Forum Dhammacitta

Buddhisme dan Kehidupan => Lingkungan => Topic started by: F.T on 30 January 2008, 09:10:43 PM

Title: 10 Resep Sukses Bangsa Jepang
Post by: F.T on 30 January 2008, 09:10:43 PM
10 Resep Sukses Bangsa Jepang

Setelah Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak terkena bom atom
sekutu (Amerika),
Jepang pelan tapi pasti berhasil bangkit. Mau tidak mau harus diakui
saat ini
Jepang bersama China dan Korea Selatan sudah menjelma menjadi macan
Asia dalam
bidang teknologi dan ekonomi. Alhamdulillah saya mendapat kesempatan
10 tahun
tinggal di Jepang untuk menempuh studi saya. Dalam artikel
sebelumnya saya
mencoba memotret Jepang dari satu sisi. Kali ini, saya mencoba
merumuskan 10
resep yang membuat bangsa Jepang bisa sukses seperti sekarang. Tentu
rumusan
ini di beberapa sisi agak subyektif, hanya dari pengalaman hidup,
studi, bisnis
dan bergaul dengan orang Jepang di sekitar perfecture Saitama,
Tokyo, Chiba,
Yokohama. Intinya kita mencoba belajar sisi Jepang yang baik yang
bisa diambil
untuk membangun republik ini. Kalau ditanya apakah semua sisi bangsa
Jepang
selalu baik, tentu jawabannya tidak. Banyak juga budaya negatif yang
tidak
harus kita contoh

1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja
keras. Rata-rata jam
kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi
dibandingkan dengan
Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870
jam/tahun), dan
Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa
menghasilkan sebuah
mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47
hari untuk
membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh
dikatakan bisa
melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang
cepat adalah
sesuatu yang boleh dikatakan "agak memalukan" di Jepang, dan
menandakan bahwa
pegawai tersebut termasuk "yang tidak dibutuhkan" oleh perusahaan.
Di kampus,
professor juga biasa pulang malam (tepatnya pagi ), membuat
mahasiswa nggak enak
pulang duluan. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin
hanya ada di
Jepang. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja
keras inilah
sebenarnya kebangkitan dan
kemakmuran Jepang bisa tercapai.

2. MALU
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang.
Harakiri (bunuh diri
dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai,
yaitu ketika
mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya
sedikit berubah ke
fenomena "mengundurkan diri" bagi para pejabat (mentri, politikus,
dsb) yang
terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya.
Efek negatifnya
mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena
nilainya jelek
atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih
senang memilih
jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan
memotong jalur
di tengah jalan. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk
antrian dalam
setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke
stadion untuk
nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di
stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu
terhadap
lingkungannya apabila mereka
melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan
umum.

3. HIDUP HEMAT
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap
anti
konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan.
Di masa awal
mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan
banyaknya orang
Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik
punya selidik,
ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang
akan memotong
harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum
tutup. Seperti
diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul
20:00. Contoh
lain adalah para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju toko
sayur agak
jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak
keluarga Jepang
yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena
lebih hemat
menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Termasuk saya dulu
sempat berpikir
kenapa pemanas ruangan menggunakan minyak tanah yang merepotkan
masih digandrungi,
padahal sudah cukup dengan AC yang
ada mode dingin dan panas. Alasannya ternyata satu, minyak tanah
lebih murah
daripada listrik. Professor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke
kampus, bareng
dengan mahasiswa-mahasiswanya.

4. LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan
tertata dengan
rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat
jarang orang
Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di
satu atau dua
perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di
Jepang yang
kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka
latih dan didik
sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.
Kota Hofu mungkin
sebuah contoh nyata. Hofu dulunya adalah kota industri yang sangat
tertinggal
dengan penduduk yang terlalu padat. Loyalitas penduduk untuk tetap
bertahan (tidak
pergi ke luar kota) dan punya komitmen bersama untuk bekerja keras
siang dan malam
akhirnya mengubah Hofu menjadi kota makmur dan modern. Bahkan saat
ini kota
industri terbaik dengan produksi kendaraan mencapai 160.000 per
tahun.

5. INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan
dalam meracik
temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati
oleh
masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan
Sony Walkman yang
melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya
dimiliki oleh
perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan
membundling
model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan
tahun adalah Akio
Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995,
tercatat lebih dari
300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta
produk. Teknik
perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang,
patennya
dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa
mengembangkan
industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah. Mobil yang
dihasilkan
juga relatif lebih murah, ringan, mudah dikendarai, mudah dirawat
dan lebih hemat
bahan bakar. Perusahaan
Matsushita Electric yang dulu terkenal dengan sebutan "maneshita"
(peniru) punya
legenda sendiri dengan mesin pembuat rotinya. Inovasi dan ide dari
seorang
engineernya bernama Ikuko Tanaka yang berinisiatif untuk meniru
teknik pembuatan
roti dari sheef di Osaka International Hotel, menghasilkan karya
mesin pembuat roti
(home bakery) bermerk Matsushita yang terkenal itu.

6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan
banting dan pantang
menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup
semua akses ke
luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika
restorasi Meiji
(meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi
fast-learner.
Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah.
Tidak hanya
menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan
85% sumber
energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya
kalau
Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang
akan gelap
gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom
di Hiroshima
dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi
dengan adanya
gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam
beberapa tahun
berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan
bahkan juga
kereta cepat (shinkansen). Mungkin cukup
menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan
hampir
tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih
mampu merangkak,
mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan
bisnis di era
kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika
menawarkan produk
Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya
melegenda dengan
Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana
orang harus
belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan
nama shippaigaku
(ilmu kegagalan). Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini

7. BUDAYA BACA
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha
(kereta listrik),
sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang
membaca buku atau
koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan
waktu di densha
untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik
bergambar) untuk
materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran
Sejarah,
Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat
baca masyarakat
semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik pendidikan di
blog ini. Budaya
baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses
penerjemahan buku-buku
asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya
legenda penerjemahan
buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya
institut
penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya
terjemahan buku
bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku
asingnya
diterbitkan. Saya biasa
membeli buku literatur terjemahan bahasa Jepang karena harganya
lebih murah
daripada buku asli (bahasa inggris).

8. KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang
terlalu bersifat
individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan
untuk tim atau
kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi
kampus dengan
lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah
biasanya juga
dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu
kekuatan terbesar
orang Jepang. Ada anekdot bahwa "1 orang professor Jepang akan kalah
dengan satu
orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan
bisa
mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok". Musyawarah
mufakat atau
sering disebut dengan "rin-gi" adalah ritual dalam kelompok.
Keputusan strategis
harus dibicarakan dalam "rin-gi".

9. MANDIRI
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya
yang paling
gede sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus
membawa 3 tas besar
berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti,
buku-buku,
handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di
Yochien setiap
anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung
jawab terhadap
barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir
sebagian besar
tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen seangkatan saya
dulu di Saitama
University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan
kehidupan
sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka "meminjam" uang ke
orang tua yang itu
nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.

10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang
kehilangan tradisi
dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak
bekerja masih ada
dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek
orang Jepang.
Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan
kaki , maka
jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini
orang Jepang relatif menghindari berkata "tidak" untuk apabila
mendapat tawaran
dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan
orang Jepang
karena "hai" belum tentu "ya" bagi orang Jepang Pertanian merupakan
tradisi
leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya
beras
Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk
melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan
pertanian
mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa
insentif lain
untuk orang-orang yang masih bertahan
di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang
tertinggi di dunia.
Mungkin seperti itu 10 resep sukses yang bisa saya rangkumkan.
Bangsa Indonesia
punya hampir semua resep orang Jepang diatas, hanya mungkin kita
belum mengasahnya
dengan baik. Di Jepang mahasiswa Indonesia termasuk yang unggul dan
bahkan
mengalahkan mahasiswa Jepang. Orang Indonesia juga memenangkan
berbagai award
berlevel internasional. Saya yakin ada faktor "non-teknis" yang
membuat Indonesia
agak terpuruk dalam teknologi dan ekonomi. Mari kita bersama mencari
solusi untuk
berbagai permasalahan republik ini. Dan terakhir kita harus tetap
mau belajar dan
menerima kebaikan dari siapapun juga.
Tetap dalam perdjoeangan !

