_/\_ _/\_ _/\_
Pernahkan bro n sis,
bertanya siapakah AKU ?
darimana AKU ?
mengapa AKU disini ?
kemana AKU akan pergi ?
IMO setiap org pernah merenung dlm hidupnya..
Dan dalam renungan nya itu pernah diisi dgn pertanyaan2 demikian..
Kok bs dilahirkan dlm keluarga yg sperti ini ya?
Kira2 kehidupan lampau, apa hubungan diri ini dgn mama & papa yg skr?
Tujuan hidup utk apa ya?
Apakah 5 thn lagi, bs punya banyak uang beli rumah/mobil?
DLL.........
Kehidupan itu mirip sebuah film.
Dan kita sutradara sekaligus aktornya.
Suatu saat filmnya akan habis.
Dan kita akan lanjut main lagi di film lainnya.
Pernah..
Namun sampai kini aku belum menemukan jawabannya..
katanya AKU itu sebenarnya gak ada.. :|
terus bagaimana pertanyaan2 diatas tadi menjadi relevan :-?
_/\_
Pernah. dan saya skrg sudah tdk bertanya lagi. :))
Quote from: sumana on 22 October 2009, 03:28:55 PM
bertanya siapakah AKU ?
Pancakkhandha yang dikenal dengan nama...
Quote
darimana AKU ?
dari rahim Ibu
Quote
mengapa AKU disini ?
Karena belum memotong alur samsara
Quote
kemana AKU akan pergi ?
Ke 31 alam kehidupan sesuai kamma yang dilakukan pada kehidupan ini
Quote from: hatRed on 22 October 2009, 04:40:38 PM
katanya AKU itu sebenarnya gak ada.. :|
terus bagaimana pertanyaan2 diatas tadi menjadi relevan :-?
Betul menurut ajaran yang kita anut
Tapi kita masih belum betul2 merealisasikannya, right ? :whistle:
Quote from: wangsapala on 22 October 2009, 04:41:53 PM
_/\_
Pernah. dan saya skrg sudah tdk bertanya lagi. :))
Hehe... sama kita. Sejak mendalami Buddha Dhamma, tidak lagi. :)
Quote from: Equator on 22 October 2009, 04:45:13 PM
Quote from: hatRed on 22 October 2009, 04:40:38 PM
katanya AKU itu sebenarnya gak ada.. :|
terus bagaimana pertanyaan2 diatas tadi menjadi relevan :-?
Betul menurut ajaran yang kita anut
Tapi kita masih belum betul2 merealisasikannya, right ? :whistle:
Merealisasikan apa? Nibbana? Sepertinya tidak perlu sampe merealisasikan Nibbana untuk memahami Anatta.
QuoteMerealisasikan apa? Nibbana? Sepertinya tidak perlu sampe merealisasikan Nibbana untuk memahami Anatta.
maksudnya memahami secara intelektual, atau secara panna?
rekan sumana
untuk menjawab pertanyaan ANDA sebenarnya ada dalam pemahaman ajaran Buddha EMPAT KEBENARAN ARIYA
_/\_
Quote from: gachapin on 22 October 2009, 06:04:49 PM
QuoteMerealisasikan apa? Nibbana? Sepertinya tidak perlu sampe merealisasikan Nibbana untuk memahami Anatta.
maksudnya memahami secara intelektual, atau secara panna?
waiting mode : ON..... ;)
Quote from: gachapin on 22 October 2009, 06:04:49 PM
QuoteMerealisasikan apa? Nibbana? Sepertinya tidak perlu sampe merealisasikan Nibbana untuk memahami Anatta.
maksudnya memahami secara intelektual, atau secara panna?
Saya pribadi, secara intelektual. Dengan membaca Anattalakkhana Sutta kemudian buku komentar Anattalakkhana Sutta oleh YM Mahasi Sayadaw. Kemudian berusaha merenungkan apa yang telah dibaca itu dalam kesempatan meditasi vipassana. Kadang dalam keseharian saat merasakan emosi kemarahan muncul, berusaha menganalisa apa penyebabnya. Ujung-ujungnya sih karena ego sendiri yang terusik.
Quote from: sumana on 22 October 2009, 03:28:55 PM
_/\_ _/\_ _/\_
Pernahkan bro n sis,
bertanya siapakah AKU ?
darimana AKU ?
mengapa AKU disini ?
kemana AKU akan pergi ?
Pernah terlintas
Quote from: ciputras on 23 October 2009, 05:16:12 PM
Quote from: gachapin on 22 October 2009, 06:04:49 PM
QuoteMerealisasikan apa? Nibbana? Sepertinya tidak perlu sampe merealisasikan Nibbana untuk memahami Anatta.
maksudnya memahami secara intelektual, atau secara panna?
