Topik yang akan dibahas ini adalah topik yang sering menjadi perdebatan diantara para praktisi dan skolar Dhamma, juga antara praktisi meditasi yang satu dan praktisi meditasi yang lain. Ada beberapa pandangan yang mendasarinya. Diantara beberapa pandangan,
yang satu beranggapan bahwa tak mungkin bisa mencapai kesucian bila meditator tak memiliki Jhana, alasannya karena konsentrasinya kurang kuat.
Pandangan kedua beranggapan bahwa kesucian bisa didapat walaupun tidak memiliki Jhana, tetapi ia harus memiliki konsentrasi minimum upacara samadhi.
Yang ketiga beranggapan bahwa kesucian bisa dicapai bila seseorang memiliki konsentrasi minimum "setingkat" upacara samadhi
Dan yang terakhir beranggapan bahwa seseorang bisa mencapai tingkat kesucian tanpa perlu memiliki Jhana atau upacara samadhi., tetapi harus memiliki khanika samadhi.
Dalam berbagai tulisan penulis secara konsisten berpegang pada pendapat yang ketiga dan pendapat yang keempat. Mengapa demikian? Karena banyak sekali fakta yang mendukung pendapat tersebut.
Coba kita perhatikan fakta berikut:
1. ada 40 macam objek konsentrasi yang diajarkan oleh Sang Buddha. Tetapi konsentrasi bisa terbentuk tidak hanya dengan 40 macam objek tersebut. Ada banyak cara melatih konsentrasi, umpamanya kita sedang serius mengerjakan tugas yang kita lakukan, maka konsentrasi bisa terbentuk. Cuma kekuatannya berbeda.
2. Merupakan sebuah fakta yang tak terbantahkan bahwa seseorang yang berada di dalam Jhana tak dapat mencapai Nibbana, ia harus keluar dulu dari keadaan Jhana, jadi ia harus berada dalam upacara samadhi untuk mencapai Nibbana.
3. Ada banyak sekali orang-orang yang mempraktekkan meditasi Vipassana metode langsung (dalam hal ini adalah metode yang dipopulerkan oleh Y.A.Mahasi Sayadaw) dan katanya banyak sekali yang mencapai kesucian.
4. Pusat meditasi yang melaksanakan metode Mahasi Sayadaw jumlahnya 400 hanya di seluruh Myanmar, mungkinkah mereka keliru? Padahal diantara para bhikkhu yang mendapatkan manfaat tersebut banyak diantaranya mengawali kebhikkhuannya sebagai Samanera sejak kecil di Myanmar dan kemudian setelah dewasa menjadi bhikkhu. Sedangkan sistim pendidikan Samanera di Myanmar, sejak kecil sudah diajarkan Dhamma (layaknya sekolah tetapi di dalam Vihara).
Ini adalah beberapa fakta yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Ada juga referensi mendukung fakta-fakta ini. umpamanya Culadukkhakhandha sutta, Berikut kutipan sutta tersebut.
"Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava tinggal di negara Sakya di Kapillavatthu di taman Nigrodha. Kemudian Mahanama raja Sakya pergi menemui Sang Bhagava, dan setelah memberi hormat kepada Beliau lalu duduk di satu sisi dan berkata: "Bhante, saya telah lama mengerti Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava demikian: 'keserakahan adalah kekotoran yang mengotori batin, kebencian adalah kekotoran yang mengotori batin, ketidak tahuan/kegelapan batin adalah kekotoran yang mengotori batin .'
Tetapi walaupun saya mengerti dhamma yang diajarkan oleh sang Bhagava, namun kadang-kadang keserakahan, kebencian dan ketidak tahuan menyerang dan mempengaruhi batin. Saya heran bhante, keadaan batin yang bagaimana yang belum berhasil saya lenyapkan sehingga, menyebabkan keserakahan, kebencian dan ketidak tahuan menyerang dan mempengaruhi batin saya.
Mahanama! Sesungguhnya, anda memang masih belum melenyapkan faktor-faktor keserakahan, kebencian dan ketidak-tahuan, dan oleh karena itu kadang kadang faktor-faktor ini mempengaruhi dan menguasaimu. Mahanama! Jika, dari dalam, anda telah melenyapkan faktor-faktor ini maka anda tentu tak akan menjalankan kehidupan berumah tangga, dan anda tak akan menikmati kesenangan indera.
Mahanama! Walaupun seorang siswa Ariya telah melihat dengan benar, secara mendasar dan sungguh-sungguh dengan pengetahuan benar, bahwa ada sedikit kenikmatan pada kesenangan indera yang diliputi berbagai dukkha yang penuh dengan berbagai ketidak-puasan,' ia tak akan menjadi seorang yang tak kembali kepada kesenangan indera, kecuali setelah melepaskan dirinya dari kesenangan indera dan membebaskan diri dari perintang batin, ia mencapai Jhana (pertama dan kedua) piti dan sukha, atau dua Jhana yang lebih tinggi atau dua Magga-Nana yang lebih tinggi.
Tetapi, jika, seorang siswa Ariya, telah melihat dengan benar, secara mendasar dan sungguh-sungguh dengan pengetahuan benar, bahwa ada sedikit kenikmatan pada kesenangan indera yang diliputi berbagai dukkha yang penuh dengan berbagai ketidak-puasan,' ia tak akan menjadi seorang yang kembali kepada kesenangan indera, dan juga setelah melepaskan dirinya dari kesenangan indera dan membebaskan diri dari perintang batin, ia mencapai Jhana (pertama dan kedua) piti dan sukha, atau dua Jhana yang lebih tinggi atau dua Magga-Nana yang lebih tinggi. Maka ia tak akan kembali kepada kesenangan indera.
Keterangan:
- Menurut commentary, Y.A. Mahanama telah mencapai tingkat kesucian Sakadagami
- Jadi maksudnya disini adalah seorang Sotapanna dan Sakadagami masih bisa kembali kepada kesenangan indera kecuali selain mencapai Sotapanna atau Sakadagami, ia juga mencapai ketenangan Jhana atau ia mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi.
susah nih definisi jhana-nya sendiri bisa beda2x ;D
mencapai kesucian yg disini jika 8 mahluk suci (4 pasang), IMO, tidak semua perlu.
IMO, kalau sotapanna dan sakadagami mungkin tidak perlu. Tapi dalam mencapai tingkat Anagami dan Arahat, pencapaian tingkat Jhana adalah tak terelakkan bagi mereka. Sang Buddha juga menyebut anagami adl mereka yg sempurna dalam samadhi (konsentrasi). Dan samadhi yg benar dalam berbagai sutta selalu dirujuk dengan pencapaian Jhana. Sedangkan arahat dikatakan adl mereka yg telah sempurna dalam sila, samadhi, panna.
Apalagi para anagami yg tidak berhasil mencapai arahatta magga-phala di kehidupan ini dikatakan terlahir kembali "pasti" di alam Brahma. Dan persyaratan terlahir di alam Brahma adl melalui pencapaian "Jhana" bukan? Jika kita menerima doktrin Theravada yg mengatakan tidak ada pencapaian seketika melainkan bertahap, berarti pencapaian arahat melalui pencapaian sotapanna-sakadagami-anagami-arahat. Jika demikian halnya, berarti menjadi arahat, mau tidak mau, suka tidak suka, akan melalui pencapaian Jhana.
cmiiw
_/\_
Quote from: Jerry on 20 November 2009, 02:34:49 AM
IMO, kalau sotapanna dan sakadagami mungkin tidak perlu. Tapi dalam mencapai tingkat Anagami dan Arahat, pencapaian tingkat Jhana adalah tak terelakkan bagi mereka. Sang Buddha juga menyebut anagami adl mereka yg sempurna dalam samadhi (konsentrasi). Dan samadhi yg benar dalam berbagai sutta selalu dirujuk dengan pencapaian Jhana. Sedangkan arahat dikatakan adl mereka yg telah sempurna dalam sila, samadhi, panna.
