Untuk mendukung Sangha, salah satu pemberian yang tepat pada masa sekarang adalah dana untuk pemeliharaan dan pembangunan lebih lanjut tempat-tempat pelatihan Sangha, di mana pada waktu-waktu tertentu umat perumahtangga juga dapat ikut melatih diri. Jika hari Kathina dilihat bukan lagi sebagai hari persembahan jubah, tetapi lebih substansial sebagai hari untuk memperbarui komitmen umat perumahtangga dalam mendukung Sangha, maka hal tersebut menjadi dimungkinkan.
Mohon pendapatnya mengenai komentar di atas, apakah benar relevan / bagaimana ?
baru dapat dari temen :
Pada masa sekarang, persembahan jubah yang diterima Sangha ternyata sangat berlimpah. Demikian pula persembahan lainnya seperti handuk, sabun, pasta gigi, sikat gigi, dan sebagainya. Ven. Aggacitta Bhikkhu (Malaysia) dalam bukunya “Kathina Then and Now” mengatakan bahwa persembahan tersebut kini sudah menjadi tidak lagi relevan dengan kebutuhan para biksu. Bahkan dalam bukunya tersebut, Ven. Aggacitta menolak tegas penerapan daur ulang persembahan Kathina yang dijadikan solusi atas berlimpahnya paket jubah dan paket kebutuhan lainnya.
Beliau mengatakan, “Jika persembahan telah diberikan kepada Sangha dan seseorang mengambilnya dan memberikannya kepada orang lain untuk kembali diberikan kepada Sangha, maka si pemberi sama sekali tidak memberikan apa-apa.”
Kathina seharusnya dilihat secara lebih mendalam sebagai hari pemberian dukungan kepada Sangha daripada hanya sebagai hari persembahan jubah. Jika dilihat secara kontekstual, pada masa lalu persembahan jubah memang sesuai dengan kebutuhan saat itu, namun persembahan jubah yang berlimpah pada masa sekarang telah menjadi bentuk dukungan yang tidak berguna. “Hukum karma mengatakan bahwa anda mendapatkan apa yang anda berikan. Jika anda memberikan hal-hal yang tidak berguna, anda juga mendapatkan hal-hal yang tidak berguna nantinya,” demikian kata Ven. Aggacitta.
Untuk mendukung Sangha, salah satu pemberian yang tepat pada masa sekarang adalah dana untuk pemeliharaan dan pembangunan lebih lanjut tempat-tempat pelatihan Sangha, di mana pada waktu-waktu tertentu umat perumahtangga juga dapat ikut melatih diri. Jika hari Kathina dilihat bukan lagi sebagai hari persembahan jubah, tetapi lebih substansial sebagai hari untuk memperbarui komitmen umat perumahtangga dalam mendukung Sangha, maka hal tersebut menjadi dimungkinkan.
Mohon pendapatnya mengenai komentar di atas, apakah benar relevan / bagaimana ?
well, sekali lagi kunci pada sanghadana pemberian jubah ini pada hari kathina ini ada pada pengendalian yang terorganisasi
Vihara (dalam hal ini adalah para dhayaka) bisa menghitung berapa banyak jubah kathina yang di butuhkan selama setahun ke depan dan mengumumkan nya kepada umat vihara hingga umat vihara bisa membentuk kelompok kelompok untuk mempersiapkan jubah kathina tersebut secara patungan bersama, misalnya sebuah vihara mengumumkan kebutuhan jubah vihara tersebut adalah 30 buah jubah pertahun akan datang, maka umat vihara tersebut akan membentuk 30 kelompok hingga pada hari kathina hanya ada 30 jubah yang di persembahkan kepada sangha, wa menyebut ini sistim quota.
well, sekali lagi kunci pada sanghadana pemberian jubah ini pada hari kathina ini ada pada pengendalian yang terorganisasi
Vihara (dalam hal ini adalah para dhayaka) bisa menghitung berapa banyak jubah kathina yang di butuhkan selama setahun ke depan dan mengumumkan nya kepada umat vihara hingga umat vihara bisa membentuk kelompok kelompok untuk mempersiapkan jubah kathina tersebut secara patungan bersama, misalnya sebuah vihara mengumumkan kebutuhan jubah vihara tersebut adalah 30 buah jubah pertahun akan datang, maka umat vihara tersebut akan membentuk 30 kelompok hingga pada hari kathina hanya ada 30 jubah yang di persembahkan kepada sangha, wa menyebut ini sistim quota.
cara ini tidak bisa dilaksanakan, karena bagaimana dengan umat2 yg tidak terdaftar yg datang dari tempat2 jauh, apakah dananya ditolak? dan bagaimana dengan umat yg ingin berdana sendiri tanpa kelompok, apakah juga tidak boleh?
cara ini tidak bisa dilaksanakan, karena bagaimana dengan umat2 yg tidak terdaftar yg datang dari tempat2 jauh, apakah dananya ditolak? dan bagaimana dengan umat yg ingin berdana sendiri tanpa kelompok, apakah juga tidak boleh?
Ven. Aggacitta menolak tegas penerapan daur ulang persembahan Kathina yang dijadikan solusi atas berlimpahnya paket jubah dan paket kebutuhan lainnya.
Beliau mengatakan, “Jika persembahan telah diberikan kepada Sangha dan seseorang mengambilnya dan memberikannya kepada orang lain untuk kembali diberikan kepada Sangha, maka si pemberi sama sekali tidak memberikan apa-apa.”
“Tidakkah para selir kami datang ke sini, Ānanda yang baik ?”
“Para selirmu ada datang ke sini, Baginda.”
“Tidakkah mereka memberikan sesuatu kepada Ānanda yang mulia ?”
“Mereka memberikan lima ratus jubah dalam kepadaku, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang mulia , dengan begitu banyak jubah?”
“Aku akan membagikannya, Baginda, dengan para bhikkhu itu yang jubahnya sudah usang.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan jubah lama yang sudah usang itu?”
“Kami akan menggunakannya sebagai penutup atas, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup atas yang lama?”
“Kami akan menggunakannya sebagai penutup alas tidur, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup alas tidur yang lama?”
“Kami akan menggunakannya sebagai penutup lantai, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup lantai yang lama?”
“Kami akan menggunakannya sebagai keset kaki, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan keset kaki yang lama?”
“Kami akan menggunakannya sebagai keset pel, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan kein pel yang lama?”
“Setelah mencabik-cabiknya menjadi serpihan-serpihan, Baginda, setelah mengaduknya dengan lumpur, kami akan mengoleskannya sebagai penambal-lantai.”
Kemudian Raja Udena, dengan berpikir: “Para petapa ini, para putera Sakya, menggunakan segala sesuatunya dengan cara yang benar dan tidak membiarkannya menjadi sia-sia,” menganugerahkan lima ratus kain tenunan lagi kepada Yang Mulia Ānanda. Oleh karena itu ini adalah pertama kalinya seribu jubah diterima oleh Yang Mulia Ānanda sebagai persembahan jubah. ||14||
Kalau kasi biskuit boleh gak? Tapi menurutku Bhikkhu sepertinya ga ngemil biskuit kan?
Kalau kasi biskuit boleh gak? Tapi menurutku Bhikkhu sepertinya ga ngemil biskuit kan?
boleh tapi jangan banyak2 dan sebelum lewat waktu makan siang.Bhikkhu tidak boleh menyimpan makanan? Kenapa?
karena para bhikkhu tidak menimbun makanan, jadi kasihan bhikkhunya harus menghabiskan biskuit itu sebelum lewat tengah hari.
Bhikkhu tidak boleh menyimpan makanan? Kenapa?
sudah beberapa tahun berdana saat kathina
di beberapa wihara/tempat yg berbeda
memang ada fenomena "daur ulang" persembahan kathina
jadi kurang sreg dalam hati....
jadi bingung tahun ini kathina mau dana apa yag?
pengennya sih, berdana untuk pendidikan atau retreat para bhikkhu
atau berdana agar para bhikkhu bisa menyepi, tidak banyak gangguan
gimana cara menyalurkannya yag ?
==> yg kmrn blm di-eksekusi ?
==> yg kmrn blm di-eksekusi ?tahun ini belum dana kathina sama sekali
tahun ini belum dana kathina sama sekaliSepertinya belum kan?
udah lewat yag tanggalnya ?
adanya dana lewat transfer aja
tapi tidak dana "paket" kathina
ngk aci/valid yag ?
oh well, lagian masih bingung ttg dana kathina
sangha disini ini kita kasih ke vihara atau kasih ke walubi? maklum tidak pernah berdana jadi agak bingung prosedur nya, setahu saya kan bhikku tidak boleh pegang duit dan dana yang diberikan juga sudah ditentukan yaitu jubah tapi kalau sudah banyak yang kasih jubah untuk apa kita kasih jubah lagi nanti jadi nya sia2 doang ???
sangha disini ini kita kasih ke vihara atau kasih ke walubi? maklum tidak pernah berdana jadi agak bingung prosedur nya, setahu saya kan bhikku tidak boleh pegang duit dan dana yang diberikan juga sudah ditentukan yaitu jubah tapi kalau sudah banyak yang kasih jubah untuk apa kita kasih jubah lagi nanti jadi nya sia2 doang ???
Ada dua jenis Sangha. Ketika kita mengucapkan “Sangha Saranam gacchami – Aku berlindung pada Sangha,” yang kita maksudkan adalah semua siswa Sang Buddha yang telah mencapai pencerahan. Tetapi ketika kita mengucapkan “Aku mempersembahkan jubah ini kepada Sangha.” yang kita maksudkan adalah semua Sangha di dunia ini termasuk mereka yang telah mencapai pencerahan dan juga mereka yang belum mencapai pencerahan. Hari ini, ketika anda mempersembahkan jubah Kathina, maka anda akan mempersembahkannya kepada Sangha; yang berarti semua bhikkhu, semua siswa mulia Sang Buddha – tidak hanya yang tercerahkan tetapi juga yang masih belum tercerahkan.
Dalam Buddhisme Theravada, kata ‘Sangha’ hanya berarti komunitas para bhikkhu. Tidak pernah digunakan untuk umat awam. Saya ingin anda memahami hal ini. Pada masa sekarang ini kata ‘Sangha’ juga digunakan untuk para umat awam. Saya tidak mengetahui penggunaan kata ‘Sangha’ ini hingga saya datang ke negara ini. Di sini, mereka menyebut diri mereka ‘Sangha, Sangha’ dan seterusnya. Sekelompok umat awam, yang berlatih meditasi, juga disebut ‘Sangha’. Tetapi saya pikir hal ini akan menyebabkan kebingungan di masa depan. Apakah makna ‘Sangha’? umat awam atau para bhikkhu? Dalam Buddhisme Theravada, Sangha adalah istilah teknis yang hanya bermakna komunitas para bhikkhu.
Hari ini anda akan mempersembahkan jubah Kathina kepada Sangha. Sangha harus memiliki beberapa kualitas atau beberapa persyaratan agar boleh menerima jubah Kathina. Sangha harus telah melewatkan Vassa atau tiga bulan musim hujan di satu vihara. Selama periode tiga bulan itu, para bhikkhu itu harus menetap di vihara itu dan tidak boleh bermalam di luar kecuali jika diundang. Bahkan jika mereka diundang, mereka tidak boleh menetap di luar vihara selama tujuh hari atau enam pagi.Mereka harus kembali ke vihara dalam beberapa hari. Di akhir periode tiga bulan musim hujan, Sangha melakukan upacara yang disebut ‘Upacara Undangan.’ Undangan berarti mengundang anggota Sangha untuk menunjukkan pelanggaran atau perbuatan salah jika ada, dan berjanji untuk memperbaiki perbuatan salah itu dengan patuh dan segera. Hanya mereka yang menetap di vihara selama tiga bulan penuh tanpa terputus dan yang melakukan upacara undangan yang berhak menerima Kathina. Apakah yang dimaksud dengan “tanpa terputus”? jika selama tiga bulan itu, seorang bhikkhu pergi keluar dari vihara dan menetap di luar selama lebih dari tujuh hari, maka Vassa-nya dikatakan cacat, dan ia tidak berhak menerima Kathina.
Sangha yang menerima jubah Kathina harus melewatkan tiga bulan penuh dalam vihara. Meereka juga harus melakukan upcara undangan. Ingat bahwa hari ini anda akan mempersembahkan jubah Kathina kepada Sangha, bukan kepada individu bhikkhu. Pada kesempatan lain, anda boleh mempersembahkan jubah kepada individu bhikkhu jika anda menginginkannya atau anda boleh mempersembahkan jubah kepada dua atau tiga bhikkhu sebagai kelompok atau anda boleh mempersembahkan kepada Sangha. Tetapi saat ini, anda harus mempersembahkannya kepada Sangha.
Mengapa anda harus mempersembahkan jubah Kathina kepada Sangha? Kathina adalah tindakan resmi Sangha, yang juga melibatkan tindakan individu. Ada dua aktivitas yang terlibat dalam Kathina. Pertama adalah tindakan Sangha – itu berarti tindakan resmi yang dilakukan oleh Sangha – bukan oleh satu bhikkhu atau dua bhikkhu atau tiga bhikkhu. Tetapi, ada aktivitas lainnya yang harus dilakukan oleh individu bhikkhu. Maka ada dua aktivitas yang terlibat dalam tindakan Kathina. Itulah sebabnya mengapa anda harus mempersembahkan jubah kepada Sangha, bukan kepada individu bhikkhu.
Setelah menerima jubah Kathina yang anda persembahkan hari ini, Sangha akan memilih seorang individu bhikkhu untuk melakukan aktivitas Kathina. Memilih seorang bhikkhu dan memberikannya jubah untuk melakukan Kathina harus dilakukan pada suatu upacara resmi. Ini adalah tindakan resmi Sangha. Awalnya jubah Kathina adalah milik Sangha. Kemudian, melalui tindakan resmi Sangha, seorang individu bhikkhu dipilih dan jubah diberikan kepadanya untuk melakukan Kathina. Sebenarnya, Kathina dilakukan oleh seorang individu. Tetapi agar individu bhikkhu tersebut dapat melakukan Kathina, maka ia harus memiliki jubah Kathina. Dan jubah Kathina harus diberikan kepadanya oleh Sangha. Itulah sebabnya mengapa anda harus mempersembahkan jubah kepada Sangha, bukan kepada individu bhikkhu.
Pada masa sekarang ini, umat-umat mempersembahkan jubah siap-pakai kepada Sangha. Jadi Sangha tidak perlu membuat jubah. Tetapi pada masa Sang Buddha, dan mungkin beberapa abad setelah itu, orang-orang tidak mempersembahkan jubah siap-pakai, melainkan hanya bahan untuk membuat jubah; itu berarti potongan-potongan kain. Ketika mereka mempersembahkan potongan-potongan kain sebagai jubah Kathina dan setelah menerimanya, maka Sangha harus membuat jubah. Sangha harus membuat jubah dan menyelesaikannya dalam satu hari. Tidak boleh melewati fajar keesokan harinya. Setelah menerima bahan jubah, semua bhikkhu di vihara harus membantu membuat jubah. Anda harus memotong kain, dan menjahitnya dan kemudian anda harus mencelupnya. Mencelup jubah juga bukan pekerjaan mudah. Anda harus membuat cairan pencelup itu sendiiri dan tidak ada toko di mana anda bisa membeli pencelup siap-pakai. Pencelup itu kebanyakan dibuat dari kulit pohon atau inti batang pohon. Dan ketika jubah telah dicelup, jubah itu belum berwarna seperti seharusnya pada celupan pertama. Maka harus dilakukan pencelupan ke dua untuk mendapatkan warna yang diharapkan. Jika ada matahari, maka hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi jika langit berawan, maka akan menjadi masalah untuk mengeringkan jubah agar dapat dicelup lagi dan kemudian digunakan untuk melakukan upcara Kathina.
