
			
				Quote from: johan3000 on 04 March 2010, 09:37:19 AM
thanks bro seniya atas posting yg menarik...
kalau begitu gw minta
TAKTIK BERSIH memenangkan diskusi....
Baca Sutta. Buddha tidak pernah pakai cara-cara kotor begitu, tapi mahir sekali berdebat. 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 04 March 2010, 10:22:04 AM
Quote from: johan3000 on 04 March 2010, 09:37:19 AM
thanks bro seniya atas posting yg menarik...
kalau begitu gw minta
TAKTIK BERSIH memenangkan diskusi....
Baca Sutta. Buddha tidak pernah pakai cara-cara kotor begitu, tapi mahir sekali berdebat. 
siapa yg mengjudge kalo dia yg menang debat ?  ;D
			
 
			
			
				Quote from: 7 Tails on 04 March 2010, 10:28:26 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 04 March 2010, 10:22:04 AM
Quote from: johan3000 on 04 March 2010, 09:37:19 AM
thanks bro seniya atas posting yg menarik...
kalau begitu gw minta
TAKTIK BERSIH memenangkan diskusi....
Baca Sutta. Buddha tidak pernah pakai cara-cara kotor begitu, tapi mahir sekali berdebat. 
siapa yg mengjudge kalo dia yg menang debat ?  ;D
Saya tidak bilang "menang/kalah", tetapi "mahir". 
Baca saja, dan "judge for yourself". 
			
 
			
			
				Quoteby johan 3000
thanks bro seniya atas posting yg menarik...
kalau begitu gw minta
TAKTIK BERSIH memenangkan diskusi....
Iya ya...penasaran juga gue he...he :-?
			
 
			
			
				tanya donk... ini maksudnya apa:
Quote5. Argument from Adverse Consequences :
Hanya karena suatu peristiwa terjadi, tidak menyatakan sesuatu mengenai
eksitensi maupun non-eksistensi dari sesuatu.
Ataupun tidak menyatakan suatu keharusan untuk mempercayai sesuatu.
10. Begging the question :
Mengantisipasi jawaban.
13. Half Truths :
Suatu pernyataan yang biasanya ditujukan untuk menipu seseorang dengan
menyembunyikan sebagian fakta / kebenaran.
14. Communal Reinforcement :
Suatu proses dimana suatu klaim menjadi suatu kepercayaan kuat melalui
suatu
pernyataan yang diulang-ulang oleh suatu anggota komunitas.
Proses ini independent terhadap kebenaran klaim tersebut dan tidak
didukung
oleh data empiris yang signifikan untuk menggaransi bahwa kepercayaan
itu
didukung oleh alasan yang reasonable.
			
				Quote from: tesla on 04 March 2010, 12:41:53 PM
tanya donk... ini maksudnya apa:
Quote5. Argument from Adverse Consequences :
Hanya karena suatu peristiwa terjadi, tidak menyatakan sesuatu mengenai
eksitensi maupun non-eksistensi dari sesuatu.
Ataupun tidak menyatakan suatu keharusan untuk mempercayai sesuatu.
misal : karena ka'bah itu ada maka Allah itu ada
10. Begging the question :
Mengantisipasi jawaban.
misal : Si A dari tadi emang pegi kepasar, trus u pikir pasti deh si A kagak mandi, yah diakan emang mandi dulu lah namanya juga mo kepasar.
13. Half Truths :
Suatu pernyataan yang biasanya ditujukan untuk menipu seseorang dengan
menyembunyikan sebagian fakta / kebenaran.
misal : Tiket murah ke Singapura, cuma Rp 99.000 
nb: padahal ada biaya2 lainnya 
14. Communal Reinforcement :
Suatu proses dimana suatu klaim menjadi suatu kepercayaan kuat melalui
suatu
pernyataan yang diulang-ulang oleh suatu anggota komunitas.
Proses ini independent terhadap kebenaran klaim tersebut dan tidak
didukung
oleh data empiris yang signifikan untuk menggaransi bahwa kepercayaan
itu
didukung oleh alasan yang reasonable.
misal : kek pergaulan teenager :P  kalo banyak orang yg dianggap cool make kacamata, pasti deh banyak yg pake kacamata
kiranya kek gitu kali yah ? ;D
			
 
			
			
				Quote from: bond on 04 March 2010, 12:25:47 PM
Quoteby johan 3000
thanks bro seniya atas posting yg menarik...
kalau begitu gw minta
TAKTIK BERSIH memenangkan diskusi....
Iya ya...penasaran juga gue he...he :-?
Saya pikir dalam diskusi tidak bertujuan untuk melihat siapa yang benar (yang menang) dan siapa yang salah (kalaH), melainkan untuk membahas suatu topik dari berbagai sudut pandang para peserta dan memperoleh suatu kesimpulan yang dapat diterima bersama. Oleh sebab itu, diskusi bukan debat yang harus dimenangkan.
Dalam diskusi bisa saja pendapat/pandangan kita ternyata tidak sesuai dengan kesimpulan yang dicapai, oleh sebabnya jika demikian halnya kita harus menerima kenyataan demikian dengan lapang dada dan menghormati perbedaan tersebut tanpa emosi.
			