Apalagi para anagami yg tidak berhasil mencapai arahatta magga-phala di kehidupan ini dikatakan terlahir kembali "pasti" di alam Brahma. Dan persyaratan terlahir di alam Brahma adl melalui pencapaian "Jhana" bukan? Jika kita menerima doktrin Theravada yg mengatakan tidak ada pencapaian seketika melainkan bertahap, berarti pencapaian arahat melalui pencapaian sotapanna-sakadagami-anagami-arahat. Jika demikian halnya, berarti menjadi arahat, mau tidak mau, suka tidak suka, akan melalui pencapaian Jhana.
cmiiw
_/\_
Kalau tidak salah, ada yang namanya Sukhavipassaka Arahat, yaitu mereka yang tidak memiliki jhana. Samadhi sempurna yang dimaksud Buddha sepertinya merujuk pada Vipassana Bhavana, namun tidak selalu termasuk Jhana.
ada rujukannya bro?
keknya pernah translate bagian ini di SN, mengenai sekelompok Arahat yg tidak memiliki jhana. hanya saja, sayang sekali, udah lupa yg mana
Bahiya sutta ;D
Dalam Samyutta Nikaya, Nidana Vagga, 12. Abhisamaya Samyutta, 7. Maha-Vagga, 10. Susima Sutta, terjadi perbincangan antara Susima dan seorang bhikkhu yang telah merealisasi Arahatta. Susima, yang awalnya mau "mencuri ilmu", menanyakan apakah sudah merealisasi ajaran tertinggi (nibbana) dan dibenarkan oleh bhikkhu tersebut. Kemudian ditanyakan apakah ia punya bermacam kekuatan Bathin atau pun pencapaian Arupa Jhana, tetapi bhikkhu tersebut menjawab tidak. Ia katakan, "''Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvuso susimā'ti. (Kami terbebaskan lewat kebijaksanaan, teman Susima.)"
Kemudian Susima bertanya kepada Buddha dan dijelaskan apa itu "kebijaksanaan benar (sammappaññā)", yaitu tidak melihat sesuatu sebagai diri. Dan seseorang memiliki kebijaksanaan benar tersebut tidak ada hubungannya dengan aneka kekuatan bathin atau Arupa Jhana.
Memang tidak dijelaskan secara eksplisit tentang kemungkinan di mana tidak adanya jhana dalam pencapaian Arahatta-phala, tapi menurut saya adalah demikian.
^ that's it
thanks bro kai.
jadi dari rujukan itu bisa kita simpulkan, arahant, tanpa abhinna dan tanpa arupa jhana. apakah ada rupa jhana, itu masih terbuka optionnya berdasarkan sutta itu.
nah kita korek lagi sutta2x lainnya nih...
Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 01:28:29 PM
thanks bro kai.
jadi dari rujukan itu bisa kita simpulkan, arahant, tanpa abhinna dan tanpa arupa jhana. apakah ada rupa jhana, itu masih terbuka optionnya berdasarkan sutta itu.
nah kita korek lagi sutta2x lainnya nih...
Sama2.
Kalau kita lihat dari kisah-kisah lain, banyak sekali orang awam yang tidak punya jhana bisa mencapai Arahatta-phala ketika mendengarkan ucapan Buddha. Jadi saya pikir memang tidak ada hubungannya harus masuk jhana baru menembus magga-phala.
Soal apakah setelah menembus magga-phala ia otomatis memiliki jhana memang tidak ada keterangan. Yang biasa dalam komentar dijelaskan adalah ketika menembus Magga-phala, seseorang "otomatis" memiliki 3 pengetahuan atau analitis (patisambhida) atau 6 landasan kekuatan bathin.
Sepertinya yg paling mungkin dan tidak mustahil yaitu bila seorang arahat tidak memiliki jhana. Tetapi bila ia menginginkannya maka bisa dengan sangat cepat tercapai.
Mengenai anagami harus memiliki jhana untuk mencapai arahat. Jika menggunakan referensi dari mahasi sayadaw maka bisa tidak perlu, cukup khanika samadhi tetapi khanika samadhi yg setara dengan jhana dalam hal konsentrasinya.
kalau saya merasa "perlu"
Quote
There's no jhana
for one with no discernment,
no discernment
for one with no jhana.
But one with both jhana
& discernment:
he's on the verge
of Unbinding.
— DHP.372
Dr. Mehm Tin Mon Dalam bukunya BUDDHA ABHIDHAMMA "ULTIMATE SCIENCE", hal 65 menuliskan
Lokuttara Cittas (Supramundane Consciousness)
Lokuttara cittas may be acquired by vipassanà (insight) meditation. There are two ways of getting to the path-consciousness
(magga-nàna). They are:
1 Vipassanà-yànika — taking insight meditation as the vehicle,
2 Samatha-yànika — taking tranquility meditation as the vehicle.
A person may first develop the neighbourhood concentration (upacàra-samàdhi) by tranquility meditation (samatha bhàvanà) and then proceed to insight meditation (vipassanà bhàvanà). Here the person is using 'upacàra-samàdhi' as the base of his wisdom-eye for looking into the ultimate nàma and rupa and their common characteristics of impermanence (anicca), suffering (dukkha) and not-self (anatta). This person, if successful to the end, will acquire the 4 Paths and the 4 Fruitions. So in this route there are only 8 supramundane cittas, namely, the four lokuttara kusala cittas
(supramundane moral consciousness) and the four lokuttara vipàka cittas (supramundane resultant consciousness).
Now in the second route, a person first develops a jhànasamàdhi (meditative concentration) by tranquility meditation and uses this concentration as the base of his wisdom-eye in insight meditation. If he uses the first jhàna-samàdhi as his base, his first path-consciousness is also accompanied by the first jhàna-samàdhi; so it is known as the first jhàna sotàpatti path-consciousness. Similarly for a person who uses the second jhàna-samàdhi as his base for insight meditation, his first path-consciousness is known as the second jhàna sotàpatti path-consciousness. In the same-way for persons who use the third jhàna-samàdhi, the fourth jhàna-samàdhi and the fifth jhàna-samàdhi, respectively, as the base
for their insight meditation, their first path-consciousness will be known as the third jhàna sotàpatti path-consciousness, the fourth jhàna sotàpatti path-consciousness and the fifth jhàna sotàpatti path-consciousness, respectively.
So there are 5 sotàpatti path-consciousness. In other words we are multiplying sotàpatti path-consciousness with 5 rupàvacara jhànas. In the same way there are 5 sakadàgàmi path-consciousness, 5 anàgàmi path-consciousness and 5 arahatta pathconsciousness. Thus the total number of path-consciousness is 20. As the fruition immediately follows the path without any lapse in time, there are also 20 fruition-consciousness.
Thus in the samatha-yànika route there are altogether 40 types of supramundane consciousness.