Pada masa sekarang ini kami lebih beruntung karena umat-umat awam mempersembahkan jubah siap-pakai. Jika bukan jubah siap-pakai, maka kami harus melakukan sesuatu untuk menjadikannya jubah. Semua bhikkhu harus membantu untuk membuat jubah, beberapa bhikkhu menjahit, beberapa mempersiapkan celupan, dan sebagainya. Ada banyak pekerjaan. Itulah sebabnya mengapa, pada masa Sang Buddha, umat-umat mempersembahkan jubah Kathina tidak pada waktu seperti ini. Mereka datang pagi-pagi agar para bhikkhu memiliki cukup waktu untuk membuat jubah. Ketika mereka membawa bahan jubah, mereka juga harus membawa makanan untuk para bhikkhu karena pada hari itu para bhikkhu tidak bisa keluar untuk menerima dana makanan. Mereka harus melakukan pekerjaan di vihara, dan oleh karena itu mereka membawa makanan dan hal-hal lain yang diperlukan oleh para bhikkhu. Ada banyak aktivitas di vihara pada hari Kathina. Tetapi pada masa sekarang ini umat-umat hanya datang dan mempersembahkan jubah, dan Sangha hanya menerima jubah ketika mereka melakukan upcara Kathina. Sungguh sangat memudahkan pada masa sekarang.
Karena jubah Katiha hanya dapat dipersembahkan kepada Sangha satu kali dalam setahun, maka ini adalah kesempatan yang jarang. Dan karena jarangnya kesempatan untuk mempersembahkan jubah Kathina kepada Sangha, maka persembahan jubah Kathina dikatakan menghasilkan jasa besar. Dan juga istimewa karena hanya persembahan Kathina yang memberikan lima manfaat lain kepada bhikkhu penerima. Jika anda mempersembahkan sesuatu – anda mempersembahkan makanan kepada para bhikkhu atau anda mempersembahkan jubah kepada individu bhikkhu tertentu dan seterusnya – maka anda memperoleh jasa. Ketika anda mempersembahkan jubah, mereka memperoleh jubah, tapi tidak memperoleh hal lainnya. Tetapi persembahan jubah Kathina ini dapat memberikan lima manfaat kepada para bhikkhu. Para bhikkhu dapat memperoleh kelima manfaat ini hanya melalui pelaksanaan Kathina. Jika para bhikkhu tidak melaksanakan Kathina, maka mereka tidak akan memperoleh kelima manfaat ini. Dan mereka hanya dapat melaksanakan Kathina jika mereka memperoleh jubah Kathina yang dipersembahkan oleh umat-umat awam.
Jadi, mempersembahkan jubah Kathina adalah kesempatan yang jarang bagi umat-umat awam dan juga bermanfaat bagi para bhikkhu dalam lebih dari satu cara. Jadi mereka juga memperoleh lima manfaat ini; kita boleh menyebutnya “Manfaat Sampingan.” Kelima manfaat ini diperoleh dan dinikmati oleh Sangha dan semua bhikkhu hingga hari purnama bulan Maret.
Anda mungkin ingin tahu apa kelima manfaat ini. Maka saya harus merujuk anda pada Buku Vinaya. Anda dapat membaca buku itu atau bertanya kepada seorang bhikkhu nanti. Saya akan memberikan petunjuk. Para bhikkhu harus menjalankan – anda tahu berapa peraturan? 227 peraturan. Anda tahu – bahkan menjalankan lima sila dan tidak melanggarnya adalah tidak mudah. Jadi jika anda harus menjalankan seratus peraturan, dua ratus peraturan atau 227 peraturan, itu adalah sangat sulit. Kadang-kadang kami berharap bahwa kami dapat dibebaskan dari beberapa aturan. Persembahan Kathina ini, pelaksanaan Kathina ini memenuhi keinginan ini. Kathina ini memberikan kebebasan kepada kami atas empat aturan Vinaya secara sementara atau hingga hari purnama bulan Maret. Hingga waktu itu, kami dibebaskan dari empat aturan Vinaya.
Kemudian ada lagi manfaat lain yaitu memiliki kekuasaan atas jubah-jubah yang dipersembahkan kepada Sangha pada saat itu. Ini berarti ketika jubah-jubah dipersembahkan kepada Sangha, maka Sangha akan menyimpan jubah-jubah itu. Ketika mereka memperoleh cukup jubah untuk dibagikan, maka Sangha harus membagikan kepada individu-individu bhikkhu. Ketika mereka membagikan, maka mereka harus membagikan kepada semua bhikkhu yang hadir pada saat pembagian itu. Bukan hanya kepada para bhikkhu yang melakukan upacara Kathina, tetapi mungkin ada para bhikkhu tamu dari vihara lain atau negeri lain dan jika mereka ada di sini pada saat pembagian, maka mereka juga berhak menerima bagian. Jika kami sedang membagikan di sini, maka kami harus memberikan satu bagian kepada mereka. Jika kami melakukan Kathina, dan kami memiliki kelima manfaat ini, maka kami boleh menyimpan jubah itu hanya untuk kami sendiri dan kami boleh tidak membagikannya kepada bhikkhu tamu. Ini adalah satu kekuasaan atas pembagian jubah-jubah Sanghika. Jadi secara keseluruhan kami memperoleh lima manfaat ini: kebebasan dari empat aturan Vinaya dan kekuasaan atas pembagian jubah yang dipersembahkan kepada Sangha.
Jadi, bukankah baik sekali memberikan persembahan kepada Sangha? Ya. Ketika anda mempersembahkan jubah Kathina, anda sebenarnya mempersembahkan kelima manfaat ini. Tidak ada tindakan Dana lainnya yang memberikan lima hak istimewa ini kepada Sangha yang menerima. Itulah sebabnya mengapa disebut tindakan Dana yang istimewa. Suatu Dana yang juga memberikan kelima manfaat atau hak istimewa kepada penerima. Jadi, anda mengetahui bahwa jubah Kathina harus dipersembahkan kepada Sangha agar Sangha dapat melakukan upacara Kathina.
Ada lagi alasan lain. Mengapa anda mempersembahkan jubah kepada Sangha? Walaupun tidak berhubungan dengan Kathina, hal ini tetap patut diperhatikan. Yaitu suatu ajaran bahwa persembahan kepada Sangha memberikan hasil yang lebih besar daripada persembahan kepada seorang individu. Agar Dana anda memberikan hasil yang lebih besar, maka anda memberikan Dana kepada Sangha.
Anda mungkin pernah mendengar tentang bibi Sang Buddha yang juga menjadi ibu tiri atau ibu pengasuhNya yang bernama Maha Pajapatigotami. Ia ingin mempersembahkan jubah kepada Sang Buddha, dikatakan dalam buku bahwa ia memintal benangnya sendiri, ia menenun kain itu sendiri, dan ia membuat jubah itu sendiri. Setelah ia selesai membuatnya, ia mempersembahkan sepasang jubah, mungkin dua jubah, kepada Sang Buddha. Ketika ia mempersembahkan kepada Sang Buddha, dengan mengatakan “Ini adalah, seperti pada masa kini dikatakan, sebagai buatan-rumah atau buatan-tangan.” Ia berkata, “Aku memintal benang sendiri, aku menenun kain sendiri. Aku membuat jubah ini sendiri. Sudilah menerima jubah-jubah ini.” Tetapi Sang Buddha menolak. Sang Buddha berkata, “Persembahkanlah kepada Sangha. Jika engkau mempersembahkan kepada Sangha, maka Aku juga sebenarnya turut menerimanya.” Untuk ke dua kalinya, Gotami memohon agar Sang Buddha menerimanya dan untuk kedua kalinya Sang Buddha menolak. Dan untuk ketiga kalinya Sang Buddha menolak.
Adalah Yang Mulia Ananda yang tidak bisa tetap berdiam diri. Maka ia melibatkan diri dan berkata, “Bhante, sudilah menerima jubah-jubah yang dipersembahkan oleh Gotami karena Gotami telah sangat membantu Engkau. Ketika ibuMu meninggal dunia, Engkau hanyalah seorang anak berusia tujuh hari. Ia mengadopsi Engkau dan menyusuiMu sendiri sementara ia menyerahkan anak kandungnya sendiri kepada pengasuh lainnya. Ia telah berbuat banyak untukMu. Jadi, sudilah menerima jubah-jubah itu. Dan juga Engkau telah sangat membantu bagi Gotami karena melalui khotbah Dhamma yang Engkau babarkan, Gotami telah menjadi seorang Sotapanna.” Demikianlah ia memohon kepada Sang Buddha. Dan kemudian Sang Buddha membabarkan hal lain. Apa yang tidak memuaskan pada kisah ini adalah bahwa kisah ini berakhir di sana. Kita tidak mengetahui apakah Gotami mempersembahkan jubah-jubah itu kepada Sangha atau kepada Sang Buddha. Kita dapat menyimpulkan bahwa Gotami mempersembahkan jubah-jubah itu kepada Sangha.
Mengapakah Sang Buddha memberitahu Gotami agar mempersembahkan jubah-jubah itu bukan kepada diriNya melainkan kepada Sangha? Satu jawaban adalah bahwa Sang Buddha ingin agar Gotami memperoleh jasa yang lebih besar. Jika ia mempersembahkan kepada Sang Buddha, maka ia memperoleh satu jasa. Jika ia mempersembahkan kepada Sangha termasuk Sang Buddha, maka ia memperoleh jasa lebih besar. Agar Gotami memperoleh jasa lebih besar, Sang Buddha berkata, “Persembahkanlah kepada Sangha.”
boleh tapi jangan banyak2 dan sebelum lewat waktu makan siang.g harus dihabiskan juga kali om.
karena para bhikkhu tidak menimbun makanan, jadi kasihan bhikkhunya harus menghabiskan biskuit itu sebelum lewat tengah hari.
g harus dihabiskan juga kali om.
kan terserah bhantenya mau diapakan. ;D
jubah yang digilir itu disini juga sering terjadi, saking banyaknya peminat jubah.
coba kalo yang minat pakai lebih banyak lagi yah. ;D
setahu saya, ketika banyak sekali umat mendanakan jubah sehingga jumlah jubah menjadi berlimpah ruah maka yang diberikan kepada sangha itu bukan jubahnya, tapi uang dari hasil penjualan jubah itu (mentahnya).
jubah yang didanakan disimpan kembali di vihara untuk digunakan tahun depan. ;D
sudah beberapa tahun berdana saat kathina
di beberapa wihara/tempat yg berbeda
memang ada fenomena "daur ulang" persembahan kathina
jadi kurang sreg dalam hati....
jadi bingung tahun ini kathina mau dana apa yag?
pengennya sih, berdana untuk pendidikan atau retreat para bhikkhu
atau berdana agar para bhikkhu bisa menyepi, tidak banyak gangguan
gimana cara menyalurkannya yag ?
Quoteubah yang didanakan disimpan kembali di vihara untuk digunakan tahun depan.ini secara bahasa gaul disebut dengan "penipuan".
dibuang juga termasuk dihabiskandengan cara bagaimana om?
___________
marilah kita mendukung para bhikkhu bukan dengan memberikan peluang untuk melakukan pelanggaran.
ini secara bahasa gaul disebut dengan "penipuan".
dengan cara bagaimana om?dengan cara-cara yg tidak memberikan peluang untuk melakukan pelanggaran.
saya g ikut2 menipu yah, ikut tertipu awalnya sih iya. ;D
kalo jubah yang segitu banyaknya di kasi ke sangha juga akan mubasir kan?
statement menarik.. jadi intinya gimana om ?
ketika Bhikkhu Ananda menerima seribu jubah dari Raja Udena dan para selirnya, apakah jubah itu mubasir?
statement menarik.. jadi intinya gimana om ?
“Tidakkah para selir kami datang ke sini, Ānanda yang baik ?”
“Para selirmu ada datang ke sini, Baginda.”
“Tidakkah mereka memberikan sesuatu kepada Ānanda yang mulia ?”
“Mereka memberikan lima ratus jubah dalam kepadaku, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang mulia , dengan begitu banyak jubah?”
“Aku akan membagikannya, Baginda, dengan para bhikkhu itu yang jubahnya sudah usang.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan jubah lama yang sudah usang itu?”
“Kami akan menggunakannya sebagai penutup atas, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup atas yang lama?”
“Kami akan menggunakannya sebagai penutup alas tidur, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup alas tidur yang lama?”
“Kami akan menggunakannya sebagai penutup lantai, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan penutup lantai yang lama?”
“Kami akan menggunakannya sebagai keset kaki, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan keset kaki yang lama?”
“Kami akan menggunakannya sebagai keset pel, Baginda.”
“Tetapi apakah yang akan engkau lakukan, Ānanda yang baik, dengan kein pel yang lama?”
“Setelah mencabik-cabiknya menjadi serpihan-serpihan, Baginda, setelah mengaduknya dengan lumpur, kami akan mengoleskannya sebagai penambal-lantai.”
Kemudian Raja Udena, dengan berpikir: “Para petapa ini, para putera Sakya, menggunakan segala sesuatunya dengan cara yang benar dan tidak membiarkannya menjadi sia-sia,” menganugerahkan lima ratus kain tenunan lagi kepada Yang Mulia Ānanda. Oleh karena itu ini adalah pertama kalinya seribu jubah diterima oleh Yang Mulia Ānanda sebagai persembahan jubah. ||14||
dengan cara-cara yg tidak memberikan peluang untuk melakukan pelanggaran.iya caranya bagaimana om?
dalam suatu tindakan penipuan memang harus melibatkan 2 pihak yaitu yg melakukan perbuatan menipu dan yg tertipu, jika salah satu pihak tidak ada maka penipuan tidak terjadi. maka walaupun anda bukan pihak yg menipu tapi jelas anda adalah pihak tertipu. dengan demikian maka anda juga terlibat dalam tindakan penipuan tersebut.
ketika Bhikkhu Ananda menerima seribu jubah dari Raja Udena dan para selirnya, apakah jubah itu mubasir?
saya sudah bertanya pada pihak vihara jadi intinya sebenarnya pemberian jubah hanya bersifat simbolis jubah nya dikembalikan kepada vihara dan uang yg kita pakai untuk membeli jubah dipakai untuk perkembangan vihara , nah gimana menurut teman2? menurut saya masuk akal juga karena bhikku yang nerima jubah di vihara tersebut tidak sampai 10 orang tetapi yang menyumbangkan bisa sampai ratusan orang dan 1 orang bisa membeli lebih dari satu jubah. Yg penting kan niat nya kita untuk berdana jubah kepada sangha tapi saya tidak tahu bisa dibantu dijelaskan
err, gw kepikir bagaimana ya, klo punya chanel ke luar negri, kan sekarang Vihara2 di bangladesh/myanmar yang pada diancurin teroris kayanya lebih membutuhkan sumbangan2 dari kita..
alangkah happynya klo bisa berdana ke sono ya (sejauh ini gw baru bisa berkhayal) :(
:outoftopic:
tempo hari, ada yang posting mau kirim dana unt Ramu, Bangladesh
setelah di posting di beberapa grup buddhist yang member-nya mencapai "ribuan", yang dana ndak ada 10%-nya dari masing2 grup tsb.
Pikir punya pikir: memang berbuat baik itu sulit.
:outoftopic:
tempo hari, ada yang posting mau kirim dana unt Ramu, Bangladesh
setelah di posting di beberapa grup buddhist yang member-nya mencapai "ribuan", yang dana ndak ada 10%-nya dari masing2 grup tsb.
Pikir punya pikir: memang berbuat baik itu sulit.
Pertanyaan kita semua :
1. Praktik ini salah atau benar secara Buddhis ? (tinjauan vinaya, dll)
2. Kalau jubah yg masuk tiap tahun tidak dijual, lantas mau dikemanakan ?
3. Adakah dana yg lebih bermanfaat saat Kathina, selain jubah dan paket sabun,cs?
Sementara menurut sutta, dana jubah ini besar sekali pahalanya.
