//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Living in the Moment  (Read 35377 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline wen78

  • Sebelumnya: osin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.014
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Living in the Moment
« Reply #45 on: 12 March 2010, 01:07:49 PM »
Keep moving foward - Walt Disney
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #46 on: 13 March 2010, 10:56:19 PM »
Bila engkau memandang dirimu, bukan siapa engkau sesungguhnya,

adalah jeruji di penjara pribadimu.

(Pepatah Zen)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #47 on: 14 March 2010, 09:30:14 AM »
Bunga musim semi, bulan musim gugur;

Angin musim panas, salju musim dingin.

Jika hal-hal yang tak berguna tak mengusik pikiranmu,

Hari-harimu adalah yang terbaik dalam hidupmu.


(Sajak Mumon)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Terbentuknya Kebiasaan Baru
« Reply #48 on: 14 March 2010, 09:48:09 AM »
Sumber: The Joy of Living, Yongey Mingyur Rinpoche, Yayasan Penerbit Karaniya

Pengantar: berikut ini adalah sepenggal Dhamma yang dijelaskan secara Sains.

Jika saya, ketika masih kecil, takut kepada seekor anjing, serangkaian hubungan neuron akan terbentuk di dalam pikiran saya yang berhubungan dengan sensasi fisik akan ketakutan di satu sisi, dan konsep bahwa anjing menakutkan di sisi yang lain. Lain kali ketika saya melihat seekor anjing, sekumpulan neuron yang sama akan mulai bergosip satu  sama lain untuk mengingatkan saya bahwa anjing menakutkan. Dan setiap kali obrolan itu terjadi, ia akan menjadi semakin keras dan semakin meyakinkan hingga ia akhirnya menjadi seperti kebiasaan yang sudah terbentuk, sehingga ketika saya hanya memikirkan tentang anjing, jantung saya akan mulai berdetak kencang dan saya akan keringatan.

Seandainya suatu hari saya mengunjungi teman saya yang memelihara anjing, mula-mula mungkin saya takut mendengar anjing tersebut menggonggong ketika saya mengetuk pintu rumahnya dan binatang tersebut berlari keluar untuk mengendus saya. Tetapi setelah beberapa saat anjing tersebut mengenal saya dan duduk di kaki saya atau bahkan di pangkuan saya, dan juga bahkan mulai menjilat saya – dengan bahagia dan penuh kasih sehingga saya harus memindahkannya dan bahkan terkadang menolaknya.

Apa yang sudah terjadi di otak anjing tersebut adalah sekumpulan koneksi neuronal yang terasosiasikan dengan bau saya dan semua sensasi yang memberitahukan anjing tersebut bahwa si pemilik anjing tersebut menyukai saya, menciptakan pola yang sama dengan, “Hai, orang ini asyik juga!” Di dalam pikiran saya, sementara itu, sekumpulan koneksi neuronal yang terasosiasikan dengan sensasi fisik yang menyenangkan mulai saling berbicara, dan saya juga mulai berpikir, “Hai, mungkin anjing binatang yang baik! Setiap kali saya mengunjungi teman saya, pola baru ini akan semakin kuat dan pola yang lama akan melemah – hingga akhirnya saya tidak akan begitu takut lagi pada anjing.

Dalam istilah neurosains, kemampuan untuk mengganti koneksi-koneksi neuron yang lama dengan yang baru disebut plastisitas neuronal. Istilah dalam bahasa Tibet untuk kemampuan ini adalah le-su-rung-wa, yang secara umum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai “pliability” (fleksibilitas). Anda dapat menggunakan kedua istilah tersebut sesuka anda. Yang penting adalah pada level yang benar-benar seluler, pengalaman berulang-ulang dapat mengubah cara pikiran bekerja. Inilah mengapa-nya di balik bagaimana ajaran Buddha membahas tentang melenyapkan kebiasaan mental yang membawa kesedihan.
« Last Edit: 14 March 2010, 09:50:14 AM by Mayvise »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #49 on: 15 March 2010, 10:09:49 PM »
Semua makhluk hidup, termasuk diri kita,

pada dasarnya sudah memiliki sebab utama,

untuk mencapai kesempurnaan.


- Gampopa, The Jewel Ornament of Liberation

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Kisah seorang penggembala sapi
« Reply #50 on: 18 March 2010, 12:55:25 PM »
Sumber: the Joy of Living, Yongey Mingyur Rinpoche, Yayasan Penerbit Karaniya.