Kebetulan saya mengikuti pelatihan Abhidhamma oleh Dr. Mehm sewaktu di kota saya pertengahan tahun 2009 ini, dari penjelasan Dr. Mehm dikatakan bahwa ada 2 yanika (kendaraan) yang biasanya bisa dipakai oleh seseorang dalam jalan menuju kesucian yaitu vipasana yanika dan samatha yanika.
Kedua yanika awalnya tetap bergerak dari meditasi samatha (tranquility meditation) untuk mencapai pada tahapan upacara samadhi. Upacara samadhi merupakan "pintu gerbang" untuk memasuki jhana. Pada individu yang "trampil dalam kebijaksanaan" dan mempunyai bakat/benih kamma yang memadai, bisa langsung menapaki jalur vipasana tanpa memasuki jhana sebagai jalur menuju kesucian. Indivisu yang menggunakan vipasana yanika ini hanya akan memiliki 8 lokuttara citta sebagai citta karena pencapaian nibbana-nya.
Sedangkan individu yang menapaki jalan samatha yanika, akan memiliki 40 Lokkutara Jhana Citta (20 lokkutara magga cittas dan 20 lokkutara phala cittas). Tahapan individu yang menggunakan samatha yanika untuk mencapai kesucian arahat dapat di lihat pada artikel yang saya posting di atas dalam bahasa inggris.
Kesimpulan saya setelah mengikuti pelatihan dan penjelasan dari Dr. Mehm adalah bahwa memang ada jalur pencapaian nibbana yang tidak masuk kedalam tahapan jhana, karena baru di anggap jhana kalau berangkat dari tahapan upacara samadhi dan masuk ke dalam jhana, sedangkan kalau berangkat dari upacara samadhi tanpa memasuki jhana kemudian masuk ke vipasana, juga bisa.
Demikian yang bisa saya sharing... CMIIW...
_/\_
menambahkan tentang jalan dari nikaya, kalau dalam AN4.170: Yuganaddha Sutta, ada 4 jalan.
Quote
Pada suatu waktu YM Ananda sedang tinggal di Kosambi, di Vihara di Taman Ghosita. Disana beliau berbicara pada para bhikkhu, "Teman-teman!"
"Ya, teman," jawab para bhikkhu.
YM Ananda berkata: "Teman-teman, siapapun — bhikkhu atau bhikkhuni — menyatakan pencapaian arahantnya didepan hadapanku, mereka semua melalui satu dari empat jalan. Apakah empat itu?
"Ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan. Seiring dia mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.
"Kemudian ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang. Seiring dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.
"Kemudian ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan ketenangan bersama-sama dengan pandangan terang. Seiring dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.
"Kemudian ada kasus dimana pikiran seorang bhikkhu yang kegelisahan tentang Dhamma [Comm: kekotoran pandangan] terkendali dengan baik. Ada suatu waktu dimana pikirannya menjadi seimbang didalam, tenang, dan menjadi terpusat & terkonsentrasi. Didalam dirinya sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.
"Siapapun — bhikkhu atau bhikkhuni — menyatakan pencapaian arahantnya dihadapanku, mereka semua melakukannya melalui salah satu dari empat jalan ini.
maaf, dr mehn tim mon itu adalah seorang bikkhu atau seorang sarjana buddhis?
soalnya kalau teori doank susah untuk di jadikan acuan....kalau diri sendiri masih terikat LDM...
mungkin kata saya keterlaluan tapi mohon maaf...ini menurut pandangan saya pribadi.
ini sama saja orang buta menuntun orang buta...walau orang buta di beri map sama saja tidak akan bisa sampai tujuan
dan yg membuat nya tidak bisa melihat dengan jelas map itu adalah "LDM" dalam dirinya.
alangkah baiknya kita mendapat bimbingan dari seorang bikkhu, apalagi bikkhu yg pengalaman meditasi nya sudah di atas 10 tahun..
tanpa perlu belajar istilah seperti dalam abhidhamma yg bikin rumit...^^
----------------------------------------------
saya sependapat dengan saudara kaiyin,
jika merujuk sutta, SangBuddha selalu mengatakan konsentrasi benar adalah menuju pada jhana-jhana....apakah benar ada Arahat tanpa jhanna atau Tipitaka-nya yg butuh perbaikan? i don't know....
ternyata sutta pitaka juga byk misteri...^^
Mengenai Susima Sutta dlm Samyutta Nikaya, masih terlalu blur utk dijadikan sbg pegangan pencapaian arahatta-phala melalui vipassana belaka.
Alasannya pertama, di sutta itu tidak disinggung mengenai bahwa Jhana tidak diperlukan. Yg dinyatakan oleh bhikkhu tsb adl dia tidak memiliki Abhinna. Abhinna, tidak identik dengan pencapaian jhana melainkan penguasaan Jhana.
Kedua, Jhana yg disinggung di sana adalah bentuk2 landasan persepsi yg belakangan dikategorikan sbg arupa Jhana. Kalau kita melihat ke berbagai sumber, pengembangan abhinna biasanya melalui Jhana ke-4, bukan arupa Jhana. Bisa saja seseorang mengembangkan arupa jhana melalui rupa jhana, tapi tidak memiliki abhinna.
Ada banyak Sutta lain yg menunjukkan sebaliknya yg berwarna lebih terang dan bukan abu-abu, misalnya Maha-malunkyaputta Sutta yg dipost Bro Merc di thread lain.. Atau dlm Jhana Sutta dijelaskan bagaimana penghancuran asava dilakukan melalui pencapaian berbagai tingkat Jhana atau yang tren hari ini dikatakan sbg samatha. Setelah mencapai, kemudian bhikkhu mengarahkan ke pengembangan melihat fenomena terkait pancakkhandha sbg anicca, dukkha, anatta (tren hari ini dikatakan sbg vipassana) dan bhikkhu tsb lalu terbebaskan melalui pannavimutti, dan merealisasi Nibbana. Atau jika tidak, maka setelah 5 belenggu terhancurkan dan setelah kematiannya, dia akan terlahir ke alam Suddhavasa.
Ini kongruen dengan Yuganaddha Sutta yg dipost oleh Suhu.. Dan justru di Yuganaddha Sutta tidak dikatakan pengembangan 1 belaka tanpa yg lainnya. Di sana dikatakan ttg pengembangan vipassana yg didahului samatha atau pengembangan samatha yg didahului vipassana, atau samatha yg dikembangkan bersama2 dg vipassana, atau dengan membiarkan berbagai sankhara tenang dan diam dengan sendirinya lalu mengembangkan jalan, menghancurkan belenggu dan mencapai arahatta phala.
Jadi oleh Bhante Ananda tidak dikatakan ada jalan ke-5, mengembangkan samatha tok. Atau jalan ke-6, mengembangkan vipassana tok.
Dan lagi2 ini sesuai dengan Kimsuka Sutta tentang sepasang utusan (samatha & vipassana) utk merealisasi Nibbana. Atau Nandaka Sutta tentang perumpamaan seekor hewan berkaki empat dengan bhikkhu yg seharusnya mengembangkan dan memiliki saddha, sila, samatha dan vipassana. Atau Samatha Sutta yg mengatakan ttg demikian:
QuoteA person who has vipassana into principles pertaining to higher understanding but no samatha of the heart within himself should approach one who has samatha and inquire: "How should the mind be steadied? How should it be settled? How should it be unified? How should it be concentrated in samadhi?" And later he can gain samatha...
