//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Living in the Moment  (Read 35349 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #15 on: 12 February 2010, 10:55:49 AM »
Saya bukan mengatakan bahwa kamu berada di bawah kendali orang lain. Batinmu sendiri yang tidak terkendalikan dan kemelekatan yang menindasmu. Apabila kamu tahu bagaimana kamu menindas dirimu sendiri, maka batin yang tidak terkendalikan itu akan hilang. Mengenali batinmu sendiri adalah solusi semua masalahmu.

(“Jadikan Batinmu Seluas Samudera”, Lama Thubten Yeshe)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #16 on: 16 February 2010, 08:27:11 AM »
Everything we do is an act of poetry or a painting if we do it with mindfulness  (Thich Nhat Hanh)

Buku: Kunci Bhavana, oleh Luang Pho Jah Subhaddo. Penerbit: Sammaditthi.

Kembangkan penyadaran (sati), selalu berjaga hingga menjadi si 'tahu' yang selalu waspada. Jaga terus batin kita. Bila ada tamu yang datang, jangan beri dia tempat duduk, karena kita mempunyai hanya satu tempat duduk. Waspadai terus tamu-tamu itu dengan kesadaran Buddho. Tamu-tamu ini telah datang silih berganti dan berulang kali sejak kita masih kanak-kanak, bahkan sejak lahir, hingga kini. Mereka terus mempengaruhi kita dengan berbagai macam perangai dan sifat. Kondisi batin yang terpengaruh tamu-tamu ini disebut cetasika. Hanya dengan kesadaran Buddho kita bisa mengetahuinya dan tak membiarkan mereka duduk serta mempengaruhi kita. Hanya ada satu tempat duduk !

Jangan berikan kesempatan padanya untuk duduk dan mempengaruhi kita walau dia atau mereka akan datang, pergi, dan datang lagi. Mereka akan terus berusaha berbicara dan mempengaruhi kita. Ingat jangan beri tempat duduk; namun awasi dan waspadai gerak-gerik serta tingkah laku mereka. Datang pergi, datang pergi, awasi terus hingga kita tahu sifat, perangai maupun tipu daya mereka. Kemudian kita bisa menyimpulkan dan mengenali mereka; tamu-tamu itu telah datang berkunjung dan mempengaruhi kita sejak kita masih sebagai kanak-kanak yang belum mempunyai kesadaran dan penyadaran yang baik hingga kita menjadi dewasa, bahkan bisa sampai usia tua. Begitulah sebenarnya yang terjadi.

Saya berpikir, penganalisaan dan perenungan Dhamma harus kita lakukan di titik ini. Lihat, amati dan analisa dalam ketenangan oleh diri sendiri hingga diri sendiri mengerti kebenaran (sabhava) Dhamma. Kita pun akan bisa berbicara tentang kebenaran.

Lihat dan awasi agar kita tahu cara yang tepat untuk meluruskan dan mengendalikan batin. Bila batin mulai liar tak terkendali, kita pun akan segera tahu dan menyadarinya. Dengan begitu kita akan segera tahu cara selanjutnya untuk mengendalikannya kembali. Kita tak akan terlambat atau kebablasan. Itu semua terletak dan tergantung pada batin kita. Bila telah mengenal batin sendiri, kita pun tahu cara memperbaiki dan mengembangkannya. Lepas dari belenggu dan keterikatan yang telah menghambat kemajuan menuju keluhuran sejak waktu yang tak terhitung lamanya. Batin bisa kita ajak bicara dan berdamai.

Kita tahu tentang suara, bau, rasa, sentuhan, dan corak batin sesuai dengan alamiahnya. Tahu dengan jelas melalui mata batin bahwa semua itu hanyalah mempunyai sifat yang biasa-biasa saja, yaitu aniccam, dukkham, dan anatta. Tidak lebih! Bila mereka muncul, batin pun merasa biasa-biasa saja, tak terguncang atau goyah. Saat mendengar suara, sama dengan tidak mendengar. Yang dimaksud adalah keadaan batin. Jadi, hal ini tidaklah sama dengan orang tuli atau batin tidak lagi bekerja. Namun, sati (penyadaran jeli) bekerja sama dengan batin, saling melindungi dan menjaga di setiap saat hingga kondisi batin selalu kokoh, netral, tenang, dan damai. Batin yang telah mencapai tahap ini, roda Dhamma berputar secara otomatis sebagai Dhammavicaya, salah satu unsur dari Bojjhanga. Penganalisaan terus bekerja terhadap vedana, sanna, sankhara, vinnana.