Dahulu kala di India hidup seorang penggembala sapi yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menjaga sapi-sapi milik tuannya. Akhirnya, ketika ia berusia enam puluh tahun, ia menyadari, “Ini adalah pekerjaan yang membosankan. Setiap hari, saya melakukan hal yang sama. Membawa sapi-sapi ke padang rumput, mengawasi mereka, lalu menggiring mereka pulang ke kandang. Apa makna yang saya dapatkan selama ini?” Setelah memikirkan hal ini selama beberapa saat, ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan belajar bermeditasi sehingga ia bisa membebaskan dirinya dari samsara kebosanan.

Setelah berhenti dari pekerjaannya, ia berkelana ke gunung-gunung. Pada suatu hari, ia melihat sebuah gua di mana ada seorang mahasiddha sedang duduk di sana. Setelah melihat mahasiddha tersebut, si penggembala sapi merasa bahagia, dan menghampirinya untuk meminta petunjuk tentang meditasi. Mahasiddha tersebut setuju untuk memberikan petunjuk dasar-dasar meditasi kepada si penggembala sapi; bagaimana bermeditasi dengan menggunakan bentuk-bentuk pikiran sebagai dukungan atau objek. Setelah menerima instruksi tersebut, si penggembala sapi memutuskan untuk tinggal di sebuah gua di dekat sana dan menyiapkan dirinya untuk berlatih.

Seperti kebanyakan dari kita, ia langsung menemui masalah. Selama bertahun-tahun menggembalakan sapi, ia akhirnya menjadi sangat sayang kepada mereka, dan ketika ia berusaha untuk berlatih apa yang sudah diajarkan oleh mahasiddha, satu-satunya pikiran dan bayangan yang muncul di pikirannya adalah sapi-sapi yang harus ia rawat. Meskipun ia berusaha keras untuk menghalangi bentuk-bentuk pikiran yang muncul, sapi-sapi itu terus muncul; dan semakin kuat ia berusaha, mereka semakin jelas muncul.

Akhirnya, dengan tubuh letih, ia datang ke gurunya untuk menjelaskan masalah yang sedang ia hadapi. Ketika gurunya menanyakan apa yang menjadi kendala, si penggembala sapi menjelaskan kesulitan yang ia hadapi.

“Ini bukan sebuah masalah,” kata gurunya. “Saya akan mengajarkanmu metode yang lain. Ini disebut meditasi sapi.”

“Apa?” tanya si penggembala terkejut.

“Aku serius,” jawab si mahasiddha. “Yang harus engkau lakukan hanyalah mengamati gambar sapi-sapi yang kau lihat. Perhatikan mereka ketika engkau menggiring mereka ke padang rumput, ketika mereka sedang merumput, dan ketika engkau menggiring mereka kembali ke peternakan. Apapun bentuk-bentuk pikiran tentang sapi yang muncul di hadapanmu, perhatikan saja mereka.”

Kemudian si penggembala sapi kembali ke guanya dan duduk untuk berlatih dengan petunjuk yang baru. Karena ia tidak berusaha untuk menghalangi pikirannya, kali ini ia bisa bermeditasi dengan mudah dan baik. Ia mulai merasa damai dan bahagia. Ia tidak merindukan sapi-sapinya. Pikirannya menjadi lebih tenang, seimbang, dan fleksibel.

Setelah beberapa saat, ia kembali ke mahasiddha dan berkata, “Baik, sekarang saya telah menyelesaikan meditasi sapi. Apa selanjutnya?”

Gurunya menjawab, “Bagus, sangat bagus. Sekarang, karena engkau sudah bisa tenang, aku akan mengajarkanmu meditasi sapi tingkat kedua. Meditasikan dirimu sebagai seekor sapi.”

Maka si penggembala sapi kembali ke guanya dan mulai berlatih sesuai dengan instruksi yang telah ia terima, sambil berpikir, “Baik, sekarang aku adalah seekor sapi, yang bertanduk dan berkuku. Aku membuat suara moo... aku makan rumput... Dan seiring ia terus berlatih, ia menyadari bahwa pikirannya menjadi lebih damai dan bahagia. Ketika ia merasa ia telah menguasai latihan ini, ia kembali ke gurunya, dan bertanya apakah ada petunjuk level ketiga.