Perhatikan bagaimana pikiran di "steadied", "settled", "unified" dan "concentrated" selalu merujuk pada keadaan Jhana dalam berbagai sutta.
Berbicara mengenai kisah2 lain, ada berbagai pertanyaan yg timbul dlm diri saya:
Pertama, kisah2 apa saja? Dan kisah2 di mana? Krn perlu kita pilah dan pilih mana cerita yg real diturunkan Sang Buddha dan mana yg ditambahkan belakangan oleh para sesepuh.
Kedua, meski di kisah2 itu tidak diceritakan mengenai bagaimana kondisi batin pd sang pendengar khotbah pd tahap awal sebelum mendengar, saat mendengar dan hanya dijelaskan kondisinya sesudah mendengar yaitu mencapai tingkat ini-itu. Tetapi dlm kenyataannya tidak berarti mereka hanya mendengar saja.. Ketika satu khotbah diberikan, biasanya pendengar akan men-tune batin sesuai khotbah yg diberikan dan sambil mengembangkan batinnya, terutama terkait cara pengembangan batin, pencapaian pengetahuan2 atau realisasi kesucian.
Jadi lagi2 tidak ada pernyataan eksplisit ttg pengembangan vipassana belaka dan mencapai arahatta-phala. Juga Sang Buddha selalu konsisten tentang pengembangan kekuatan batin melalui Jhana 4. Jd jika dikatakan "ketika menembus Magga-phala, seseorang "otomatis" memiliki 3 pengetahuan atau analitis (patisambhida) atau 6 landasan kekuatan bathin." Implikasinya adalah? ???
^
^
Patenttt
_/\_
ikutan meramaikan aah, nambahin si taumingse, ;)
pada AN 9.36, jhana sutta dikatakan pembebasan itu tergantung pada jhana 1-4 lalu "arupa" jhana
Quote from: AN 9.36: Jhana Sutta - Mental Absorption
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2009
"I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the first jhana... the second jhana... the third... the fourth... the dimension of the infinitude of space... the dimension of the infinitude of consciousness... the dimension of nothingness. I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the dimension of neither perception nor non-perception.
"'I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the first jhana.' Thus it has been said. In reference to what was it said? There is the case where a monk, secluded from sensuality, secluded from unskillful qualities, enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born of seclusion, accompanied by directed thought & evaluation. He regards whatever phenomena there that are connected with form, feeling, perception, fabrications, & consciousness, as inconstant, stressful, a disease, a cancer, an arrow, painful, an affliction, alien, a disintegration, an emptiness, not-self. He turns his mind away from those phenomena, and having done so, inclines his mind to the property of deathlessness: 'This is peace, this is exquisite — the resolution of all fabrications; the relinquishment of all acquisitions; the ending of craving; dispassion; cessation; Unbinding.'
"Suppose that an archer or archer's apprentice were to practice on a straw man or mound of clay, so that after a while he would become able to shoot long distances, to fire accurate shots in rapid succession, and to pierce great masses. In the same way, there is the case where a monk... enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born of withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation. He regards whatever phenomena there that are connected with form, feeling, perception, fabrications, & consciousness, as inconstant, stressful, a disease, a cancer, an arrow, painful, an affliction, alien, a disintegration, an emptiness, not-self. He turns his mind away from those phenomena, and having done so, inclines his mind to the property of deathlessness: 'This is peace, this is exquisite — the resolution of all fabrications; the relinquishment of all acquisitions; the ending of craving; dispassion; cessation; Unbinding.'
"Staying right there, he reaches the ending of the mental fermentations. Or, if not, then — through this very dhamma-passion, this very dhamma-delight, and from the total wasting away of the first five of the fetters1 — he is due to be reborn [in the Pure Abodes], there to be totally unbound, never again to return from that world.
"'I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the first jhana.' Thus was it said, and in reference to this was it said.
(Similarly with the second, third, and fourth jhana.)
"'I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the dimension of the infinitude of space.' Thus it has been said. In reference to what was it said? There is the case where a monk, with the complete transcending of perceptions of [physical] form, with the disappearance of perceptions of resistance, and not heeding perceptions of diversity, [perceiving,] 'Infinite space,' enters & remains in the dimension of the infinitude of space. He regards whatever phenomena there that are connected with feeling, perception, fabrications, & consciousness, as inconstant, stressful, a disease, a cancer, an arrow, painful, an affliction, alien, a disintegration, an emptiness, not-self. He turns his mind away from those phenomena, and having done so, inclines his mind to the property of deathlessness: 'This is peace, this is exquisite — the resolution of all fabrications; the relinquishment of all acquisitions; the ending of craving; dispassion; cessation; Unbinding.'
"Suppose that an archer or archer's apprentice were to practice on a straw man or mound of clay, so that after a while he would become able to shoot long distances, to fire accurate shots in rapid succession, and to pierce great masses. In the same way, there is the case where a monk... enters & remains in the dimension of the infinitude of space. He regards whatever phenomena there that are connected with feeling, perception, fabrications, & consciousness, as inconstant, stressful, a disease, a cancer, an arrow, painful, an affliction, alien, a disintegration, an emptiness, not-self. He turns his mind away from those phenomena, and having done so, inclines his mind to the property of deathlessness: 'This is peace, this is exquisite — the resolution of all fabrications; the relinquishment of all acquisitions; the ending of craving; dispassion; cessation; Unbinding.'
"Staying right there, he reaches the ending of the mental fermentations. Or, if not, then — through this very dhamma-passion, this very dhamma-delight, and from the total wasting away of the first five of the fetters — he is due to be reborn [in the Pure Abodes], there to be totally unbound, never again to return from that world.
"'I tell you, the ending of the mental fermentations depends on the dimension of the infinitude of space.' Thus was it said, and in reference to this was it said.
(Similarly with the dimension of the infinitude of consciousness and the dimension of nothingness.)
"Thus, as far as the perception-attainments go, that is as far as gnosis-penetration goes. As for these two spheres — the attainment of the dimension of neither perception nor non-perception & the attainment of the cessation of feeling & perception — I tell you that they are to be rightly explained by those monks who are meditators, skilled in attaining, skilled in attaining & emerging, who have attained & emerged in dependence on them."
Quote from: Kainyn_Kutho on 20 November 2009, 11:51:19 AM
Dalam Samyutta Nikaya, Nidana Vagga, 12. Abhisamaya Samyutta, 7. Maha-Vagga, 10. Susima Sutta, terjadi perbincangan antara Susima dan seorang bhikkhu yang telah merealisasi Arahatta. Susima, yang awalnya mau "mencuri ilmu", menanyakan apakah sudah merealisasi ajaran tertinggi (nibbana) dan dibenarkan oleh bhikkhu tersebut. Kemudian ditanyakan apakah ia punya bermacam kekuatan Bathin atau pun pencapaian Arupa Jhana, tetapi bhikkhu tersebut menjawab tidak. Ia katakan, "''Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvuso susimā'ti. (Kami terbebaskan lewat kebijaksanaan, teman Susima.)"
Kemudian Susima bertanya kepada Buddha dan dijelaskan apa itu "kebijaksanaan benar (sammappaññā)", yaitu tidak melihat sesuatu sebagai diri. Dan seseorang memiliki kebijaksanaan benar tersebut tidak ada hubungannya dengan aneka kekuatan bathin atau Arupa Jhana.