 
			
			
				QuoteDalam diskusi bisa saja pendapat/pandangan kita ternyata tidak sesuai dengan kesimpulan yang dicapai, oleh sebabnya jika demikian halnya kita harus menerima kenyataan demikian dengan lapang dada dan menghormati perbedaan tersebut tanpa emosi.
Kalau tidak mencapai kesepakatan,maka diskusi buntu,... :)
masalahnya ada ketika semua orang sibuk 
hanya dengan 
referensinya sendiri 
tanpa memperhatikan referensi orang lain..
misalnya si A memberikan rujukan "A-" kemudian si B yang balas ngomentari menggunakan rujukan "A+" tanpa melihat rujukan "A-" ,oleh karena itu makanya diskusinya tidak akan pernah berakhir dan menemukan kata "sepakat" seperti 2 sutta yang ditulis oleh Bro Ryu yang baik.. :)
Anumodana _/\_
			
 
			
			
				Quote from: Riky_dave on 04 March 2010, 09:53:03 PM
QuoteDalam diskusi bisa saja pendapat/pandangan kita ternyata tidak sesuai dengan kesimpulan yang dicapai, oleh sebabnya jika demikian halnya kita harus menerima kenyataan demikian dengan lapang dada dan menghormati perbedaan tersebut tanpa emosi.
Kalau tidak mencapai kesepakatan,maka diskusi buntu,... :)
masalahnya ada ketika semua orang sibuk hanya dengan referensinya sendiri tanpa memperhatikan referensi orang lain..
misalnya si A memberikan rujukan "A-" kemudian si B yang balas ngomentari menggunakan rujukan "A+" tanpa melihat rujukan "A-" ,oleh karena itu makanya diskusinya tidak akan pernah berakhir dan menemukan kata "sepakat" seperti 2 sutta yang ditulis oleh Bro Ryu yang baik.. :)
Anumodana _/\_
Baguslah kalo sadar..... :D
			
 
			