“Ya,” jawab mahasiddha pelan, “Di latihan tingkat ketiga, engkau harus fokus bahwa engkau memiliki tanduk.”

Jadi, sekali lagi, si penggembala sapi kembali ke guanya untuk melaksanakan petunjuk gurunya, fokus kepada bentuk pikiran memiliki tanduk. Konsentrasinya pada ukuran, tempat, warna, berat masing-masing tanduk di sisi kiri dan kanan. Setelah beberapa bulan berlatih seperti ini, ia hendak keluar dari gua dan berjalan keluar dari gua untuk bersantai sejenak. Tetapi, ketika mencoba untuk meninggalkan guanya, ia merasa ada sesuatu yang tersangkut di dinding gua sehingga ia tidak bisa keluar. Ia berusaha menggapai dengan tangannya dan terkejut karena dua buah tanduk yang sangat panjang telah muncul dari samping kepalanya.

Dengan memiringkan tubuh akhirnya ia bisa keluar dari gua dan berlari, ketakutan, menemui gurunya. “Lihat apa yang terjadi!” teriaknya. “Engkau memberikan saya petunjuk meditasi sapi, dan sekarang ada tanduk yang tumbuh di kepala saya! Ini menakutkan! Ini seperti mimpi buruk!”

Mahasiddha tertawa dengan senang. “Tidak, ini sungguh hebat!” ia berseru. “Engkau sudah menguasai meditasi sapi tingkat ketiga! Sekarang, engkau harus berlatih tingkat keempat. Engkau harus berpikir, “Aku bukan sapi. Aku tidak mempunyai tanduk.”

Dengan penuh rasa hormat, si penggembala sapi kembali ke guanya dan berlatih meditasi sapi tingkat keempat, berpikir, “Sekarang aku tidak mempunyai tanduk, sekarang aku tidak mempunyai tanduk...” Setelah berlatih selama beberapa hari, ia bangun dan menyadari bahwa ia bisa berjalan keluar tanpa kesulitan. Tanduknya telah hilang.

Dengan keheranan ia berlari menemui gurunya, memberitahukan, “Lihat, aku tidak bertanduk lagi! Bagaimana ini bisa terjadi. “Ketika aku berpikir aku bertanduk, tanduk-tanduk itu muncul. Ketika aku berpikir aku tidak memiliki tanduk, mereka hilang. Mengapa?”

Mahasiddha menjawab, “Tanduk-tanduk itu datang dan pergi dikarenakan oleh caramu memfokuskan pikiran. Pikiran sangat hebat. Ia bisa membuat pengalaman seperti sebuah kenyataan dan ia juga bisa membuat mereka terlihat tidak nyata. Tanduk bukan satu-satunya hal yang muncul dan hilang karena fokus pikiranmu. Semuanya seperti itu. Tubuhmu dan juga orang lain di seluruh dunia. Sifat sejati mereka adalah kosong. Tidak ada yang benar-benar ada kecuali di dalam persepsi pikiranmu. Pertama-tama engkau harus menenangkan pikiran, maka engkau akan belajar bagaimana melihat dengan jelas. Ini adalah meditasi sapi tingkat lima, belajar menyeimbangkan ketenangan dan pandangan benar.”

Si penggembala sapi sekali lagi kembali ke guanya, bermeditasi dengan ketenangan dan pandangan benar. Setelah beberapa tahun, ia akhirnya juga menjadi seorang mahasiddha. Pikirannya telah tenang dan bebas dari penderitaan samsara.

Saat ini sudah tidak ada banyak lagi penggembala sapi di dunia, meskipun mungkin saja dunia menjadi tempat yang lebih damai jika mereka masih ada. Tetapi jika anda berani, anda bisa berlatih seperti si penggembala sapi, tetapi menggunakan objek yang mirip, seperti mobil. Setelah melatih meditasi mobil selama beberapa tahun, anda bisa menjadi seorang ahli seperti si penggembala sapi. Tentu saja, anda harus bersedia menghabiskan beberapa tahun menjadi lampu depan, pintu, sabuk pengaman, dan mungkin menjadi boks – kemudian belajar bagaimana menghilangkan mereka. Dan ketika anda sedang berlatih, anda mungkin merasa sulit untuk keluar masuk kantor atau lift, dan rekan kerja anda mungkin akan merasa aneh jika anda menjawab pertanyaan mereka dengan bunyi klakson, bukan dengan kata-kata.