Tentu saja umat tidak mau kalau pahala mereka kecil, maunya yg sebesar2nya. ::)
Kayaknya soal 'daur ulang' jubah itu terjadi di mana2 pada setiap perayaan Kathina yang umatnya dalam sekali acara bisa dana jubah hingga puluhan bahkan ratusan jubah. itu untuk satu vihara (besar) saja, bayangkan kalau ada 35 saja vihara besar di Indonesia, mungkin setiap Kathina ada ribuan jubah sementara bhikkhu yang memakai tidak sampai 100 orang.
Setahu gw praktik 'penipuan' ini (kata bro indra ;D) dilakukan di mana pengurus vihara yang ditunjuk oleh bhikkhu yang menyimpan jubah, melayani pesanan umat yang ingin berdana jubah. Jadi gamblangnya si pengurus yang ditunjuk lantas menjual jubah itu kepada umat yg mau beli jubah untuk didanakan.
Pertanyaan kita semua :
1. Praktik ini salah atau benar secara Buddhis ? (tinjauan vinaya, dll)
2. Kalau jubah yg masuk tiap tahun tidak dijual, lantas mau dikemanakan ?
3. Adakah dana yg lebih bermanfaat saat Kathina, selain jubah dan paket sabun,cs?
Sementara menurut sutta, dana jubah ini besar sekali pahalanya.
Tentu saja umat tidak mau kalau pahala mereka kecil, maunya yg sebesar2nya. ::)
1. Jika jubah itu milikbhikkhusangha STI lalu di daur ulang, sehingga jubah jadi berpindah tangan ke umat, kemudian umat mendanakan kembali jubah itu yg memang milik si bhikkhu. Dari sini, mari kita jujur, apakah ada dana yg dipersembahkan? tidak ada. jika anda berdana, maka anda memberikan sesuatu kepada penerima dana, bukan memberikan sesuatu yg memang milik si penerima. Lalu ada argumen bahwa pada saat daur ulang itu umat mengeluarkan cash, dan cash ini yg kemudian diserahkan kepada bhikkhu. ini juga tidak benar, karena tidak peduli apa pun alasan pembenarannya, bhikkhu tetap tidak diperbolehkan menerima uang.
2. melihat teladan Ananda, jubah itu dibagi2kan kepada para bhikkhu lain, seorang rekan di sini mengatakan bahwa banyak para bhikkhu di Myanmar dan Bangladesh yg sedang dalam kondisi memprihatinkan dan membutuhkan dana. jubah2 ini bisa saja disalurkan ke sana, karena walaupun berbeda negara namun mereka juga anggota Sangha, bukan kan?
3. tidak dikatakan lebih bermanfaat, tapi jubah ini setara dengan makanan, obat2an dan tempat tinggal dalam pengelompokan 4 kebutuhan pokok bhikkhu
Ini yang menjadi permasalahan. Apakah jubah itu 'dipinjamkan/dijual' dulu ke pengurus vihara lantas sangha STI kemudian menerima uangnya (hasil penjualan jubah).
Jika seperti di atas, pernahkah ada yg kasih kritikan ke STI mengenai hal ini?
Kalau gw punya pendapat, lebih baik sangha di sini terus terang minta cash saja karena pasti dana jubah yang bejibun akan mengarah ke penyimpangan di atas.
Pertanyaannya pasti: Apakah umat mau, karena takut pahalanya kurang banyak ketimbang dana jubah di perayaan kathina?
Gw sangat setuju dengan pendapat ini. Lagipula kan itu dana untuk sangha, artinya untuk semua sangha (Theravada) yang ada di muka bumi ini sekarang dan y.a.d.
Kembali akan ada permasalahan, karena 'katanya' aliran dhammayuth yang dianut STI sangat eksklusif hanya untuk golongan anggota STI saja. Meski sama2 dhammayuth, katanya kalau beda negara saja (bukan STI) menjadi sudah di luar sangha mereka. Benarkah seperti yg gw tulis ini?
Otomatis jubah yg notabene didanakan umat untuk sangha, tak bisa disalurkan ke luar organisasi bhikkhu ini. CMIIW.
Gw yakin koq kalau dicari suttanya untuk mendukung yang anda tulis pasti ada. Tinggal masalahnya bhante2nya mau atau tidak. Bagi umat pastilah kebanyakan berdana dengan prinsip untung-rugi, artinya menginginkan pahala yang sebesar2nya. Takut kalau tak berdana jubah pas saat Kathina (bagi yg mampu) tapi berdana yang lain saja, maka pahalanya akan lebih sedikit. ::)
menurut vinaya bhikkhu tidak diperbolehkan menerima uang.
STI pasti mengerti vinaya, jika tidak maka adalah lebih baik jadi umat awam saja.
jadi event Kathina ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengeksploitasi keyakinan umat.
kalau begitu sudah saatnya Sangha lebih mementingkan vinaya daripada aturan2 tambahan non-vinaya. jika alasannya adalah bhikkhu negara lain tidak memakai jubah yg sama, ini masih masuk akal, tapi tetap saja ada banyak negara yg bhikkhunya memakai jubah serupa.
kalau mau untung-rugi sebenarnya ada perbuatan lain yg jauh lebih menguntungkan daripada berdana, yaitu misalnya mengembangkan pikiran cinta kasih, dll. tapi di sini jangan diinterpretasikan bahwa saya mencegah umat2 utk berdana ya.
tapi berdana makanan juga bisa sangat menguntungkan, banyak kisah dalam Jataka atau Dhammapada Atthakatha yg menceritakan tentang keberuntungan orang2 yg diakibatkan dari berdana makanan.
dana obat,,, tapi harus lihat tanggal expirednya dulu sebelum membeli...
Yang menerima uang kan dayaka dan pengurus vihara, bukan bhikkhu. :whistle:
Ini yang menjadi permasalahan. Apakah jubah itu 'dipinjamkan/dijual' dulu ke pengurus vihara lantas sangha STI kemudian menerima uangnya (hasil penjualan jubah).
Mengerti tapi belum tentu ikhlas kalo umat awam juga mengerti vinaya. ;D
Oh ya, apa saja yg dieksploitasi? Bisa dijelaskan lagi bro?
Cikal bakalnya dhammayuth di Thailand saja tak tersentuh koq.
Kalau semua dana dikonversi ke dana makanan pas Kathina pasti bejibun sekali tuh makanannya. Ujung2nya kayak jubah juga, tak habis termakan dan tak bisa disimpan (basi).
Makanan yg berlebih dari dana makanan para umat, kalau mau disalurkan ke luar vihara, apakah nanti yg menerima tak mencurigai ada pembagian Indomie, buddhisisasi, belum lagi takut kalau makanannya tak halal atau bekas dipersembahkan kepada berhala. ^-^
dana obat,,, tapi harus lihat tanggal expirednya dulu sebelum membeli...
Numpang tanya, sekarang ini kalau ada dana jubah begitu banyak, digunakan untuk apa jubah itu? Apakah betul dijadikan jubah atas, sprei, dst, sampai tambal lantai?
kemana aja sih, Om? bukankah ini sedang dibicarakan di sini. jubah2 itu disimpan untuk transaksi tahun depan lagiBisa gitu yah? Kalau vihara bisa ga? Dana pertama, tahun depannya didanakan lagi, terus didanakan sampai hancur bangunannya.
Bisa gitu yah? Kalau vihara bisa ga? Dana pertama, tahun depannya didanakan lagi, terus didanakan sampai hancur bangunannya.
tidak bisa, karena pada penyerahan pertama, sertifikat langsung udah balik nama, dan tidak mungkin dibalik-nama lagi ke umat, takut gak kembali lagiBhikkhu bisa memiliki tempat tinggal? Meninggalkan hidup tanpa rumah menuju kehidupan punya vihara yah?
Bhikkhu bisa memiliki tempat tinggal? Meninggalkan hidup tanpa rumah menuju kehidupan punya vihara yah?
Semoga dengan kepemimpinan Jokowi, Vinaya bisa lebih ditegakkanNapa musti Jokowi ya,napa sy makin mabok ya bacanya,sama bhikkhu sutta di sini
jangan menggeliat, sebelumnya anda menuliskan sbb:
yg saya maksudkan adalah bahwa STI sudah tentu tahu bahwa menerima uang atau menipu tidak diperbolehkan oleh vinaya.
apa yg telah diterima oleh Sangha sudah sepenuhnya menjadi hak Sangha, apakah mau dimakan, diberikan kepada orang lain, dibuang, dibakar, dll. terserah kepada Sangha.
ini terkait dengan statement anda "karena takut pahalanya kurang banyak ketimbang dana jubah di perayaan kathina?". Oleh karena itu maka marilah para bhikkhu mengkampanyekan dana jubah dan jubahnya itu berasal dari gudang sangha yg dijual kepada umat. menurut anda apakah ini bukan mengeksploitasi keyakinan dan moha dari umat?
saya tidak tahu mengenai dhammayut atau apakah praktik2 ini memang diwariskan dari aliran Dhammayut Thailand.
kalau begitu sudah saatnya Sangha lebih mementingkan vinaya daripada aturan2 tambahan non-vinaya. jika alasannya adalah bhikkhu negara lain tidak memakai jubah yg sama, ini masih masuk akal, tapi tetap saja ada banyak negara yg bhikkhunya memakai jubah serupa.
saya tidak mengatakan harus dikonveris jadi makanan. sejak awal saya hanya mengajak agar umat berdana dengan bijaksana, tidak peduli apa objek dana yg diberikan. apakah juba, makanan, rumah atau apa pun. tapi membeli jubah dari bhikkhu untuk kemudian didanakan kembali kepada bhikkhu itu menurut saya cukup sangat menggelikan.
Bahlan Bhikkhu melakukan praktik jual beli juga sebenarnya tidak diperbolehkan oleh vinaya, atau mungkin untuk mensiasati hal ini maka diangkatlah para salesman (baca: dayaka) untuk memasarkan jubah agar bhikkhu tidak secara langsung terlibat dalam jual/beli?
apa yg telah diterima oleh Sangha sudah sepenuhnya menjadi hak Sangha, apakah mau dimakan, diberikan kepada orang lain, dibuang, dibakar, dll. terserah kepada Sangha.
untuk dana obat ini pun tidak terlepas dari kecurangan. saya baru mendengar ada kejadian dimana paket2 obat2an yg dijual dalam rangka kathina itu hanyalah pinjaman dari apotek/toko obat, setelah kathina, obat2an itu akan dikembalikan lagi ke apotek/toko obat. penipuan demi penipuan yg sudah akut dan kronis
Numpang tanya, sekarang ini kalau ada dana jubah begitu banyak, digunakan untuk apa jubah itu? Apakah betul dijadikan jubah atas, sprei, dst, sampai tambal lantai?
Jubah udah milik STI kan? Nah, jubah ini 'diberikan' kepada dayaka/pengurus vihara/yayasan. Si dayaka kemudian menjual jubah2 itu kepada umat yg mau berdana jubah.
Uang hasil penjualan jubah kemudian :
1. Oleh pengurus vihara masuk ke kas vihara.
2. Oleh pengurus yayasan masuk ke kas yayasan (yg biasanya ketuanya adalah si Bhante ybs)
3. Oleh dayaka, untuk keperluan bhikkhunya (mungkin tiket, dll)
Juga kalau tahun ini sudah cukup, tahu dan sadar dana jubah itu kelebihan, bukankah seharusnya sangha tahu diri untuk event berikutnya agar tidak menerima jubah lagi supaya tidak mubazir?
Jubah biasanya disimpan.Iya setahu saya juga begitu, sprei, lantai, keset, dan seterusnya, sudah tidak dari jubah lagi. Jadi sebetulnya kalau tidak ada jubah rusak, maka tidak ada kebutuhan tambahan, juga tidak ada 'daur ulang' jubah. Biasanya orang hanya membaca separuh-separuh "oh, Ananda aja dulu terima seribu, berarti sekarang bhikkhu terima berlebih juga ga apa," padahal konteks lengkapnya itu adalah efisiensi penggunaan jubah yang diperoleh.
Sprei bukan dari jubah melainkan sprei kasur beneran.
Tambal lantainya dari ubin keramik biasanya, bukan lagi dari campuran tahi sapi kayak jaman Sang Buddha.
Bolehkan bhikkhu menolak dana umat, apalagi pas perayaan Kathina dan berupa jubah ?Kenapa tidak boleh? Bhikkhu boleh menolak menerima hal-hal yang tidak ia perlukan seperti kalau sudah kenyang tidak menerima dana makanan; atau menolak hal-hal yang tidak sesuai vinaya seperti kalau dikasih duit atau kertas saham.
untuk dana obat ini pun tidak terlepas dari kecurangan. saya baru mendengar ada kejadian dimana paket2 obat2an yg dijual dalam rangka kathina itu hanyalah pinjaman dari apotek/toko obat, setelah kathina, obat2an itu akan dikembalikan lagi ke apotek/toko obat. penipuan demi penipuan yg sudah akut dan kronisbeli sendiri dari apotik langsung... ;D
Emang ga boleh menggeliat ::), kan pegel bro :P ;D
Maksud gw begini, kan anda menulis seperti ini :
Nah, skenario 'ngakali' vinayanya kan kira2 begini (menurut analisa gw lho, CMIIW). Jangan dituduh bahwa kalo gw mengemukakan ini artinya gw lantas setuju dengan cara ini ya.
Jangan emosi ya bro :D
Jubah udah milik STI kan? Nah, jubah ini 'diberikan' kepada dayaka/pengurus vihara/yayasan. Si dayaka kemudian menjual jubah2 itu kepada umat yg mau berdana jubah.
Uang hasil penjualan jubah kemudian :
1. Oleh pengurus vihara masuk ke kas vihara.
2. Oleh pengurus yayasan masuk ke kas yayasan (yg biasanya ketuanya adalah si Bhante ybs)
3. Oleh dayaka, untuk keperluan bhikkhunya (mungkin tiket, dll)
Gw setuju pendapat anda ini.
Kan anda sendiri yg nulis begini :
Alasan jubah nggak dibagikan ke luar sangha dhammayuth kan karena sudah di luar sangha mereka.
Nah kalau gini bagaimana anda mengatasi kelebihan jubah2 dana itu?
Setuju.
Kembali ke masalah dana makanan (yg berlebih karena dana jubah dikonversi ke makanan), kan supaya sesuai vinaya? Nah makanan lebih ini mau dikemanain ? Apa solusi anda?
Apa solusi untuk umat2 yg berdana jubah ini? Dibiarkan saja (status quo) atau ada ide yang lebih baik?
Gw bertanya sebagai salah satu orang yg beberapa tahun ini berdana jubah tiap perayaan Kathina. Dan sempat galau juga melihat jubah yg bejibun pas acara dana, apalagi setelah melihat gunungan jubah di dalam kamar penyimpanannya. Juga melihat peredaran voucher dana yg katanya akan diberikan dalam bentuk barang ke bhantenya. Ada yg senilai seratus ribu sampai satu juta. :??
[...]
berdana jubah adalah baik, tapi sebaiknya bukan mengambil jubah sangha untuk didanakan kembali kepada sangha, ini namanya "tipu", belilah jubah dari produsen jubah kemudian danakan kepada bhikkhu. tapi jika anda lebih suka mendanakan barang2 yg tidak bejibun dimiliki bhikkhu, maka anda bisa mendanakan iPad, laptop, dll.