:lotus:
Title: Re: 10 Resep Sukses Bangsa Jepang
Post by: Kembara on 31 January 2008, 12:50:02 AM
QuoteSudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja
keras.
Sudah bukan rahasia, orang Jepang memang pekerja keras bahkan dapat dikatakan maniak kerja.

QuoteMalu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang.
Dalam hal tertentu iya, tapi kalau dilihat industri sex Jepang mungkin adalah yang nomor satu di Asia, bukan rahasia lagi jika di internet saja mudah sekali ditemukan materi2 yang masih di tabukan bagi sebagian masyarakat kita dengan segala tingkah laku yang bisa juga dikatakan menjurus maniak.

QuoteOrang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan.
Yang saya sering lihat (terutama turis Jepang di Bali), yang makan 3 orang tapi pesanan makanannya mungkin cukup untuk 10 orang (apakah karena di Indonesia harga makanan seafood terbilang murah bila dibandingkan dengan di Jepang sehingga ada kecenderungan untuk makan sepuasnya mumpung berada di Indonesia dan murah ???)

No. 4-10 : no comment karena kelihatannya memang begitulah adanya.

QuoteBangsa Indonesia punya hampir semua resep orang Jepang diatas, hanya mungkin kita belum mengasahnya dengan baik. Di Jepang mahasiswa Indonesia termasuk yang unggul dan bahkan mengalahkan mahasiswa Jepang. Orang Indonesia juga memenangkan berbagai award berlevel internasional. Saya yakin ada faktor "non-teknis" yang membuat Indonesia agak terpuruk dalam teknologi dan ekonomi.
Sebenarnya memang orang Indonesia banyak yang berprestasi melebihi bangsa manapun dalam artian banyak orang Indonesia yang bertalenta baik, hanya mungkin karena kondisi dalam negeri yang tidak mendukung prestasi / talenta yang mereka miliki.

Misalnya : kurangnya perhatian / penghargaan dari pemerintah kita terhadap orang2 bertalenta tinggi yang apabila di luar negeri sudah akan sangat diperhatikan oleh pemerintah (contoh, Singapura yang bahkan mencari orang2 bertalenta tinggi untuk direkrut menjadi warganegara Singapura), sebut saja (salah satu contoh) para pemenang lomba olympiade fisika tingkat dunia yang kurang mendapatkan perhatian / penghargaan dari pemerintah kita.

Situasi dan kondisi masyarakat Indonesia (sikap, mental dsb) yang kurang mendukung bagi berkembangnya orang2 bertalenta tersebut membuat mereka mempunyai kecenderungan untuk berkarya di luar negeri (salah satu contoh : mantan Presiden RI ke 3 yaitu Bpk. BJ Habibi)

Dan masih banyak faktor dan kondisi yang tidak mendukung lainnya yang membuat orang2 bertalenta tinggi tersebut tidak dapat menyumbangkan kemampuan terbaiknya bagi bangsa dan negara kita, andaipun mereka telah berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara kita ini, dikarenakan kondisi dan situasi negara yang seperti saat ini menjadikan apa yang telah dilakukan orang2 bertalenta tinggi tersebut seolah-olah tidak ada artinnya.

Mudah2an saja dimasa yang akan datang kita bisa memiliki seorang Pemimpin bangsa dan negara yang baik, kuat, mencintai bangsa dan negara (bukan cinta kantong sendiri) dan dapat mengakomodasi semua aspirasi dan kepantingan bangsa dan negara. Pada saat itu saya yakin akan banyak muncul orang2 bertalenta tinggi yang bisa membawa bangsa dan negara ini berkembang lebih baik.

Sedikit komentar saya diatas adalah opini saya pribadi, bisa benar bisa juga tidak, dan tidak mempunyai maksud untuk berpolemik dengan siapapun, kalau ada kata2 yang kurang berkenan, mohon maaf.  ^:)^  _/\_