Memang tidak dijelaskan secara eksplisit tentang kemungkinan di mana tidak adanya jhana dalam pencapaian Arahatta-phala, tapi menurut saya adalah demikian.
Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 01:28:29 PM
thanks bro kai.
jadi dari rujukan itu bisa kita simpulkan, arahant, tanpa abhinna dan tanpa arupa jhana. apakah ada rupa jhana, itu masih terbuka optionnya berdasarkan sutta itu.
nah kita korek lagi sutta2x lainnya nih...
Dalam Susimasutta, memang ada beberapa bhikkhu yang mencapai kesucian arahat tanpa melalui Jhana, baik rūpa maupun arūpa. Di sutta tersebut, yang ditanyakan oleh Bhikkhu Susima adalah apakah para bhikkhu tersebut yang mengklaim dirinya telah mencapai arahat memiliki abhiñña dan pencapaian2 kebebasan (santa vimokkhā) yang melampaui rūpa dan arūppa (bentuk dan tanpa bentuk). Mereka menjawab bahwa mereka tidak memiliki pencaipaian2 tersebut. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa kesucian kearahatan mereka dicapai melalui kebijaksanaan (paññāvimutta). Kitab Komentar dari sutta ini dengan jelas memberikan definisi 'paññāvimutta' sebagai berikut:
"Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvusoti, āvuso, mayaṃ nijjhānakā sukkhavipassakā paññāmatteneva vimuttāti dasseti".
"(Jawaban para bhikkhu yang berbunyi), "O teman, kami adalah yang telah terbebas melalui kebijaksanaan", bermakna, "O, teman, kami bukanlah orang2 yang memiliki jhana, kami adalah para praktisi murni vipassana, dan telah terbebaskan hanya dengan kebijaksanaan".
Sutta yang sama juga memberikan indikasi bahwa bhikkhu Susima, setelah mendengar hukum anicca, dukkha, anatta dan 12 mata rantai sebab musabab yang saling bergantungan, juga mencapai kesuciaan arahat. Oleh karenanya, setelah mengetahui dan melihat Dhamma yang ditanyakan Sang BUddha, Sang BUddha balik bertanya kepada bhikkhu Susima apakah setelah melihat dan mengetahui demikian, ia memiliki abhiññā dan pencapaian2 kebebasan yang melampaui rūpa dan arupā. Jawaban Susima sama dengan jawaban para bhikkhu di atas. Kitab komentar memang kemudian menyatakan bahwa Bhikkhu Susima mencapai kesucian arahat di akhir khotbah (Te parivaṭṭadesanāvasāne pana thero arahattaṃ patto).
Be happy.
Samanera, koq kalau saya baca Susima sutta tidak ada disinggung ada mencapai kesucian tanpa *rupa* Jhana?
Di dalam Kamus Baru Buddha Dhamma oleh Panjika N. Perawira,
ada disebutkan sebagai:
MAGGASIDDHI-JHANA: Dengan hanya melaksanakan pengembangan pandangan terang (Vipassana-Bhavana), kemudian menjadi Arahat dan memperoleh Jhana hasil dari kesucian pikiran dan karma kehidupan yang lalu.
Apakah hal di atas merujuk pada Sutta?
Quote from: Peacemind on 20 November 2009, 08:11:09 PM
Dalam Susimasutta, memang ada beberapa bhikkhu yang mencapai kesucian arahat tanpa melalui Jhana, baik rūpa maupun arūpa. Di sutta tersebut, yang ditanyakan oleh Bhikkhu Susima adalah apakah para bhikkhu tersebut yang mengklaim dirinya telah mencapai arahat memiliki abhiñña dan pencapaian2 kebebasan (santa vimokkhā) yang melampaui rūpa dan arūppa (bentuk dan tanpa bentuk). Mereka menjawab bahwa mereka tidak memiliki pencaipaian2 tersebut. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa kesucian kearahatan mereka dicapai melalui kebijaksanaan (paññāvimutta). Kitab Komentar dari sutta ini dengan jelas memberikan definisi 'paññāvimutta' sebagai berikut:
"Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvusoti, āvuso, mayaṃ nijjhānakā sukkhavipassakā paññāmatteneva vimuttāti dasseti".
"(Jawaban para bhikkhu yang berbunyi), "O teman, kami adalah yang telah terbebas melalui kebijaksanaan", bermakna, "O, teman, kami bukanlah orang2 yang memiliki jhana, kami adalah para praktisi murni vipassana, dan telah terbebaskan hanya dengan kebijaksanaan".
Sutta yang sama juga memberikan indikasi bahwa bhikkhu Susima, setelah mendengar hukum anicca, dukkha, anatta dan 12 mata rantai sebab musabab yang saling bergantungan, juga mencapai kesuciaan arahat. Oleh karenanya, setelah mengetahui dan melihat Dhamma yang ditanyakan Sang BUddha, Sang BUddha balik bertanya kepada bhikkhu Susima apakah setelah melihat dan mengetahui demikian, ia memiliki abhiññā dan pencapaian2 kebebasan yang melampaui rūpa dan arupā. Jawaban Susima sama dengan jawaban para bhikkhu di atas. Kitab komentar memang kemudian menyatakan bahwa Bhikkhu Susima mencapai kesucian arahat di akhir khotbah (Te parivaṭṭadesanāvasāne pana thero arahattaṃ patto).
Be happy.
_/\_ Sdr Peacemind,
Saya pikir tidak tepat menginterpretasikan demikian terutama bagian yg digarisbawahi karena di sana tidak dikatakan bahwa mereka tidak mencapai Jhana. Apakah di Sutta yg sama ada diterangkan lebih lanjut mengenai itu? :)
Mettacittena,
dalam catatan kaki SN oleh Bhikkhu Bodhi tertulis:
"Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvuso Susima,
"Friend, we are without jhana, dry-insighters, liberated simply by wisdom (āvuso mayaṃ nijjhānakā sukkhavipassakā paññāmatten' eva vimuttā)
Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 08:16:25 PM
Samanera, koq kalau saya baca Susima sutta tidak ada disinggung ada mencapai kesucian tanpa *rupa* Jhana?
Oh barangkali saya yang salah. Saya melihat sutta di bahasa Pali hanya sekilas. Pertama, yang saya maksud di atas adalah pertanyaan Susima yang demikian: 'Api pana tumhe āyasmanto evaṃ jānantā evaṃ passantā ye te santā vimokkhā atikkamma rūpe
āruppā, te kāyena phusitvā viharathā"ti? "no hetaṃ, āvuso" - "Knowing thus, seeing thus, do you, friends, dwell in peaceful abidings that transcend form, formless attainments, having touched them with body?"
Pertama saya pikir bahwa peaceful abidings adalah kondisi yang melampau rūpa dan arūpa. Ternyata, setelah saya teliti lagi, kasus (case) istilah "aruppā" dan santā vimokkhā sama, sehingga dalam konteks ini yang dimaksud dengan santā vimokkhā (peaceful abidings) adalh pencapaian2 aruppā yang mana telah melampaui pencapaian rūpa (atikkamma rūpe). Yap, dalam hal ini saya nggak teliti. Namun demikian, dalam kitab komentar, sangat jelas bahwa para bhikkhu tersebut dikatakn tidak memiliki jhāna (nijjhānaka).
Thanks for raising this point to me. Otherwise, I will be wrong. :D
Be happy.