Kenapa tidak boleh? Bhikkhu boleh menolak menerima hal-hal yang tidak ia perlukan seperti kalau sudah kenyang tidak menerima dana makanan;Masalahnya jubah serahkan pas penyerahan dana Kathina di dalam vihara pas perayaan Kathina, di mana bhikkhunya sudah standby untuk serah-terima dana dari umat. Dan biasanya diawali dengan gatha yang dibaca umat, "Imam Bhante, sapparivaram, civaradussam sanghassa onojayama, dst...
... atau menolak hal-hal yang tidak sesuai vinaya seperti kalau dikasih duit atau kertas saham.
tentu saja boleh menggeliat, kadang2 menggeliat justru memperindah diskusi.
tapi apakah memang begitu? karena kalau memang begitu, Sangha seharusnya mengklarifikasi hal ini dengan pernyataan bahwa "sangha tidak terlibat dalam transaksi "daur ulang" (baca: penipuan) jubah ini"
yg saya tulis adalah "kalau begitu sudah saatnya Sangha lebih mementingkan vinaya daripada aturan2 tambahan non-vinaya. jika alasannya adalah bhikkhu negara lain tidak memakai jubah yg sama, ini masih masuk akal, tapi tetap saja ada banyak negara yg bhikkhunya memakai jubah serupa."
jadi tidak ada alasan utk tidak berdana jubah kepada para bhikkhu di negara lain yg memakai jubah serupa.
membuang makanan yg berlebih tidak melanggar vinaya kok.
saya tidak melihat ada masalah dalam berdana jubah. kalau tidak ada masalah kenapa harus ada solusi?
mungkin yg jadi masalah adalah jubah Sangha yg jadi terlalu banyak, untuk hal ini Sangha boleh kok mendanakan jubah itu kepada bhikkhu lain di negara lain, misalnya Myanmar/Bangladesh.
voucher dana yg anda maksudkan itu, saya malah tahu ada yg bernilai dua juta rupiah.
berdana jubah adalah baik, tapi sebaiknya bukan mengambil jubah sangha untuk didanakan kembali kepada sangha, ini namanya "tipu", belilah jubah dari produsen jubah kemudian danakan kepada bhikkhu. tapi jika anda lebih suka mendanakan barang2 yg tidak bejibun dimiliki bhikkhu, maka anda bisa mendanakan iPad, laptop, dll.
Kalau sudah tahu masih punya banyak, kenapa sangha ini terus menerima persembahan?
kok repot amat sampai ke produsen jubah segala mending bikin sendiri tidak pusing (makanya dulu beberapa tahun yang lalu wa ada tanya bagaimana sih cara membuat jubah untuk sangha theravada dan mahayana).
Tapi di tunjukin nya cara beli jubah ada di vihara mana saja.
Kalau sudah tahu masih punya banyak, kenapa sangha ini terus menerima persembahan?
Mau bikin sendiri? Tak semudah itu, ada aturan2nya, ada ukuran2nya.
Masalahnya jubah serahkan pas penyerahan dana Kathina di dalam vihara pas perayaan Kathina, di mana bhikkhunya sudah standby untuk serah-terima dana dari umat. Dan biasanya diawali dengan gatha yang dibaca umat, "Imam Bhante, sapparivaram, civaradussam sanghassa onojayama, dst...Nah, justru itu yang saya juga masih kurang jelas. Apakah karena yang menerima 'sangha', walaupun menyadari penerimaan akan berlebihan, tak berguna, mubazir, tetap harus diterima? Misalnya sangha ada 100, masing-masing sudah punya 1 jubah ganti; jubah cadangan di 'gudang' masih ada 300, lalu sekarang mau terima 500 lagi. Apakah karena 'merk'-nya "Kathina" jadi harus menerima semuanya?
Yang menerima dana adalah sangha, dan bhikkhu2 di situ hanya mewakili. Bagaimana mau menolak?
Jubah kan sesuai vinaya?1 set jubah untuk diri, 1 set untuk ganti, dan 1 untuk cadangan termasuk milik bersama. Tapi tidak dikatakan dalam vinaya boleh punya cadangan puluhan jubah.
Kathina kan utamanya untuk menerima dana jubah?Iya, bukan masalah 'event'-nya, tapi masalah mental si penerima. Kalau 'kaipang' memang selalu terima tanpa batas tidak ada aturan2nya sebab mereka memang 'perumah-tangga', bukan petapa; kalau bhikkhu, setahu saya, hanya menerima secukupnya. Kalau yang biasa saya ingat di sutta, puas hanya dengan satu jubah yang menutupi tubuh, melindungi dari panas-dingin, puas dengan makanan secukupnya pada hari itu, dan tempat tinggal untuk berteduh. Jadi tidak ada semacam 'kepemilikan' dalam petapaan.
Kalo makanan tiap pagi dan sebelum tengah hari bisa setiap hari.
:jempol: buat om Kullatiro
lah kalau buat sendiri yah harus siap, mudah atau tidak mudah kan buat sendiri jadi kita tambah pengetahuan kok yang di pikirkan malah tidak mudah nya.
coba ada kah "buku panduan membuat jubah anggota sangha" untuk umat yang mau membuat jubah sendiri?
Kenapa Sangha ini terus menerima persembahan?, ini hanya bisa dijawab oleh Sangha, mungkin Sangha sedang mengumpulkan jubah untuk disumbangkan ke Myanmar/Bangladesh, atau banyak bhikkhu yg jubahnya sudah rusak, dan banyak alasan lain yg diluar wewenang kita. tapi intinya soal terima itu biar kita serahkan kepada Sangha, urusan kita adalah berdana dengan bijaksana.
Tanya pendapat saja, SEANDAINYA kalau kita mengetahui ada timbunan jubah di vihara, tidak ada bhikkhu yang kekurangan jubah, bahkan semuanya berlebih, apakah akan bijaksana jika seorang umat mendanakan jubah?Bikjaksana juga kah jika ngikut kemauan panitia berdana dalam bentuk uang :-?
sebenar nya kalau wa bilang secara jujur selain usul wa biar efisient di masa datang (berdana jubah scara kelompok) memang tidak ada aturan nya tapi manusia bisa membuat panatti dhamma mengatur hal ini.Kok jauh2 ke 'alam semesta'? Orang miskin yang ga pakai baju juga banyak. Daripada hal-hal abstrak begitu, bukankah lebih baik dana itu diwujudkan untuk satu hal yang nyata?
Dana jubah yang saat ini kelihatan nya menumpuk di gudang, jgn lah di lupakan di alam semesta ini ada mungkin sangha sangha yang baru terbentuk hingga membutuhkan dana jubah ini.
Bikjaksana juga kah jika ngikut kemauan panitia berdana dalam bentuk uang :-?Nah, ini juga menarik. Jadi sebenarnya dana ke panitia atau ke sangha?
cmiiw, sebenarnya dana yg masuk ketika kathina dana, itu jika barang diserahkan ke "organisasi" sangha, demikian pula yg dalam bentuk "cash", ada pembagian antara vihara dan "organisasi" dari sangha nya. Jadi tidak diambil vihara semua.
ini menjawab apakah sangha boleh terima uang? atau barang berlebih? kan diterima oleh si "organisasi". tapi ini raise question, jadi apakah ini sangha dana atau "organisasi" sangha dana? back to square one. ???
ini perlu dijawab jg? :hammer: so obvious
hmm,
wa tahun ini putuskan:
selain uang ( dalam amplop merah),
Jubah Theravada satu set (dana dari mama, wa, +sekeluarga, jadi tidak setiap anggota keluarga berdana satu jubah).
Madu (satu botol).
Yang masih bimbang
Niu huang cing cing wan satu kotak (isi10) atau Yunan ba yao .
:) mau tanya juga, apakah pada jaman sang Budha, pada waktu raja atau orang kaya mempersembahkan seluruh harta atau jubah kepada budha, apakah budha pernah mengeluh kalau harta atau jubah yang di berikan berlebihan? Atau apakah ada pengaturan juga kalau harta yang yang didapat dari umat berlebihan? Maksudnya sang budha pernah menunjuk siapa buat mengatur itu semua? Terimakash _/\_
:) mau tanya juga, apakah pada jaman sang Budha, pada waktu raja atau orang kaya mempersembahkan seluruh harta atau jubah kepada budha, apakah budha pernah mengeluh kalau harta atau jubah yang di berikan berlebihan? Atau apakah ada pengaturan juga kalau harta yang yang didapat dari umat berlebihan? Maksudnya sang budha pernah menunjuk siapa buat mengatur itu semua? Terimakash _/\_
:) mau tanya juga, apakah pada jaman sang Budha, pada waktu raja atau orang kaya mempersembahkan seluruh harta atau jubah kepada budha, apakah budha pernah mengeluh kalau harta atau jubah yang di berikan berlebihan? Atau apakah ada pengaturan juga kalau harta yang yang didapat dari umat berlebihan? Maksudnya sang budha pernah menunjuk siapa buat mengatur itu semua? Terimakash _/\_
di mana anda membaca atau mendengar Sang Buddha pernah menerima harta atau jubah berlebihan?Belum ketemu dibuku, cuma setelah sang Budha habis membabarkan dhamma kepada umat orang kaya, mereka akan berdana banyak, apa pada waktu itu dihitung-hitung dulu berapa banyak jumlah biksu? Sehingga pas. Atau pada jaman dahulu berapapun dana yang dikasih selalu habis? ;D ^-^
Belum ketemu dibuku, cuma setelah sang Budha habis membabarkan dhamma kepada umat orang kaya, mereka akan berdana banyak, apa pada waktu itu dihitung-hitung dulu berapa banyak jumlah biksu? Sehingga pas. Atau pada jaman dahulu berapapun dana yang dikasih selalu habis? ;D ^-^
Bisa gitu yah? Kalau vihara bisa ga? Dana pertama, tahun depannya didanakan lagi, terus didanakan sampai hancur bangunannya.
Bhikkhu bisa memiliki tempat tinggal? Meninggalkan hidup tanpa rumah menuju kehidupan punya vihara yah?nice idea. :D
Makanya jangan kehilangan akal donk. Jangan kasih sertifikat, tapi kontrak per tahun aja, jadi tiap tahun bisa perpanjang kontrak, itu dana berulang-ulang.
Kalau sudah tahu masih punya banyak, kenapa sangha ini terus menerima persembahan?mungkin ini juga menjadi kunci penting, "seandainya" Sangha membatasi jumlah jubah yang diterima setiap tahunnya, maka dana jubah akan menjadi sangat berharga sekali, banyak orang akan berebut, semoga tidak sampai tawuran, dengan begitu dana kathina akan menjadi momen yang paling berharga, nilai jubah yang mungkin cuma sekitaran 300rb akan dibagi ke sekian orang agar semuanya bisa mendapat kesempatan berbuat baik dengan berdana jubah.
cmiiw, sebenarnya dana yg masuk ketika kathina dana, itu jika barang diserahkan ke "organisasi" sangha, demikian pula yg dalam bentuk "cash", ada pembagian antara vihara dan "organisasi" dari sangha nya. Jadi tidak diambil vihara semua.setau saya, bhikkhu yang hadir pada saat itu juga kena cipratannya. artinya ada dana yang masuk ke rekening pribadi, sekian persen dari dana yang terkumpul.
ini menjawab apakah sangha boleh terima uang? atau barang berlebih? kan diterima oleh si "organisasi". tapi ini raise question, jadi apakah ini sangha dana atau "organisasi" sangha dana? back to square one. ???
mungkin ini juga menjadi kunci penting, "seandainya" Sangha membatasi jumlah jubah yang diterima setiap tahunnya, maka dana jubah akan menjadi sangat berharga sekali, banyak orang akan berebut, semoga tidak sampai tawuran, dengan begitu dana kathina akan menjadi momen yang paling berharga, nilai jubah yang mungkin cuma sekitaran 300rb akan dibagi ke sekian orang agar semuanya bisa mendapat kesempatan berbuat baik dengan berdana jubah.
tapi walau nilai dananya kecil akan menjadi sangat berharga karna memang benar2 dibutuhkan. :)
jadi penasaran, ide tentang daur ulang jubah ini asalnya dari mana yah?
apakah murni dari dayaka atau ada campur tangan sangha? :-?
setau saya, bhikkhu yang hadir pada saat itu juga kena cipratannya. artinya ada dana yang masuk ke rekening pribadi, sekian persen dari dana yang terkumpul.
tidak, para pebisnis jubah "daur ulang" akan mendemo usulan ini.dulu waktu pertama tau, saya sempat bertanya2 kenapa vihara mesti ambil bagian dalam dana kathina?
karena bhikkhu juga kena cipratannya, dapat disimpulkan bahwa bisnis ini adalah konsorsium dari panita yg bekerja sama dengan Sangha
dulu waktu pertama tau, saya sempat bertanya2 kenapa vihara mesti ambil bagian dalam dana kathina?
bukankah itu dana untuk Sangha?
ckckckck... organisasi buddhis yang makin mirip dunia politik.
yah kalo kerja sama atau gak belum bisa dibuktikan om.
tapi kalo kena cipratan itu saya udah buktikan sendiri waktu kathina di sekolah minggu, saya dengar sendiri dana yang terkumpul sekian dibagi begini begitu untuk ini dan untuk itu.
dan ada juga bagian untuk kas sekolah minggu. <-- mirip organisasi politik
sayang gurunya g kena cipratan. :))
kalau belum ketemu di buku, jadi dari mana anda mengetahui hal ini?Muncul dari pikiran kotor :) terus kalau umat sudah banyak tahu, dan banyak pertimbangan, pilih mana dong ko Indra? Sebetulnya aku juga belum pernah kasih jubah sih ke sangha? Cuma setiap kathina, yang dikasih dana dalam yang dimasukin amplok, nah muncul pertanyaan lagi, pada waktu perayaan katina, setelah habis dengar ceramah dan muncul niat berdana terus berdana juga, terus urusan yang lain, jika tidak sesuai kan mereka tanggung sendiri karmanya? Kira-kira boleh mansa bodoh begitu, kalau kita diposisi umat ya?
no ref = hoax
Muncul dari pikiran kotor :) terus kalau umat sudah banyak tahu, dan banyak pertimbangan, pilih mana dong ko Indra? Sebetulnya aku juga belum pernah kasih jubah sih ke sangha? Cuma setiap kathina, yang dikasih dana dalam yang dimasukin amplok, nah muncul pertanyaan lagi, pada waktu perayaan katina, setelah habis dengar ceramah dan muncul niat berdana terus berdana juga, terus urusan yang lain, jika tidak sesuai kan mereka tanggung sendiri karmanya? Kira-kira boleh mansa bodoh begitu, kalau kita diposisi umat ya?