Saya pribadi, secara intelektual. Dengan membaca Anattalakkhana Sutta kemudian buku komentar Anattalakkhana Sutta oleh YM Mahasi Sayadaw. Kemudian berusaha merenungkan apa yang telah dibaca itu dalam kesempatan meditasi vipassana. Kadang dalam keseharian saat merasakan emosi kemarahan muncul, berusaha menganalisa apa penyebabnya. Ujung-ujungnya sih karena ego sendiri yang terusik.
setelah dianalisa, lalu buat apa? bisa dishare?
melihat anatta itu tidak perlu harus arahant. jika sudah melihat anatta maka dia mengerti dan mematahkan 3 belenggu rendah.
http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn25/sn25.003.than.html (http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn25/sn25.003.than.html)
Quote from: markosprawira on 26 October 2009, 04:37:32 PM
setelah dianalisa, lalu buat apa? bisa dishare?
Mencoba melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Dengan demikian saya bisa melihat pelbagai masalah lebih obyektif dan dapat mengambil tindakan yang saya anggap tepat sesuai dengan kondisi diwaktu itu.
Quote from: sumana on 22 October 2009, 03:28:55 PM
_/\_ _/\_ _/\_
Pernahkan bro n sis,
bertanya siapakah AKU ?
darimana AKU ?
mengapa AKU disini ?
kemana AKU akan pergi ?
pernah semua.
QuoteSaya pribadi, secara intelektual. Dengan membaca Anattalakkhana Sutta kemudian buku komentar Anattalakkhana Sutta oleh YM Mahasi Sayadaw. Kemudian berusaha merenungkan apa yang telah dibaca itu dalam kesempatan meditasi vipassana. Kadang dalam keseharian saat merasakan emosi kemarahan muncul, berusaha menganalisa apa penyebabnya. Ujung-ujungnya sih karena ego sendiri yang terusik.
Quote from: ciputras on 27 October 2009, 05:24:24 PM
Quote from: markosprawira on 26 October 2009, 04:37:32 PM
setelah dianalisa, lalu buat apa? bisa dishare?
Mencoba melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Dengan demikian saya bisa melihat pelbagai masalah lebih obyektif dan dapat mengambil tindakan yang saya anggap tepat sesuai dengan kondisi diwaktu itu.
misal dalam kasus muncul marah karena anda ditabrak dari belakang..... apakah marah itu tindakan yg tepat?
Ketika ditabrak dari belakang, hal yang muncul pertama adalah kaget bukan marah. Apa ya yang menabrak dari belakang...?
Nah apakah citta "kaget" itu? apakah itu akusala ataukah kusala?
lalu bagaimana tindakan anda setelah "kaget"?
^ kek na kaget itu ampir sama dengan takut yang muncul karena gak tau ... termasuk mohamula citta tuh bro ... (buletan kedua) ... yang gelisah (uddhaca) gitu ... ;D
sejauh yg saya tahu, itu kombinasi dari dosa mula citta dan juga moha mula citta (ingat khan, kalo ada dosa, PASTI ada moha he3)
tapi mari kita tunggu respons dari ciputra.... enak dhamma kalo dibahas kaya gini khan? lebih realita ;D
master abhidhamma aja (nina van gorkom), juga membuat kasus2 dalam keseharian seperti ini.... misal kalo lagi makan malam, citta2 apa aja yg timbul, cetasikanya gimana, dsbnya....
sukur2 kalo bisa mulai bisa dibahas di DC _/\_
Quote from: markosprawira on 29 October 2009, 11:21:36 AM
Nah apakah citta "kaget" itu? apakah itu akusala ataukah kusala?
Kaget itu gabungan dari reaksi tubuh dan pikiran. Untuk tubuh detak jantung meningkat, adrenalin naik. Untuk pikiran menurut saya lebih ke moha, soalnya kaget kan bisa kaget senang (birthday surprise) atau kaget marah (ditabrak orang), jadi pada saat kaget objeknya masih belum diketahui dengan jelas.
sifat objek adalah netral, bro...... jadi mau itu kaget senang atau kaget marah, intinya ada di "kaget"-nya itu....
misal utk kaget senang (birthday suprise) : org yg masuk, lalu diteriakin surprise, jantungnya sama aja deg2annya ama kaget marah.... hanya beda di kelanjutannya aja, kalo kaget senang, detak jantungnya langsung turun karena muncul vedana bahagia
kalo kaget marah, jantung kencang terus karena seiring dengan produksi akusala.....
tubuh/fisik hanyalah bentukan batin..... sama seperti kasus diatas, begitu batin mengeset itu menyenangkan, jantung langsung menyesuaikan
demikian juga jika itu tidak menyenangkan
ini kalo berdasar opini saya loh......
Wah... jadi ngga enak nih sampe ditungggu oleh senior bro markosprawira :)
Maaf ya kalo respon dari saya suka lambat.