Quote from: Jerry on 20 November 2009, 08:45:06 PM
Quote from: Peacemind on 20 November 2009, 08:11:09 PM
Dalam Susimasutta, memang ada beberapa bhikkhu yang mencapai kesucian arahat tanpa melalui Jhana, baik rūpa maupun arūpa. Di sutta tersebut, yang ditanyakan oleh Bhikkhu Susima adalah apakah para bhikkhu tersebut yang mengklaim dirinya telah mencapai arahat memiliki abhiñña dan pencapaian2 kebebasan (santa vimokkhā) yang melampaui rūpa dan arūppa (bentuk dan tanpa bentuk). Mereka menjawab bahwa mereka tidak memiliki pencaipaian2 tersebut. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa kesucian kearahatan mereka dicapai melalui kebijaksanaan (paññāvimutta). Kitab Komentar dari sutta ini dengan jelas memberikan definisi 'paññāvimutta' sebagai berikut:
"Paññāvimuttā kho mayaṃ, āvusoti, āvuso, mayaṃ nijjhānakā sukkhavipassakā paññāmatteneva vimuttāti dasseti".
"(Jawaban para bhikkhu yang berbunyi), "O teman, kami adalah yang telah terbebas melalui kebijaksanaan", bermakna, "O, teman, kami bukanlah orang2 yang memiliki jhana, kami adalah para praktisi murni vipassana, dan telah terbebaskan hanya dengan kebijaksanaan".
Sutta yang sama juga memberikan indikasi bahwa bhikkhu Susima, setelah mendengar hukum anicca, dukkha, anatta dan 12 mata rantai sebab musabab yang saling bergantungan, juga mencapai kesuciaan arahat. Oleh karenanya, setelah mengetahui dan melihat Dhamma yang ditanyakan Sang BUddha, Sang BUddha balik bertanya kepada bhikkhu Susima apakah setelah melihat dan mengetahui demikian, ia memiliki abhiññā dan pencapaian2 kebebasan yang melampaui rūpa dan arupā. Jawaban Susima sama dengan jawaban para bhikkhu di atas. Kitab komentar memang kemudian menyatakan bahwa Bhikkhu Susima mencapai kesucian arahat di akhir khotbah (Te parivaṭṭadesanāvasāne pana thero arahattaṃ patto).
Be happy.
_/\_ Sdr Peacemind,
Saya pikir tidak tepat menginterpretasikan demikian terutama bagian yg digarisbawahi karena di sana tidak dikatakan bahwa mereka tidak mencapai Jhana. Apakah di Sutta yg sama ada diterangkan lebih lanjut mengenai itu? :)
Mettacittena,
Itu bukan interprestasi saya lah.. itu khan yang dikatakan di dalam kitab komentari. Nijjhānaka artinya orang2 yang tidak memiliki jhāna.
Be happy.
_/\_ Sdr Peacemind,
Oh iya.. Thanks udah clearin.. Baru meratiin itu dari komentar. Bagaimana dg Sutta sbg sumber langsungnya sendiri? Ada dikatakan demikiankah? :)
Mettacittena,
kasusnya jangan2 sama seperti tanpa JMB8 bisa mencapai nibbana
[at] peacemind: my thanks. btw mo minta tolong lagi utk translate potongan dari mbah indra
Quote
"Friend, we are without jhana, dry-insighters, liberated simply by wisdom (āvuso mayaṃ nijjhānakā sukkhavipassakā paññāmatten' eva vimuttā)
terima kasih sebelumnya
Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 09:35:58 PM
[at] peacemind: my thanks. btw mo minta tolong lagi utk translate potongan dari mbah indra
Quote
"Friend, we are without jhana, dry-insighters, liberated simply by wisdom (āvuso mayaṃ nijjhānakā sukkhavipassakā paññāmatten' eva vimuttā)
terima kasih sebelumnya
jangan terang2an gak percaya gue dong? kan gue jadi tersinggung
sama engkau daku percaya, pada bhikkhu bodhi ragu berada. :))
Teman-teman,
Maaf saya salah translate sedikit, kata-kata yang saya bold (dan juga) sebelumnya terjemahannya adalah kecuali, dan juga kalimat "maka ia tak akan kembali pada kesenangan indera" baru saya tambahkan, dengan ini kesalahan telah saya perbaiki. Silahkan diteruskan.
Terima kasih
_/\_
Teman-teman,
Maaf mau nambahin sedikit nih, setahu saya (kebetulan mujur pernah ketemu kedua-duanya) dan berbicara langsung dengan mereka, dari wawancara ternyata bhikkhu Bodhi pernah berlatih direct Vipassana, sedangkan bhikkhu Thanissaro nampaknya belum pernah berlatih metode direct Vipassana (kalau tidak salah beliau belajar meditasi pada Acharn Lee Dhammadaro, murid Acharn Mun).
Jadi bisa dimengerti perbedaan pandangan diantara keduanya.
Sukhi hotu
Sejauh yg pernah saya baca, Bhikku Thanissaro adalah murid Ajahn Fuang yang merupakan murid Ajahn Lee.
Quote from: Jerry on 20 November 2009, 09:10:02 PM
_/\_ Sdr Peacemind,
Oh iya.. Thanks udah clearin.. Baru meratiin itu dari komentar. Bagaimana dg Sutta sbg sumber langsungnya sendiri? Ada dikatakan demikiankah? :)
Mettacittena,
Ya kalau dalam sutta memang nggak dikatakn secara persis kalau bhikkhu2 tersebut tidak memiliki Jhana khususnya rūpajhana. Yang tercatat adalh mereka tidak memiliki 5 abhiññā dan arupajhāna.
Be happy.
Quote from: dilbert on 20 November 2009, 04:19:50 PM
Dr. Mehm Tin Mon Dalam bukunya BUDDHA ABHIDHAMMA "ULTIMATE SCIENCE", hal 65 menuliskan
Lokuttara Cittas (Supramundane Consciousness)
Lokuttara cittas may be acquired by vipassanà (insight) meditation. There are two ways of getting to the path-consciousness
(magga-nàna). They are:
1 Vipassanà-yànika — taking insight meditation as the vehicle,
2 Samatha-yànika — taking tranquility meditation as the vehicle.
A person may first develop the neighbourhood concentration (upacàra-samàdhi) by tranquility meditation (samatha bhàvanà) and then proceed to insight meditation (vipassanà bhàvanà). Here the person is using 'upacàra-samàdhi' as the base of his wisdom-eye for looking into the ultimate nàma and rupa and their common characteristics of impermanence (anicca), suffering (dukkha) and not-self (anatta). This person, if successful to the end, will acquire the 4 Paths and the 4 Fruitions. So in this route there are only 8 supramundane cittas, namely, the four lokuttara kusala cittas
(supramundane moral consciousness) and the four lokuttara vipàka cittas (supramundane resultant consciousness).
Now in the second route, a person first develops a jhànasamàdhi (meditative concentration) by tranquility meditation and uses this concentration as the base of his wisdom-eye in insight meditation. If he uses the first jhàna-samàdhi as his base, his first path-consciousness is also accompanied by the first jhàna-samàdhi; so it is known as the first jhàna sotàpatti path-consciousness. Similarly for a person who uses the second jhàna-samàdhi as his base for insight meditation, his first path-consciousness is known as the second jhàna sotàpatti path-consciousness. In the same-way for persons who use the third jhàna-samàdhi, the fourth jhàna-samàdhi and the fifth jhàna-samàdhi, respectively, as the base
for their insight meditation, their first path-consciousness will be known as the third jhàna sotàpatti path-consciousness, the fourth jhàna sotàpatti path-consciousness and the fifth jhàna sotàpatti path-consciousness, respectively.