IMHO, kalau bicara amisa dana, dalam bentuk uang jauh lebih baik, tinggal sangha yg menentukan apa yg memang sangat dibutuhkannya
tentunya ini suatu terobosan baru, di mana kita ketahui Theravada sangat ketat dgn vinaya (bhikkhu tidak boleh pegang uang)
namun kita juga tidak boleh menutup mata dgn perubahan/perkembangan zaman, di mana sangha/bhikkhu pun tidak lepas darinya
contoh: asumsi saya di masa Buddha belum ada budaya mandi pakai sabun, tapi sekarang ini apakah ada bhikkhu yg mandi tidak pakai sabun?
padahal inipun bisa jadi masalah baru, ketika dipertanyakan apakah membunuh kuman di tubuh tidak termasuk pelanggaran sila panatipata
jadi jelas kan yg saya maksud, kalau semua tunduk pada perubahan zaman, alangkah baiknya kita menyikapinya dgn bijaksana
dalam sutta dan vinaya tentang mandi banyak disebutkan tentang "bubuk mandi", menurut anda apakah bubuk mandi itu?mengenai bubuk mandi itu apa, terus terang saya tidak dapat pastikan, tapi asumsi saya barang itu tidak mengandung zat2 untuk membunuh kuman
jika perubahan zaman menuntut revisi Dhamma, jadi bagaimanakah dengan Dhamma yg konon telah sempurna dibabarkan dan tidak lapuk oleh waktu itu?IMHO, Dhamma tidak dpt direvisi, kalau Vinaya saya kira bisa itupun bukan berarti diubah total mungkin penambahan syarat
mengenai bubuk mandi itu apa, terus terang saya tidak dapat pastikan, tapi asumsi saya barang itu tidak mengandung zat2 untuk membunuh kuman
kalau kita lihat asal usul sabun mandi, setahu saya dari kebudayaan arab di mana berupa ekstrak kelapa untuk memudahkan menggosok tubuh
kalau bubuk mandi tsb sama dgn sabun mandi arab kuno ini, maka jelas tidak mengandung zat2 untuk membunuh kuman
IMHO, Dhamma tidak dpt direvisi, kalau Vinaya saya kira bisa itupun bukan berarti diubah total mungkin penambahan syarat
contoh: bila Bhikkhu mau keluar negeri misal untuk melakukan pertemuan internasional para ulama, mungkin Bhikkhu tsb boleh pegang uang untuk mengurus segala kebutuhannya di perjalanan. dengan demikian tidak perlu ditemani dayaka, jadi hemat biaya satu orang. nah, di luar kondisi ini, maka berlaku ketentuan spt biasa, yaitu Bhikkhu tidak boleh pegang uang.
mesti diingat ketika Buddha pertama kali memutar roda Dhamma belum ada Vinaya apa pun
Vinaya itu ada/tercipta berangsur-angsur akibat adanya kekeliruan2/penyimpangan2 dari satu atau beberapa orang Bhikkhu,
sehingga Buddha merasa perlu dibuat aturan/Vinaya agar para Bhikkhu dpt terhindar dari kekeliruan2/penyimpangan2 tsb
aturan jadi tak bedanya dgn tradisi kolot semata kalau dipegang tanpa mengutamakan pada hal yg substansial
contoh: masyarakat jepang sangat menjunjung tradisi, tapi apakah tiap hari wanita jepang pergi ke kantor pakai kimono?
ini cuma sekedar pemikiran/pengamatan saya saja, toh saya juga bukan seorang Bhikkhu
tentunya Beliau2 lah yg pantas memutuskan yg terbaik untuk Sangha, dan tentunya juga untuk umat
perihal membunuh kuman, ketika bernafas pun banyak kuman yg terbunuh, tidak diperlukan sabun untuk membunuh kumanpasti selalu ada yg terbunuh, dan tentunya beda apabila ada faktor kesengajaan
ref pls, di mana ada aturan vinaya spt ini? no ref=hoaxitu jelas bukan vinaya yg berlaku, itu contoh dari saya untuk menjelaskan yg saya maksud dgn penambahan syarat
apakah yg anda maksud dengan Dhamma itu hanya terbatas pada Dhammacakkappavatana Sutta?tentu tidak, itu untuk menunjukkan kalau Vinaya tercipta berangsur-angsur, bukan sudah diciptakan sebelum adanya penyimpangan
jika kita membicarakan Dhamma, maka yg dimaksudkan adalah satu paket Sutta dan Vinaya, apakah Vinaya itu bukan Dhamma?saya kira kurang tepat kalau mengatakan Vinaya adalah Dhamma, lebih tepatnya "substansi Vinaya" (sila) adalah bagian dari Dhamma
Sang Buddha memang tidak pernah membahas tentang kimono dan orang jepang.betul, itu cuma contoh yg saya maksud apakah menjunjung tradisi berarti tidak dpt selaras dgn zaman
pasti selalu ada yg terbunuh, dan tentunya beda apabila ada faktor kesengajaan
itu jelas bukan vinaya yg berlaku, itu contoh dari saya untuk menjelaskan yg saya maksud dgn penambahan syarat
tentu tidak, itu untuk menunjukkan kalau Vinaya tercipta berangsur-angsur, bukan sudah diciptakan sebelum adanya penyimpangan
saya kira kurang tepat kalau mengatakan Vinaya adalah Dhamma, lebih tepatnya "substansi Vinaya" (sila) adalah bagian dari Dhamma
singkatnya Dhamma meliputi sila, samadhi, & panna, sedang Vinaya hanya menekankan aturan/tata tertib agar tercapainya pelaksanaan sila yg baik
betul, itu cuma contoh yg saya maksud apakah menjunjung tradisi berarti tidak dpt selaras dgn zaman
mengenai bubuk mandi itu apa, terus terang saya tidak dapat pastikan, tapi asumsi saya barang itu tidak mengandung zat2 untuk membunuh kuman
kalau kita lihat asal usul sabun mandi, setahu saya dari kebudayaan arab di mana berupa ekstrak kelapa untuk memudahkan menggosok tubuh
kalau bubuk mandi tsb sama dgn sabun mandi arab kuno ini, maka jelas tidak mengandung zat2 untuk membunuh kuman
dalam sutta dan vinaya tentang mandi banyak disebutkan tentang "bubuk mandi", menurut anda apakah bubuk mandi itu? jika perubahan zaman menuntut revisi Dhamma, jadi bagaimanakah dengan Dhamma yg konon telah sempurna dibabarkan dan tidak lapuk oleh waktu itu?
apakah yg anda maksud dengan Dhamma itu hanya terbatas pada Dhammacakkappavatana Sutta?
jika kita membicarakan Dhamma, maka yg dimaksudkan adalah satu paket Sutta dan Vinaya, apakah Vinaya itu bukan Dhamma?
Namun setahuku dhamma dan vinaya itu dua hal yang berbeda, di mana dhamma mengacu ke ajaran yang dikhotbahkan (sutta dan abhidhamma), sedangkan vinaya mengacu ke aturan yang ditetapkan untuk anggota sangha berikut sanksinya jika dilanggar.
Bro Indra, bisa minta referensi suttanya tentang bubuk ini? Menarik sekali buat menambah pengetahuan. Yang gw pernah baca baru tentang sikat gigi Sang Buddha, yang sabun bubuk gw belum baca.
nice idea. :DKalau cuma akal-akalan, saya juga sangat mahir. Mau berdana bagaimanapun bisa diatur. >:D
boleh dicoba om kainyn. ;D
mungkin ini juga menjadi kunci penting, "seandainya" Sangha membatasi jumlah jubah yang diterima setiap tahunnya, maka dana jubah akan menjadi sangat berharga sekali, banyak orang akan berebut, semoga tidak sampai tawuran, dengan begitu dana kathina akan menjadi momen yang paling berharga, nilai jubah yang mungkin cuma sekitaran 300rb akan dibagi ke sekian orang agar semuanya bisa mendapat kesempatan berbuat baik dengan berdana jubah.Ini saya sangat setuju, sebetulnya bisa juga ditanyakan pada sangha kira-kira butuh jubah berapa, lalu umat bisa bersama-sama mengumpulkan dana untuk jumlah itu. Walaupun nanti masing-masing umat hanya menyumbang Rp.7,- perak per orang, tetap tidak akan mengurangi niat baik, objek yang tepat, tidak mubazir, dan penerima yang tepat. Saya pikir esensi dana adalah yang seperti itu, bukan mengembangkan sikap 'tamak dana'.
tapi walau nilai dananya kecil akan menjadi sangat berharga karna memang benar2 dibutuhkan. :)
jadi penasaran, ide tentang daur ulang jubah ini asalnya dari mana yah?Kalau ini entahlah karena kamma baik menghindari saya dari urusan begituan. Harus tanya yang mengenal komunitas Buddhis dari dalam.
apakah murni dari dayaka atau ada campur tangan sangha? :-?
setau saya, bhikkhu yang hadir pada saat itu juga kena cipratannya. artinya ada dana yang masuk ke rekening pribadi, sekian persen dari dana yang terkumpul.
Ini saya sangat setuju, sebetulnya bisa juga ditanyakan pada sangha kira-kira butuh jubah berapa, lalu umat bisa bersama-sama mengumpulkan dana untuk jumlah itu. Walaupun nanti masing-masing umat hanya menyumbang Rp.7,- perak per orang, tetap tidak akan mengurangi niat baik, objek yang tepat, tidak mubazir, dan penerima yang tepat. Saya pikir esensi dana adalah yang seperti itu, bukan mengembangkan sikap 'tamak dana'.
IMHO, kalau bicara amisa dana, dalam bentuk uang jauh lebih baik, tinggal sangha yg menentukan apa yg memang sangat dibutuhkannya
tentunya ini suatu terobosan baru, di mana kita ketahui Theravada sangat ketat dgn vinaya (bhikkhu tidak boleh pegang uang)
namun kita juga tidak boleh menutup mata dgn perubahan/perkembangan zaman, di mana sangha/bhikkhu pun tidak lepas darinya
contoh: asumsi saya di masa Buddha belum ada budaya mandi pakai sabun, tapi sekarang ini apakah ada bhikkhu yg mandi tidak pakai sabun?
padahal inipun bisa jadi masalah baru, ketika dipertanyakan apakah membunuh kuman di tubuh tidak termasuk pelanggaran sila panatipata
jadi jelas kan yg saya maksud, kalau semua tunduk pada perubahan zaman, alangkah baiknya kita menyikapinya dgn bijaksana
Ini postingan paling fenomenal.
Betul sekali, kasih aja duitnya, nanti ga usah pake pindapata atau dana makanan lagi. Biar si bhikkhu yang masuk restoran pesen makanan, kalau butuh jubah bisa pesen & jahit sendiri, kalau sakit tinggal pilih rumah sakit sendiri, kalau pergi ke mana-mana juga tinggal pilih hotel sendiri. :jempol:
Ini postingan paling fenomenal.
Betul sekali, kasih aja duitnya, nanti ga usah pake pindapata atau dana makanan lagi. Biar si bhikkhu yang masuk restoran pesen makanan, kalau butuh jubah bisa pesen & jahit sendiri, kalau sakit tinggal pilih rumah sakit sendiri, kalau pergi ke mana-mana juga tinggal pilih hotel sendiri. :jempol:
Ini postingan paling fenomenal.
Betul sekali, kasih aja duitnya, nanti ga usah pake pindapata atau dana makanan lagi. Biar si bhikkhu yang masuk restoran pesen makanan, kalau butuh jubah bisa pesen & jahit sendiri, kalau sakit tinggal pilih rumah sakit sendiri, kalau pergi ke mana-mana juga tinggal pilih hotel sendiri. :jempol:
ironisnya, hal ini sudah terjadi
udah pernah liat bhikkhu yg ke restoran pilih makanan sendiri
ke mana2 jalan, bayar ongkos sendiri
pilih tempat tinggal di luar kota juga bayar sendiri
tapi bagaimana dengan umat yg tidak mengetahui mekanisme ini dan tiba2 datang dengan membawa seribu jubah, apakah dana ini harus ditolak?Kalau soal 'seribu jubah', kalau memang kompakan pada ide awal, maka seharusnya tidak ada stock untuk itu karena sudah dikomunikasikan ke produsen. Lain halnya kalau seribu jubah itu dibuat sendiri.
the "so-called" buddhistSorry, vinaya dengan jelas melarang uang. Tapi sekarang ini ada yang namanya debit card, ini tidak melanggar vinaya (kalau bilang melanggar, silahkan tunjukkan referensinya ;D ). Jadi seharusnya bhikkhu bawa debit card saja.
ironisnya, hal ini sudah terjadiWah... Itu baru bhikkhu 'fenomenal'. Kira-kira bedanya sama umat awam, di mana yah?
udah pernah liat bhikkhu yg ke restoran pilih makanan sendiri
ke mana2 jalan, bayar ongkos sendiri
pilih tempat tinggal di luar kota juga bayar sendiri
trus klo jubah bhikkhu robek, bs bikin jas sendiri, beli kemeja dan celana panjang...Tetep ga boleh pakai jas, bang, tapi silahkan pilih sendiri kain yang paling halus dan mahal.
wah, makin ngaco dah... :))
Ini saya sangat setuju, sebetulnya bisa juga ditanyakan pada sangha kira-kira butuh jubah berapa, lalu umat bisa bersama-sama mengumpulkan dana untuk jumlah itu. Walaupun nanti masing-masing umat hanya menyumbang Rp.7,- perak per orang, tetap tidak akan mengurangi niat baik, objek yang tepat, tidak mubazir, dan penerima yang tepat. Saya pikir esensi dana adalah yang seperti itu, bukan mengembangkan sikap 'tamak dana'.
Kalau ini entahlah karena kamma baik menghindari saya dari urusan begituan. Harus tanya yang mengenal komunitas Buddhis dari dalam.
kayanya dalam fenomena persembahan jubah ini
yang mendapat manfaatnya bukan sangha
bukan pula umat yang menyumbang
tapi produsen jubah yang mendapat manfaat terbesar
mudah untuk melihat titik masalah ini dan itu
tapi susah melihat solusinya
ada solusi patungan jubah...
tetep aja bingung solusi apa lagi yag?
Kalau untuk bhikkhu uda cukup, kita sumbang ke viharanya aja gimana? Biasa vihara butuh dana juga kan?Kathina dana harusnya ke bhikkhu, bukan ke vihara.
kayanya dalam fenomena persembahan jubah ini
yang mendapat manfaatnya bukan sangha
bukan pula umat yang menyumbang
tapi produsen jubah yang mendapat manfaat terbesar
mudah untuk melihat titik masalah ini dan itu
tapi susah melihat solusinya
ada solusi patungan jubah...
tetep aja bingung solusi apa lagi yag?
Kathina dana harusnya ke bhikkhu, bukan ke vihara.
Sebetulnya dana ke vihara itu sangat baik, bahkan membangun vihara saja dikatakan lebih unggul dibandingkan memberi dana tetap pada petapa yang baik. Tapi umat di sini memang sudah 'terprogram' oleh 'lahan jasa yang tiada taranya', dan disertai dengan mental 'tamak dana', agak susah diajak untuk melakukan dana yang nilainya lebih "kecil".
tidak juga seperti itu, ada kala nya jubah2 kathina yg numpuk di gudang digunakan oleh para samanera, ketika di adakan pabbaja samanera di vihara tersebut.
kesimpulan itu muncul karena kita melihat nya secara langsung, yaitu ada nya keuntungan berupa uang yang diterima oleh produsen jubah. sedangkan ketika umat memberikan dana jubah ke bhikkhu, tidak nampak keuntungan secara langsung, bukan berarti tidak bermanfaat dana jubah.
sebenarnya dana jubah yang melimpah di indonesia, bisa pula di sumbangkan ke negara2 buddhist lain nya (sebagai salah satu solusi), karena disana banyak samanera dan bhikkhu.
Kathina dana harusnya ke bhikkhu, bukan ke vihara.
Sebetulnya dana ke vihara itu sangat baik, bahkan membangun vihara saja dikatakan lebih unggul dibandingkan memberi dana tetap pada petapa yang baik. Tapi umat di sini memang sudah 'terprogram' oleh 'lahan jasa yang tiada taranya', dan disertai dengan mental 'tamak dana', agak susah diajak untuk melakukan dana yang nilainya lebih "kecil".
Kalau soal 'seribu jubah', kalau memang kompakan pada ide awal, maka seharusnya tidak ada stock untuk itu karena sudah dikomunikasikan ke produsen. Lain halnya kalau seribu jubah itu dibuat sendiri.
Jika memang sudah datang dengan 1000 jubah itu, maka pilihannya:
1. Bisa diterima oleh sangha untuk disimpan, dan ini kembali lagi pada persoalan awal: kalau sudah punya simpanan berlebih, apakah berikutnya masih buka 'penerimaan dana'?
2. Ditolak. Menurut saya, ini adalah solusi yang lebih baik sebab kalau satu orang boleh dana 1000 jubah dan diterima, maka ratusan ribu atau jutaan umat lain juga berhak dana masing-masing 1000 jubah dan harus diterima.