Tentu saja saya hanya bercanda. Tentu saja lebih mudah menggunakan bentuk-bentuk pikiran (sebagai objek meditasi) anda daripada belajar bagaimana memunculkan tanduk atau lampu belakang mobil.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #51 on: 19 March 2010, 07:54:18 AM »
Satu jeda pendek antara jalan yang bocor di sini,

Dan yang tidak pernah bocor di sana,

Jika hujan, biarlah hujan.

Jika badai, biarlah badai.

(Ikkyu)


Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #52 on: 22 March 2010, 12:12:21 PM »
Sumber: The Joy of Living, Yongey Mingyur Rinpoche, Yayasan Penerbit Karaniya.

Berapa pun banyaknya bentuk-bentuk pikiran anda ketika bermeditasi, itu bukan masalah. Jika anda menemukan seratus bentuk-bentuk pikiran melewati pikiran anda dalam waktu satu menit, anda mempunyai seratus dukungan untuk bermeditasi. “Betapa beruntungnya Anda. Jika monyet edan di dalam kepala anda melompat ke seluruh tempat, itu bagus! Amati si monyet edan itu melompat-lompat ke seluruh tempat. Setiap lompatan, setiap bentuk-bentuk pikiran, setiap gangguan, setiap objek sensoris, adalah dukungan untuk meditasi. Jika anda merasa terus berjuang menghadapi begitu banyak gangguan, anda bisa menggunakan setiap gangguan sebagai objek meditasi. Mereka akan berhenti menjadi gangguan, dan berubah menjadi dukungan bagi latihan meditasi anda.”

Tetapi, jangan terlalu memegang setiap bentuk pikiran ketika ia muncul. Apapun yang melewati pikiran, kita hanya perlu melihatnya datang dan pergi, dengan santai, tanpa kemelekatan, seperti kita berlatih dengan lembut meletakkan perhatian kita kepada bentuk, suara, atau bau.

Mengamati bentuk-bentuk pikiran kurang lebih sama dengan berlari mengejar bus. Ketika anda tiba di halte bus, bus tersebut sudah berangkat, jadi anda harus menunggu bus berikutnya. Demikian juga, selalu ada jeda antara bentuk-bentuk pikiran – yang hanya bertahan sangat sebentar, namun tetap ada jeda. Jeda itulah pengalaman keterbukaan sempurna alami pikiran. Kemudian, bentuk pikiran yang lain tiba-tiba muncul, dan ketika ia menghilang, ada jeda yang lain. Bentuk-bentuk pikiran datang dan pergi, diikuti jeda-jeda yang lain.

Proses mengamati bentuk-bentuk pikiran anda terus berlanjut seperti berikut ini: bentuk-bentuk pikiran diikuti jeda, diikuti bentuk-bentuk pikiran, diikuti jeda. Jika anda terus berlatih, perlahan-lahan akhirnya jeda tersebut menjadi semakin lama dan lama, dan pengalaman anda menenangkan pikiran menjadi semakin langsung. Jadi, ada dua kondisi dasar pikiran – dengan bentuk-bentuk pikiran dan tanpa bentuk-bentuk pikiran -  dan keduanya adalah pendukung meditasi anda.

Di awal-awal, perhatian kepada bentuk-bentuk pikiran selalu tidak stabil. Ini tidak apa-apa. Jika anda merasa pikiran anda berkelana, biarkan saja diri anda menyadari pikiran anda sedang berkelana. Bahkan lamunan bisa menjadi pendukung meditasi jika anda biarkan kesadaran anda dengan lembut meresap mereka.

Dan ketika anda tiba-tiba ingat, Oops, saya seharusnya mengamati bentuk-bentuk pikiran saya. Saya seharusnya fokus kepada bentuk, saya seharusnya mendengarkan suara. Saya seharusnya mengamati bentuk-bentuk pikiran, bawa kembali perhatian anda kepada apapun juga yang seharusnya anda perhatikan. Rahasia besar tentang momen “Oops” tadi adalah mereka sebenarnya pengalaman yang sangat singkat akan sifat sejati hakikat diri anda.