Ok, balik ke masalah tabrak. Dari semula persepsi saya soal tabrak dari bro markosprawira dalam konteks kita mengemudi kendaraan. Dan kejadiannya udah lumayan lama. Waktu itu respon kaget diteruskan dengan perasaan tidak senang, siapa sih yang nabrak-nabrak gua! Saya turun dari mobil, cek bagian yang kira-kira kena tabrak dan melihat ke si-penabrak. Minta dia menepi di depan sana. Emosi udah diubun-ubun, pembicaraan hanya saya yg benar, kamu yang nabrak dan minta ganti rugi.
Pas pulang rumah, ketika terduduk diam, merenung kejadian tadi. Kenapa ya tadi saya marah-marah ngga keruan? Apa hasilnya? Boro-boro ganti rugi yang didapat. Untung ada yang melerai dan men-dingin-kan saya sehingga tidak berlarut adu argumennya. Diputar ulang kejadian tadi, Ketika saya kaget, saya langsung bereaksi, apa tuh? Siapa ya? Dia. Siapa dia? Apa dia kenal saya? Apa dia sengaja tabrak saya. Kata dia dan saya muncul terus. Siapa sih dia? Siapa sih saya? Kalo dia ngga kenal saya kenapa dia tabrak saya? Apakah ada unsur kesengajaan? Kenapa pula harus marah-marah seperti tadi? Kalo ngga marah-marah, mungkin juga ngga dapat ganti rugi tapi paling tidak persoalan bisa diselesaikan dengan lebih baik.
Perenungan lebih mendalam, saya ingat dulu sewaktu pertama kali bawa mobil. Mobil yang saya bawa ditabrak orang. Kerusakan mobil orang ini tidak separah mobil saya dan saya ditabrak karena dia ngga kasih jalan saat saya mo berbelok. Orang itu galaknya minta ampun dan saya ketakutan ngga tahu mesti gimana. Orang itu berkeras minta ganti rugi sampai saya membawa orang tersebut ke bengkel untuk menaksir besar kerugian dan saya harus merogoh kocek di atm terdekat. Rupanya kejadian ini demikian membekas hingga saya berperilaku se-demikian rupa. Ada unsur ingin membalas yang tidak rasional.
Kayaknya bener tuh kaget itu moha mula citta. Tadinya saya anggap suatu respon yang netral. Setelah berusaha terus melatih sati setiap saat, bisa dibilang hampir tidak muncul lagi respon kaget. Saya merasa bila saya dalam berkesadaran (sati), saya menyatu dengan lingkungan sekitar. Ketika sesuatu terjadi seperti gempa Tasikmalaya lalu, guncangan cukup hebat dapat dirasakan. Teman-teman seruangan udah pada panik. Mereka tanya ada gempa ya? Iya. Tidak merasa kaget dan ikutan panik, walau lihat aqua galon yang isinya udah berguncang-guncang. Yang ada mengikuti ritme gempa itu, wah... tambah keras nih... eh... udah mulai reda.
Untuk respon marah, hehe... jelas bukan tindakan yang tepat.
Quote from: markosprawira on 29 October 2009, 04:11:54 PM
sejauh yg saya tahu, itu kombinasi dari dosa mula citta dan juga moha mula citta (ingat khan, kalo ada dosa, PASTI ada moha he3)
tapi mari kita tunggu respons dari ciputra.... enak dhamma kalo dibahas kaya gini khan? lebih realita ;D
master abhidhamma aja (nina van gorkom), juga membuat kasus2 dalam keseharian seperti ini.... misal kalo lagi makan malam, citta2 apa aja yg timbul, cetasikanya gimana, dsbnya....
sukur2 kalo bisa mulai bisa dibahas di DC _/\_
Bro Ciputra kan dah posting tuh ... trus, mau tanya lagi nih buat bro Markos ...
Dosa mula cittanya yang timbul yang mana bro ?
wah.. kok jadi bahas abhidhamma... haha
kalo soal 'Aku' sih pernah merasa heran... bingung... baru timbul pertanyaan.
kalo kita hanya sekumpulan panca khanda, yang terurai kembali saat meninggal... bukankah kita udah seperti mesin?
jika jiwa (atman) tidak ada... apakah kesadaran kita hanyalah bagian dari kesadaran yang lebih besar, seperti setetes air yang merupakan bagian dari lautan besar?
yah... kira2 itu aja pertanyaan yg muncul saat merenungkan anatta. dan sampe sekarang wa msh belum menemukan jawabannya. :)
Quote from: hardymika on 30 October 2009, 09:50:34 PM
wah.. kok jadi bahas abhidhamma... haha
kalo soal 'Aku' sih pernah merasa heran... bingung... baru timbul pertanyaan.
kalo kita hanya sekumpulan panca khanda, yang terurai kembali saat meninggal... bukankah kita udah seperti mesin?
jika jiwa (atman) tidak ada... apakah kesadaran kita hanyalah bagian dari kesadaran yang lebih besar, seperti setetes air yang merupakan bagian dari lautan besar?
yah... kira2 itu aja pertanyaan yg muncul saat merenungkan anatta. dan sampe sekarang wa msh belum menemukan jawabannya. :)
Kesadaran lebih besar itu yang dimaksud apa yah bro?