			
				QuotePerselisihan Mempertahankan Pandangan -- dan Kesia-siaannya
1.    Banyak orang mengatakan bahwa kemurnian hanyalah milik mereka saja. Mereka tidak mengatakan bahwa ada pula kemurnian di dalam ajaran-ajaran lain. Mereka menyatakan bahwa ajaran yang mereka tekuni adalah yang paling hebat, sehingga secara terpisah mereka mengukuhi beranekaragam kebenaran.
2.    Mereka yang ikut berbantahan, setelah ikut bergabung, mulai berselisih dan saling menyebut 'manusia tolol'. Karena bergantung pada guru tertentu, mereka mencari pujian, dan menyebut diri mereka 'pakar'.
3.    Karena terlibat perselisihan di antara banyak orang, pendebat itu menjadi frustasi pada waktu mencari pujian bagi dirinya. Bila kalah dia menjadi terpukul, lalu mencari-cari kesalahan manusia lain, dan bila dikritik dia marah.    
4.    Ketika mereka yang telah menguji pertanyaan-pertanyaannya mengatakan bahwa pembicaraannya salah, dia bersedih, meratap dan menangis dalam perselisihan-perselisihan yang tak berharga, seraya mengatakan: 'Mereka telah mengalahkan saya!'    
5.    Perselisihan-perselisihan ini muncul di antara para pertapa dan akibatnya muncullah rasa gembira yang meluap-luap serta rasa tertekan. Melihat hal ini, hindarilah perselisihan. Tidak ada nilai yang terkandung kecuali pujian yang dimenangkan dengan cara itu.    
6.    Dia yang dipuji di antara banyak orang --karena telah berhasil mempertahankan pandangannya-- akan dipenuhi perasaan senang dan pikirannya terbuai kegembiraan yang meluap-luap karena telah menjadi pemenang.    
7.    Kegembiraan yang meluap-luap itu sendiri adalah landasan untuk keruntuhannya; karena dia tetap akan berbicara dengan kesombongan dan kecongkakan. Melihat hal ini, seharusnya manusia tidak berselisih; karena para bijaksana tidak pernah mengatakan bahwa kemurnian dapat dicapai dengan perselisihan.    
8.    Bagaikan si pemberani yang kokoh kuat karena makanan yang baik, dia meraung maju mencari lawan. Di mana pun ada lawan semacam itu, engkau boleh pergi ke sana. Namun ingatlah, di sini tidak lagi tersisa apa pun yang dapat menimbulkan perkelahian.    
9.    Dengan mereka yang telah memegangi suatu teori dan kemudian bersikeras mengenai hal itu dengan menyatakan bahwa hanya teori itu saja yang benar, engkau boleh berbicara pada mereka. Tetapi ingatlah, 'tidak ada lawan untuk bertempur denganmu'.    
10.    Apakah yang akan kau peroleh dari mereka yang menang setelah mengatasi lawan tanpa membalas satu teori dengan teori lain, o, pemberani? Bagi mereka, tidak sesuatu pun dipegang sebagai yang tertinggi.    
11.    Dengan berspekulasi di pikiran mengenai berbagai pandangan filsafat yang berbeda, engkau telah merenungkan pandangan-pandangan itu. Tetapi engkau tidak dapat maju sembari mengikatkan diri pada manusia yang telah murni.
dan
QuoteMAGANDIYA SUTTA
Magandiya
(Mirip dengan sutta sebelumnya)
[Dialog antara Magandiya dan Sang Buddha pada saat Magandiya menawarkan putrinya pada Sang Buddha untuk dijadikan istri.]
1.    Sang Buddha: 'Bahkan ketika melihat putri-putri Mara1 yaitu Tanha (nafsu keinginan), Rati (kemelekatan) dan Raga (nafsu indera), tidak ada sedikit pun nafsu jasmani yang muncul di dalam diriku untuk berhubungan. Apa pula benda yang penuh air kencing dan kotoran ini? Bahkan dengan kakiku pun aku tak ingin menyentuhnya!'
2.    Magandiya: Jika engkau tidak menginginkan permata ini, putri yang diinginkan oleh banyak raja, katakanlah apa pandanganmu, bagaimanakah cara hidupmu sesuai dengan moralitas dan praktek, serta masa depanmu.    
3.    Sang Buddha: O, Magandiya, setelah mempelajari apa yang dilekati erat-erat oleh manusia, aku tidak mengatakan 'Inilah yang kukatakan'. Dengan melihat semua pandangan ini --namun tidak melekatinya-- dan karena mencari kebenaran, kutemukan kedamaian di dalam diri.
4.    Magandiya: Pertapa agung, tanpa melekati pandangan-pandangan yang tergabung dalam sistem-sistem spekulatif itu, engkau membicarakan kedamaian di dalam. Bagaimanakah hal itu dapat dijelaskan oleh para bijaksana?    
5.    Sang Buddha: Aku tidak mengatakan bahwa manusia mencapai 'kesucian' lewat pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Kesucian tidak juga dapat dicapai tanpa pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Pencapaian kesucian hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana namun tidak melekatinya sebagai tujuan. Hanya dengan cara itulah manusia mencapai kesucian dan tidak merindukan tumimbal lahir.    
6.    Magandiya: Jika engkau tidak mengatakan bahwa 'kesucian' tidak dicapai lewat pandangan, tradisi, pengetahuan dan ritual, dan tidak juga lewat tidak adanya itu semua -- bagiku tampaknya pengetahuanmu itu omong kosong, karena beberapa manusia menganggap bahwa 'penyucian' berasal dari pandangan.
7.    Sang Buddha: Karena pandanganmulah engkau terus-menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Hal ini disebabkan oleh karena engkau terobsesi dan berpegang erat pada pendapat-pendapat yang sudah terbentuk sebelumnya. Dari pandangan ini engkau belum memperoleh pengertian sedikit pun: itulah sebabnya engkau melihat ini semua sebagai omong kosong.    
8.    Bila seseorang menganggap dirinya 'setara', 'lebih rendah', atau 'lebih tinggi' dibanding yang lain, dengan alasan itu pula dia langsung masuk ke dalam perdebatan. Tetapi di dalam diri orang yang tidak tergerak oleh ketiga macam pengukuran ini tidak ada pikiran-pikiran semacam itu -yaitu 'setara', 'lebih rendah' atau 'lebih tinggi'.
9.    Mengapa Arahat harus berbantahan dengan orang yang cukup dia beritahu dengan mengatakan 'Ini kebenaran' atau 'Itu kebohongan'? Jika orang tidak memiliki pikiran-pikiran 'setara' atau 'tidak setara', dengan siapakah dia dapat bersitegang?
10.    Pertapa yang telah meninggalkan rumahnya dan tidak membina hubungan intim di desa-desa, bebas dari nafsu birahi, tidak dikuasai oleh rasa senang (terhadap nafsu duniawi) -- dia tidak terjebak masuk ke dalam percakapan-percakapan yang dapat menimbulkan perselisihan dengan orang lain.
11.    Manusia agung yang berkelana di dunia ini terbebas dari pandangan-pandangan, tidak melekatinya dan tidak masuk ke dalam perselisihan. Bagaikan bunga teratai berduri yang muncul dengan tangkainya tanpa ternoda oleh lumpur dan air, begitu pula sang pertapa --pembicara perdamaian yang bebas dari nafsu-- tidak ternoda oleh dunia dan nafsu-nafsu jasmaninya.
12.    Orang bijaksana itu tidak menjadi sombong melalui pandangan atau pengetahuan, karena dia tidak melekati hal-hal semacam itu. Dia tidak tergoda oleh tindakan dan tidak pula tergoda oleh belajar, karena ia tidak melekat dalam setiap keadaan.    
13.    Tidak ada ikatan bagi dia yang telah terbebas dari ide, dan tidak ada salah pandangan bagi dia yang telah terbebas lewat kebijaksanaan. Mereka yang mengukuhi ide dan pandangan, berkelana dan masuk ke dalam perselisihan di dunia.
Bro Ryu,maaf,saya mau bertanya yang point ke 11 dan 13,apakah ada kolerasi?
Dan Bagaimana seorang Bijak mengemukan pendapatnya?bukankah dalam membicarakan 
pendapat tak terlepas dari 
"perselisihan,dimana setiap orang membawa 
pandangannya masing2?
Mohon bimbingannya..
Anumodana _/\_
			