“Bhavita bahulikata”, bersungguh-sungguh dan tekunlah maka hasil akan mengikuti (Buddha)
« Last Edit: 16 February 2010, 08:55:25 AM by Mayvise »

Offline dewi_go

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.848
  • Reputasi: 69
  • Gender: Female
Re: Living in the Moment
« Reply #17 on: 16 February 2010, 08:38:46 AM »
Wh perlu ketelitian untuk membaca topik ini :)..bagus
Sweet things are easy 2 buy,
but sweet people are difficult to find.
Life ends when u stop dreaming, hope ends when u stop believing,
Love ends when u stop caring,
Friendship ends when u stop sharing.
So share this with whom ever u consider a friend.
To love without condition... ......... .........

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #18 on: 16 February 2010, 10:16:27 AM »
Hari ini tiada duanya,
Rambatan waktu melahirkan permata,
Hari ini takkan datang lagi,
Setiap saat bagai permata nan tak ternilai.

(Takuan, Guru Zen)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #19 on: 17 February 2010, 07:58:23 AM »
Buddha yang maha suci dan sempurna,
Ini adalah kerikil saya.

Saya akan berlatih dengannya,
karena hari ini segala sesuatunya menjadi salah.

Bila saya marah atau sedih,
kerikil ini saya genggam sambil menarik nafas dalam-dalam.

Saya akan melakukan hal ini sampai saya menjadi tenang.

(Buku: Sebutir Kerikil di Saku Mu (A Pebble for Your Pocket), oleh Thich Nhat Hanh, Penerbit: Yayasan Kusalayani)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #20 on: 17 February 2010, 10:55:46 AM »
Sumber: Buku “Kunci Bhavana (Proses Pengembangan Batin)”, oleh: Luang Pho Jah Subhaddo, penerbit: Sammaditthi.

Kerjakan tugas kita dalam patipatti Dhamma. Saat suatu fenomena (Arammana) muncul, analisalah objek itu. Yang ada hanya aniccam, dukkham, dan anatta; itulah sifat alamiah mereka. Hanya tiga hal tersebut.

Kebiasaan kita dalam menghadapi arammana apa pun, hanya dengan pikiran, berpikir. Dan pikiran itu hanya mengikuti arammana, bukan menganalisanya. Bila arammana tersebut bersifat dukkha, pikiran pun ikut berdukkha. Begitupun sebaliknya. Bila bersifat sukha, pikiran pun ikut bersukha. Selalu terombang-ambing. Itulah sankhara. Ini amat berbeda dengan panna. Panna juga menggunakan pikiran. Namun pikiran (dengan sati) harus mampu menangkap dan menguasai objek, bukan terombang-ambing mengikuti objek. Lalu, pikiran menganalisa objek, hingga tahu sifat-sifat alamiah (kesunyataan) dari objek. Maka muncullah pengertian atau kebijaksanaan (panna).

Dan sati pun tahu gerak pikiran itu. Bergerak menganalisa dan tahu akan arammana, yang kesimpulannya, pikiran ini pun bersifat aniccam, dukkham, dan anatta. Tak terlepas dari tilakkhana.

Lakukan terus proses itu sehingga semakin lama batin mengetahui dan mengerti dengan jelas tentang tilakkhana.

Pelaksanaan patipatti Dhamma bisa diibaratkan dengan seorang penggembala kerbau di tepian sawah yang sedang menghijau penuh dengan batang-batang padi muda. Pikiran kita ibarat seekor kerbau. Batang padi ibarat arammana (objek). Sati (penyadaran jeli yang selalu 'tahu') ibarat si penggembala.