maksudnya bahwa semua makhluk hidup itu sebenarnya adalah satu kesatuan, dan ada 'sesuatu' yang membuat setiap makhluk merasa dirinya adalah 'aku', terpisah dari makhluk lainnya.
tp ini cuma sekedar pemikiran wa. tidak tahu benar apa nggak... hanya sebuah hipotesa yg masih belum diuji oleh diri sendiri. :)
Quote from: g.citra on 30 October 2009, 05:32:13 PM
Quote from: markosprawira on 29 October 2009, 04:11:54 PM
sejauh yg saya tahu, itu kombinasi dari dosa mula citta dan juga moha mula citta (ingat khan, kalo ada dosa, PASTI ada moha he3)
tapi mari kita tunggu respons dari ciputra.... enak dhamma kalo dibahas kaya gini khan? lebih realita ;D
master abhidhamma aja (nina van gorkom), juga membuat kasus2 dalam keseharian seperti ini.... misal kalo lagi makan malam, citta2 apa aja yg timbul, cetasikanya gimana, dsbnya....
sukur2 kalo bisa mulai bisa dibahas di DC _/\_
Bro Ciputra kan dah posting tuh ... trus, mau tanya lagi nih buat bro Markos ...
Dosa mula cittanya yang timbul yang mana bro ?
sebenarnya dosa mula citta yg muncul saat kaget itu adalah menolak kondisi yg tidak menyenangkan yaitu ditabrak
disini yg muncul adalah dosa cetasika.....
itu kenapa action selanjutnya biasanya adalah marah...... dimana ini adalah efek dari dosa mula citta, yg terus dilanjutkan.....
memang tidak terlalu terasa karena yg terasa adalah saat dosa itu makin menumpuk dan meledak sebagai 1 kemarahan...... padahal sesungguhnya trigger/pemicunya sudah ada di depan yaitu saat kaget....
Quote from: hardymika on 30 October 2009, 09:50:34 PM
wah.. kok jadi bahas abhidhamma... haha
kalo soal 'Aku' sih pernah merasa heran... bingung... baru timbul pertanyaan.
kalo kita hanya sekumpulan panca khanda, yang terurai kembali saat meninggal... bukankah kita udah seperti mesin?
jika jiwa (atman) tidak ada... apakah kesadaran kita hanyalah bagian dari kesadaran yang lebih besar, seperti setetes air yang merupakan bagian dari lautan besar?
yah... kira2 itu aja pertanyaan yg muncul saat merenungkan anatta. dan sampe sekarang wa msh belum menemukan jawabannya. :)
konsep anda mirip kaya Tao..... ada Tao kecil, Tao besar....
konsep serupa mirip dengan beberapa ilmuwan yg coba melogika mengenai Atta dimana mereka kejeblos dengan konsep yg salah yaitu ada atta (huruf kecil) yg selalu berubah, dan ATTA (huruf besar) yg tetap/kekal....
cobalah baca brahmajala sutta mengenai 62 konsep keliru mengenai atta sehingga anda bisa meminimalisir tergelincir pada salah konsep
[at] markosprawira
ya. lebih tepatnya disebut hipotesa krn wa sendiri gak yakin, masih bingung n masih belajar. :)
brahmajula sutta ya... hmmm... ok deh.. tanya om goog dulu.
thanks ya.
_/\_
brahmajala sutta, bro......
silahkan baca di http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/dn.01.wlsh.html
Quote from: hardymika on 30 October 2009, 09:50:34 PM
wah.. kok jadi bahas abhidhamma... haha
Abhidhamma mengajarkan bahwa kebenaran sejati terdiri dari empat unsur penyusun, Nibbana,
citta, cetasika dan rupa. Yang tidak berkondisi (Nibbana) dan yang berkondisi (citta, cetasika
dan rupa). Doktrin anatta menyatakan bahwa tiada diri selain panca-khanda (nama, rupa).
Kesadaran, sebagai contohnya, yang tampak seperti arus yang berkesinambungan, dijabarkan
sebagai citta dan cetasika yang berperanan khusus dalam pembentukan kesadaran. Bro
Markos memcoba membahas lebih mendalam dengan merujuk Abhidhamma. Jadi masih relevan.
Quote from: hardymika on 30 October 2009, 09:50:34 PM
kalo soal 'Aku' sih pernah merasa heran... bingung... baru timbul pertanyaan.
kalo kita hanya sekumpulan panca khanda, yang terurai kembali saat meninggal... bukankah
kita udah seperti mesin?
jika jiwa (atman) tidak ada... apakah kesadaran kita hanyalah bagian dari kesadaran yang
lebih besar, seperti setetes air yang merupakan bagian dari lautan besar?
yah... kira2 itu aja pertanyaan yg muncul saat merenungkan anatta. dan sampe sekarang wa
msh belum menemukan jawabannya. :)
Dengan pandangan materialistik Anda, panca khanda dianggap sebagai sesuatu yang solid dan
nyata sehingga Anda membandingkannya dengan mesin, yang akan terurai ketika meninggal.