 
			
			
				Quote from: Tekkss Katsuo on 04 March 2010, 09:56:44 PM
Quote from: Riky_dave on 04 March 2010, 09:53:03 PM
QuoteDalam diskusi bisa saja pendapat/pandangan kita ternyata tidak sesuai dengan kesimpulan yang dicapai, oleh sebabnya jika demikian halnya kita harus menerima kenyataan demikian dengan lapang dada dan menghormati perbedaan tersebut tanpa emosi.
Kalau tidak mencapai kesepakatan,maka diskusi buntu,... :)
masalahnya ada ketika semua orang sibuk hanya dengan referensinya sendiri tanpa memperhatikan referensi orang lain..
misalnya si A memberikan rujukan "A-" kemudian si B yang balas ngomentari menggunakan rujukan "A+" tanpa melihat rujukan "A-" ,oleh karena itu makanya diskusinya tidak akan pernah berakhir dan menemukan kata "sepakat" seperti 2 sutta yang ditulis oleh Bro Ryu yang baik.. :)
Anumodana _/\_
Baguslah kalo sadar..... :D
Iya...saya sudah sadar,apakah yang lain sudah sadar? :)
Saya sampai puyeng membaca banyak referensi,tapi saya bersyukur...membaca adalah ilmu pengetahuan..membaca adalah proses belajar..membaca ada proses mengikis kesombongan akan pengetahuan sendiri..membaca adalah melihat berbagai pendapat,yang menimbulkan berbagai reaksi batin..ya banyak manfaat deh :)
Anumodana _/\_
			
 
			
			
				Sadhu Sadhu Sadhu
			
			
			
				 [at] riky_dave:
Cth ttg diskusi yg buntu d atas bs saja dtarik kemungkinan salah satu dr kesimpulan2 berikut:
1. Rujukan A benar & rujukan B salah.
2. Rujukan A salah & rujukan B benar.
3. Rujukan A benar jk kondisi tertentu terpenuhi & rujukan B benar jk kondisi lain terpenuhi.
4. Rujukan A & B keduany salah. Oleh karenany,dberikan kesimpulan ttg jwbn atau kemungkinan jwbn yg lbh tepat.
D sini peran moderator sangat penting agar dpt mencapai kesimpulan yg benar & diskusi tdk menjd buntut. Oleh krn itu,seorg moderator hrs berpengetahuan luas, menguasai topik yg didiskusikan & bersikap sbg penengah yg tdk memihak pd salah satu peserta diskusi.
			
			
			