So there are 5 sotàpatti path-consciousness. In other words we are multiplying sotàpatti path-consciousness with 5 rupàvacara jhànas. In the same way there are 5 sakadàgàmi path-consciousness, 5 anàgàmi path-consciousness and 5 arahatta pathconsciousness. Thus the total number of path-consciousness is 20. As the fruition immediately follows the path without any lapse in time, there are also 20 fruition-consciousness.
Thus in the samatha-yànika route there are altogether 40 types of supramundane consciousness.
Kebetulan saya mengikuti pelatihan Abhidhamma oleh Dr. Mehm sewaktu di kota saya pertengahan tahun 2009 ini, dari penjelasan Dr. Mehm dikatakan bahwa ada 2 yanika (kendaraan) yang biasanya bisa dipakai oleh seseorang dalam jalan menuju kesucian yaitu vipasana yanika dan samatha yanika.
Kedua yanika awalnya tetap bergerak dari meditasi samatha (tranquility meditation) untuk mencapai pada tahapan upacara samadhi. Upacara samadhi merupakan "pintu gerbang" untuk memasuki jhana. Pada individu yang "trampil dalam kebijaksanaan" dan mempunyai bakat/benih kamma yang memadai, bisa langsung menapaki jalur vipasana tanpa memasuki jhana sebagai jalur menuju kesucian. Indivisu yang menggunakan vipasana yanika ini hanya akan memiliki 8 lokuttara citta sebagai citta karena pencapaian nibbana-nya.
Sedangkan individu yang menapaki jalan samatha yanika, akan memiliki 40 Lokkutara Jhana Citta (20 lokkutara magga cittas dan 20 lokkutara phala cittas). Tahapan individu yang menggunakan samatha yanika untuk mencapai kesucian arahat dapat di lihat pada artikel yang saya posting di atas dalam bahasa inggris.
Kesimpulan saya setelah mengikuti pelatihan dan penjelasan dari Dr. Mehm adalah bahwa memang ada jalur pencapaian nibbana yang tidak masuk kedalam tahapan jhana, karena baru di anggap jhana kalau berangkat dari tahapan upacara samadhi dan masuk ke dalam jhana, sedangkan kalau berangkat dari upacara samadhi tanpa memasuki jhana kemudian masuk ke vipasana, juga bisa.
Demikian yang bisa saya sharing... CMIIW...
_/\_
Saudara Dilbert yang baik,
Mungkin saya ingin menambahkan sedikit bahwa citta dari Ariya Puggala yang tak memiliki Jhana disebut Sotapatti Magga citta , Sakadagami Phala citta dsbnya. (tanpa penyebutan Jhana).
Sedangkan bentuk citta dari Ariya Puggala yang memiliki Jhana disebut dutiyajhana (Jhana kedua) Sotapatti Magga citta, tatiyajhana (Jhana ketiga) Sotapatti Magga citta dstnya. (Jadi ada embel-embel Jhananya).
Pemikiran Dr Mehm Tihn Mon didasarkan pada pemikiran Pa Auk Sayadaw yang beranggapan bahwa pencapaian kesucian melalui pencapaian Jhana, setelah itu diikuti dengan berlatih Vipassana (melihat tilakkhana : anicca, dukkha, anatta).
Metode Vipassana kedua dari Pa Auk Sayadaw adalah dengan berlatih 4 unsur ( 4 elements), hingga upacara samadhi lalu dilanjutkan ke Vipassana juga.
Vipassana metode Mahasi Sayadaw tidak seperti yang dijabarkan oleh Dr Mehm Tihn Mon atau Pa Auk Sayadaw, metode Mahasi Sayadaw dari awal latihan meditasi diarahkan langsung untuk melihat tilakkhana (anicca, dukkha dan anatta) dalam perjalanannya maka keempat unsur (4 elements/ mahabhuta) juga nampak.
Menurut saya:
Inti dari semua meditasi Vipassana adalah kemampuan untuk menyelami anicca, dukkha dan anatta hingga pengalaman terhadap anicca, dukkha dan anatta menjadi matang.
Dengan matangnya pengalaman terhadap anicca, dukkha dan anatta maka batin menjadi semakin tidak melekat terhadap semua fenomena batin dan jasmani yang muncul.
Dengan batin semakin tidak melekat (kemelekatan disebabkan oleh tanha) pada fenomena yang muncul pada akhirnya suatu saat batin menjadi terbebas, dan tercapailah Nibbana.
Hanya sekedar sharing.
Sukhi hotu.
Quote from: hendrako on 20 November 2009, 10:21:10 PM
Sejauh yg pernah saya baca, Bhikku Thanissaro adalah murid Ajahn Fuang yang merupakan murid Ajahn Lee.
Oh iya benar, kalau tidak salah Acharn Lee sudah wafat jauh sebelum beliau menjadi bhikkhu (bhante Thanissaro satu angkatan dengan bhante Pannavaro)
Terima kasih atas koreksinya sdr Hendrako
_/\_
Quote from: Sumedho on 20 November 2009, 09:35:58 PM
[at] peacemind: my thanks. btw mo minta tolong lagi utk translate potongan dari mbah indra
Quote
"Friend, we are without jhana, dry-insighters, liberated simply by wisdom (āvuso mayaṃ nijjhānakā sukkhavipassakā paññāmatten' eva vimuttā)
terima kasih sebelumnya
Terjemahan tersebut memang sudah benar.
āvuso - teman,
mayaṃ - kami,
nijjhānaka - orang yang tidak memiliki jhāna, ni: tanpa, jhānaka: orang yang memiliki Jhāna.
sukkhavipassakā - orang yang mempraktikkan murni vipassana, sukkha: pure, vipassaka: one who practice insight meditation.
paññamattena: by mere / simply wisdom, pañña: kebijaksanaan, matta: sekedar.
eva: hanya.
vimuttā: released / liberated, terbebaskan.
Be happy.
Quote from: fabian c on 20 November 2009, 10:10:49 PM
Teman-teman,
Maaf mau nambahin sedikit nih, setahu saya (kebetulan mujur pernah ketemu kedua-duanya) dan berbicara langsung dengan mereka, dari wawancara ternyata bhikkhu Bodhi pernah berlatih direct Vipassana, sedangkan bhikkhu Thanissaro nampaknya belum pernah berlatih metode direct Vipassana (kalau tidak salah beliau belajar meditasi pada Acharn Lee Dhammadaro, murid Acharn Mun).
Jadi bisa dimengerti perbedaan pandangan diantara keduanya.
Sukhi hotu
Btw, Bhikkhu Bodhi pernah hidup di hutan dan tinggal di sebuah gua. Saya pribadi pernah tidur di gua tersebut. Selama tinggal di sana beliau mempraktikkan meditasi vipassana.