Dengan segala kerendahan hati, saya mencoba untuk meluruskan pengertian yang belum
tepat ini. Berikut kutipan dari ceramah Sayadaw U Silananda mengenai Anatta yang saya coba
tuturkan kembali. Bila hendak membaca lengkapnya, silahkan cari buku Kamma Anatta terbitan
Karaniya & Ehipassiko.
Dahulu, seorang pertapa bernama Vacchagotta mendatangi Buddha Gotama untuk
menanyakan apakah atta itu ada? Buddha saat itu diam saja hingga akhirnya pertapa
Vacchagotta pun beranjak pergi. Bila Buddha Gotama menjawab ya, maka paham eternalistik
dimana ada jiwa yang kekal itu benar adanya. Bila dijawab tidak, paham nihilistik dimana jiwa
akan musnah setelah kematian itu benar adanya. Sang Buddha tidak setuju dengan paham
nihilistik karena paham ini menolak kamma, tumimbal lahir (punnabhava) dan hukum
keberasalan yang saling bergantungan (paticcasamuppadda). Sebaliknya Sang Buddha
mengajarkan kenyataan bahwa manusia terlahir kembali dengan patisandhi, kesadaran yang
berkesinambungan, kesadaran tumimbal lahir yang tidak berpindah dari kehidupan sebelumnya,
melainkan timbul karena adanya berbagai kondisi dari kehidupan sebelumnya, misalnya kondisi
seperti kamma. Jadi yang terlahir kembali bukan yang sama dengan orang yg telah meninggal,
namun bukan pula sepenuhnya berbeda dengan yang telah meninggal. Dalam ajaran Buddha,
tidak ada tubuh metafisik, jiwa atau roh yang sama yg berlanjut dari satu kehidupan ke
kehidupan berikutnya.
Bila kita buka Kitab Dhammapada bab 20 ayat 5,6,7:
Sabbe sankhara anicca'ti
Yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya
Sabbe sankhara dukkha'ti
Yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya
Sabbe dhamma anatta'ti
Yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya
Yang dimaksud dengan sankhara di sini adalah segala yang berkondisi, sifatnya fana (tidak
kekal) dan tidak memuaskan. Khusus untuk sifat anatta bukan hanya yang berkondisi saja,
tetapi yang tidak berkondisi pun termasuk di dalamnya (Nibbana). Dhamma meliputi semua,
baik yang berkondisi maupun yang tidak berkondisi.
Dalam ceramahnya, Sayadaw U Silananda mengutip tulisan Nyanatiloka:
"Barang siapa belum menyadari kesunyaan segala kehidupan dan tidak memahami bahwa
sesungguhnya hanyalah ada proses kesinambungan tubuh dan fenomena batin yang muncul
dan berlalu, dan bahwa tidak ada sosok ego terpisah di dalam atau di luar proses ini, ia tidak
akan mampu memahami ajaran Buddha, seperti ajaran Empat Kesunyataan Mulia ... dalam
pengertian yang benar. Ia akan berpikir bahwa egonyalah, dirinyalah, yang mengalami
penderitaan, dirinyalah yang melakukan perbuatan baik dan buruk, dan akan terlahir kembali
sesuai dengan perbuatannya, dirinyalah yang akan memasuki Nibbana, dirinyalah yang akan
menjalani Jalan Beruas Delapan."
Inilah alasannya kenapa saya mau berpanjang lebar mengenai masalah "aku". Doktrin anatta
sangat mendasar. Bila kita belum tepat memahami doktrin anatta, walau kita memahami ajaran
Buddha Gotama akan Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Beruas Delapan, maka kita belum
menapaki jalan menuju pencerahan (Bro Sumedho telah membantu memberikan rujukan pada
Vinnana Sutta dalam posting sebelum ini).
Semoga bro hardymika tidak tambah bingung, dapat segera jawaban dari merenungkan
anatta. Semoga kita semua bisa terus maju dalam dhamma...
"Hanya ada penderitaan, tanpa ada penderita;
Ada perbuatan, namun tiada pelaku perbuatan;
Ada Nibbana, namun tiada orang yang mencapainya;
Ada jalan, namun tiada orang yang menjalaninya." - Nyanatiloka
Quote from: markosprawira on 31 October 2009, 05:42:59 PM
sebenarnya dosa mula citta yg muncul saat kaget itu adalah menolak kondisi yg tidak menyenangkan yaitu ditabrak
disini yg muncul adalah dosa cetasika.....
itu kenapa action selanjutnya biasanya adalah marah...... dimana ini adalah efek dari dosa mula citta, yg terus dilanjutkan.....
memang tidak terlalu terasa karena yg terasa adalah saat dosa itu makin menumpuk dan meledak sebagai 1 kemarahan...... padahal sesungguhnya trigger/pemicunya sudah ada di depan yaitu saat kaget....