				Quote from: Riky_dave on 04 March 2010, 09:57:00 PM
QuotePerselisihan Mempertahankan Pandangan -- dan Kesia-siaannya
1.    Banyak orang mengatakan bahwa kemurnian hanyalah milik mereka saja. Mereka tidak mengatakan bahwa ada pula kemurnian di dalam ajaran-ajaran lain. Mereka menyatakan bahwa ajaran yang mereka tekuni adalah yang paling hebat, sehingga secara terpisah mereka mengukuhi beranekaragam kebenaran.
2.    Mereka yang ikut berbantahan, setelah ikut bergabung, mulai berselisih dan saling menyebut 'manusia tolol'. Karena bergantung pada guru tertentu, mereka mencari pujian, dan menyebut diri mereka 'pakar'.
3.    Karena terlibat perselisihan di antara banyak orang, pendebat itu menjadi frustasi pada waktu mencari pujian bagi dirinya. Bila kalah dia menjadi terpukul, lalu mencari-cari kesalahan manusia lain, dan bila dikritik dia marah.    
4.    Ketika mereka yang telah menguji pertanyaan-pertanyaannya mengatakan bahwa pembicaraannya salah, dia bersedih, meratap dan menangis dalam perselisihan-perselisihan yang tak berharga, seraya mengatakan: 'Mereka telah mengalahkan saya!'    
5.    Perselisihan-perselisihan ini muncul di antara para pertapa dan akibatnya muncullah rasa gembira yang meluap-luap serta rasa tertekan. Melihat hal ini, hindarilah perselisihan. Tidak ada nilai yang terkandung kecuali pujian yang dimenangkan dengan cara itu.    
6.    Dia yang dipuji di antara banyak orang --karena telah berhasil mempertahankan pandangannya-- akan dipenuhi perasaan senang dan pikirannya terbuai kegembiraan yang meluap-luap karena telah menjadi pemenang.    
7.    Kegembiraan yang meluap-luap itu sendiri adalah landasan untuk keruntuhannya; karena dia tetap akan berbicara dengan kesombongan dan kecongkakan. Melihat hal ini, seharusnya manusia tidak berselisih; karena para bijaksana tidak pernah mengatakan bahwa kemurnian dapat dicapai dengan perselisihan.    
8.    Bagaikan si pemberani yang kokoh kuat karena makanan yang baik, dia meraung maju mencari lawan. Di mana pun ada lawan semacam itu, engkau boleh pergi ke sana. Namun ingatlah, di sini tidak lagi tersisa apa pun yang dapat menimbulkan perkelahian.    
9.    Dengan mereka yang telah memegangi suatu teori dan kemudian bersikeras mengenai hal itu dengan menyatakan bahwa hanya teori itu saja yang benar, engkau boleh berbicara pada mereka. Tetapi ingatlah, 'tidak ada lawan untuk bertempur denganmu'.    
10.    Apakah yang akan kau peroleh dari mereka yang menang setelah mengatasi lawan tanpa membalas satu teori dengan teori lain, o, pemberani? Bagi mereka, tidak sesuatu pun dipegang sebagai yang tertinggi.    
11.    Dengan berspekulasi di pikiran mengenai berbagai pandangan filsafat yang berbeda, engkau telah merenungkan pandangan-pandangan itu. Tetapi engkau tidak dapat maju sembari mengikatkan diri pada manusia yang telah murni.
dan
QuoteMAGANDIYA SUTTA
Magandiya
(Mirip dengan sutta sebelumnya)
[Dialog antara Magandiya dan Sang Buddha pada saat Magandiya menawarkan putrinya pada Sang Buddha untuk dijadikan istri.]
1.    Sang Buddha: 'Bahkan ketika melihat putri-putri Mara1 yaitu Tanha (nafsu keinginan), Rati (kemelekatan) dan Raga (nafsu indera), tidak ada sedikit pun nafsu jasmani yang muncul di dalam diriku untuk berhubungan. Apa pula benda yang penuh air kencing dan kotoran ini? Bahkan dengan kakiku pun aku tak ingin menyentuhnya!'
2.    Magandiya: Jika engkau tidak menginginkan permata ini, putri yang diinginkan oleh banyak raja, katakanlah apa pandanganmu, bagaimanakah cara hidupmu sesuai dengan moralitas dan praktek, serta masa depanmu.    
3.    Sang Buddha: O, Magandiya, setelah mempelajari apa yang dilekati erat-erat oleh manusia, aku tidak mengatakan 'Inilah yang kukatakan'. Dengan melihat semua pandangan ini --namun tidak melekatinya-- dan karena mencari kebenaran, kutemukan kedamaian di dalam diri.
4.    Magandiya: Pertapa agung, tanpa melekati pandangan-pandangan yang tergabung dalam sistem-sistem spekulatif itu, engkau membicarakan kedamaian di dalam. Bagaimanakah hal itu dapat dijelaskan oleh para bijaksana?    
5.    Sang Buddha: Aku tidak mengatakan bahwa manusia mencapai 'kesucian' lewat pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Kesucian tidak juga dapat dicapai tanpa pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Pencapaian kesucian hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana namun tidak melekatinya sebagai tujuan. Hanya dengan cara itulah manusia mencapai kesucian dan tidak merindukan tumimbal lahir.    
6.    Magandiya: Jika engkau tidak mengatakan bahwa 'kesucian' tidak dicapai lewat pandangan, tradisi, pengetahuan dan ritual, dan tidak juga lewat tidak adanya itu semua -- bagiku tampaknya pengetahuanmu itu omong kosong, karena beberapa manusia menganggap bahwa 'penyucian' berasal dari pandangan.
7.    Sang Buddha: Karena pandanganmulah engkau terus-menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Hal ini disebabkan oleh karena engkau terobsesi dan berpegang erat pada pendapat-pendapat yang sudah terbentuk sebelumnya. Dari pandangan ini engkau belum memperoleh pengertian sedikit pun: itulah sebabnya engkau melihat ini semua sebagai omong kosong.    
8.    Bila seseorang menganggap dirinya 'setara', 'lebih rendah', atau 'lebih tinggi' dibanding yang lain, dengan alasan itu pula dia langsung masuk ke dalam perdebatan. Tetapi di dalam diri orang yang tidak tergerak oleh ketiga macam pengukuran ini tidak ada pikiran-pikiran semacam itu -yaitu 'setara', 'lebih rendah' atau 'lebih tinggi'.
9.    Mengapa Arahat harus berbantahan dengan orang yang cukup dia beritahu dengan mengatakan 'Ini kebenaran' atau 'Itu kebohongan'? Jika orang tidak memiliki pikiran-pikiran 'setara' atau 'tidak setara', dengan siapakah dia dapat bersitegang?
10.    Pertapa yang telah meninggalkan rumahnya dan tidak membina hubungan intim di desa-desa, bebas dari nafsu birahi, tidak dikuasai oleh rasa senang (terhadap nafsu duniawi) -- dia tidak terjebak masuk ke dalam percakapan-percakapan yang dapat menimbulkan perselisihan dengan orang lain.
11.    Manusia agung yang berkelana di dunia ini terbebas dari pandangan-pandangan, tidak melekatinya dan tidak masuk ke dalam perselisihan. Bagaikan bunga teratai berduri yang muncul dengan tangkainya tanpa ternoda oleh lumpur dan air, begitu pula sang pertapa --pembicara perdamaian yang bebas dari nafsu-- tidak ternoda oleh dunia dan nafsu-nafsu jasmaninya.
12.    Orang bijaksana itu tidak menjadi sombong melalui pandangan atau pengetahuan, karena dia tidak melekati hal-hal semacam itu. Dia tidak tergoda oleh tindakan dan tidak pula tergoda oleh belajar, karena ia tidak melekat dalam setiap keadaan.    
13.    Tidak ada ikatan bagi dia yang telah terbebas dari ide, dan tidak ada salah pandangan bagi dia yang telah terbebas lewat kebijaksanaan. Mereka yang mengukuhi ide dan pandangan, berkelana dan masuk ke dalam perselisihan di dunia.
Bro Ryu,maaf,saya mau bertanya yang point ke 11 dan 13,apakah ada kolerasi?
Dan Bagaimana seorang Bijak mengemukan pendapatnya?bukankah dalam membicarakan pendapat tak terlepas dari "perselisihan,dimana setiap orang membawa pandangannya masing2?
Mohon bimbingannya..
Anumodana _/\_
mungkin seorang bijak mengemukakan pendapatnya tanpa terikat oleh menang atau kalah, Buddha tidak memaksakan pandangannya terhadap orang yang diajak bicara atau debat, dan beliau membabarkan dhamma sesuai dengan yang telah beliau pahami, dan coba baca2 lagi sutta percakapan Buddha dengan yang lain, Buddha kadang mematahkan pandangan2 salah dengan menjabarkan pandangan2 itu dengan baik sekali sehingga yang diajak bicaranya memahami apa yang beliau katakan. dan juga coba baca poin ke 3, ketika tidak melekati maka ditemukan kedamaian di dalam diri.
			