Yang manapun itu, sebaiknya untuk berikutnya lebih disosialisasikan lagi. Panitia gunanya 'kan untuk itu, agar dana menjadi manfaat optimal bagi sangha & umat, bukan malah jadi marketing untuk cari omzet segede-gedenya. Tapi itu menurut saya sih, kalau memang panitia tujuannya untuk itu, saya minta maaf.
Jadi definisi bhikkhu adalah "yang meninggalkan rumah (dan mendapatkan vihara), menanggalkan jubah putih dan mengenakan jubah kuning (dari sutra), meninggalkan rekening [lama] (dan pakai rekening baru yang bisa terisi sendiri)." Sutta2 bilang kehidupan petapa cuma kondusif pada hal-hal nekkhama, ternyata sutta memang sudah ketinggalan jaman.
ironisnya, hal ini sudah terjadi
udah pernah liat bhikkhu yg ke restoran pilih makanan sendiri
ke mana2 jalan, bayar ongkos sendiri
pilih tempat tinggal di luar kota juga bayar sendiri
sapa yg brani kritik tindakan bhikkhu tersebut ? pasti akan mendapatkan kritikan pedas dan caci maki, itu lah mental umat bhikkhu yg berkedok umat buddhist.
Masa sih mandi pakai sabun dari arab? Airnya aja kurang :hammer:
Pada jaman kekaisaran Romawi orang2 Italia sudah mengenal mandi dengan sabun dengan bahan dasar lemak hewan. Makanya hingga sekarang Italia terkenal dengan peralatan mandi dan spa nya.
Itulah kuatnya propaganda arab (musl1m), apa2 dikatakan sumbernya dari arab padahal bukan. Sama kayak angka nol yang dari India dikatakan ditemukan orang arab, juga matematika, kedokteran, dan ilmu pengetahuan lain yang sumbernya dari Yunani Kuno, Persia, dan India dikatakan sebagai penemuan arab.
Ini postingan paling fenomenal.
Betul sekali, kasih aja duitnya, nanti ga usah pake pindapata atau dana makanan lagi. Biar si bhikkhu yang masuk restoran pesen makanan, kalau butuh jubah bisa pesen & jahit sendiri, kalau sakit tinggal pilih rumah sakit sendiri, kalau pergi ke mana-mana juga tinggal pilih hotel sendiri. :jempol:
Sorry, vinaya dengan jelas melarang uang. Tapi sekarang ini ada yang namanya debit card, ini tidak melanggar vinaya (kalau bilang melanggar, silahkan tunjukkan referensinya ;D ). Jadi seharusnya bhikkhu bawa debit card saja.
Tetep ga boleh pakai jas, bang, tapi silahkan pilih sendiri kain yang paling halus dan mahal.
Jadi definisi bhikkhu adalah "yang meninggalkan rumah (dan mendapatkan vihara), menanggalkan jubah putih dan mengenakan jubah kuning (dari sutra), meninggalkan rekening [lama] (dan pakai rekening baru yang bisa terisi sendiri)." Sutta2 bilang kehidupan petapa cuma kondusif pada hal-hal nekkhama, ternyata sutta memang sudah ketinggalan jaman.
mengenai pindapata, memangnya dipraktekkan di Indonesia? koq, saya ngak pernah lihat ada Bhikkhu keliling2 pindapata?
seingat saya dari apa yg pernah saya saksikan di tayangan BBC, sabun mandi berasalal dari Mesir (aka Arab)
tersebar ke Eropa setelah Mesir diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Prancis
Dipraktekkan koq bro. Biasanya setahun minimal sekali, pas mau Waisak. :whistle: ^-^ga kok
Haduh, kasihan amad Eropa kalo baru 200 tahun kenal sabun. :o
Satu tayangan bukan satu2nya kebenaran bro, nonton lagi tayangan BBC yang satunya soal kegiatan mandi jaman Romawi kuno. >:D ;D
ga kok
di Medan ada bhikkhu yang setiap pagi pindacara kok
walau hujan juga lanjut pindacara-nya
bukan begitu, tapi kita haru melakukan terobosan baru mengikuti perkembangan zaman, karena Dhamma memang tidak sempurna dibabarkan dan telah lapuk oleh waktuyg lapuk bisa mencapai arahat,yg lbh tinngi dari arahat,apakah masi ada :-?
yg lapuk bisa mencapai arahat,yg lbh tinngi dari arahat,apakah masi ada :-?
Mantapbrosis, hal beginian yang perlu kita expose biar khalayak melihat bagaimana penerapan vinaya yang benar dan masih ada bhikkhu yang menjalankan vinaya secara khaffah :hammer: (halah, bahasa apa itu?) :))
Boleh tahu siapa bhikkhunya dan adakah fotonya (terutama yg pas lagi pindapatta) ?
jika ada kuman mati karena seseorang mandi menggunakan sabun, apakah itu termasuk sengaja membunuh? apa bedanya dengan seseorang yg bernafas dan mengakibatkan kuman terbunuh?banyak hal yg harus dibahas berkenaan hal ini, dan akan terlalu melebar ke-mana2
bhikkhu bisa saja melakukan perjalanan dengan mematuhi vinaya tanpa penambahan syarat. ketika berangkat tiket pesawat telah disiapkan oleh panitia yg mengundang, ketika pulang, tiket pesawat juga disiapkan, jadi bhikkhu tidak perlu membeli tiket sendiri.memang benar, dlm hal ini bisa jadi contoh yg saya angkat kurang tepat
menurut yg saya pahami, Vinaya adalah sila yg lebih tinggi (adhisila), adakah rujukan yg menguatkan argumen anda bahwa "Vinaya hanya menekankan aturan/tata tertib agar tercapainya pelaksanaan sila yg baik"?ini cuma intepretasi saya saja, dan kalau mau mendapatkan rujukkannya di Vinaya Pitaka
kita tidak berbicara mengenai tradisi di sini, melainkan aturan2 yg ditetapkan oleh Sang Buddha dalam Vinaya, Sang Buddha juga banyak melanggar tradisi kok.IMHO kalau aturan2 dijalankan/dipegang tanpa mengutamakan hal yg substansial cuma jadi tradisi kolot yg berbenturan dgn zaman
ga kokmaaf, pindacara apa ya?
di Medan ada bhikkhu yang setiap pagi pindacara kok
walau hujan juga lanjut pindacara-nya
maaf, pindacara apa ya?
(istilah ini teramat baru di telinga saya)
emang dhamma bisa lapuk :-? :-? :-?,makin bingung sy
banyak hal yg harus dibahas berkenaan hal ini, dan akan terlalu melebar ke-mana2
memang benar, dlm hal ini bisa jadi contoh yg saya angkat kurang tepat
ini cuma intepretasi saya saja, dan kalau mau mendapatkan rujukkannya di Vinaya Pitaka
dan itupun terkendala lagi dgn intepretasi masing2 yg mungkin berbeda bahkan bertentangan
IMHO kalau aturan2 dijalankan/dipegang tanpa mengutamakan hal yg substansial cuma jadi tradisi kolot yg berbenturan dgn zaman
dan dlm hal ini perayaan Kathina bisa jadi termasuk salah satu bentuk tradisi
sebenarnya sedari awal apa yg ingin saya sampaikan adalah:
akibat perjalanan waktu, banyak hal yg mengalami perubahaan (sabbe sankhara anicca), spt: cara hidup, cara berpikir, tatanan sosial, dsb
oleh karena itu, mungkin ada beberapa aturan2 yg harus disesuaikan dgn zaman, dan tentunya harus dilakukan secara ekstra hati2 agar tidak bertentangan dgn substansi aturan tsb
intinya spt Hukum atau Undang-Undang Dasar saja bisa di-amandemen, kenapa yg lain tidak? karena telah dikultuskan?
jangan lupa di zaman ORBA UUD'45 tidak bisa di-amandemen, baru di era ini saja bisa
maaf, pindacara apa ya?
(istilah ini teramat baru di telinga saya)
maaf, pindacara apa ya?pindacara artinya pergi untuk menerima dana makanan
(istilah ini teramat baru di telinga saya)
istilah ini memang hanya populer di kalangan Buddhis
emank, ada yang bukan Buddhis ???
pindacara artinya pergi untuk menerima dana makananberarti pindacara=pindapatta kan
berarti pindacara=pindapatta kan
terus foto2 yg anda post itu lokasinya jauh dari vihara domisili Bhante tsb
soalnya kan di Vinaya ada ketentuan seoarang Bhikkhu boleh terima pindapatta dari umat bila telah memenuhi jarak tertentu dari vihara (kalau ngak salah)
berarti pindacara=pindapatta kan
terus foto2 yg anda post itu lokasinya jauh dari vihara domisili Bhante tsb
soalnya kan di Vinaya ada ketentuan seoarang Bhikkhu boleh terima pindapatta dari umat bila telah memenuhi jarak tertentu dari vihara (kalau ngak salah)
pernahkah anda membaca Mahaparinibbana yg tertulis sbb:
"‘Selama para bhikkhu sering mengadakan pertemuan-pertemuan rutin, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran. Selama mereka bertemu dalam damai, berpisah dalam damai, dan melakukan tugas-tugas mereka [77] dalam damai, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran. Selama mereka tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan sebelumnya, dan tidak meniadakan apa yang telah ditetapkan, melainkan meneruskan apa yang telah ditetapkan ...; selama mereka menghormati para senior yang lebih dulu ditahbiskan, ayah dan pemimpin dari Sangha ...; selama mereka tidak menjadi mangsa dari keinginan yang muncul dalam diri mereka dan mengarah menuju kelahiran kembali ...; selama mereka setia menjalani kehidupan dalam kesunyian hutan ...; selama mereka menjaga perhatian mereka masing-masing, sehingga di masa depan, orang-orang baik di antara teman-teman mereka akan mendatangi mereka, dan mereka yang telah datang akan merasa nyaman dengan mereka ...; selama para bhikkhu mempertahankan tujuh hal ini dan terlihat melakukan hal-hal ini, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.’"
pernahkah juga anda membaca sutta yg sama tentang hal ini:
6.3. “Jika diinginkan, Sangha boleh membatalkan peraturan-peraturan minor setelah Aku meninggal dunia.’
pindapatta tidak sama dengan pindacara
mengenai hal ini pernah saya tanyakan ke seorang bhante tapi tidak saya tanya sampai mendetail.
pindapata is food.
pindacara is 'going for alms'.
lokasi bhante pindacara tidak jauh kok, sekitar 30 menit bhante-nya uda balik ke vihara ini berarti bhante-nya ga jalan jauh2 buat pindacara
ya dan Arahat Maha Kassapa beserta 499 Arahat lainnya memutuskan untuk tidak membatalkan aturan apa pun karena tidak ingin Buddhadhamma mengalami kemunduran, sekarang apakah anda merasa lebih bijaksana daripada Arahat Mahakassapa + 499 Arahat itu?tidaklah, apa untuk berpikir/mengemukakan pendapat seseorang harus bijaksana/Arhat?
Sang Buddha memang memberikan kelonggaran itu tapi sebaliknya Sang Buddha juga memberikan warning jika Sangha meniadakan peraturan yg sudah ditetapkan dan menetapkan peraturan yg belum pernah ditetapkan, maka akan ada resiko kemunduran. jadi anda pilih mana? makanya baca sutta jangan sepotong2, Bung.tergantung interpretasi lagi (setidaknya demikanlah yg terjadi dlm sejarah)
klo tidak salah pindacara sama dengan pindapata, sebutan untuk alms (dana, sedekah, derma)
beda nya, pindapata adalah dana makanan (alms food)
pindacara adalah menerima dana (tidak cuma dana makan) dengan berjalan (walking for alms)
CMIIW ;D
emang dhamma bisa lapuk :-? :-? :-?,makin bingung sy
tidaklah, apa untuk berpikir/mengemukakan pendapat seseorang harus bijaksana/Arhat?
tergantung interpretasi lagi (setidaknya demikanlah yg terjadi dlm sejarah)
spt agama lain saja, apa Buddha menguji para Bhikkhu begitu?
Bhante Pannananda
sekarang bertempat tinggal di :
YAYASAN VIPASSANA INDONESIA
BUDDHIST MEDITATION CENTRE
JL:ASIA RAYA (ASIA MEGA MAS) BLOK P NO :16 (12A,12B,15,16)
MEDAN (20216) SUMUT- INDONESIA.
JADWAL HARIAN :
06:00 - pindapatta.
11:00 - dana makan siang.
19:30 - meditasi.
VIPASSANA RETREAT :
17 AGT 2012 - 26 SEP 2012.
22 DES 2012 - 31 DES 2012.
Foto2 :
berpendapat tidak harus bijaksana tapi mengamandeman vinaya saya pikir perlu kebijaksanaan.bukankah sudah saya sampaikan, kalau memang itu memungkinkan harus ekstra hati-hati dalam artian harus dgn kebijaksanaan
sejarah mana yg anda maksudkan? apakah pernah terjadi dalam sejarah ada yg mengamandemen vinaya?spt yg kita ketahui perpecahaan Sangha pertama kali terjadi akibat adanya perbedaan interpretasi Vinaya
Apakah Buddha menguji para bhikkhu? saya tidak bisa membaca pikiran Buddha, jadi tidak bisa menjawab. apakah anda bisa?kan di awal sudah saya katakan saya bukan Bhikkhu, tentu saja tidak punya kapasitas apa2
tapi terlepas dari membaca pikiran Buddha, faktanya adalah di awal sutta Sang Buddha membabarkan ketujuh faktor ketidakmunduran itu dengan resikonya jika dilanggar, baru kemudian menjelang akhir sutta Sang Buddha memberikan kelonggaran itu. Dengan modal kedua nasihat ini, Konsili memutuskan untuk tidak mengamandemen vinaya, sekarang atas kapasitas apakah anda merasa bisa mengamandemen vinaya itu?
Sekarang anggaplah vinaya minor boleh dihapuskan, Bahkan Konsili itu yg terdiri dari 500 Arahat yg dipimpin oleh Bhikkhu Mahakassapa pun tidak mampu menentukan mana minor dan mana yg mayor, apakah anda bisa?saya kira, itu sudah terlalu jauh dan pastinya terbentur pada kapasitas kita
Mantap sekali kalau benar ini dilakukan setiap pagi.cuma timbul pertanyaan, kenapa gelap2 sebelum matahari terbit?
Tapi koq kayaknya ada dayaka yang mengiringi beliau ya? ::) Dan bawa tas, kayaknya untuk menampung kelebihan dana makanan yang diterima. Setahu gw untuk menerima dana makanan di patta ada batasan jumlah maksimalnya. CMIIW.setahu saya juga begitu mengenai batasan maksimal pindapatta
bukankah sudah saya sampaikan, kalau memang itu memungkinkan harus ekstra hati-hati dalam artian harus dgn kebijaksanaan
spt yg kita ketahui perpecahaan Sangha pertama kali terjadi akibat adanya perbedaan interpretasi Vinaya
kan di awal sudah saya katakan saya bukan Bhikkhu, tentu saja tidak punya kapasitas apa2
dan saya pun tidak berminat untuk mengamandemen Vinaya, bukankah aturan2 tsb untuk seorang Bhikkhu?
saya kira, itu sudah terlalu jauh dan pastinya terbentur pada kapasitas kita
cuma timbul pertanyaan, kenapa gelap2 sebelum matahari terbit?
ya dan Arahat Maha Kassapa beserta 499 Arahat lainnya memutuskan untuk tidak membatalkan aturan apa pun karena tidak ingin Buddhadhamma mengalami kemunduran, sekarang apakah anda merasa lebih bijaksana daripada Arahat Mahakassapa + 499 Arahat itu?