Anumodana Bro Markos atas pencerahannya... _/\_
GRP sent untuk penjelasan mengenai ATTA yang bagus, bro......
[at] markos
udah baca brahmajala sutta. tp tetap belum mengerti..
mungkinkah untuk memahaminya tidak boleh menggunakan logika ataupun perasaan. apakah logika atau perasaan itu yang dimaksud dengan jaring 62 bagian?
[at] ciputra
sejujurnya wa tdk mengerti apa yg dimaksud dengan pandangan materialistik. bisakah dijelaskan? kemudian apa yg dimaksud dengan berkondisi dan tidak berkondisi?
jika dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya ada kesadaran yang berkelanjutan melalui patisandhi. knp kesadaran ini tidak bisa disebut sebagai aku?
lalu, ada satu pertanyaan lg yg mungkin agak diluar konteks pembahasan. setelah mencapai nibbana dikatakan bahwa tidak akan terlahir kembali, itu berarti kesadaran, nama, dan rupa pun lenyap, tumimbal lahir tidak akan ada lagi, begitu juga dgn kamma. bukankah kondisi seperti itu mirip dgn paham nihilisme tadi?
maaf kalau pertanyaan wa terlalu banyak. krn wa masih awam dan sangat dibingungkan pikiran yg terus mengembara tanpa henti ini. _/\_
yang disebut nihilis adalah ada menjadi tiada. apakah Sang Buddha mengajarkan atta menjadi hilangnya atta?
Quote from: hardymika on 02 November 2009, 05:41:51 PM
kemudian apa yg dimaksud dengan berkondisi dan tidak berkondisi?
Ikut2an kasih pendapat ;D
berkondisi itu jika munculnya hal tersebut tergantung dari hal lainnya, misalnya air mendidih tergantung pada panas yang diberikan, jika panas dihentikan, air itu jg berhenti mendidih. Demikian juga tubuh dan pikiran kita muncul tergantung pada hal lain, antara lain perbuatan di masa lampau, makanan, temperatur, dan pikiran yang telah muncul sebelumnya.
Quote
jika dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya ada kesadaran yang berkelanjutan melalui patisandhi. knp kesadaran ini tidak bisa disebut sebagai aku?
Karena kesadaran di kehidupan saat ini tidak sama dengan kesadaran di kehidupan lampau. Tiap saat muncul pikiran yang baru dan pikiran yang lama lenyap. Di agama Buddha tidak mengenal pikiran yang 'hidup' terus dan tidak berubah. Pikiran itu seperti gelembung udara di air mendidih, tiap saat selalu muncul dan segara lenyap kembali. Bagaimana kita bisa mengatakan hal yang selalu muncul dan lenyap seperti itu sebagai "aku"/diri kita?
Quote
lalu, ada satu pertanyaan lg yg mungkin agak diluar konteks pembahasan. setelah mencapai nibbana dikatakan bahwa tidak akan terlahir kembali, itu berarti kesadaran, nama, dan rupa pun lenyap, tumimbal lahir tidak akan ada lagi, begitu juga dgn kamma. bukankah kondisi seperti itu mirip dgn paham nihilisme tadi?
Kalau saya bisa kasih pendapat ekstrim, nibbana itu sesuatu. Setelah mencapai nibbana kita merealisasikan nibbana, nibbana menjadi bagian dari orang tersebut. Ketika parinibbana, tubuh dan pikiran lenyap, tapi nibbana yang telah direalisasikan tetap ada. Tapi nibbana itu tidak seperti sesuatu yang kita kenal, karena selama ini kita hanya mengenal sankhara, hal-hal yang berkondisi. Nibbana tidak berkondisi.
For Char:
Nice answer.
Quote from: markosprawira on 29 October 2009, 04:11:54 PM
.... enak dhamma kalo dibahas kaya gini khan? lebih realita ;D
master abhidhamma aja (nina van gorkom), juga membuat kasus2 dalam keseharian seperti ini.... misal kalo lagi makan malam, citta2 apa aja yg timbul, cetasikanya gimana, dsbnya....
sukur2 kalo bisa mulai bisa dibahas di DC _/\_
bikin thread nya bro... kek na seru juga tuh ... ;D
Quote from: char101 on 02 November 2009, 06:00:24 PM
Karena kesadaran di kehidupan saat ini tidak sama dengan kesadaran di kehidupan lampau. Tiap saat muncul pikiran yang baru dan pikiran yang lama lenyap. Di agama Buddha tidak mengenal pikiran yang 'hidup' terus dan tidak berubah. Pikiran itu seperti gelembung udara di air mendidih, tiap saat selalu muncul dan segara lenyap kembal. Bagaimana kita bisa mengatakan hal yang selalu muncul dan lenyap seperti itu sebagai "aku"/diri kita?
jika bukan AKU, maka apa?
itu bukan AKU, tapi pikiran kah?
jika AKU bukanlah pikiran "KU", maka siapa AKU dan siapa pikiran?
bukankah AKU adalah "sesuatu" yg selalu timbul dan lenyap itu sendiri?