 
			
			
				Quote from: seniya on 04 March 2010, 10:14:48 PM
 [at] riky_dave:
Cth ttg diskusi yg buntu d atas bs saja dtarik kemungkinan salah satu dr kesimpulan2 berikut:
1. Rujukan A benar & rujukan B salah.
2. Rujukan A salah & rujukan B benar.
3. Rujukan A benar jk kondisi tertentu terpenuhi & rujukan B benar jk kondisi lain terpenuhi.
4. Rujukan A & B keduany salah. Oleh karenany,dberikan kesimpulan ttg jwbn atau kemungkinan jwbn yg lbh tepat.
D sini peran moderator sangat penting agar dpt mencapai kesimpulan yg benar & diskusi tdk menjd buntut. Oleh krn itu,seorg moderator hrs berpengetahuan luas, menguasai topik yg didiskusikan & bersikap sbg penengah yg tdk memihak pd salah satu peserta diskusi.
Setuju,,yang sulitnya jika salah 1 atau kedua belah pihak 
ngotot,itu masalah juga..dan saya rasa sebelum diskusi dimulai lawan diskusi harus menguasai topik yang akan diskusikan terlebih dahulu sehingga referensi suttanya mengena.. :)
Anumodana _/\_
			
 
			
			
				Kelihatannya menarik utk dibuka kelad BERDEBAT....
dgn drilllll22222 masing2 point gitu?.
sehingga 21 point dpt dimengerti dan dipraktekan.
gimana? kapan kelasnya dimulai ?
			