Quote from: Peacemind on 20 November 2009, 11:09:06 PM
Quote from: fabian c on 20 November 2009, 10:10:49 PM
Teman-teman,
Maaf mau nambahin sedikit nih, setahu saya (kebetulan mujur pernah ketemu kedua-duanya) dan berbicara langsung dengan mereka, dari wawancara ternyata bhikkhu Bodhi pernah berlatih direct Vipassana, sedangkan bhikkhu Thanissaro nampaknya belum pernah berlatih metode direct Vipassana (kalau tidak salah beliau belajar meditasi pada Acharn Lee Dhammadaro, murid Acharn Mun).
Jadi bisa dimengerti perbedaan pandangan diantara keduanya.
Sukhi hotu
Btw, Bhikkhu Bodhi pernah hidup di hutan dan tinggal di sebuah gua. Saya pribadi pernah tidur di gua tersebut. Selama tinggal di sana beliau mempraktikkan meditasi vipassana.
Dan beliau mengaku belum mencapai apa2, terutama karena sakit kepala yg hebat. :)
_/\_
Itu sakitnya kenapa ya? Saya dengar dari teman saya Dhammasiri, para dokter juga nggak bisa mengidentifikasi penyakit tersebut...
Kundalini ndak terbangkitkan dengan sempurna, sehingga mengalami yg namanya Kundalini syndrome.. Beliau harus terbang ke Indonesia, ntar saya kenalin dengan pakarnya di daerah tangerang. :D
Kemungkinan lain, beliau kebanyakan berpikir. Harus terbang ke Indonesia juga, ntar biar ta' kenalin dengan pakar soal ini. ;)
^^^ siapa? IP?
[at] jerry & [at] ryu: hush..... :hammer:
wah kalau begitu, pake jhana atau tidak nih
Kalau melihat kondisi harus selalu ada jhana sepertinya jadi seakan2 Hanya yang menjalani Ajaran Buddha saja yang bisa mencapai kesucian orang dari aliran lain tidak akan bisa.
dalam sekha sutta :
..."Mahanama, di sini, seorang siswa mulia memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu kemampuan inderanya, madya di dalam makan, dan membaktikan diri pada keadaan terjaga; dia memiliki tujuh sifat yang baik; dan dia adalah orang yang, tanpa kesulitan atau kesukaran, akan memperoleh – bila menginginkannya – empat jhana yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan menyediakan tempat berdiam yang menyenangkan di sii dan kini......
jadi apabila seseorang mempunyai moralitas maka otomatis akan memperoleh – bila menginginkannya – empat jhana .....
Quote from: Sumedho on 21 November 2009, 07:18:27 AM
[at] jerry & [at] ryu: hush..... :hammer:
wah kalau begitu, pake jhana atau tidak nih
Terserah masing2 kale...kalo tuhan kan sudah perfect ngak perlu dua-duanya kali ya.. :P ;D kabur dulu akh....
^Maksud Bond...TUHAN MEDHO? ;D
_/\_ :lotus:
Quote from: Lily W on 21 November 2009, 09:38:23 AM
^Maksud Bond...TUHAN MEDHO? ;D
_/\_ :lotus:
:yes: :whistle:
Quote from: bond on 21 November 2009, 09:50:10 AM
Quote from: Lily W on 21 November 2009, 09:38:23 AM
^Maksud Bond...TUHAN MEDHO? ;D
_/\_ :lotus:
:yes: :whistle:
:jempol:
ngacir ahh...takut di BRP... :))
_/\_ :lotus:
Quote from: ryu on 21 November 2009, 07:44:41 AM
dalam sekha sutta :
..."Mahanama, di sini, seorang siswa mulia memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu kemampuan inderanya, madya di dalam makan, dan membaktikan diri pada keadaan terjaga; dia memiliki tujuh sifat yang baik; dan dia adalah orang yang, tanpa kesulitan atau kesukaran, akan memperoleh – bila menginginkannya – empat jhana yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan menyediakan tempat berdiam yang menyenangkan di sii dan kini......
jadi apabila seseorang mempunyai moralitas maka otomatis akan memperoleh – bila menginginkannya – empat jhana .....
Maksudnya Cek Ryu? ???
Quote from: Jerry on 21 November 2009, 04:42:17 PM
Quote from: ryu on 21 November 2009, 07:44:41 AM
dalam sekha sutta :
..."Mahanama, di sini, seorang siswa mulia memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu kemampuan inderanya, madya di dalam makan, dan membaktikan diri pada keadaan terjaga; dia memiliki tujuh sifat yang baik; dan dia adalah orang yang, tanpa kesulitan atau kesukaran, akan memperoleh – bila menginginkannya – empat jhana yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan menyediakan tempat berdiam yang menyenangkan di sii dan kini......
jadi apabila seseorang mempunyai moralitas maka otomatis akan memperoleh – bila menginginkannya – empat jhana .....
Maksudnya Cek Ryu? ???
Apakah orang yang tidak "trampil" dan "displin" SILA-nya (alias masih melakukan pelanggaran sila, minimal saja dalam pancasila buddhis) itu bisa mencapai Jhana ??
Emm.. Itu nanya ke saya atau menjawab dalam bentuk pertanyaan? Soalnya saya lg nanya ke Ncek Ryu ttg maksud kutipannya, ga nangkep maklum lemot. hehe.. ;D
Mereka yg tidak trampil dan disiplin dalam SILA maka jhana tidak mungkin dicapai.
Jika dilihat dari pancanivarana salah satunya adalah kamachanda atau kesenangan inderawi. Maka Sila adalah untuk mengendalikan atau menghindari kesenangan inderawi agar batin menjadi tenang. Dari kondisi ini maka jhana dapat tercapai.
Orang yg telah mencapai jhana apabila kemudian SILA nya dilepas maka jhana akan hilang.
kalau aye baca sutta itu sepertinya maksud sutta itu adalah orang yang memiliki moralitas, ....dll akan otomatis mudah mencapai jhana (apa mungkin orang yang tidak mengenal ajaran Buddha dan tidak mengenal jhana tapi moralitasnya baik tanpa kesulitan atau kesukaran, akan memperoleh empat jhana tanpa dia sadari dia telah mencapai jhana)
sutta lengkapnya di :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=1292
Beberapa mungkin bisa beberapa lagi tidak. Tapi dikatakan bisa pun kemungkinannya kecil, tapi bukan mustahil.. Saya katakan demikian karena ada kemungkinan yg saya liat disini, bahwa jika org tsb bisa melenyapkan 5 rintangan batin, dan mengarahkan lalu mengembangkan pikirannya ke satu objek tertentu dan mempertahankannya maka Jhana dpt dicapai dg diawali pencapaian Jhana 1.. Tp ingat, utk ini semua pertama2 dibutuhkan kehendak sbg triggernya. tanpa diawali kehendak, apa yg dapat dicapai? Mencapai Jhana ini spt perumpamaan kita hendak pergi ke kebun, dengan kehendak baru kita bergerak menuju ke kebun, dan akhirnya sampai di kebun. Begitu juga dng Jhana dan pencapaian tingkat2 kesucian. Kalau tidak mengetahui ttg Jhana, bisa saja orang mencapai tp krn tdk mengetahui plus minus dr Jhana, dia tidak mengembangkan Jhana lebih lanjut dan secara benar dan semestinya. Karena tidak mengetahui plus minus, maka Jhana tdk dikembangkan sbg alat pembawa dia menuju ke pembebasan. Karena itu dikatakan Sang Buddha dlm Maha Parinibbana Sutta kurang lebih dalam ajaran petapa lain tidak ditemukan 4 pasang makhluk suci tsb.