Akan menyenangkan jika anda bisa bertahan pada setiap “Oops” yang anda alami, tetapi anda tidak bisa. Jika anda coba, mereka akan memperkuat diri menjadi konsep – yaitu konsep bagaimana “Oops” itu seharusnya. Kabar baiknya adalah semakin anda berlatih, semakin banyak “Oops” yang akan anda alami. Dan akhirnya, mereka akan mulai berakumulasi hingga suatu hari “Oops” menjadi sebuah kondisi pikiran yang alami, sebuah kebebasan dari pola kebiasaan saraf-saraf penggosip (di otak) yang membuat anda bisa melihat bentuk-bentuk pikiran, perasaan, atau situasi apa saja dengan kebebasan total dan keterbukaan.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #53 on: 24 March 2010, 04:38:06 PM »
Meditasi dalam bahasa Tibet disebut gomyang secara harafiah berarti “membiasakan diri”, dan latihan praktik meditasi Budhis sesungguhnya adalah untuk membiasakan diri dengan hakikat sejati pikiran anda – kira-kira sama seperti mengenal seorang teman di tingkatan yang lebih dalam dan lebih dalam lagi. Dan juga seperti mengenal teman anda, menemukan hakikat sejati pikiran juga sebuah proses bertahap. Jarang sekali ia bisa muncul dalam sekejap. Satu-satunya perbedaan antara meditasi dan interaksi sosial umum adalah teman yang perlahan-lahan anda kenali adalah diri anda sendiri.

(The Joy of Living)

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Living in the Moment
« Reply #54 on: 24 March 2010, 04:47:43 PM »
Meditasi dalam bahasa Tibet disebut gomyang secara harafiah berarti “membiasakan diri”, dan latihan praktik meditasi Budhis sesungguhnya adalah untuk membiasakan diri dengan hakikat sejati pikiran anda – kira-kira sama seperti mengenal seorang teman di tingkatan yang lebih dalam dan lebih dalam lagi. Dan juga seperti mengenal teman anda, menemukan hakikat sejati pikiran juga sebuah proses bertahap. Jarang sekali ia bisa muncul dalam sekejap. Satu-satunya perbedaan antara meditasi dan interaksi sosial umum adalah teman yang perlahan-lahan anda kenali adalah diri anda sendiri.

(The Joy of Living)

kadang, dalam berteman kita bisa berantem, besoknya baean lagi, besoknya musuhan lagi...
i'm just a mammal with troubled soul



Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #55 on: 25 March 2010, 07:50:11 AM »
^ ^ ^ Yup, sama diri sendiri juga bisa begitu.. ;D

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #56 on: 26 March 2010, 08:27:19 AM »
Jika begitu saja melakukan latihan sederhana ini,
hari demi hari, langkah demi langkah, napas demi napas,
tidak mungkin engkau menemui kegagalan.

Tepat seperti kaki yang tidak dapat tidak menginjak lantai saat melangkah di atasnya,
jika engkau bertekun dalam latihan ini,
suatu hari nanti engkau pasti sadar.

(Soen Nakagawa Roshi)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #57 on: 27 March 2010, 02:54:43 PM »
Hujan Bunga

Subhuti adalah seorang pengikut Buddha. Ia mampu memahami makna kesunyaan, suatu pandangan bahwa tidak ada yang mutlak berdiri sendiri kecuali dalam kaitannya secara subjektif dan objektif.

Suatu hari, dalam kesunyaannya, Subhuti tengah duduk di bawah sebuah pohon. Bunga-bunga mulai jatuh berguguran.

"Kami memuja Anda atas ajaran Anda tentang kesunyaan," bisik dewa-dewa kepadanya.

"Tetapi saya belum pernah berbicara soal kesunyaan," kata Subhuti.

"Anda belum mengatakan apa-apa tentang kesunyaan, kami belum mendengar apa-apa tentang kesunyaan," jawab para dewa, "inilah kesunyaan sejati." Dan bunga-bunga pun dengan deras menghujani Subhuti.

(101 Koan Zen)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #58 on: 31 March 2010, 12:03:01 PM »
Lepaskan apapun yang engkau genggam erat-erat.

(Gyalwang Karmapa IX)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Tujuh Harta
« Reply #59 on: 02 April 2010, 10:04:59 PM »
Kita boleh saja kaya dalam materi.
Tapi tujuh harta inilah yang terunggul di antara harta-harta lainnya.
Apakah tujuh harta itu?

Memiliki keyakinan, bermoral, murah hati, belajar Dhamma,
malu berbuat jahat, takut akan akibatnya, dan memiliki kebijaksanaan.


(Cerah Setiap Hari, Sinar Dharma)
« Last Edit: 02 April 2010, 10:08:10 PM by Mayvise »

 

anything