^ Aku itu kek na vedana dan sankhara dah ...
Logikanya: abis ngerasain (enak/gak enak), timbul bentuk pikiran buat ngerespon obyek yang telah dirasa ...
Quote from: wen78 on 02 November 2009, 09:06:16 PM
jika bukan AKU, maka apa?
itu bukan AKU, tapi pikiran kah?
jika AKU bukanlah pikiran "KU", maka siapa AKU dan siapa pikiran?
bukankah AKU adalah "sesuatu" yg selalu timbul dan lenyap itu sendiri?
Aneh juga memang, atta-ditthi adalah pandangan yang kita semua punya tapi kita sendiri sulit untuk mengerti atta-ditthi itu apa ;D
Saya rasa kalau ingin mengerti atta, kita harus melihat ke dalam diri sendiri. Silakan tanya ke diri anda sendiri: "Apakah aku ada atau tidak ada?" Jawabannya: "ada donk kalau tidak, siapa yang sedang membaca sekarang, siapa yang sedang bernafas". Itu atta-ditthi, itu pandangan salah.
Lalu bagaimana yang benar?
Sang Buddha mengajarkan manusia terdiri dari 5 khanda: tubuh, pikiran, perasaan, persepsi, kesadaran. Hanya 5 itu, selama kita masih mencari yang mana "aku", apakah tubuh itu aku, atau pikiran, itu atta-ditthi. Atau apakah gabungan dari kelima-nya adalah "aku", itu atta-ditthi. Atau aku bukan ke-5 khanda itu, itu juga atta-ditthi. Atau "aku" tidak ada, itu juga atta-ditthi. Singkatnya selama kita masih mempercayai: "ini aku", atau mempertanyakan "apakah aku", atau menolak "aku tidak ada", kita belum terbebas dari "aku". Yang jelas, kenyataannya, "aku" tidak ada, itu hanya pandangan, pandangan tidak real.
Quote from: char101 on 02 November 2009, 09:22:12 PM
Quote from: wen78 on 02 November 2009, 09:06:16 PM
jika bukan AKU, maka apa?
itu bukan AKU, tapi pikiran kah?
jika AKU bukanlah pikiran "KU", maka siapa AKU dan siapa pikiran?
bukankah AKU adalah "sesuatu" yg selalu timbul dan lenyap itu sendiri?
Aneh juga memang, atta-ditthi adalah pandangan yang kita semua punya tapi kita sendiri sulit untuk mengerti atta-ditthi itu apa ;D
Saya rasa kalau ingin mengerti atta, kita harus melihat ke dalam diri sendiri. Silakan tanya ke diri anda sendiri: "Apakah aku ada atau tidak ada?" Jawabannya: "ada donk kalau tidak, siapa yang sedang membaca sekarang, siapa yang sedang bernafas". Itu atta-ditthi, itu pandangan salah.
Lalu bagaimana yang benar?
Sang Buddha mengajarkan manusia terdiri dari 5 khanda: tubuh, pikiran, perasaan, persepsi, kesadaran. Hanya 5 itu, selama kita masih mencari yang mana "aku", apakah tubuh itu aku, atau pikiran, itu atta-ditthi. Atau apakah gabungan dari kelima-nya adalah "aku", itu atta-ditthi. Atau aku bukan ke-5 khanda itu, itu juga atta-ditthi. Atau "aku" tidak ada, itu juga atta-ditthi. Singkatnya selama kita masih mempercayai: "ini aku", atau mempertanyakan "apakah aku", atau menolak "aku tidak ada", kita belum terbebas dari "aku". Yang jelas, kenyataannya, "aku" tidak ada, itu hanya pandangan, pandangan tidak real.
lah.. bukannya kamu sendiri udah tau jawabannya, knp tanya lagi :P
kamu sendiri yg mengatakan:
Quote from: char101 on 02 November 2009, 06:00:24 PM
Karena kesadaran di kehidupan saat ini tidak sama dengan kesadaran di kehidupan lampau. Tiap saat muncul pikiran yang baru dan pikiran yang lama lenyap. Di agama Buddha tidak mengenal pikiran yang 'hidup' terus dan tidak berubah. Pikiran itu seperti gelembung udara di air mendidih, tiap saat selalu muncul dan segara lenyap kembali. Bagaimana kita bisa mengatakan hal yang selalu muncul dan lenyap seperti itu sebagai "aku"/diri kita?
jadi maksudnya, apa yg timbul dan lenyap adalah apa adanya, termasuk AKU.
pikiran, perasaan, ego, .... dll, menghasilkan AKU dan
mungkin juga menghasilkan tiada AKU itu sendiri.
konsep tiada AKU, mungkin lebih mendekati konsep Nibanna dimana sudah tiada AKU lagi.
sebab saat ini bisa dikatakan, Tiada AKU selain AKU. sebab akan selalu AKU ;D
Quote from: markosprawira on 02 November 2009, 04:49:30 PM
GRP sent untuk penjelasan mengenai ATTA yang bagus, bro......