Sang Buddha memang memberikan kelonggaran itu tapi sebaliknya Sang Buddha juga memberikan warning jika Sangha meniadakan peraturan yg sudah ditetapkan dan menetapkan peraturan yg belum pernah ditetapkan, maka akan ada resiko kemunduran. jadi anda pilih mana? makanya baca sutta jangan sepotong2, Bung.
lalu apa tujuan anda dengan mengatakan "dana dalam bentuk uang jauh lebih baik"
.... kenapa ketika dipertanyakan, anda malah menggeliat?
Sebenarnya menurut pendapat gw pribadi, gw setuju dengan yang ini, asalkan :
1. Dana dipegang oleh dayaka yang ditunjuk sangha.
2. Apabila sangha dan bhikkhu ada keperluan, kemudian dapat meminta
dayaka yang menyimpan uang agar memberikan yang diperlukan
sangha/bhikkhu tersebut.
3. Keperluan pribadi bhikkhu apabila diminta ke dayaka, sudah
mendapatkan persetujuan sangha.
4. Umat2 yang dananya dikumpulkan dayaka, sudah pavarana ke
sangha apabila memerlukan sesuatu dari dana itu.
Keuntungannya :
1. Mudah disimpan.
2. Tak lapuk oleh waktu (kecuali inflasi ;D)
3. Tepat guna, sesuai keperluan sangha (yg patut).
4. Tak ada yang terbuang (karena basi, tak terpakai, dll).
Mungkin badan sedikit pegel juga kayak gw, makanya menggeliat. ;D :whistle:
Emangnya kami ulat? :P ;D
ooo ok, soalnya pernah baca bole juga berdana untuk perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha. Tapi menurutku kalau mereka berdana tidak disertai dengan mental itu boleh dong ya?Kalau dana secara umum, temen ga punya ongkos dikasih duit juga sudah dana namanya. Tapi kalau merujuk ke Kathina dana, tentu objek penerimanya harus bhikkhu dan dananya berupa kebutuhan dasar bhikkhu.
[...]Ya, sepertinya manfaatnya akan "kecil" ;D
mungkin tahun ini saya akan mencoba dana yang "lebih kecil" saja
ada tau satu wihara yang sedang mengumpulkan dana untuk
membangun tempat tinggal bhikkhu dll
mungkin uang yang dipersiapkan untuk paket jubah tahun ini
langsung saya sumbangkan saja untuk dana pembangunan
aggg, tapi sebelum berdana saja sudah tidak begitu happyNah, ini saya sangat setuju. Kebanyakan orang melihat 'bahagia waktu berdana' sebagai tolok ukur manfaat. Mungkin bisa dijadikan perenungan bahwa orang-orang yang berpandangan salah, ketika melakukan hal yang mereka anggap benar, juga akan sangat bahagia. Namun apakah berarti hal itu bermanfaat?
jadi ingat moment menyerahkan benda dengan tangan sendiri
dan diterima oleh bhikkhu,
wag, baru menyadari saya 'tamak dana'
haizz... :'(
sebaiknya saya memikirkan solusi untuk fenomena bathin saya dulu ;D
O, iya, bhantenya dari Mahanikaya ya? Seperti bhante Giri (alm). _/\_
dengan begini maka tidak akan ada lagi stock jubah untuk digunakan sebagai alat penipuan tahun depan, bagaimana solusinya?Masih ada perpanjangan kontrak vihara. Dan seperti saya sudah katakan, kalau mau akal2an, apapun bisa saya akali. Tinggal request aja.
bukan begitu, tapi kita haru melakukan terobosan baru mengikuti perkembangan zaman, karena Dhamma memang tidak sempurna dibabarkan dan telah lapuk oleh waktuKaldhu x3
ini dana ke Sangha bro, bukan dana ke BhikkhuJadi bhikkhu tidak boleh terima uang, tapi sangha boleh?
mengenai pindapata, memangnya dipraktekkan di Indonesia? koq, saya ngak pernah lihat ada Bhikkhu keliling2 pindapata?Konon masih ada yang pindapata. Tapi seandainya tidak pun tidak masalah. Dana makanan bisa juga diberikan oleh umat ke vihara ataupun dengan mengundang bhikkhu, tidak harus selalu dengan pindapata.
klo tidak salah pindacara sama dengan pindapata, sebutan untuk alms (dana, sedekah, derma)Pindapata itu merujuk pada 'dana makanan', sedangkan Pindacara pada 'jalan keliling untuk menerima dana'.
beda nya, pindapata adalah dana makanan (alms food)
pindacara adalah menerima dana (tidak cuma dana makan) dengan berjalan (walking for alms)
CMIIW ;D
Bro, bisakah anda memberikan rujukan vinaya mengenai mekanisme dayaka-dayakaan ini?
Sebenarnya menurut pendapat gw pribadi, gw setuju dengan yang ini, asalkan :
1. Dana dipegang oleh dayaka yang ditunjuk sangha.
2. Apabila sangha dan bhikkhu ada keperluan, kemudian dapat meminta
dayaka yang menyimpan uang agar memberikan yang diperlukan
sangha/bhikkhu tersebut.
3. Keperluan pribadi bhikkhu apabila diminta ke dayaka, sudah
mendapatkan persetujuan sangha.
4. Umat2 yang dananya dikumpulkan dayaka, sudah pavarana ke
sangha apabila memerlukan sesuatu dari dana itu.
Keuntungannya :
1. Mudah disimpan.
2. Tak lapuk oleh waktu (kecuali inflasi ;D)
3. Tepat guna, sesuai keperluan sangha (yg patut).
4. Tak ada yang terbuang (karena basi, tak terpakai, dll).
Tetap melanggar vinaya, debit card kan dari tabungan (duit) si bhikkhu di bank. :whistle:
mungkin saya yg lupa, tapi kalo gak salah anda mengusulkan bahwa dana terbaik adalah uang tunai, bukan? untuk melakukan hal ini bukankah vinaya harus diamandemen terlebih dulu?kalau melihat praktek di lapangan, bisa jadi perlu diamandemen
bisakah anda kutipkan di sini sumber anda yg mengatakan bahwa perpecahan Sangha pertama kali terjadi akibat perbedaan interpretasi Vinaya? apakah anda merujuk pada perselisihan di Kosambi atau Konsili 2.benar, saya merujuk pada perselisihan di Konsili 2
lalu apa tujuan anda dengan mengatakan "dana dalam bentuk uang jauh lebih baik"jauh lebih baik di sini, pengertiannya lebih praktis dan serba guna (selaras dgn zaman)
loh bukankah anda sendiri yg mengangkat pernyataan 6.3. “Jika diinginkan, Sangha boleh membatalkan peraturan-peraturan minor setelah Aku meninggal dunia.’", kenapa ketika dipertanyakan, anda malah menggeliat?saya tidak menggeliat, bukankah jelas tercantum "Sangha", kenapa anda tanya ke saya (yg jelas2 bukan anggota Sangha apalagi disebut Sangha)?
Apa bedanya antara debit card dan tabungan yang dipegang dayaka? Toh bisa dipergunakan sekehendak bhikkhu.
Yang jadi permasalahan adalah ketika bhikkhu punya akses ke uang terlepas siapa yang menyimpannya dan bagaimana cara penggunaannya.
Juga setahu saya sangha itu ditopang oleh umat, bukan oleh dayaka, jadi sepertinya "dayaka dana" juga tidak tepat.
kalau melihat praktek di lapangan, bisa jadi perlu diamandemen
secara Vinaya tidak boleh pegang uang, namun kenyataannya boleh terima dana uang
saya dengar ada Bhikkhu punya rekening di bank, memang benar uangnya tidak dipegang (secara tunai), tapi apa aturan tsb cuma sampai pegang memegang uang, bukankah lebih menekankan kepada kepemilikan/penggunaan uangsebenarnya bagaimana sih persisnya vinaya soal uang ini? bisakah anda mencantumkan di sini, untuk kita pelajari bersama.
benar, saya merujuk pada perselisihan di Konsili 2
jauh lebih baik di sini, pengertiannya lebih praktis dan serba guna (selaras dgn zaman)
dan bisa menghindari pemberian barang/kebutuhan yg melebihi kapasitas yg dibutuhkan
intinya uang adalah alat tukar yg netral, tergantung manusia yg mengumpulkan dan mempergunakannya
mungkin 2500 tahun yg lalu uang bukan alat tukar yg demikian penting, karena mungkin manusia masih mempergunakan cara barter
tapi sekarang, tukang taxi mana yg mau antarkan anda ke tujuan, lalu dibayar dgn sebungkus rokok impor (boleh dibilang harganya setimpal dgn ongkos)?
saya tidak menggeliat, bukankah jelas tercantum "Sangha", kenapa anda tanya ke saya (yg jelas2 bukan anggota Sangha apalagi disebut Sangha)?
Ini contohnya :
NISSAGIYA PACITTIYA (30)
I. Tentang Civara (Civara Vagga).
1. ......
:
10. Apabila umat awam mengirimkan uang untuk membeli jubah kepada
seorang bhikkhu, maka bhikkhu itu harus menunjuk seorang dayaka
(pendamping bhikkhu) untuk menerima uang itu.
Bilamana bhikkhu tersebut membutuhkan jubah maka ia harus memintanya
kepada dayaka itu. Apabila belum didapatnya maka ia dapat memintanya
sampai tiga kali. Bila masih belum didapat juga maka bhikkhu itu dapat berdiri
diam sampai enam kali untuk maksud tersebut. Apabila ia melakukannya lebih
dari itu maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya. Bila jubah tidak
didapatkan setelah bhikkhu tersebut melakukan hal-hal di atas maka ia harus
memberitahu kepada si pemberi uang bahwa uang tersebut tidak dapat
digunakan dan memberitahu untuk meminta kembali uang tersebut kalau
uangnya hilang.
Dst...., tinggal dicompile aja dari peraturan vinaya.
Dayaka di sini bukanlah pemilik dana yang diberikan umat, tapi hanya sebagai penyimpan saja.Kembali lagi, bhikkhu tidak punya tabungan dalam bentuk apapun dan hanya bergantung pada umat. Hal-hal seperti 'uang jubah' ataupun 'tiket makan' dan sebagainya, seharusnya adalah urusan antar umat, bhikkhu hanya diberitahu saja. Namun itu semua bukan menjadi milik atau hak bhikkhu.
Mirip seperti rekening tabungan seorang anak yg belum dewasa di bank, biasanya atas nama orang tua atau walinya. Jika si anak sudah dewasa, rekenng itu bisa langsung diakses si anak. Atau si anak bisa meminta orang tuanya mengambil uang dari rekeningnya.
Nah, si anak sudah dewasa ataupun si anak minta ke ortunya mengambil tabungannya, adalah perumpamaan tentang bhikkhu yang meminta dayakanya untuk memakai uang yg disimpan itu untuk keperluan (yg pantas) dari si bhikkhu.
Mengenai Nissagiya Pacittiya, Civaravaggo 10, perlu diperhatikan bahwa itu hanya merujuk pada jubah. Jadi bukan dana yang diperuntukkan pada hal-hal lain. Dan uang itu tetap bukan milik bhikkhu, kalau memang dayakanya tidak mau memberikan jubah (setelah 6x diminta secara verbal atau 12x secara isyarat), maka bhikkhu itu tidak boleh memintanya lagi, namun harus melaporkan pada si pemberi dana bahwa ia tidak menerima dana itu. Maksudnya bukan untuk komplain, tapi agar si pendana terhindar dari 'penggelapan dana' untuk berikutnya.
bukankah jelas tercantum "Sangha", kenapa anda tanya ke saya (yg jelas2 bukan anggota Sangha apalagi disebut Sangha)?
bisa timbul pertanyaan !, karena pernyataan anda sepertinya mewakili Sangha bahkan kadang-kadang Buddha ^-^ serta bisa mengetahui dalam segala hal, dan tentunya hal ini tidak bisa diterima dan sangat 'membahayakan' bagi pembaca.
jika dibiarkan tentunya akan timbul persepsi bagi pembaca, makanya anda sering ditanya referensi sutta utk mendukung pernyataan anda.
sejak anda jadi penghuni DC, mosok anda tidak merasa banyak permintaan referensi sutta dari setiap pernyataan anda !
Bro Indra, bisa minta referensi suttanya tentang bubuk ini? Menarik sekali buat menambah pengetahuan. Yang gw pernah baca baru tentang sikat gigi Sang Buddha, yang sabun bubuk gw belum baca.
repost...
Kata "bubuk mandi" yg biasanya terdapat dalam perumpamaan yg menjelaskan Jhana 1 terdapat di semua Nikaya.
Jika anda menggunakan fitur Search pada forum ini dan memasukkan kata kunci "bubuk mandi" anda akan dengan mudah menemukannya
"bubuk mandi" didalam sutta
Sang Buddha melukiskan Jhana pertama, sebagai berikut:
Terlepas dari kesenangan-indriawi dan keadaan batin yang tak-terlatih, seorang memasuki dan menetap di Jhana Pertama, yang ditandai oleh batin yang berpikir dan berkhayal, diisi kegembiraan dan kebahagiaan yang terlahir dari keterlepasan. Dan dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang lahir dari keterlepasan, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya yang tidak disentuh oleh kegembiraan dan kebahagiaan yang timbul dari keterlepasan. Bagaikan seorang penjaga permandian yang terlatih atau pembantunya, mengadoni bubuk mandi yang telah disirami air, membentuk darinya sebuah gelembung di dalam sebuah mangkuk logam, yang darinya tidak ada embun yang terbebas- dengan cara yang sama, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya sehingga tidak ada bagian yang tak tersentuh.[D, I: 73]
apakah apa yg menjadi kenyataan berarti hal itu dibenarkan? jika nanti ada bhikkhu menikah dan punya anak, maka vinaya juga harus diamandemen agar sesuai dengan "kenyataannya boleh menikah", begitukah?saya kira pertanyaan anda sangat absurd, bukankah menjalani hidup kebhikkuan identik dgn kehidupan brahmacariya?
sebenarnya bagaimana sih persisnya vinaya soal uang ini? bisakah anda mencantumkan di sini, untuk kita pelajari bersama.link yg diberikan bro Sanjiva ini: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21452.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21452.0), mungkin bisa dijadikan rujukkan Vinaya soal uang
tolong copas ke sini, Bro, bagian mana dari kisah itu yg menurut anda adalah perbedaan interpretasi.sumber utama saya dari buku jadul,
uang juga sudah ada pada masa Sang Buddha, apakah uang pada masa itu tidak lebih praktis dan serba guna?memang benar sudah ada di masa itu, kalau belum ada mana mungkin bisa masuk ke Vinaya
saya tidak peduli apakah anda Sangha atau bukan, bisa saja anda seorang Maha thera, tapi saya tetap tidak peduli. Tapi ketika seorang member di sini membuat suatu pernyataan, maka saya berhak mempertanyakan.betul, anda boleh/berhak mempertanyakan, dan saya pun sudah berusaha menjawabnya
"bubuk mandi" didalam sutta
Sang Buddha melukiskan Jhana pertama, sebagai berikut:
Terlepas dari kesenangan-indriawi dan keadaan batin yang tak-terlatih, seorang memasuki dan menetap di Jhana Pertama, yang ditandai oleh batin yang berpikir dan berkhayal, diisi kegembiraan dan kebahagiaan yang terlahir dari keterlepasan. Dan dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang lahir dari keterlepasan, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya yang tidak disentuh oleh kegembiraan dan kebahagiaan yang timbul dari keterlepasan. Bagaikan seorang penjaga permandian yang terlatih atau pembantunya, mengadoni bubuk mandi yang telah disirami air, membentuk darinya sebuah gelembung di dalam sebuah mangkuk logam, yang darinya tidak ada embun yang terbebas- dengan cara yang sama, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya sehingga tidak ada bagian yang tak tersentuh.[D, I: 73]
saya kira pertanyaan anda sangat absurd, bukankah menjalani hidup kebhikkuan identik dgn kehidupan brahmacariya?