Penggembala melepas kerbau untuk mencari makan (rumput, bukan batang padi muda). Namun, ia harus memperhatikan dan mengawasi kemana kerbau pergi. Bila kerbau mendekati batang padi hendak memakannya, si penggembala harus mengusirnya. Bila kerbau tak mau mendengar, bila perlu lempar dengan sebuah balok kayu, tentu kerbau menjadi takut dan menjauhkan diri dari sawah. Dan dengan sendirinya tak jadi memakan batang padi. Si penggembala harus tetap waspada, tidak lengah, apalagi tidur dan membiarkan kerbau bebas tanpa pengawasan. Tentu akan habis atau hancurlah batang-batang padi muda di sawah.

Demikian seterusnya. Dengan sati kita memperhatikan dan mengawasi pikiran. Bagaimana gerak dan reaksi pikiran terhadap arammana (objek). Hanya dengan begitulah kita bisa terbebas dari belenggu mara. Batin telah menyatu dengan 'batin' dan menjadi jernih/cemerlang. Karenanya, tak perlu pengawasan khusus lagi. Batin telah tahu dengan jelas tentang batin. Bagaimana keadaan batin yang telah terbebas dari pengaruh arammana. Batin menjadi 'si tahu' yang selalu waspada. Maka muncullah panna.

Tidak lagi seperti dulu, yang bila melihat (berhubungan dengan) arammana, selalu melekat dan bergerak mengikuti arammana. Muncul arammana, terpengaruh lagi. Persis seperti seekor kerbau yang tanpa pengawasan. Bila kita waspada dalam menggembala dan mengawasi kerbau, tentu ia tak bisa dekat apalagi memakan batang padi di sawah. Jangan biarkan kerbau (pikiran) mendekati sawah, kalau perlu lempar dia agar menjauh dari batang padi (arammana).

Demikian pula halnya dengan batin/pikiran. Begitu melihat (berhubungan dengan) arammana, pikiran langsung ingin menangkapnya. Memang telah menjadi sifat dari pikiran yang dikuasai kilesa; akan menjadi begitu rakus terhadap arammana. Di sini peran sati (penyadaran jeli) amat diperlukan dan menentukan. Si 'tahu' harus segera mengajar atau memberi pelajaran dengan suatu penganalisaan yang jernih. Analisalah mana yang baik dan mana yang tidak baik berdasarkan hukum sebab akibat, agar batin/pikiran melepas dan menjauh dari arammana yang tak membawa kebaikan. Demikian seterusnya hingga batin mengerti dan bosan terhadap arammana. Yang kemudian membuat batin bahagia bertinggal di dalam batin.
« Last Edit: 17 February 2010, 11:01:42 AM by Mayvise »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #21 on: 17 February 2010, 03:39:03 PM »
Siapakah saya?
Saya mungkin bukanlah “gambaran saya” di benak saya
Saya mungkin bukanlah “gambaran saya” di benak orang lain
Saya mungkin bukanlah “gambaran saya” yang saya pikir mungkin ada di benak orang lain
      Karena saya belum mengenal saya

Saya ingin menjadi “gambaran saya” yang saya idamkan
Saya ingin dipandang demikian pula

Walaupun akhirnya tercipta suatu gambaran yang baru, atau tetap dalam gambaran yang lama,
Walaupun saya senang dalam suatu gambaran, atau sedih ketika gambaran tidak sesuai/berubah
Ternyata gambaran-gambaran itu hanya sekedar menetap (sementara) di benak saya dan orang lain
      Dan gambaran itu, mungkin bukanlah saya

Dan betapapun saya terhanyut oleh gambaran-gambaran itu,
Dan betapapun saya ingin suatu gambaran adalah gambaran tentang saya,
Dan betapapun saya berusaha meletakkan gambaran tentang saya di benak orang lain
      Saya tetap tidak menemukan siapakah saya
      Dan ternyata terhanyut itu cukup melelahkan
      Karena gambaran yang satu silih berganti dengan gambaran yang lain