Terima kasih bro atas apresiasinya. Semoga penjelasan ini membawa manfaat bagi semua yang membacanya.
Quote from: hardymika on 02 November 2009, 05:41:51 PM
[at] ciputra
sejujurnya wa tdk mengerti apa yg dimaksud dengan pandangan materialistik. bisakah dijelaskan?
Tadi saya tanya om google, dapat link tapi sepertinya halaman itu sudah tidak ada. Tetapi tembolok om google masih menyimpannya. Silahkan dibaca di : http://74.125.153.132/search?q=cache:ZXa4OsWjmusJ:www.w****a.com/forum/artikel-buddhist/2665-kelahiran-kembali-punabbhava.html+pandangan+materialistik&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id
Pada link tersebut ada disebut pandangan materialistik. Dalam posting kamu sebelumnya, kamu menyebut bahwa panca khanda akan terurai kembali setelah meninggal dan kamu menganggap kita udah seperti mesin.
Quote from: hardymika on 02 November 2009, 05:41:51 PM
kemudian apa yg dimaksud dengan berkondisi dan tidak berkondisi?
jika dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya ada kesadaran yang berkelanjutan melalui patisandhi. knp kesadaran ini tidak bisa disebut sebagai aku?
sudah dijawab oleh bro char101, thanks bro...
Quote from: hardymika on 02 November 2009, 05:41:51 PM
lalu, ada satu pertanyaan lg yg mungkin agak diluar konteks pembahasan. setelah mencapai nibbana dikatakan bahwa tidak akan terlahir kembali, itu berarti kesadaran, nama, dan rupa pun lenyap, tumimbal lahir tidak akan ada lagi, begitu juga dgn kamma. bukankah kondisi seperti itu mirip dgn paham nihilisme tadi?
sudah dijawab oleh bro gachapin, thanks bro...
Quote from: ciputras on 02 November 2009, 02:15:37 PM
Doktrin anatta menyatakan bahwa tiada diri selain panca-khanda (nama, rupa).
apa tidak salah?
doktrin anatta justru mempertegas bahwa
panca-khandha adalah bukan diri.
Quote from: g.citra on 02 November 2009, 09:12:40 PM
^ Aku itu kek na vedana dan sankhara dah ...
Logikanya: abis ngerasain (enak/gak enak), timbul bentuk pikiran buat ngerespon obyek yang telah dirasa ...
vedana ataupun sankhara
bukan aku!
doktrin anatta (dalam anatta lakhana sutta) justru mempertegas bahwa 5khandha (rupa, vinnana, sanna, vedana, sankhara)
bukan aku.
disisi lain, Buddha berkata:
melekat pada rupa,
aku adamelekat pada vinnana, sanna, vedana, sankhara..., aku ada
keAKUan adalah manifestasi dari
kemelekatan thd 5 khandha, bukan khandha itu sendiri.
Quote from: tesla on 03 November 2009, 02:53:41 PM
Quote from: g.citra on 02 November 2009, 09:12:40 PM
^ Aku itu kek na vedana dan sankhara dah ...
Logikanya: abis ngerasain (enak/gak enak), timbul bentuk pikiran buat ngerespon obyek yang telah dirasa ...
vedana ataupun sankhara bukan aku!
doktrin anatta (dalam anatta lakhana sutta) justru mempertegas bahwa 5khandha (rupa, vinnana, sanna, vedana, sankhara) bukan aku.
disisi lain, Buddha berkata:
melekat pada rupa, aku ada
melekat pada vinnana, sanna, vedana, sankhara..., aku ada
keAKUan adalah manifestasi dari kemelekatan thd 5 khandha, bukan khandha itu sendiri.
thanks koreksinya ...
Mau tanya lebih lanjut ...
melekat timbulnya dari mana ?
_/\_
palinya adalah paccayā, yang artinya kondisi, dasar, penyebab, berarti
bukan melekat
Quote from: g.citra on 04 November 2009, 03:25:21 PM
Quote from: tesla on 03 November 2009, 02:53:41 PM
Quote from: g.citra on 02 November 2009, 09:12:40 PM
^ Aku itu kek na vedana dan sankhara dah ...
Logikanya: abis ngerasain (enak/gak enak), timbul bentuk pikiran buat ngerespon obyek yang telah dirasa ...
vedana ataupun sankhara bukan aku!
doktrin anatta (dalam anatta lakhana sutta) justru mempertegas bahwa 5khandha (rupa, vinnana, sanna, vedana, sankhara) bukan aku.
disisi lain, Buddha berkata:
melekat pada rupa, aku ada
melekat pada vinnana, sanna, vedana, sankhara..., aku ada
keAKUan adalah manifestasi dari kemelekatan thd 5 khandha, bukan khandha itu sendiri.
thanks koreksinya ...
Mau tanya lebih lanjut ...
melekat timbulnya dari mana ?
_/\_
LDM