			
			
				Quote from: seniya on 03 March 2010, 10:03:05 PM
1. Ad Hominem :
Menyerang orangnya bukan menjawab isinya.
Ketika seorang arguer tidak dapat mempertahankan posisinya dengan
evidence /
fakta / reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.
Tanya:
Jika menyerang orangnya dan juga menjawab isinya, apakah ini termasuk Ad Hominem ?
 _/\_
			
 
			
			
				Quote from: johan3000 on 05 March 2010, 03:07:46 PM
Kelihatannya menarik utk dibuka kelad BERDEBAT....
dgn drilllll22222 masing2 point gitu?.
sehingga 21 point dpt dimengerti dan dipraktekan.
gimana? kapan kelasnya dimulai ?
Jangan di sini buka kelas debatnya, bro, tapi lebih baik di forum lain aja yang khusus untuk itu, forum ini bukan untuk debat kusir seperti itu.....
			
 
			
			
				Quote from: Kelana on 05 March 2010, 07:40:53 PM
Tanya:
Jika menyerang orangnya dan juga menjawab isinya, apakah ini termasuk Ad Hominem ?
 _/\_
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
			
 
			
			
				Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:48:25 PM
Quote from: johan3000 on 05 March 2010, 03:07:46 PM
Kelihatannya menarik utk dibuka kelad BERDEBAT....
dgn drilllll22222 masing2 point gitu?.
sehingga 21 point dpt dimengerti dan dipraktekan.
gimana? kapan kelasnya dimulai ?
Jangan di sini buka kelas debatnya, bro, tapi lebih baik di forum lain aja yang khusus untuk itu, forum ini bukan untuk debat kusir seperti itu.....
thanks bro, telah mengingatkan sebelum.... tersesat...
			
 
			
			
				Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)
Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.
Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya. 
Kepada Bhikkhu Arittha :
''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."
"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."
(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).
			
 
			
			
				Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)
Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.
Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya. 
Kepada Bhikkhu Arittha :
''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."
"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."
(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).
berarti sikap Buddha itu tidak patut di tiru khan ;D
			
 
			
			
				Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)
Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.
Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya. 
Kepada Bhikkhu Arittha :
''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."
"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."
(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).
duh kadang dah pake bahasa halus juga masih ada yang tersinggung di layani dengan sabar dan ke rendah hati saja biar sadar sendiri tidak bermaksud menyinggung dia.
			
 
			
			
				Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)
Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.
Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya. 
Kepada Bhikkhu Arittha :
''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."
"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."
(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).
Maaf, saya bukan tidak menjawab pertanyaan sdr. Kelana, tetapi bukankah sudah jelas bahwa "ad hominem" itu adalah menyerang kepribadian lawan terlepas dari apakah sudah dijawab pertanyaannya atau belum oleh pihak kedua. Jadi tidak perlu saya jawab, tetapi saya cuma mengingatkan bahwa "ad hominen" itu berbahaya apalagi jika disangkut-pautkan dengan masalah SARA.
Soal poin kedua, saya rasa kalau memang tidak bermaksud menyinggung tetapi orang tersebut tersinggung maka bukan salah kita karena kita tidak berniat demikian. Tetapi alangkah baiknya sebelum menjawab pertanyaan/diskusi, kata-kata yang akan dikeluarkan harus dipikirkan matang-matang apakah bersifat menyinggung atau tidak karena bisa saja kata ini bagi kita sepele, tetapi bagi orang lain bersifat menyinggung.
Untuk poin ketiga, menurut saya Buddha tidak bermaksud menyinggung seseorang dengan mengatakan orang tersebut "bodoh". Dalam Abhayarajakumara Sutta mengatakan bahwa Buddha hanya mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat terlepas dari apakah kata-kata tersebut disukai orang lain atau tidak. Lagipula menegur seseorang dengan mengatakan "orang bodoh" karena memang kebodohan/ketidaktahuannya dapat menyadarkan orang tersebut dari kebodohannya itu.
Tetapi mungkin hanya seorang yang benar-benar bijaksana seperti Sang Buddha yang bisa mengetahui apakah kata-kata yang menyinggung tersebut dapat bermanfaat atau tidak. Oleh karena itu, kita tidak bisa meniru Sang Buddha untuk mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat tetapi tidak disukai. Apalagi ini adalah forum umum yang banyak dibaca orang dari berbagai belahan dunia maya, sehingga kata-kata yang tidak disukai yang kita keluarkan mungkin bisa menyinggung banyak orang di luar sana. 
			
