Everything we do is an act of poetry or a painting if we do it with mindfulness (Thich Nhat Hanh)
Buku: Kunci Bhavana, oleh Luang Pho Jah Subhaddo. Penerbit: Sammaditthi.
Kembangkan penyadaran (sati), selalu berjaga hingga menjadi si 'tahu' yang selalu waspada. Jaga terus batin kita. Bila ada tamu yang datang, jangan beri dia tempat duduk, karena kita mempunyai hanya satu tempat duduk. Waspadai terus tamu-tamu itu dengan kesadaran Buddho. Tamu-tamu ini telah datang silih berganti dan berulang kali sejak kita masih kanak-kanak, bahkan sejak lahir, hingga kini. Mereka terus mempengaruhi kita dengan berbagai macam perangai dan sifat. Kondisi batin yang terpengaruh tamu-tamu ini disebut cetasika. Hanya dengan kesadaran Buddho kita bisa mengetahuinya dan tak membiarkan mereka duduk serta mempengaruhi kita. Hanya ada satu tempat duduk !
Jangan berikan kesempatan padanya untuk duduk dan mempengaruhi kita walau dia atau mereka akan datang, pergi, dan datang lagi. Mereka akan terus berusaha berbicara dan mempengaruhi kita. Ingat jangan beri tempat duduk; namun awasi dan waspadai gerak-gerik serta tingkah laku mereka. Datang pergi, datang pergi, awasi terus hingga kita tahu sifat, perangai maupun tipu daya mereka. Kemudian kita bisa menyimpulkan dan mengenali mereka; tamu-tamu itu telah datang berkunjung dan mempengaruhi kita sejak kita masih sebagai kanak-kanak yang belum mempunyai kesadaran dan penyadaran yang baik hingga kita menjadi dewasa, bahkan bisa sampai usia tua. Begitulah sebenarnya yang terjadi.
Saya berpikir, penganalisaan dan perenungan Dhamma harus kita lakukan di titik ini. Lihat, amati dan analisa dalam ketenangan oleh diri sendiri hingga diri sendiri mengerti kebenaran (sabhava) Dhamma. Kita pun akan bisa berbicara tentang kebenaran.
Lihat dan awasi agar kita tahu cara yang tepat untuk meluruskan dan mengendalikan batin. Bila batin mulai liar tak terkendali, kita pun akan segera tahu dan menyadarinya. Dengan begitu kita akan segera tahu cara selanjutnya untuk mengendalikannya kembali. Kita tak akan terlambat atau kebablasan. Itu semua terletak dan tergantung pada batin kita. Bila telah mengenal batin sendiri, kita pun tahu cara memperbaiki dan mengembangkannya. Lepas dari belenggu dan keterikatan yang telah menghambat kemajuan menuju keluhuran sejak waktu yang tak terhitung lamanya. Batin bisa kita ajak bicara dan berdamai.
Kita tahu tentang suara, bau, rasa, sentuhan, dan corak batin sesuai dengan alamiahnya. Tahu dengan jelas melalui mata batin bahwa semua itu hanyalah mempunyai sifat yang biasa-biasa saja, yaitu aniccam, dukkham, dan anatta. Tidak lebih! Bila mereka muncul, batin pun merasa biasa-biasa saja, tak terguncang atau goyah. Saat mendengar suara, sama dengan tidak mendengar. Yang dimaksud adalah keadaan batin. Jadi, hal ini tidaklah sama dengan orang tuli atau batin tidak lagi bekerja. Namun, sati (penyadaran jeli) bekerja sama dengan batin, saling melindungi dan menjaga di setiap saat hingga kondisi batin selalu kokoh, netral, tenang, dan damai. Batin yang telah mencapai tahap ini, roda Dhamma berputar secara otomatis sebagai Dhammavicaya, salah satu unsur dari Bojjhanga. Penganalisaan terus bekerja terhadap vedana, sanna, sankhara, vinnana.
“Bhavita bahulikata”, bersungguh-sungguh dan tekunlah maka hasil akan mengikuti (Buddha)