Bagaimanapun saya ingin menjadi atau tidak menjadi,
      Saya masih dikaburkan bahkan dikacaukan oleh “gambaran-gambaran saya”,
      Karena ada satu pertanyaan yang belum terjawab,
      Pertanyaan yang hanya bisa saya yang menjawabnya,
      Pertanyaan yang jawabannya sangat penting,
            yang membuat semua gambaran menjadi tak berarti
      Pertanyaan itu adalah,
               Siapakah saya?
               Siapakah saya sesungguhnya?
« Last Edit: 17 February 2010, 03:40:58 PM by Mayvise »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #22 on: 18 February 2010, 09:08:30 AM »
Sumber: Buku “Jadikan Batinmu Seluas Samudera”, Oleh: Lama Thubten Yeshe. Tim Penerbitan PVVD

Tanya:
Ketika kamu memeriksa batinmu, apakah batinmu selalu memberitahukan kebenaran?

Jawab:
Tidak, tidak selalu. Kadang-kadang justru konsep kelirumu yang menjawab. Kamu tidak seharusnya mendengarkan batin kelirumu. Sebaliknya, kamu perlu memberitahukan pada dirimu sendiri. “Saya tidak puas dengan apa yang dikatakan oleh batin; saya menginginkan jawaban yang lebih baik.”

Kamu perlu terus memeriksa lebih dalam, sampai kebijaksanaanmu memberi tanggapan. Namun merupakan sesuatu yang baik untuk bertanya; apabila kamu tidak bertanya, kamu tidak akan memperoleh jawaban apa pun. Tetapi kamu tidak seharusnya menanyakannya secara emosional, “Oh, apa ini, apa itu, apa ini? Saya perlu mencari tahu; Saya harus tahu.”

Jika kamu mempunyai sebuah pertanyaan, tuliskan; pikirkan hal itu dengan seksama. Secara bertahap jawaban yang benar akan datang. Hal tersebut membutuhkan waktu. Jika kamu tidak memperoleh jawaban hari ini, tempelkan pertanyaan itu di kulkasmu. Jika kamu bertanya dengan gigih, jawaban-jawaban pertanyaanmu akan muncul sendiri, meskipun kadang-kadang jawaban akan muncul dalam mimpi. Mengapa kamu akan memperoleh jawaban? Karena sifat sejati dirimu adalah kebijaksanaan. Jangan berpikir bahwa kamu adalah orang yang penuh dengan ketidaktahuan yang sudah tidak ada harapan lagi. Manusia secara hakiki memiliki aspek positif maupun negatif.
« Last Edit: 18 February 2010, 09:10:08 AM by Mayvise »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #23 on: 19 February 2010, 07:46:04 AM »
Tidak bergantung pada kata-kata (aksara),
Langsung mengarah ke batin (pikiran),
Melihat hakikat diri sendiri,
serta mencapai ke-Buddha-an.

(Zen's Quote)

Offline wen78

  • Sebelumnya: osin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.014
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Living in the Moment
« Reply #24 on: 20 February 2010, 10:46:24 AM »
When walking,
as we step one foot forward,
we lift the other foot up.
In the same way, we should
let go of yesterday
and focus on today.

Jing Si Aphorisms - Cheng Yen
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #25 on: 20 February 2010, 05:03:59 PM »
Sumber: "Sebatang Pohon di Tengah Hutan", oleh Ajahn Chah, Yayasan Penerbit Karaniya

K E R B A U

Buddha benar-benar mengajarkan kebenaran. Jika anda merenungkannya, tidak ada yang bisa anda pertentangkan dengan Beliau. Akan tetapi, kita, manusia, bagaikan kerbau. Jika keempat kakinya tidak diikat, ia tidak akan membiarkan orang-orang memberikan obat kepadanya. Jika kakinya telah terikat dan tidak berdaya - Aha! - itulah saatnya, jika anda inginkan, anda bisa memulai dan memberinya obat. Ia tidak akan bisa melawan untuk melepaskan diri. Pada saat-saat seperti ini, ia akan menyerah.