IMHO, kalau memang vinaya tidak memungkinkan diamandemen, maka praktek2 yg melanggar vinaya harus dihentikan oleh Sangha (min. pernyataan resmi)
kalau tidak, bukankah itu sama saja dgn amandemen diam2 tanpa tertulis?
link yg diberikan bro Sanjiva ini: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21452.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21452.0), mungkin bisa dijadikan rujukkan Vinaya soal uang
sumber utama saya dari buku jadul,
kalau dari Tipitaka ini link-nya: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21595.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21595.0)
memang benar sudah ada di masa itu, kalau belum ada mana mungkin bisa masuk ke Vinaya
IMO mungkin penggunaanya belum spt saat ini, dgn pertimbangan kesederhanaan cara hidup dan cara transaksi barter di masa itu
contoh: saya kira di masa itu orang tidak butuh KTP/ID, tapi sekarang harus. di Indonesia walau secara resmi buat KTP gratis, tapi prakteknya mana ada yg gratis. dan saya rasa seorang Bhikkhu pun diwajibkan punya KTP, dan otomatis perlu duit ketika perpanjang KTP. jadi inilah faktanya, zaman sekarang apa2 pakai duit.
betul, anda boleh/berhak mempertanyakan, dan saya pun sudah berusaha menjawabnya
biar jelas, coba deh anda jawab ini:
kalau anda katakan kelonggaran tsb akan menimbulkan kemunduran, berarti anda setuju kemunduran tsb seizin Buddha? kan Buddha yg memperbolehkannya?
apa menurut anda Buddha tdk terlibat?
Itu boleh dikatakan adalah role model untuk semua keperluan bhikkhu, tidak terbatas kepada jubah saja.
Lebih jelasnya anda bisa baca postingan Bond (sebetulnya ada versi PDFnya)
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21452.0 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21452.0)
Betul, bisa saja seseorang ditunjuk untuk melayani makanan dan obat-obatan bagi bhikkhu seperti Payasi menunjuk Uttara untuk itu. Namun sekali lagi, uang ataupun modal itu tidak diberikan pada bhikkhu ataupun lewat bhikkhu dulu, namun itu murni urusan antar umat, tidak ada hubungannya dengan bhikkhunya. Jadi intinya memang bhikkhu tidak terima uang apakah untuk disimpan maupun untuk numpang lewat.
Quote Siswahardi said:
link yg diberikan bro Sanjiva ini: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=21452.0, mungkin bisa dijadikan rujukkan Vinaya soal uang
----------------------------
dan sudah dijawab dengan baik oleh Bro Kainyn Kutho.
Darimana anda menyimpulkan tidak ada hubungan dengan bhikkhunya ?
Silahkan dibaca kembali vinaya, ini kembali saya cuplik yg permah saya kutip
NISSAGIYA PACITTIYA (30)
I. Tentang Civara (Civara Vagga).
10. Apabila umat awam mengirimkan uang untuk membeli jubah kepada
seorang bhikkhu, maka bhikkhu itu harus menunjuk seorang dayaka
(pendamping bhikkhu) untuk menerima uang itu.
Bilamana bhikkhu tersebut membutuhkan jubah maka ia harus memintanya kepada dayaka itu. Apabila belum didapatnya maka ia dapat memintanya sampai tiga kali. Bila masih belum didapat juga maka bhikkhu itu dapat berdiri diam sampai enam kali untuk maksud tersebut. Apabila ia melakukannya lebih dari itu maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya. Bila jubah tidak didapatkan setelah bhikkhu tersebut melakukan hal-hal di atas maka ia harus memberitahu kepada si pemberi uang bahwa uang tersebut tidak dapat digunakan dan memberitahu untuk meminta kembali uang tersebut kalau uangnya hilang.
Meminjam gaya diskusi Indra, bisakah anda tunjukkan di mana sutta / vinaya yang menyebutkan tidak ada hubungannya dengan bhikkhunya?
Darimana anda menyimpulkan tidak ada hubungan dengan bhikkhunya ?Saya tidak tahu darimana anda dapatkan sumbernya, tapi saya coba tampilkan sumber saya:
Silahkan dibaca kembali vinaya, ini kembali saya cuplik yg permah saya kutip
NISSAGIYA PACITTIYA (30)
I. Tentang Civara (Civara Vagga).
10. Apabila umat awam mengirimkan uang untuk membeli jubah kepada
seorang bhikkhu, maka bhikkhu itu harus menunjuk seorang dayaka
(pendamping bhikkhu) untuk menerima uang itu.
Bilamana bhikkhu tersebut membutuhkan jubah maka ia harus memintanya kepada dayaka itu. Apabila belum didapatnya maka ia dapat memintanya sampai tiga kali. Bila masih belum didapat juga maka bhikkhu itu dapat berdiri diam sampai enam kali untuk maksud tersebut. Apabila ia melakukannya lebih dari itu maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya. Bila jubah tidak didapatkan setelah bhikkhu tersebut melakukan hal-hal di atas maka ia harus memberitahu kepada si pemberi uang bahwa uang tersebut tidak dapat digunakan dan memberitahu untuk meminta kembali uang tersebut kalau uangnya hilang.
Meminjam gaya diskusi Indra, bisakah anda tunjukkan di mana sutta / vinaya yang menyebutkan tidak ada hubungannya dengan bhikkhunya?
"If a bhikkhu follows the protocols recommended here, the money placed with the steward still belongs to the donor, and the responsibility for making a fair trade lies with the steward. The bhikkhu's only responsibility is to inform the original donor if, after a reasonable number of promptings, the steward entrusted with the money does not provide him with the requisite the donor had in mind, and then let the donor look after the matter if he/she cares to."
Saya tidak tahu darimana anda dapatkan sumbernya,
tapi saya coba tampilkan sumber saya:
Nissaggiya Pacittiya 10:
In case a king, a royal official, a brahman, or a householder sends a robe fund for the sake of a bhikkhu via a messenger, (saying,) "Having purchased a robe with this robe fund, clothe the bhikkhu named so-and-so with a robe": If the messenger, approaching the bhikkhu, should say, "This is a robe fund being delivered for the sake of the venerable one. May the venerable one accept this robe fund," then the bhikkhu is to tell the messenger: "We do not accept robe funds, my friend. We accept robes (robe-cloth) as are proper according to season."
Seandainya raja, pejabat kerajaan, brahmana, atau perumahtangga memberikan biaya jubah untuk kepentingan seorang bhikkhu melalui seorang perantara, (mengatakan,) "Setelah membeli jubah dengan biaya jubah ini, sandangi bhikkhu dengan nama ini-dan-ini dengan jubah ini": Jika si perantara, mendekati bhikkhu, mengatakan, "Ini adalah biaya jubah yang diantarkan untuk yang mulia. Semoga yang mulia menerima biaya jubah ini," maka bhikkhu tersebut harus memberitahu kepada perantara: "Kami tidak menerima biaya jubah, kawan. Kami menerima jubah (kain jubah) yang berseseuaian dengan musimnya."
Betulkah ada seorang yang ditunjuk oleh bhikkhu untuk menerima uang?
Betul, bisa saja seseorang ditunjuk untuk melayani makanan dan obat-obatan bagi bhikkhu seperti Payasi menunjuk Uttara untuk itu. Namun sekali lagi, uang ataupun modal itu tidak diberikan pada bhikkhu ataupun lewat bhikkhu dulu, namun itu murni urusan antar umat, tidak ada hubungannya dengan bhikkhunya[/b]. Jadi intinya memang bhikkhu tidak terima uang apakah untuk disimpan maupun untuk numpang lewat.
Statement ini apakah bagian dari pasal vinaya itu ataukah penjelasan dari si penulis artikel?
Mohon source artikel di atas.
Kemudian mengenai paragraf ini :
If the messenger should say to the bhikkhu, "Does the venerable one have a steward?" then, bhikkhus, if the bhikkhu desires a robe, he may indicate a steward — either a monastery attendant or a lay follower — (saying,) "That, my friend, is the bhikkhus' steward."
If the messenger, having instructed the steward and going to the bhikkhu, should say, "I have instructed the steward the venerable one indicated. May the venerable one go (to him) and he will clothe you with a robe in season," then the bhikkhu, desiring a robe and approaching the steward, may prompt and remind him two or three times, "I have need of a robe." Should (the steward) produce the robe after being prompted and reminded two or three times, that is good.
Kembali tulisan di atas menerangkan bahwa dana jubah (robe fund) sudah diserahkan oleh pendana ke dayaka untuk disimpan, atas petunjuk bhikkhu yang menunjuk siapa dayakanya.
Gw mengutip pasal vinaya yang di Samaggi Phala. CMIIW.
Bacanya jangan sepotong-sepotong cuman satu paragraf aja bro #-o, cobalah dibaca secara keseluruhan
Sudah jelas bahwa :
10. In case a king, a royal official, a brahman, or a householder sends a robe fund for the sake of a bhikkhu via a messenger, (saying,) "Having purchased a robe with this robe fund, clothe the bhikkhu named so-and-so with a robe": If the messenger, approaching the bhikkhu, should say, "This is a robe fund being delivered for the sake of the venerable one. May the venerable one accept this robe fund," then the bhikkhu is to tell the messenger: "We do not accept robe funds, my friend. We accept robes (robe-cloth) as are proper according to season."
If the messenger should say to the bhikkhu, "Does the venerable one have a steward?" then, bhikkhus, if the bhikkhu desires a robe, he may indicate a steward — either a monastery attendant or a lay follower — (saying,) "That, my friend, is the bhikkhus' steward."
Jadi pernyataan anda di bawah sudah terbantahkan oleh vinaya
Steward yg ditunjuk itu adalah orang yg ditunjuk untuk menyimpan uang titipan dari si donor, bukan menyimpan uang yg diterima oleh bhikkhu.
dana telah disediakan oleh si donor untuk digunakan oleh bhikkhu, tapi dana itu belum diserahkan kepada bhikkhu jadi masih bukan miliki bhikkhu. selama dana itu belum diserahkan kepada bhikkhu dalam bentuk jubah, maka dana uang itu tetap menjadi milik si donor.
"If a bhikkhu follows the protocols recommended here, the money placed with the steward still belongs to the donor, and the responsibility for making a fair trade lies with the steward. The bhikkhu's only responsibility is to inform the original donor if, after a reasonable number of promptings, the steward entrusted with the money does not provide him with the requisite the donor had in mind, and then let the donor look after the matter if he/she cares to."
Memang begitu kan maksudnya. Mana yang dipermasalahkan dari apa yg gw tulis?permasalahannya adalah jika "dayaka" itu menyimpan uang milik donor, maka uang itu bukan hak milik bhikkhu, maka hal ini membenarkan argumen bro Kainyn bahwa urusan uang adalah urusan antar umat yg tidak melibatkan bhikkhu.
Pasal di vinaya yang gw kutip sudah cukup jelas.
Terjemahan Inggris yang anda pakai malah bisa menimbulkan arti baru, masak pakai kata 'steward' (pelayan)? Nanti malah dikira pembantu rumah tangga lagi. ;D Mending pakai istilah 'latin'nya saja yang tidak bisa disalahartikan, yaitu : "dayaka"
Inilah yang kadang2 menurut pendapat gw pribadi, penterjemahan dhamma dari bahasa Inggris yang istilah2 Palinya sudah di-inggriskan bisa membuka peluang kesalahan penterjemahan. Maaf gw bicara secara umum bukan menunjuk DC saja.
Sudah ada naskah Indonesia, mending gunakan yang bahasa Indonesia saja, ya kan? Ngapain harus yang berbahasa Inggris tapi menyebut dayaka saja tidak bisa?
Gw sudah baca yang versi accestoinsigh, dan kalimat di atas tidak ada dalam pasal vinaya, jadi ini adalah tambahan dari penulis artikel yang anda kutip.
Kalau benar itu masih milik pendonor, bolehkah dia minta balik? Bolehkan dia pakai untuk keperluan lain pribadinya pendana?
Uang itu boleh dikata sudah masuk semacam 'nostro account', hanya terbuka untuk keperluan bhikkhu dan bukan yang lain.
Gw mengutip pasal vinaya yang di Samaggi Phala. CMIIW.Coba perhatikan perbedaan yang sangat jelas ini:
Bacanya jangan sepotong-sepotong cuman satu paragraf aja bro #-o, cobalah dibaca secara keseluruhan
Sudah jelas bahwa :
10. In case a king, a royal official, a brahman, or a householder sends a robe fund for the sake of a bhikkhu via a messenger, (saying,) "Having purchased a robe with this robe fund, clothe the bhikkhu named so-and-so with a robe": If the messenger, approaching the bhikkhu, should say, "This is a robe fund being delivered for the sake of the venerable one. May the venerable one accept this robe fund," then the bhikkhu is to tell the messenger: "We do not accept robe funds, my friend. We accept robes (robe-cloth) as are proper according to season."
If the messenger should say to the bhikkhu, "Does the venerable one have a steward?" then, bhikkhus, if the bhikkhu desires a robe, he may indicate a steward — either a monastery attendant or a lay follower — (saying,) "That, my friend, is the bhikkhus' steward."
Jelas2 ada yang ditunjuk oleh bhikkhu untuk menerima uang tersebut (robe fund).
Juga pernyataan di bawah sudah terbantahkan oleh vinaya, soal penyimpanan uang ke dayaka ini ada hubungannya dengan bhikkhu.
Jadi menurut sumber saya, bhikkhu tetap tidak ada urusan dengan penerimaan uang, tidak kontradiktif dengan Nissaggiya Pacittiya 18, hanya mengetahui ada donatur menitipkan (pembuatan) jubah kepada umat awam lain yang menyokong bhikkhu, sehingga seperti pernyataan saya sebelumnya:
"uang ataupun modal itu tidak diberikan pada bhikkhu ataupun lewat bhikkhu dulu, namun itu murni urusan antar umat, tidak ada hubungannya dengan bhikkhunya"
sebagai pembanding silakan anda baca Nissaggiya Pācittiya 18
Gw sudah baca yang versi accestoinsigh, dan kalimat di atas tidak ada dalam pasal vinaya, jadi ini adalah tambahan dari penulis artikel yang anda kutip.
Kalau benar itu masih milik pendonor, bolehkah dia minta balik? Bolehkan dia pakai untuk keperluan lain pribadinya pendana?
Uang itu boleh dikata sudah masuk semacam 'nostro account', hanya terbuka untuk keperluan bhikkhu dan bukan yang lain.
dana telah disediakan oleh si donor untuk digunakan oleh bhikkhu, tapi dana itu belum diserahkan kepada bhikkhu jadi masih bukan miliki bhikkhu. selama dana itu belum diserahkan kepada bhikkhu dalam bentuk jubah, maka dana uang itu tetap menjadi milik si donor.
"If a bhikkhu follows the protocols recommended here, the money placed with the steward still belongs to the donor, and the responsibility for making a fair trade lies with the steward. The bhikkhu's only responsibility is to inform the original donor if, after a reasonable number of promptings, the steward entrusted with the money does not provide him with the requisite the donor had in mind, and then let the donor look after the matter if he/she cares to."
Ada pertanyaan gw yang belum dijawab....
Kalau benar itu masih milik pendonor, bolehkah dia minta balik? Bolehkan dia pakai untuk keperluan lain pribadinya pendana?
karena Vinaya tidak menjelaskan mekanismenya, maka saya terpaksa menjawab menurut pemahaman saya saja.
Jika si donor bermaksud membatalkannya, IMO ia bisa melakukannya, jika uang itu blm digunakan untuk membeli jubah. Dan ia harus memberitahu bhikkhu tsb secara langsung, dengan mengatakan "Bhante saya tidak jadi berdana jubah kepada Bhante, jadi uangnya saya ambil kembali." tentu saja jika ia tidak malu melakukan hal itu.