 
			
			
				Quote from: seniya on 10 March 2010, 07:58:53 PM
Maaf, saya bukan tidak menjawab pertanyaan sdr. Kelana, tetapi bukankah sudah jelas bahwa "ad hominem" itu adalah menyerang kepribadian lawan terlepas dari apakah sudah dijawab pertanyaannya atau belum oleh pihak kedua. Jadi tidak perlu saya jawab, tetapi saya cuma mengingatkan bahwa "ad hominen" itu berbahaya apalagi jika disangkut-pautkan dengan masalah SARA.
Maaf, Sdr. Sena, saya tidak jelas oleh karena itu saya bertanya.
QuoteSoal poin kedua, saya rasa kalau memang tidak bermaksud menyinggung tetapi orang tersebut tersinggung maka bukan salah kita karena kita tidak berniat demikian. Tetapi alangkah baiknya sebelum menjawab pertanyaan/diskusi, kata-kata yang akan dikeluarkan harus dipikirkan matang-matang apakah bersifat menyinggung atau tidak karena bisa saja kata ini bagi kita sepele, tetapi bagi orang lain bersifat menyinggung.
Benar, oleh karena itu kadang kala dalam diskusi yang melibatkan 2 atau lebih pihak, jika terjadi "kegaduhan" kita pun tidak perlu tergesa-gesa menyimpulkan si A menghina si B, si B berbicara kasar, dll. Khususnya di forum yang menggunaan huruf-huruf, persepsi sangatlah berpengaruh. 
QuoteUntuk poin ketiga, menurut saya Buddha tidak bermaksud menyinggung seseorang dengan mengatakan orang tersebut "bodoh". Dalam Abhayarajakumara Sutta mengatakan bahwa Buddha hanya mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat terlepas dari apakah kata-kata tersebut disukai orang lain atau tidak. Lagipula menegur seseorang dengan mengatakan "orang bodoh" karena memang kebodohan/ketidaktahuannya dapat menyadarkan orang tersebut dari kebodohannya itu.
Tetapi mungkin hanya seorang yang benar-benar bijaksana seperti Sang Buddha yang bisa mengetahui apakah kata-kata yang menyinggung tersebut dapat bermanfaat atau tidak. Oleh karena itu, kita tidak bisa meniru Sang Buddha untuk mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat tetapi tidak disukai. Apalagi ini adalah forum umum yang banyak dibaca orang dari berbagai belahan dunia maya, sehingga kata-kata yang tidak disukai yang kita keluarkan mungkin bisa menyinggung banyak orang di luar sana. 
Untuk poin ketiga, saya tidak tahu pikiran yang melatarbelakangi Sang Buddha mengucapkan hal itu, tapi secara awam, sekali lagi secara awam dan berkaitan dengan jenis agumen, maka itu adalah jenis ad hominem, sekali lagi terlepas dari motivasi, niat, latarbelakang dari ucapan Sang Buddha itu.
evam
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 10 March 2010, 05:12:12 PM
Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)
Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.
Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya. 
Kepada Bhikkhu Arittha :
''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."
"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."
(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).
berarti sikap Buddha itu tidak patut di tiru khan ;D
Kita tunggu saja para senior untuk menanggapinya, Mr. Ryu  ;D 
Semoga ada jawaban dengan alasannya mengapa patut ditiru atau alasan mengapa tidak patut ditiru
			
 
			
			
				Quote from: Kelana on 11 March 2010, 06:52:28 PM
Quote from: ryu on 10 March 2010, 05:12:12 PM
Quote from: Kelana on 10 March 2010, 04:59:36 PM
Quote from: seniya on 05 March 2010, 08:53:14 PM
Sebaiknya kita dalam berdiskusi tidak menyinggung perasaan orang lain apakah dengan isu SARA maupun menyerang kepribadiannya yang mungkin tidak baik.....
Pertama, ini tidak menjawab pertanyaan saya. ::)
Kedua, kadangkala ketika kita tidak menyinggung perasaan, orang tersebut juga tetap tersinggung.
Ketiga, hanya sebagai informasi saja, Sang Buddha pun pernah "menyinggung" (jika diartikan secara awam) lawan bicaranya dan sekaligus menjelaskan pandanganNya. 
Kepada Bhikkhu Arittha :
''Kassa kho nāma tvaṃ, moghapurisa, mayā evaṃ dhammaṃ desitaṃ ājānāsi?...."
"Dari siapakah kau ketahui, orang bodoh, bahwa Saya telah mengajarkan Dhamma seperti itu?...."
(Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22).
berarti sikap Buddha itu tidak patut di tiru khan ;D
Kita tunggu saja para senior untuk menanggapinya, Mr. Ryu  ;D 
Semoga ada jawaban dengan alasannya mengapa patut ditiru atau alasan mengapa tidak patut ditiru
kalau dalam imajinasi saya, sudah terbayang kok jawabannya, ok deh ko kelana saya tunggu ah jawabannya...
			
 
			
			
				duh, memang kita semua ini pintar yah! sebelum jadi orang pintar mulanya kan jadi orang bodoh dulu kan baru belajar mengatasi kebodohan yang kita miliki.
			
			
			
				Jadi penasaran, apa sih jawabannya????