Kita juga demikian. Hanya pada saat kita telah terikat total dalam penderitaanlah, kita bisa melepaskan ilusi-ilusi kita. Jika kita masih bisa berjuang untuk melepaskan diri, kita tidak akan menyerah dengan mudah.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #26 on: 22 February 2010, 03:14:18 PM »
Batu permata ada di mana-mana di bumi ini,
Dan di dalam diri kita masing-masing


Saya ingin menawarkan segenggam penuh untuk kamu,
teman ku tersayang.
Yah, pagi ini saya ingin menawarkan segenggam penuh untukmu


Segenggam berlian yang dapat berkilau dari pagi hingga petang.
Setiap menit dari kehidupan kita berisi berlian
yang mengandung langit dan bumi, sinar matahari dan sungai


Kita hanya perlu bernafas perlahan untuk mendapatkan mukjizat ini:
Burung bernyanyi, bunga berkembang
di sini langit biru,
di sini awan putih berarak,


Kamu terlihat cantik, senyummu menawan,
semuanya ini terkandung dalam sebutir permata


Kamu adalah orang terkaya di bumi
dan berperilaku seperti anak yang miskin,
Silahkan kembali pada dirimu sendiri.


Ijinkan saya menawarkan kebahagiaan
dan belajar untuk tinggal di masa sekarang


Ijinkan kita menghargai kehidupan ini dengan kedua tangan kita
Biarkan kelalaian dan kesedihan berlalu.


(“Sebutir Kerikil di Saku mu”, Thich Nhat Hanh)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #27 on: 25 February 2010, 01:33:33 PM »
Semua penderitaan berasal dari pikiran sendiri. Dalam sekali tarikan napas, kesadaran kita telah menimbulkan bermacam-macam pikiran. Begitu kita mulai mengejar satu pikiran, keseluruhan kita terbungkus oleh pikiran itu. Begitulah penderitaan muncul.

(Lupa sumbernya)
« Last Edit: 25 February 2010, 01:35:38 PM by Mayvise »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #28 on: 26 February 2010, 12:17:32 PM »
Orang yang Haus

Seseorang berjalan kaki di suatu jalan. Dia sangat haus akibat perjalanannya dan sangat menginginkan segelas air. Dia berhenti di suatu tempat di pinggir jalan dan meminta minuman. Pemilik minuman itu berkata: " Anda boleh meminumnya jika Anda menginginkan. Warnanya bening, baunya harum, rasanya juga enak, tetapi jika Anda meminumnya, Anda akan jatuh sakit. Ini akan membuat Anda mati atau menderita setengah mati." Orang haus itu tidak mempedulikannya. Dia sehaus orang yang baru menjalani operasi, yang tidak diijinkan untuk minum selama jangka waktu tertentu. Dia memohon untuk minum! Jadi, dia meneguk sedikit air dan menelannya, merasakannya dengan sangat enak. Dia meminum sepuasnya dan menderita penyakit sehingga hampir mati. Dia tidak menghiraukan peringatan yang telah diberikan padanya karena nafsu yang menguasainya.

Beginilah cara seseorang menjadi terperangkap dalam kenikmatan indriawi. Buddha mengajarkan bahwa kenikmatan itu beracun, tetapi karena "haus" sehingga ia tidak mengindahkannya. Dia meminum pandangan, pendengaran, penciuman, pengecapan, sentuhan, dan objek-objek pikiran, dan semuanya terasa "lezat". Oleh sebab itu, ia meneguknya tanpa henti, dan sejak itu ia kekenyangan hingga ajalnya tiba.

"Sebatang Pohon di Tengah Hutan", Ajahn Chah

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Living in the Moment
« Reply #29 on: 26 February 2010, 12:40:21 PM »
Aroma dupa, daun, dan angin,
kombinasi sempurna di pagi hari...

Saya rasa burung-burung menikmatinya,
karena mereka berkicau bersahutan...

Kamu adalah kebahagiaan sejati,
kamu ada di sini.
Sayang sekali, saya belum bisa melihatmu,
walaupun saya tahu, kamu begitu dekat...

 

anything